BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai

dokumen-dokumen yang mirip
bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

BAB IV PENUTUP. Strategi keamanan..., Fitria Purnihastuti, FISIP UI, 2008

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

BAB IV PENUTUP. Hal itu dikarenakan kemunculannya dalam isu internasional belum begitu lama,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

BAB V KESIMPULAN. menolak Islamophobia karena adanya citra buruk yang ditimbulkan oleh hard

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

There are no translations available.

cambuk, potong tangan, dan lainnya dilaksanakan oleh Monarki Arab Saudi. Selain hal tersebut, Monarki Arab Saudi berusaha untuk meningkatkan

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memberantas tindak terorisme global khusunya ISIS (Islamic State of Irak and

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UPAYA PENANGANAN TERORISME JARINGAN AL QAEDA MELALUI KERJASAMA PAKISTAN - AMERIKA SERIKAT TAHUN SKRIPSI

Tabel 1. Potensi Ancaman Perang Asimetris di Indonesia Ditinjau dari Berbagai Aspek Pelaku Sasaran Skala Metode Motif Dampak

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB I PENDAHULUAN. dimana orang itu bertempat tinggal. Di Indonesia, landasan yang menjadi

Presiden Jokowi: Masyarakat Inggris Harus Lebih Mengenal Indonesia Rabu, 20 April 2016

BAB I PENDAHULUAN. dan menangkap pelaku-pelakunya, menyebabkan Lembaga Pemasyarakatan yang

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Para Kepala Kepolisian, Ketua Delegasi, Para Kepala National Central Bureau (NCB),

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

BAB V KESIMPULAN. di Kerajaan Saudi. Ulama berperan dalam mendukung segala kebijakan-kebijakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York,

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

pendekatan agama-budaya atasi terorisme

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

BAB IV POTA (PREVENTION OF TERRORISM ACT) SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH MALAYSIA DALAM MEMBENDUNG TERORISME GLOBAL DAN FAKTOR PENDORONG DIBUATNYA POTA

Politik Luar Negeri Indonesia dan Isu Terorisme Internasional

BAB V KESIMPULAN. Diplomasi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi

ANATOMI KEAMANAN NASIONAL

Peristiwa apa yang paling menonjol di tahun 2009, dan dianggap paling merugikan umat Islam?

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Diskusi Post event Feedback G20 Summit. INFID, 3 Oktober 2013

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

MI STRATEGI

KONVENSI ASEAN TENTANG PEMBERANTASAN TERORISME

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENEGAKKAN KEDAULATAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN MENUJU NEGARA MARITIM YANG BERMARTABAT (KOMISI KEAMANAN) (Forum Rektor Indonesia 2015)

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. New York, 2007, p I. d Hooghe, The Expansion of China s Public Diplomacy System, dalam Wang, J. (ed.

Standar Perburuhan Internasional yang mendukung kebebasan berserikat, dialog sosial tripartit, perundingan bersama dan SDG

BAB III KESIMPULAN. Di dalam sebuah pemberitaan terdapat sebuah proses yang mengandung

RGS Mitra 1 of 22 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG

Fundamental forex adalah metode analisa yang menitik beratkan pada rasio finansial dan kejadian -

