HUBUNGAN ANTARA SEPSIS NEONATORUM DENGAN TERJADINYA IKTERUS NEONATORUM DI RSUD KARANGANYAR

dokumen-dokumen yang mirip
BULAN. Oleh: J DOKTER

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SEPSIS PADA NEONATORUM DI RUMAH SAKIT MOEHAMMAD HOESIN PALEMBANG. Enderia Sari 1), Mardalena 2)

BAB I PENDAHULUAN. Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar

BAB I PENDAHULUAN. Bilirubin merupakan produk samping pemecahan protein hemoglobin di

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

ABSTRAK INSIDENSI DAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2005

BAB I PENDAHULUAN. salah satu strategi dalam upaya peningkatan status kesehatan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. bulan, 80% anak meninggal terjadi saat umur 1-11 bulan. 1 Menurut profil

BAB I PENDAHULUAN. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

HUBUNGAN BERAT LAHIR DENGAN KEJADIAN IKTERIK PADA NEONATUS TAHUN 2015 DI RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN RISIKO ASFIKSIA NEONATORUM ANTARA BAYI KURANG BULAN DENGAN BAYI CUKUP BULAN PADA BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR)

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

BESAR RISIKO ANTARA BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH KURANG BULAN DENGAN CUKUP BULAN TERHADAP IKTERUS NEONATORUM DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH TEGAL

BAB 1 PENDAHULUAN. saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti kesakitan. dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010)

ABSTRAK. Audylia Hartono Pembimbing I : Rimonta F. Gunanegara, dr., Sp.OG. Pembimbing II : July Ivone, dr., MKK., MPd.Ked.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. 1 Infeksi

Metabolisme Bilirubin di Hati 1. Pembentukan bilirubin Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu,

ABSTRAK DEFISIENSI G6PD SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERHADAP HIPERBILIRUBINEMIA PADA NOENATUS BERUMUR DUA HARI DI RSAB HARAPAN KITA, JAKARTA BARAT, TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

HUBUNGAN KADAR BILIRUBIN INDIREK DENGAN SEPSIS PADA BAYI KURANG BULAN DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN IKTERUS NEONATORUM DENGAN PERSALINAN SECARA INDUKSI

HUBUNGAN ANEMIA DENGAN HIPOTERMIA PADA NEONATUS DI RSUD DR MOEWARDI. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan angka kematian ibu (AKI) dan bayi sampai pada batas angka

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan ekstrauterin. Secara normal, neonatus aterm akan mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN adalah 32 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan target Millenium

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Di RSUP H.Adam Malik Medan Dari Tahun

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IKTERUS FISIOLOGIS PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan masyarakat untuk melindungi bayi sebelum, selama dan sesudah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

HUBUNGAN KEPATUHAN HAND HYGIENE TENAGA KESEHATAN DAN KEJADIAN SEPSIS NEONATORUM DI HCU NEONATUS RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PERBANDINGAN LUARAN BAYI (BERAT BADAN DAN APGAR SCORE) PADA PREEKLAMSIA BERAT DAN PREEKLAMSIA BERAT DENGAN KOMPLIKASI HELLP SYNDROME SKRIPSI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Metabolisme bilirubin meliputi sintesis, transportasi, intake dan konjugasi serta

PERBEDAAN LUARAN JANIN PADA PERSALINAN PRETERM USIA KEHAMILAN MINGGU DENGAN DAN TANPA KETUBAN PECAH DINI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI IBU HAMIL DAN BBLR DI RSUD SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. kejang pada bayi baru lahir, infeksi neonatal. 1 Hiperbilirubinemia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan. indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ikterus merupakan perubahan warna kuning pada kulit, jaringan mukosa,

FAKTOR RISIKO HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 : PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas bayi karena rentan terhadap kondisi-kondisi infeksi saluran

KARAKTERISTIK IBU KAITANNYA DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH

HUBUNGAN ANTARA ASFIKSIA NEONATORUM DENGAN DAYA REFLEK SUCKING PADA BAYI BARU LAHIR UMUR 0 HARI DI RSUD KARANGANYAR KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. yang sering dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% bayi

