BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. asap dan ditelan, terserap dalam darah, dan dibawa mencapai otak, penangkap pada otak akan mengeluarkan dopamine, yang menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Manuaba (2010),

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per

BAB 1 PENDAHULUAN. Indian di Amerika untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad

BAB I. sel darah normal pada kehamilan. (Varney,2007,p.623) sampai 89% dengan menetapkan kadar Hb 11gr% sebagai dasarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAHAYA MEROKOK BAGI KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia pada ibu hamil

BAB I PENDAHULUAN. vitamin B12, yang kesemuanya berasal pada asupan yang tidak adekuat. Dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. Target Milleneum Development Goals (MDGs) sampai dengan tahun 2015 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. disepakati disebut Low Birth Weigth Infant atau Berat Bayi Lahir Rendah. Karena

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pekerja berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 3. UU No 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia. uteri, syok, infeksi (baik intrapartum atau post partum).

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kapasitas/kemampuan atau produktifitas kerja. Penyebab paling umum dari anemia

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR HEMOBLOBIN (Hb) DALAM DARAH PADA TUKANG BECAK DI PASAR MRANGGEN DEMAK.

BAB I PENDAHULUAN. Masa kehamilan merupakan masa yang dihitung sejak Hari Pertama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN ANEMIA DI PUSKESMAS PANARUNG KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi

BAB 1 PENDAHULUAN. walaupun sering ditulis di surat-surat kabar, majalah dan media masa lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisik maupun mental, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan. perkembangan janin dalam kandungannya (Pinem, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

MAKALAH GIZI ZAT BESI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas. a. Perokok aktif adalah orang yang memang sudah merokok.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan. indikator yang lazim digunakan untuk menentukan derajat kesehatan

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. lahir dalam waktu yang cukup (Andriana, 2007). fisiologi, anatomi dan hormonal yang berbeda-beda. Salah satunya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB I PENDAHULUAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

b) Anemia Megaloblastik Megaloblastik dalam kehamilan disebabakan karena defisiensi asam folik c) Anemia Hipoplastik

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodilusi. 1

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan pada 2007 sebesar 228 per kelahiran hidup. Kenyataan

TINJAUAN PUSTAKA. a. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) wanita dengan usia tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting. dalam menentukan derajat kesehatan masyatakat.

BAB I PENDAHULUAN. hamil. Anemia pada ibu hamil yang disebut Potensial danger of mother and. intra partum maupun post partum (Manuaba, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada

BAB 1 PENDAHULUAN. diperkirakan 45% wanita yang merokok, dan 27% wanita hamil yang merokok,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia 1. Definisi Anemia adalah kondisi dimana hemoglobin dalam sel darah merah menurun, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk seluruh tubuh menjadi berkurang. 1 a. Hemoglobin ( Hb ) 1) Definisi Hemoglobin Hemoglobin (Hb) yaitu komponen sel darah merah yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh. Jika Hb berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen, sehingga sebabkan penurunan fungsi dari jaringan tubuh hal ini disebabkan karena oksigen merupakan hal yang diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses metabolisme. 2 Warna merah pada darah disebabkan oleh kandungan Hb yang merupakan susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein, globulin dan satu senyawa yang bukan protein yang disebut heme. 30 Heme tersusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama porfirin yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). 31 Zat penyusun sel darah merah atau eritrosit merupakan zat besi. 1 Hemoglobin merupakan protein berpigmen merah yang terdapat pada eritrosit. Hemoglobin terdiri dari hem yang terdiri dari cincin porfirin sebagai pengikat oksigen dan globin yaitu protein yang terdiri dari dua pasang rantai asam amino yang disebut alfa dan non alfa. 32 1