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Pustaka Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai respon negara terhadap terorisme serta upaya-upaya yang dilakukan negara untuk menangani terorisme. Terdapat dua kajian pustaka yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama yaitu tulisan dengan judul Pakistan s Experience with Al Qaeda karya Rashid Aftab dan Zubair Safdar (2014). Tulisan kedua berjudul Boko Haram: Developing New Strategies to Combat Terrorism in Nigeria yang ditulis oleh Solomon Effiong Udounwa (2013). Tulisan pertama yang digunakan berjudul Pakistan s Experience with Al Qaeda ditulis oleh Rashid Aftab dan Zubair Safdar (2014). Tulisan tersebut memaparkan mengenai perkembangan Al Qaeda dan pengaruh yang ditimbulkan akibat masuknya kelompok tersebut di Pakistan. Keberadaan Al Qaeda di Pakistan berkaitan erat dengan adanya tribal area di Pakistan, yang menjadi tempat persembunyian dan aktivitas bagi kelompok Al Qaeda. Adanya ketidakadilan sosial, perbedaan tingkat ekonomi, ketidakstabilan politik dan kurangnya toleransi antar agama, menjadikan masalah terorisme sebagai masalah serius karena aksi teror terus mengalami peningkatan di Pakistan. Al Qaeda juga melakukan perubahan strategi untuk menjalankan aksi teror dengan melibatkan kelompok lokal, yang disebut kelompok jaringan Al Qaeda. Dalam strategi tersebut, aksi teror tidak hanya dilakukan oleh kelompok Al Qaeda, namun juga digerakkan 7

8 kelompok lokal. Al Qaeda memberikan dukungan dalam hal teknis, keuangan dan logistik. Sebagian besar jaringan Al Qaeda merupakan kelompok lokal Pakistan. Aftab dan Safdar (2014) juga memaparkan akibat yang diperoleh Pakistan untuk menangani terorisme. Terorisme mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, kerusakan terhadap properti dan infrastruktur, terganggunya aktivitas ekonomi baik dalam hal investasi dan pertumbuhan ekonomi di Pakistan. Pakistan juga harus menghadapi kerugian yang ditimbulkan dari aksi teror yaitu dalam hal ekonomi, politik dan sosial. Situasi tersebut mendorong Pakistan untuk mengambil sejumlah strategi untuk mencegah meluasnya akibat yang ditimbulkan oleh masalah terorisme. Beberapa strategi yang diambil Pakistan untuk menghadapi Al Qaeda yaitu Pakistan melarang adanya sejumlah organisasi keagamaan, menempatkan tentara Pakistan di Federal Administered Tribal Area (FATA) dan di wilayah perbatasan serta melakukan reformasi terhadap madrasa. Pakistan juga menjadi aliansi pertahanan North Atlantic Treaty Organization (NATO) dengan menyediakan dukungan transportasi dan logistik selama invasi di Afganistan, memperbesar anggaran terhadap sektor keamanan serta memperbaharui kebijakan keamanan nasional. Dari pemaparan yang disampaikan pada tulisan Pakistan s Experience with Al Qaeda (2014) memiliki konteks yang sama dengan penelitian ini. Keduanya membahas mengenai masalah terorisme yang dihadapi oleh Pakistan. Selain itu tulisan Aftab dan Safdar (2014) dan penelitian ini juga membahas mengenai strategi-strategi yang dilakukan Pakistan untuk menangani masalah terorisme. Aftab dan Safdar (2014) memaparkan strategi domestik yang dilakukan

9 Pakistan untuk menangani terorisme. Tulisan tersebut bermanfaat untuk melihat bagaimana respon Pakistan terhadap Al Qaeda dan kelompok lokal yang menjadi jaringan Al Qaeda sebagai ancaman teror, sehingga Pakistan melakukan sejumlah upaya untuk menangani masalah terorisme. Sedangkan pada penelitian memaparkan kerjasama Pakistan dan Amerika Serikat untuk menangani masalah terorisme jaringan Al Qaeda. Kerjasama yang dilakukan tersebut menjadi langkah strategis Pakistan untuk meningkatkan upaya penanganan terorisme dengan melibatkan Amerika Serikat pada tahun 2009-2012. Kajian pustaka kedua ditulis pada tahun 2013 oleh Solomon Effiong Udounwa dengan judul Boko Haram: Developing New Strategies to Combat Terrorism in Nigeria. Tulisan tersebut mengungkapkan bahwa Boko Haram sebagai bentuk pergerakan ideologis memiliki tujuan untuk membangun aturan Islam di Nigeria dengan berpegang pada hukum Syariah. Namun hal tersebut juga tidak lepas dari adanya ketidakseimbangan stuktural dalam hal etnis, agama, regional, dan politik di Nigeria. Hal itu menjadi faktor-faktor yang menjadi pemicu meningkatnya tindak terorisme di Nigeria sejak tahun 2009. Udounwa (2013) memaparkan sejumlah strategi yang dilakukan oleh Nigeria untuk menangani masalah terorisme. Pada tahun 2009 Nigeria fokus pada hard power dengan melakukan operasi militer khususnya di Borno dan Yobe, yang merupakan lokasi utama kelompok Boko Haram. Selain itu Nigeria juga membentuk National Focal Point on Terrorism (NFPT), mengidentifikasi wilayah perbatasan yang selama ini digunakan sebagai rute transit persenjataan dan pemberontak, serta menggunakan teknologi modern untuk inteligen, pengawasan,