BAB I PENDAHULUAN. kandungan. Kelainan penyerta yang timbul pada bayi baru lahir akan menghambat

BAB I PENDAHULUAN. Hearing loss atau kurang pendengaran didefinisikan sebagai kurangnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN PERAWATAN TALI PUSAT TERBUKA DAN KASA KERING DENGAN LAMA PELEPASAN TALI PUSAT PADA BAYI BARU LAHIR KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu dan angka kematian perinatal. Menurut World Health. melahirkan dan nifas masih merupakan masalah besar yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana

GAMBARAN BAYI BARU LAHIR DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RSUP H.ADAM MALIK PADA TAHUN Oleh : PRIYA DARISHINI GUNASEGARAN

CAIRAN AMNION TERCAMPUR MEKONIUM SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2009

ABSTRAK PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS TERHADAP KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN MENURUT SISTEM DOTS DI RSU

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat Sarjana Kedokteran. Diajukan Oleh : JONATHAN EKO A J FAKULTAS KEDOKTERAN

Kata kunci: Prevalensi,Anemia, Anemia defisiensi besi, bayi berat lahir rendah, Hb.

Elli Hidayati, 2 Martsa Rahmaswari. Abstrak

PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS TENTANG TANDA BAHAYA NEONATUS DI PUSKESMAS II KARANGASEM BALI TAHUN 2013

Skripsi ini Disusun guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : ASTRI SRI WARIYANTI J

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOEDIRAN WONOGIRI SKRIPSI

HUBUNGAN PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DENGAN ANGKA KEJADIAN PENYAKIT PARKINSON DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN TERJADINYA SEPSIS NEONATORUM DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI

Hubungan antara Apgar Score Dengan Ikterus Neonatorum Fisiologis di RSUD Al-Ihsan Kabupaten Bandung Tahun 2014

PREVALENSI NEFROPATI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II YANG DIRAWAT INAP DAN RAWAT JALAN DI SUB BAGIAN ENDOKRINOLOGI PENYAKIT DALAM, RSUP H

BAB IV METODE PENELITIAN. obstetri dan ginekologi. analisis data dilakukan sejak bulan Maret Juni menggunakan pendekatan retrospektif.

Profil Infeksi Luka Operasi di Bagian Bedah RSUP H. Adam Malik Periode Januari Juni Oleh : LANDONG SIHOMBING

PERBEDAAN BAKTERIURIA PADA PASIEN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA DENGAN VOLUME PROSTAT TINGGI DAN TIDAK TINGGI SKRIPSI

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK. HUBUNGAN UKURAN LINGKAR LENGAN ATAS (LLA) DAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb) IBU KEHAMILAN ATERM DENGAN DISMATURITAS BAYI LAHIR DI SEBUAH RS DI MEDAN

ABSTRAK GAMBARAN KELAHIRAN PREMATUR DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013-DESEMBER 2014

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

BAB I PENDAHULUAN. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

HUBUNGAN ANTARA PENURUNAN LAJU FILTRASI GLOMERULUS DENGAN BERATNYA ANEMIA PADA PASIEN NEFROPATI DIABETIK DI RSUD DR.

HUBUNGAN JENIS PERSALINAN DENGAN KEJADIAN SEPSIS NEONATORUM DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB I PENDAHULUAN. pelatihan medik maupun paramedik serta sebagai pelayanan peningkatan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

Faktor Penyulit pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yang Dirawat di RSUD Al Ihsan Bandung Tahun 2014

PERBEDAAN TINGKAT STRES PADA PENSIUNAN PEGAWAI PERHUTANI SURAKARTA YANG BEKERJA DENGAN YANG TIDAK BEKERJA SKRIPSI

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

ABSTRAK. Nabila Mazaya Putri, 2017 : Rimonta F. Gunanegara, dr., SpOG., M.Pd.Ked.