2) Proses Pembentukan Hemoglobin Kedua bagian dari hemoglobin, yaitu hem dan globin dibentuk melalui proses yang berbeda. Gugus Hem terdiri dari struktur 4-karbon yang berbentuk cincin simetris, disebut pirol dan membentuk satu molekul porfirin. 30 Empat pirol menyatu kemudian terjadi reaksi perubahan dan pertukaran hingga terbentuknya gugus senyawa bebas-besi yang disebut protoporfirin, setelah empat molekul hem berinsersi kedalam empat molekul globin, maka terjadi penggabungan globin pada sitopalsma eritrosit. 33 3) Reaksi-reaksi Hemoglobin (a) Reaksi Hemoglobin dan Oksigen(O 2 ) Hemoglobin mengikat O 2 untuk membentuk oksihemoglobin, O 2 menempel pada Fe 2+ dalam heme. Afinitas hemoglobin terhadap O 2 dipengaruhi oleh ph, suhu, dan konsentarasi 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) dalam sel darah merah. 34 2,3-DPG dan H+ berkompetisi dengan O 2 untuk berikatan dengan hemoglobin tanpa O 2 (hemoglobin terdeoksi), sehingga menurunkan afinitas hemoglobin terhadap O 2 dengan menggeser posisi empat rantai polipeptide (struktur kuartener). 35 (b) Reaksi Hemoglobin dan Karbonmonoksida Karbonmonoksida bereaksi dengan hemoglobin membentuk karbonmonoksihemoglobin (HBCO). 34 Afinitas hemoglobin untuk O2 jauh lebih rendah daripada afinitasnya terhadap karbonmonoksida, sehingga CO dapat menggantikan O 2 pada hemoglobin dan menurunkan kapasitas darah sebagai pengangkut oksigen. 31 2

(c) Sintesis Hemoglobin Kandungan hemoglobin normal rata-rata dalam darah yang terdapat di dalam satu sel darah merah adalah sekitar 32pg. (mean cell hemoglobin, MCH = 32 ± 2pg). berjumlah 16g/dL pada pria dan 14 g/dl pada wanita dan semuanya berada di dalam sel darah merah. 33 Pada tubuh seorang pria dengan berat 70 Kg, ada sekitar 900 gr hemoglobin, 0,3 gr hemoglobin dihancurkan dan 0,3 grdisintesis setiap jam. Porsi heme dalam molekul hemoglobin disintesis dari glisin dan suksinil KoA. 35 4) Fungsi Hemoglobin Fungsi dari hemoglobin adalah membawa karbondioksida membentuk karbonmonoksida hemoglobin (HbCO) yang berperan dalam keseimbangan ph darah. Hemoglobin membawa oksigen dalam darah yang kemudian diedarkan ke seluruh tubuh hingga ke jaringan perifer. 33 5) Pengukuran Hemoglobin Tes yang dilakukan adalah tes hemoglobin (tes yang mengukur hemoglobin yang merupakan protein dalam darah yang membawa oksigen), Tes Hematokrit (persentase sel darah merah dalam darah berdasarkan volume). Tes ini menunjukkan berapa banyak zat besi dalam tubuh. 34 Tes darah lainnya digunakan untuk mengkonfirmasi bahwa anemia karena kekurangan zat besi termasuk 36 : (a) Hitung darah lengkap (untuk melihat jumlah dan volume sel darah merah) (b) Serum ferritin (ukuran bentuk disimpan besi) (c) Serum besi (ukuran dari besi dalam darah) (d) Kejenuhan transferrin (ukuran bentuk diangkut dari besi) 3

(e) Transferin reseptor (ukuran peningkatan produksi sel darah merah) Pengukuran hebmoglobin yang disarankan oleh WHO ialah dengan cara cyanmet, namun cara oxyhemoglobin dapat pula dipakai asal distandarisir terhadap cara cyanmet. 1 Selain metode cyanmethemoglobin Kadar hemoglobin darah dapat ditentukan dengan bermacam-macam cara antara lain yaitu sahli dan hemometer digital. Cara penentuan hemoglobin yang banyak dipakai di Indonesia ialah Sahli. Cara ini untuk di lapangan cukup sederhana tapi ketelitiannya perlu dibandingkan dengan cara standar yang dianjurkan WHO. 37 Penggunaan hemometer digital memiliki keakuratan yang lebih valid daripada hemometer sahli, selain itu lebih cepat dan lebih sederhana dalam cara pemeriksaannya. 38 2. Jenis Anemia Jenis anemia yaitu 2 : a. Anemia Hemolitik Anemia hemolitik terjadi karena sumsum tulang belakang tidak mampu mengganti eritrosit yang rusak sebelum 120 hari masa hidup eritrosit sebelumnya. 3 Akibatnya, jumlah eritrosit dalam darah rendah karena sumsum tulang belakang tidak mampu memproduksi eritrosit secara cukup. Anemia hemolitik juga dapat terjadi karena kelainan intrinsik dan ekstrinsik. Kelainan intrinsik dari eritosit, kelainan enzim (defisiensi G6PD) dan kelainan hemoglobin. Sedangkan kelainan ekstrinsik penyebab anemia hemolitik adalah imunitas dan autoimun, infeksi (malaria) dan adanya zat kimia. 5 Kelainan ekstrinsik adanya zat kimia di buktikan pada penelitian yang dilakukan di Semarang tahun 2012, dengan tujuan penelitian melihat pengaruh pemberian dosis asap rokok pada tikus 4