10 deteksi dan informasi sebagai bentuk strategi counterterrorism. Pada tahun 2012 terdapat penyatuan antara kekuatan militer dengan soft power untuk menangani masalah terorisme di Nigeria. Upaya soft approach yang dilaksanakan seperti melakukan kerjasama antar departemen terkait, adanya kontrol serta kebijakan terhadap batas negara untuk menekan penggunaan senjata illegal, melakukan reformasi terhadap sistem peradilan dan peningkatan sosial serta ekonomi. Nigeria juga melakukan kerjasama dengan beberapa negara terkait dengan kebutuhan teknologi, infrastruktur untuk menangani pemberontakan dan terorisme. Kerjasama yang dilakukan dengan Amerika Serikat secara khusus fokus pada bantuan ekonomi, keamanan dan mitra Nigeria untuk memobilisasi bantuan internasional terhadap Nigeria. Tulisan Boko Haram: Developing New Strategies to Combat Terrorism in Nigeria (2013) dan penelitian ini menggunakan konsep yang sama dalam menangani terorisme yaitu hard approach dan soft approach. Fokus penelitian Udounwa (2013) terletak pada strategi yang dilakukan oleh Nigeria untuk menangani masalah terorisme dengan menggunakan strategi militer dan nonmiliter. Sedangkan fokus pada penelitian ini adalah upaya penanganan masalah terorisme jaringan Al Qaeda yang dilakukan di Pakistan melalui kerjasama Pakistan- Amerika Serikat. Upaya penanganan terorisme yang dimiliki Nigeria dan Pakistan juga memiliki perbedaan, baik melalui upaya hard approach ataupun soft approach. Oleh karena itu, kajian pustaka ini membantu untuk melihat penanganan-penanganan terorisme yang dilakukan negara, baik yang dilakukan Pakistan ataupun Nigeria.

11 2.2 Kerangka Berpikir 2.2.1 Counterterrorism Terorisme merupakan masalah yang dapat mengancam stabilitas keamanan suatu negara bahkan internasional. Berdasarkan undang-undang Pakistan Anti-Terrorism Act 1997, section 6 - Subsection (1) menyebutkan bahwa terorisme yaitu tindakan yang dilakukan atau menggunakan ancaman yang dirancang untuk memaksa atau mengintimidasi atau menarik perhatian pemerintah ataupun masyarakat, menciptakan rasa takut atau tidak aman di dalam masyarakat. Subsection (2) menjelaskan bahwa tindakan atau ancaman yang dimaksudkan dapat berupa tindakan yang menyebabkan ketidakamanan, kekerasan ataupun kerugian terhadap seseorang, kerusakan terhadap harta benda, penculikan ataupun perampasan, penghinaan terhadap agama atau etnis tertentu, intimidasi yang dilakukan terhadap pelayanan publik serta kekerasan yang dilakukan terhadap pasukan keamanan (National Public Safety Commission, 2008). Untuk dapat menangani tindakan-tindakan tersebut, negara memerlukan kebijakan untuk mengurangi atau bahkan menyelesaikan masalah terorisme. Counterterrorism adalah upaya yang dilakukan untuk melawan terorisme. Upaya counterterrorism Pakistan menggunakan istilah anti-terrorism diartikan sebagai tindakan yang diambil untuk mempertahankan, melindungi ataupun tindakan hukum yang dilakukan untuk melawan terorisme (Bokhari, 2013). Counterterrorism dapat dilaksanakan melalui sejumlah pendekatan. Secara umum terdapat dua pendekatan untuk melakukan counterterrorism yaitu hard approach dan soft approach (Romaniuk & Fink, 2012). Hard approach menggunakan cara