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN INFEKSI RESPIRATORIK AKUT (IRA) BAGIAN BAWAH PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI RSUD SUKOHARJO

The Incidence of Conjunctivitis in Rural Hospital Compared with Urban Hospital 1 January-31 December 2013

HUBUNGAN ANTARA STROKE ISKEMIK AKIBAT DISLIPIDEMIA DAN LOKASI INFARK DI RSUD DR. MOEWARDI DI SURAKARTA

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA SEPSIS NEONATORUM DENGAN TERJADINYA IKTERUS NEONATORUM DI RSUD KARANGANYAR Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Oleh : OKTAVIANA HALISANTI J 500 130 030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

i

ii

iii

HUBUNGAN ANTARA SEPSIS NEONATORUM DENGAN TERJADINYA IKTERUS NEONATORUM DI RSUD KARANGANYAR Abstrak Sepsis Neonatorum adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Angka kejadian sepsis neonatorum di negara berkembang dan negara maju meningkat. Selain itu, angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi ditemukan pada bayi baru lahir yang menderita sepsis. Salah satu komplikasi yang sering timbul adalah hiperbilirubinemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara sepsis neonatal yang dapat mempengaruhi kejadian ikterus pada bayi baru lahir di RSUD Karanganyar. Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan di unit rekam medis RSUD Karanganyar pada bulan Desember 2016. Jumlah sampel penelitian ini masing-masing sebanyak 35 pasien ikterus neonatorum dan bukan pasien ikterus neonatorum yang telah disesuaikan dengan kriteria restriksi, tehnik sampling pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data menggunakan uji Chi-Square dengan program SPSS 17.0 for Windows. Dari 70 responden didapatkan sebanyak 15 neonatus mengalami riwayat sepsis dimana 12 neonatus mengalami ikterus dan 3 noenatus tidak mengalami ikterus. Hasil uji analisis Chi-Square menunjukkan nilai significancy yaitu p=0,009 (p<0,05).kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara sepsis neonatorum dengan terjadinya ikterus neonatorum di RSUD Karanganyar. Kata Kunci : Sepsis, Ikterus Neonatorum, Neonatorum Abstract Neonatal Sepsis is a clinical syndrome of systemic disease accompanied bacteremia, that occurs in infants in the first month of life. The incidence of neonatal sepsis in developing countries and developed countries increased. In addition, the high morbidity and mortality found in infants who suffering sepsis. Many factors can lead to sepsis and one of the complications that often arises is hyperbilirubinemia. The purpose of this study is to know the relationship between neonatal sepsis that may affect the incidence of jaundice in newborns in general hospitals Karanganyar. This research method using observational analytic design with cross sectional approach. The research was done on December 2016 in the unit of medical record general hospital Karanganyar. Number of samples of this study each of 35 patients with neonatal jaundice and not neonatal jaundice with the restriction criteria, using purposive sampling technique. The technique of analyzing data is using Chi-square with SPSS 17 for Windows. The distribution of 70 respondents obtained as much 15 neonates have history neonatal sepsis of which 12 neonatal jaundice and 3 not became neonatal jaundice. The result of Chi-square analysis shows the significance value as 0,009 (p<0,05). The 1

conclusion there are found the relationship between Neonatal Sepsis with The occurrence Neonatal Jaundice in Regional General Hospital Karanganyar. Keywords : Sepsis, Neonatal Jaundice, Neonatal 1. PENDAHULUAN Sepsis neonatorum merupakan masalah kesehatan yang belum dapat ditanggulangi dalam pelayanan dan perawatan bayi baru lahir. Sampai saat ini, sepsis neonatorum merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir. Pada bulan pertama kehidupan, infeksi yang terjadi berhubungan dengan angka kematian yang tinggi, yaitu 13%-15% (Hartanto et al., 2016). Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia yang terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan (Pudjiadi et al., 2011). Angka kejadian sepsis neonatal di negara berkembang meningkat yaitu (1,8-18 per 1000 kelahiran hidup), sedangkan pada negara maju sebanyak (4-5 per 1000 kelahiran hidup) (Wilar et al., 2016). Berdasarkan perkiraan World Health Organitation (WHO) terdapat 98% dari 5 juta kematian pada neonatal terjadi di negara berkembang. Sedangkan angka kematian neonatus di Asia Tenggara adalah 39 per 1000 kelahiran hidup bayi baru lahir. Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada periode neonatal dini dan 42% kematian neonatal disebabkan infeksi seperti: sepsis, tetanus neonatorum, meningitis, pneumonia, dan diare (Putra, 2012). Menurut Riskesdas 2007, penyebab kematian bayi baru lahir 0-6 hari di Indonesia adalah gangguan pernapasan 36,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,8%, kelainan darah/ikterus 6,6% dan lain-lain. Penyebab kematian bayi 7-28 hari adalah sepsis 20,5%, kelainan kongenital 18,1%, pneumonia 15,4%, prematuritas dan bayi berat lahir rendah (BBLR) 12,8%, dan respiratory distress syndrome (RDS) 12,8%. Di samping tetanus neonatorum, case fatality rate yang tinggi ditemukan pada sepsis neonatorum, hal ini terjadi karena banyak faktor infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan ditanggulangi. Masalah yang sering timbul sebagai 2