galur wistar, dengan perlakuan satu kelompok tanpa perlakuan dan tiga kelompok lainnya diberi perlakuan dengan memapari asap rokok dengan dosis bertingkat masing-masing 1 batang/ hari, 2 batang/ hari, dan 4 batang/ hari. Tikus dipapari asap rokok selama 28 hari. Di akhir penelitian tikus di ambil darahnya untuk diperiksa jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Hasil yang didapatkan p value = 0,000, artinya paparan asap rokok dapat menyebabkan penurunan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. 28 b. Anemia Aplastik Anemia aplastik terjadi karena sumsum tulang belakang rusak, sehingga tidak mampu memproduksi sel darah dan akibatnya terjadi penurunan jumlah sel-sel darah dalam tubuh, seperti menurunnya eritrosit, leukosit dan trombosit. 32 Anemia aplastik dapat terjadi karena sistem imunitas tubuh salah menghancurkan sel darah yang masih sehat, yang disebut autoimmune disorder. 39 Anemia aplastik juga dapat terjadi karena adanya paparan dari asap rokok baik perokok aktif maupun pasif, dimana adanya tar dan radikal bebas yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang belakang (organ yang memproduksi eritrosit) di dalam tubuh, pada saat terjadinya sintesis atau proses pembentukan hemoglobin yang dimulai di dalam eritroblast kemudian dilanjutkan dalam stadium retikulosit atau stadium pematangan eritrosit atau sel darah muda, 33 jika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit akan tetap membentuk hemoglobin dalam jumlah sedikit selama beberapa hari yang mana keadaan ini dapat mengakibatkan adanya hemolisis pada sel darah merah sehingga dapat terjadi anemia, 39 serta dapat menaikkan viskositas atau kekentalan dan tekanan darah yang dapat berpotensi menciptakan penyakit kardiovaskuler. 4 5

c. Anemia Defisiensi Fe Anemia defisiensi Fe terjadi karena tubuh tidak dapat menyesuaikan dengan kebutuhan akan zat besi. 4 Hal ini terjadi ketika kebutuhan zat besi yang tinggi, namun tidak diimbangi dengan cadangan zat besi yang cukup dalam tubuh sehingga tubuh kekurangan asupan zat besi dalam darah dan terjadi anemia defisiensi zat besi. 3 Teori tersebut didukung dengan penelitian tesis yang dilakukan di kabupaten Sukoharjo yaitu tentang pengaruh suplementasi Fe, asam folat, dan vitamin B 12 terhadap peningkatan kadar Hb pada pekerja wanita. Hasil penelitian setelah dilakukan intervensi prevalensi anemia menurun sebesar 78,9%. Hasil statistik menunjukkan bahwa ada peningkatan yang bermakna pada rerata kadar Hb sebelum dan sesudah perlakuan diberikannya suplemen folat, Fe dan vitamin B 12 dengan p-value=0,000. 40 Hal yang sama didapatkan dari penelitian tahun 2003 di Jakarta diketahui ada peningkatan kadar Hb dan serum feritin setelah diberikan suplementasi zat besi dan asam folat pada pekerja yang anemi. 41 Kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet Fe juga dapat mempengaruhi tejadinya anemia, dimana kepatuhan tersebut dapat diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe dan frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi. 6 d. Anemia Pernisiosa Anemia pernisiosa terjadi karena defisiensi vitamin B 12 yang menyebabkan produksi eritrosit menurun dan dapat mengakibatkan terjadinya anemia defisiensi vitamin B 12. 3 Hal ini terjadi karena 6