12 kekerasan terhadap kelompok teroris. Sedangkan soft approach menggunakan pendekatan kebijakan-kebijakan strategis tanpa kekerasan ataupun paksaan (Zakharchenko, 2007). Suatu negara dapat melaksanakan upaya counterterrorism secara domestik ataupun dengan melibatkan pihak luar, seperti melakukan kerjasama dengan organisasi internasional ataupun dengan negara lain. Pendekatan-pendekatan tersebut selanjutnya dijalankan dalam berbagai cara. Menurut Counter-Terrorism Strategy (Hughes, 2011) upaya counterterrorism dapat dilakukan dengan beberapa cara: pertama pursuit yaitu melakukan pengejaran terhadap kelompok teroris dan pihak-pihak yang terlibat dalam terorisme. Kedua preparation yaitu melakukan persiapan untuk menanggapi dan mengurangi konsekuensi dari serangan terorisme. Ketiga prevention yaitu melakukan pencengahan terhadap terorisme dengan mengatasi penyebab tindakan tersebut. Keempat protection yaitu memberikan perlindungan terhadap masyarakat dan pelayanan publik. Cara-cara tersebut dilakukan untuk menangani ataupun mencegah tindakan terorisme yang ada. Konsep counterterrorism merupakan salah satu konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep ini digunakan untuk melihat cara-cara counterterrorism yang dilakukan untuk menangani masalah terorisme di Pakistan. Upaya counterterrorism tersebut difokuskan pada kerjasama yang dilakukan oleh Pakistan dan Amerika Serikat sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2012. Baik langkah yang diambil sebagai bentuk pencegahan, pengejaran yang dilakukan terhadap jaringan kelompok Al Qaeda, perlindungan terhadap

13 masyarakat ataupun dalam upaya persiapan untuk menanggapi serangan teror yang akan terjadi. 2.2.2Counterterrrorism Cooperation Penanganan terorisme yang dilakukan negara memerlukan konsensus internasional, agar dapat menciptakan stabilitas keamanan. Hal tersebut dikarenakan kelompok teroris, termasuk Al Qaeda tidak hanya melakukan penyerangan terhadap satu negara saja namun juga dapat melakukan penyerangan di berbagai negara. Oleh karena itu, organisasi internasional Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) melalui resolusi 1373 mendorong negara melakukan kerjasama baik bilateral ataupun multilateral untuk mencegah dan menekan serangan teroris (United Nations, 2001). Melalui resolusi tersebut PBB juga memutuskan sejumlah tindakan yang harus dilakukan oleh setiap negara anggota, untuk mencegah ataupun menekan tindak terorisme. Beberapa diantaranya yaitu terkait: 1. Menekan perekrutan anggota kelompok teroris. 2. Menindak segala aksi yang dilakukan teroris di tempat persembunyian. 3. Mencegah pergerakan teroris ataupun kelompok teroris dengan meningkatkan kontrol terhadap batas negara (United Nations, 2001). Selain melakukan kerjasama antar negara, ketiga poin tersebut merupakan beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh negara untuk menangani masalah terorisme. Pakistan merupakan salah satu negara yang mendukung upaya penanganan terorisme dengan melakukan sejumlah tindakan yang tertuang dalam Resolusi 1373. Hal tersebut dikarenakan adanya wilayah yang dijadikan tempat