komplikasi sepsis neonatorum adalah meningitis, kejang, hipotermi, hiperbilirubinemia, gangguan nafas, dan minum (Depkes, 2007). Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Umumnya merupakan transisi fisiologis yang lazim pada 60%-70% bayi aterm dan hampir semua bayi preterm (Rahardjani, 2008). Bilirubin hasil pemecahan heme disebut bilirubin indirek, pada kadar >20 mg/dl dapat menembus sawar darah otak dan bersifat toksik terhadap sel otak (Porter & Denis, 2002). Hiperbilirubinemia berat dapat menekan konsumsi O2 dan menekan oksidasi fosforilasi yang menyebabkan kerusakan sel otak menetap dan berakibat disfungsi neuronal, ensefalopati yang dikenal sebagai kernicterus (Porter & Denis, 2002; Dennery et al, 2001). Tazami et al. (2013) dalam studi di RSUD Raden Mattaher Jambi prevalensi ikterus neonatal diperoleh sebanyak 49 kasus (13,2%). Pada penelitian ini menyebutkan ikterus dengan komplikasi (asfiksia, sepsis, sefalhematom) terdapat sebanyak 16 (37,2%) kasus. Terdapat dua proses yang melibatkan antara komplikasi dengan risiko terjadinya ikterus neonatorum, yaitu; (a) Produksi yang berlebihan, hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada perdarahan tertutup dan sepsis. (b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar, gangguan ini dapat disebabkan oleh hipoksia dan infeksi. Sehingga bisa disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara komplikasi perinatal dengan kejadian ikterus neonatorum, meskipun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan neonatus tanpa komplikasi. Berdasarkan data penelitian sebelumnya mengenai Sepsis Neonatorum maupun Ikterus maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang adakah hubungan antara keduanya. 2. METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Dilakukan di unit rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar pada bulan November-Desember 2016. 3

Populasi target pada penelitian adalah neonatus yang mengalami ikterus di RSUD Karanganyar tahun 2015-2016. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan purpossive sampling, yaitu pemilihan subjek yang berdasarkan ciri dan sifat tertentu terkait dengan karakteristik populasi (Saryono & Anggraeni, 2013). Besar sampel sebanyak 70 neonatus. Variabel penelitian adalah sepsis neonatorum dan ikterus neonatorum. Instrumen penelitian yang digunakan adalah data sekunder, yaitu dokumen rekam medis neonatus yang mengalami ikterik di RSUD Karanganyar tahun 2013 2016. Analisis data dilakukan menggunakan rancangan uji statistik Chi-Square dan diolah dengan program komputer Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 17 for windows. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di unit rekam medis RSUD Karanganyar pada bulan November - Desember tahun 2016. Jumlah sampel kelompok kasus sebanyak 35 sampel yang mengalami ikterik dan kelompok kontrol sebanyak 35 sampel yang tidak mengalami ikterik yang telah diseleksi sesuai kriteria retriksi yang telah ditentukan. Hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut : Tabel 1 menunjukkan jumlah tiap masing-masing kelompok penelitian sejumlah 35 (50%) bayi dengan demikian jumlah responden penelitian ini adalah 70 (100%) bayi. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 antara neonatus laki-laki dan perempuan dengan ikterus dan tidak ikterus didapatkan pada kelompok ikterus jumlah laki-laki sebanyak 21 (60%) dan perempuan 14 (40%). Sedangkan pada kelompok tidak ikterus jumlah laki-laki sebanyak 19 (54,3%) dan perempuan 16 (45,7%) responden. Pada kedua kelompok penilitian ini jumlah responden lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan. 4

Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian Karakteristik Frekuensi (n) Presentase (%) Sampel ikterus dan tidak ikterus - Ikterus 35 50% - Tidak ikterus 35 50% Jenis Kelamin berdasarkan Ikterus dan Tidak Ikterus - Laki-laki ikterus 21 60% - Perempuan ikterus 14 40% - Laki-laki tidak ikterus 19 54,3% - Perempuan tidak ikterus 16 45,7% Jenis Kelamin berdasarkan Sepsis dan Tidak Sepsis - Laki-laki sepsis 11 73,3% - Perempuan sepsis 4 26,7% - Laki-laki tidak sepsis 29 52,7% - Perempuan tidak sepsis 26 47,3% Kelompok penelitian ikterus dan tidak ikterus dengan kejadian sepsis dan tidak sepsis - Bayi sepsis yang ikterik 12 34,3% - Bayi tidak sepsis yang ikterik 23 65,7% - Bayi sepsis yang tidak ikterik 3 8,6% - Bayi tidak sepsis yang tidak ikterik 32 91,4% Total 70 100% Sumber : Data Penelitian Diolah, 2016 Pada sampel penelitian antara jenis kelamin neonatus yang mengalami sepsis dan tidak sepsis yang menunjukkan pada kelompok sepsis jumlah laki-laki sebanyak 11 (73,3%) dan perempuan 4 (26,7%). Sedangkan pada kelompok tidak sepsis jumlah laki-laki sebanyak 29 (52,7%) dan perempuan 26 (47,3%) responden. Pada karakteristik kelompok penelitian ikterus dan tidak ikterus berdasarkan kejadian sepsis dan tidak sepsis menunjukkan jumlah antara neonatus yang mengalami sepsis dan tidak sepsis. Pada kelompok ikterus 5

jumlah neonatus yang mengalami sepsis sebanyak 12 (34,3%) dan tidak sepsis 3 (8,6%). Sedangkan pada kelompok tidak ikterus jumlah neonatus yang mengalami sepsis sebanyak 23 (65,7%) dan tidak sepsis 32 (91,4%) responden. Tabel 2. Distribusi neonatus yang mengalami riwayat sepsis dengan kejadian ikterus dan tidak ikterus. Ikterik Tidak Ikterik Total P N % N % N % Sepsis 12 80 3 20 15 100 0,009 Tidak Sepsis 23 41,8 32 58,2 55 Sumber: Data Penelitian Diolah, 2016 Hasil analisis data menggunakan uji Chi-Square menunjukkan nilai Significancy 0,009. Pada neonatus yang memiliki riwayat sepsis sebanyak 12 neonatus (80%) mengalami ikterus dan 3 neonatus (20%) dengan riwayat sepsis tidak mengalami ikterus. Tabel diatas menunjukkan neonatus yang memiliki riwayat sepsis mengalami ikterus lebih banyak dibandingkan neonatus yang tidak memiliki riwayat sepsis. 3.2 Pembahasan Penelitian ini adalah penelitian tentang hubungan antara bayi yang mengalami sepsis dengan terjadinya ikterus neonatorum di RSUD Kabupaten Karanganyar. Hasil uji Chi-Square pada tabel 4 merupakan analisis data yang telah dilakukan untuk menjawab hipotesis yang telah ditetapkan. Didapatkan nilai signifikasi p=0,009 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis pada penelitian ini terbukti. Pada penelitian ini terdapat hubungan antara neonatus yang mengalami sepsis dengan terjadinya ikterus nonatorum. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu pada neonatus yang lahir di RSUD Raden Mattaher Jambi pada tahun 2013 menunjukkan adanya hubungan antara komplikasi sepsis yang terjadi pada bayi baru lahir berupa ikterus (Tazami et al., 2013). Selain itu Onyearugha et al. (2011) juga meneliti prevalensi dan faktor resiko yang berhubungan dengan neonatus yang mengalami 6