14 persembunyian oleh kelompok teroris di Pakistan serta meningkatnya instabilitas keamanan diperbatasan Pakistan dan Afganistan. Tindakan penanganan terorisme Pakistan dilakukan melalui kerjasama dengan Amerika Serikat. Resolusi 60/288 The United Nations Global Counter-Terorrism Strategy PBB kembali mengeluarkan resolusi sebagai instrumen global, yang bertujuan untuk meningkatkan upaya nasional, regional dan internasional dalam counterterrorism (United Nations, 2006). Pada resolusi yang dikeluarkan oleh General Asembly United Nations, seluruh negara anggota PBB sepakat untuk mengambil sikap dalam menghilangkan terorisme yang ada, salah satunya dengan mengambil tindakan yang bersifat mencegah ataupun melawan terorisme. Dari sejumlah upaya yang disampaikan dalam resolusi tersebut, terdapat 3 poin utama terkait dengan penelitian yaitu: 1. Melakukan kerjasama untuk melawan terorisme dengan tujuan untuk menemukan, menindak hal-hal terkait terorisme di tempat persembunyian. 2. Secara intensif melakukan kerjasama khususnya dalam hal bertukar informasi untuk mencegah dan melawan terorisme. 3. Memperkuat koordinasi dan kerjasama antar negara dalam melawan tindak terorisme. Langkah tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama yang bersifat bilateral, sub-regional, ataupun kerjasama internasional. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kontrol terhadap batas negara. Kemudian juga untuk mencegah dan mendeteksi pergerakan teroris. Oleh karena itu, negara memerlukan keterlibatan ataupun bantuan negara lain untuk menangani masalah terorisme yang ada.

15 Resolusi yang dikeluarkan oleh PBB tersebut menunjukkan bahwa tiap negara anggota memiliki sikap yang sama dalam merespon terorisme, termasuk Pakistan dan Amerika Serikat. Pakistan dengan tegas menolak terorisme dalam segala bentuk dan wujud, baik yang dilakukan oleh siapapun, dimanapun dan terhadap siapapun (Pakistan Mission to United Nations, 2009). Begitu juga dengan Amerika Serikat yang telah melakukan upaya anti-terorisme sejak 2001. Konsep counterterrorism cooperation ini berguna sebagai landasan dari upaya yang dilakukan Pakistan dan Amerika Serikat dalam menangani masalah terorisme yang ada di Pakistan pada tahun 2009 hingga 2012. Melalui resolusi PBB 1373 dan United Nations Global Counter-Terorrism Strategy, membantu dalam menjelaskan upaya strategis yang dilakukan Pakistan melalui kerjasama counterterrorism dengan Amerika Serikat untuk menganani terorisme. 2.2.3 Hard Approach dan Soft Approach Seperti yang disebutkan sebelumnya, negara memerlukan pendekatan yang tepat untuk melaksanakan counterterrorism dalam menangani masalah terorisme. Terdapat dua pendekatan counterterrorism yang sedang berkembang dalam beberapa tahun terakhir, yaitu hard approach dan soft approach. Hard approach dapat diartikan sebagai pendekatan yang memerlukan penggunaan militer serta penegakan hukum, termasuk di dalamnya dengan menggunakan paksaan, intelijen dan pengawasan. Tindakan yang dapat dilakukan seperti membunuh,menangkap ataupun menahan teroris (Kronfeld, 2012). Pelaksanaan counterterrorism dengan pendekatan hard approach untuk menangani terorisme memerlukan beberapa persiapan. Adapun hal-hal yang