ikterus didapatkan hasil yang signifikan antara bayi baru lahir yang mengalami sepsis dan ikterus. Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan dan menunjukkan hasil bahwa terdapat bayi ikterus yang juga mengalami sepsis atau memiliki riwayat sepsis sebelumnya. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif sehingga peneliti mencari riwayat penyakit subjek sebelumnya dalam hal ini yang diteliti adalah riwayat sepsis subjek. Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti telah mendapatkan hasil yaitu neonatus yang memiliki riwayat sepsis kemudian disertai ikterus sebanyak 12 bayi. Sedangkan hanya 3 bayi yang tidak memiliki riwayat sepsis namun mengalami ikterik. Menurut penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya bahwa sepsis merupakan faktor resiko terjadinya hiperbilirubinemia yang menyebabkan bayi mengalami ikterus (Najib et al., 2013). Sepsis neonatorum merupakan keadaan sindrom klinis bakterinemia yang ditandai dengan gejala dan tanda sistemik terutama pada bulan pertama kehidupan. Sepsis yang terjadi pada neonatorum dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu sepsis awitan dini dan sepsis awitan lambat. Sepsis awitan dini timbul pada 72 jam pertama kehidupan. Sedangkan sespsis awitan lambat timbul setelah usia 72 jam (Wilar et al., 2010). Penyebab paling umum pada sepsis adalah mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut antara lain bakteri, virus, jamur dan protozoa. Etiologi pada sespsis neonatorum tidak banyak berbeda pada sepsis awitan dini maupun lambat yaitu Enterobacter sp, Klebsiella sp dan atau Acinetobacter sp (Juniatiningsih et al., 2008). Pada penelitian ini didapatkan bahwa jumlah neonatus yang mengalami sepsis lebih banyak diderita oleh neonatus berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut Juniatiningsih et al. (2008) bayi laki-laki memiliki resiko 1,5 kali lebih besar terkena sepsis. Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa neonatus laki-laki cenderung terkena sepsis daripada neonatus perempuan dengan hasil 7

yang signifikan (Khinchi et al., 2010). Penelitian yang dilakukan Wilar et al. (2016) menyebutkan hal ini lebih dominan mungkin disebabkan karena faktor yang terkait seks dalam hal kerentanan host terhadap infeksi. Kromosom X mungkin memiliki gen yang mempengaruhi fungsi kelenjar timus dan sintesis imunoglobulin. Sedangkan laki-laki hanya memiliki satu kromosom X sehingga lebih rentan terhadap infeksi dibanding perempuan (Wilar et al., 2016). Sepsis yang terjadi pada neonatorum pada umumnya disebabkan oleh bakteri, jamur, dan virus yang dapat terjadi karena berbagai faktor seperti ketuban pecah dini, demam pada ibu saat persalinan, dan kurang masa kehamilan yang dapat mengakibatkan bayi mengalami asfiksia perinatal, berat bayi lahir rendah, kelainan bawaan, prosedur invasif yang mengarah menjadi sepsis. Bakteri yang menyebabkan sepsis tersebut dapat menyerang hepar yang dapat menyumbat saluran hepar dan menyebabkan kolestasis. Kemudian dapat menyebabkan terjadinya peningkatan destruksi eritrosit sehingga terjadi pemecahan hemoglobin yang berlebihan di dalam sistem retikulo endotelial oleh enzim heme oksigenase menjadi biliverdin, selanjutnya oleh enzim biliverdin reduktase dirubah menjadi bilirubin indirek. Kemudian bilirubin indirek secara difusi masuk ke sirkulasi darah dan berikatan dengan albumin serum (albumin-bilirubin binding). Lalu bilirubin dibawa ke hati melalui membran sinusoid dan ditangkap oleh protein Y dan Z di dalam hati selanjutnya ditransfer ke retikulum endoplasma halus atau retikulum endoplasma kasar. Pada retikulum endoplasma halus atau retikulum endoplasma kasar akan dimetabolisir oleh enzim uridine diphosphate glucuronosyl transferase (UDPG-T) menjadi bilirubin monoglukoronid dan diglukoronid yang larut air. Pada proses selanjutnya bilirubin direk akan dirubah menjadi garam empedu dan disalurkan ke kandung empedu untuk digunakan dalam proses pencernaan lemak di usus. Tahap akhir produk bilirubin dikeluarkan menjadi sterkobilin melalui feses dan urobilin/urobilinogen lewat ginjal dalam urin (Chan & Sanyal, 2007). 8

4. PENUTUP Pada penelitian ini juga terdapat berbagai kendala. Kendala yang didapatkan berupa kurangnya sampel penelitian yaitu neonatus yang mengalami sepsis yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, selain itu juga sistem pencatatan data rekam medis yang diperlukan dari tahun sebelumnya belum tertata dengan baik sehingga menjadi kendala untuk peneliti dalam melakukan pengambilan sampel penelitan. Penelitian yang telah dilakukan ini dapat disimpulkan bahwa secara analisis statistik terdapat hubungan antara sepsis neonatorum dengan terjadinya ikterus neonatorum di RSUD Karanganyar. PERSANTUNAN Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada direktur utama RSUD Karanganyar yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini sehingga dapat berjalan dengan lancar dan baik. Kepada dr. Mohammad Wildan, Sp.A., Dr. Moch. Shoim Dasuki, M.Kes dan Dr. N. Juni Triastuti, M.Med.Ed yang telah membimbing, memberikan saran dan kritik dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Chand, N. & Sanyal, A.J., 2007. Sepsis-Induced Cholestasis. Hepatology. 45(1). Depkes., 2007. Ibu Selamat, Bayi Sehat, Suami Siaga. http://m.depkes.go.id. Hartanto, R., Masloman, N., Rompis, J., Wilar, R., 2016. Hubungan Kadar Neuron-Specific Enolase Serum dengan Mortalitas pada Sepsis Neonatorum. Sari Pediatri. 17(6):450-454. Juniatiningsih, A., Aminullah, A., Firmansyah, A., 2008. Profil Mikroorganisme Penyebab Sepsis Neonatorum di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri. 10(1):60-65. Najib, K.S., Saki, F., Hemmati, F. & Inaloo, S., 2013. Incidence, Risk Factors and Causes of Severe Neonatal Hyperbilirubinemia in the South of Iran (Fars Province). Iranian Red Crescent Medical Journal, 15(3). Onyearugha., Onyire., Ugboma., 2011. Neonatal jaundice: Prevalence and associated factors as seen in Federal Medical Centre Abakaliki, Southeast Nigeria. Journal of Clinical Medicine and Research. 3(3):40-45. 9

Putra, P.J., 2012. Insiden dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sepsis Neonatus di RSUP Sanglah Denpasar. Sari Pediatri. 14(3):205-210. Porter, M.L., Dennis, B.L., 2002. Hyperbilirubinemia in the Term Newborn. American Family Physician. 65:599-606. Rahardjani, K.B., 2008. Kadar Bilirubin Neonatus dengan dan Tanpa Defisiensi Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase yang Mengalami atau Tidak Mengalami Infeksi. Sari Pediatri, 10(2). Saryono & Anggraeni, M.D., 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Tazami, R.M., Mustarim & Syah, S., 2013. Gambaran Faktor Resiko Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2013. The Jambi Medical Journal. 1 (1). Wilar, R., Daud, D., As'ad, S., Febriani, D.B., Mina., 2016. A comparison of neutrophil gelatinase-associated lipocalin and immature to total neutrophil ratio for diagnosing early-onset neonatal sepsis. Paediatrica Indonesiana. 56(2):107-110. Wilar, R., Kumalasari, E., Suryanto, D.Y. & Gunawan, S., 2010. Faktor Resiko Sepsis Awitan Dini. Sari Pediatri. 12(4):265-269. 10