16 diperlukan negara untuk melakukan penanganan terorisme melalui pendekatan hard approach diantaranya (Gunaratna, 2013): 1. Intelijen untuk mendeteksi serangan ataupun keberadaan teroris. 2. Negara memerlukan penegakan hukum. 3. Biaya yang akan dikeluarkan selama operasi militer berlangsung Sejumlah negara tetap menggunakan pendekatan ini untuk menangani terorisme, salah satunya Pakistan. Kelompok teroris Al Qaeda dan jaringannya telah mengancam stalibitas keamanan Pakistan dan juga berakibat kepada hal lainnya. Penggunaan hard approach untuk menangani terorisme dapat dilakukan melalui beberapa langkah-langkah strategis, seperti melakukan operasi keamanan yang ketat untuk melawan teroris di tribal area (wilayah kesukuan). Pakistan juga memperkuat pasukan militer untuk menghadapi serangan teror dari jaringan kelompok Al Qaeda. Pendekatan kedua yang digunakan untuk menangani masalah terorisme adalah soft approach. Pendekatan ini pada dasarnya berupaya untuk menangani masalah terorisme melalui akar penyebab masalah, seperti lemahnya kontrol pemerintah dan permasalahan-permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Sehingga fokus penanganan terorisme dilakukan melalui masyarakat. Salah satu ciri utama dalam pendekatan ini yaitu tidak menggunakan kekerasan dalam penanganan terorisme. Untuk menangani masalah tersebut, soft approach menawarkan dua langkah yang dapat dilakukan dalam menangani terorisme. Pertama yaitu melalui proses deradicalization dan kedua yaitu melalui upaya counter-radicalization (Rineheart, 2010).

17 Proses deradikalisasi erat dikaitkan dengan tindakan rehabilitasi terhadap teroris. Deradikalisasi adalah proses yang dilakukan untuk mengurangi tindakan radikal atau kekerasan yang dilakukan melalui aspek sosial dan psikologis sehingga mengurangi resiko kembalinya pihak tersebut terlibat dalam tindak terorisme (Horgan dan Braddock, 2010). Upaya deradikalisasi ini dilakukan langsung dengan memberikan rehabilitasi terhadap pelaku teror ataupun pihakpihak yang terlibat dalam tindak terorisme. Terdapat beberapa tahapan umum yang dapat dilakukan sebagai bentuk tindakan deradikalisasi yaitu melalui pemulihan kondisi psikologis pihak terkait, dialog ideologi dan keagamaan, pelatihan pekerjaan dan pendidikan sebagai bentuk reintegrasi kepada masyarakat, memberikan subsidi ekonomi, membentuk keluarga dan lingkungan sosial yang baru serta memberikan pekerjaan ketika pihak tersebut telah kembali kepada masyarakat. Proses kedua untuk menangani terorisme melalui pendekatan soft approach yaitu melalui counter-radicalization. Counter-radicalization merupakan program khusus yang dirancang untuk mencegah seseorang terlibat dalam hal terorisme. Program-program tersebut seperti sosial, politik, hukum, pendidikan dan ekonomi (Institute for Strategic Dialogue, 2010). Melalui program yang ditujukan terhadap masyarakat sipil tersebut, masyarakat yang terlibat dalam tindak terorisme dapat dicegah. Khususnya dalam penelitian ini, upaya counterradicalization yang dilakukan di Pakistan melalui pendidikan. Hard approach dan soft approach juga menjadi konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini. Pendekatan yang dilakukan oleh negara dalam

18 melaksanakan counterterrorism akan didasarkan pada situasi atau kondisi permasalahan terorisme yang ada. Melalui kedua pendekatan ini, diharapkan akan mampu membantu dalam memaparkan upaya counterterrorism yang dilakukan di Pakistan baik melalui pendekatan kekerasan (hard approach) ataupun pendekatan non-kekerasan (soft approach). Selain itu konsep ini juga membantu dalam melihat kerjasama yang dilakukan Pakistan dan Amerika Serikat untuk menangani jaringan Al Qaeda melalui pendekatan hard approach dan soft approach pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2012.