kegagalan pematangan sel darah merah, yang disebabkan buruknya absorbsi vitamin B 12 (anemia pernisiosa). 3 Pada anemia pernisiosa, terjadi malabsorbsi di lambung sehingga vitamin B 12 tidak dapat diserap dan terjadilah anemia, meskipun telah mengkonsumsi makanan yang mngandung vitamin B 12 setiap hari. 4 3. Penyebab Anemia a. Perdarahan 36 Adanya kejadian perdarahan dapat disebabkan karna kejadian spontan/ langsung atau terjadinya karena kejadian pemicu seperti trauma, persalinan, pembedahan, menstruasi. 42 Hal tersebut dapat disebabkan oleh kelainan dinding pembuluh darah, defisiensi atau disfungsi trombosit yang menyebabkan gangguan dari faktor pembekuan, 4 sehingga hal ini dapat menyebabkan cadangan zat besi dalam tubuh berkurang. b. Umur Umur seorang berkaitan dengan alat-alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 35 tahun. 6 Semakin tinggi umur, maka kebutuhan akan zat gizi juga semakin tinggi, sehingga memerlukan banyak asupan gizi. Namun apabila asupan zat gizi kurang, sedangkan kebutuhan akan zat gizi bertambah, maka akan menimbulkan masalah kesehatan, seperti anemia defisiensi zat gizi Penelitian di desa Jetis Kecamatan Sukoharjo tahun 2003 diketahui bahwa usia 20-35 tahun lebih banyak yang menderita anemia dibanding usia < 20 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya dan cenderung labil, mentalnya belum 7

matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia >35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini. 43 c. Paritas Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang wanita yang terlahir hidup. Seorang wanita yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. Terlalu banyak anak (> 4orang) dapat mengakibatkan terjadinya penyulit dalam kehamilan sampai melahirkan, diantaranya disebabkan oleh anemia. 44 Hubungan kadar hemoglobin dengan paritas tercantum pada Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2009 yang menunjukkan bahwa prevalensi anemia ringan dialami wanita dengan status paritas 1 4, dibandingkan dengan pravelensi kejadian anemia ringan pada wanita yang belum pernah melahirkan, yakni 70,5 % dan 65,8 %. Sedangkan pada paritas 5 keatas prevalensi anemia lebih tinggi dari pada paritas 1-4, yakni 72,9 % untuk anemia ringan dan 76 % untuk anemia berat. 45 d. Jarak kelahiran yang terlalu dekat Jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan kondisi wanita secara fisik maupun psikologis belum optimal apabila memiliki jarak kelahiran yang terlalu dekat, sehingga dapat menyebabkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi. 6 Hasil penelitian di Puskesmas Pacarkeling Kota Surabaya menunjukan bahwa dari 30 responden ibu hamil dengan jarak kehamilan kurang dari 2 tahun sebagian besar (53,3%) mengalami 8

besi. 47 Penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 yaitu untuk anemia dalam kehamilan dan dari 132 responden ibu hamil dengan jarak 2 tahun atau lebih sebagian besar (84%) tidak mengalami anemia dalam kehamilan. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia p-value = 0,000. 46 e. Sosial Ekonomi dan Demografi Pendapatan yang lebih tinggi meningkatkan daya beli keluarga maupun dalam akses ke pelayanan kesehatan. Wilayah perkotaan maupun pedesaan berpengaruh melalui mekanisme yang berhubungan dengan ketersediaan sarana fasilitas kesehatan maupun ketersediaan makanan yang berpengaruh pada pelayanan kesehatan dan asupan zat mengetahui keterkaiatan faktor-faktor social ekonomi dan kesehatan masyarakat yang kaitannya dengan masalah gizi underweight, stunted dan wasted di Indonesia dengan pendekatan ekologi, menggunakan sampel penelitian Balita di 32 Propinsi dihasilkan bahwa secara keseluruhan faktor penyebab masalah gizi (underweight, stunted, dan wasted) yaitu perilaku hygiene dan pemanfaatan posyandu. Kedua faktor tersebut dipengaruhi sosial ekonomi. 48 f. Pendidikan Pendidikan merupakan faktor predisposisi terjadinya proses perubahan sikap, perilaku dan pengetahuan seseorang tentang anemia. 49 Apabila pendidikannnya tinggi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang anemia, dan akan mempengaruhi dalam berperilaku untuk mencegah terjadinya anemia. 50 g. Penyakit Kronik Anemia dengan karakteristik kurang efektifnya Fe untuk proses eritopoiesis, karena berkurangnya absorpsi Fe dari traktus gastrointestinal dan berkurangnya pelepasan Fe dari makrofag dan 9

sedikit berkurangnya masa hidup eritrosit. 5 Anemia yang disebabkan oleh penyakit kronis ini sering terjadi pada pasien rawat inap, yang disebabkan oleh beragam gangguan peradangan kronis, diantaranya 4 : 1) Infeksi mikroba kronis, seperti osteomelitis, endokarditis bakterial 2) Gangguan imun kronis, seperti arthritis rheumatoid 3) Neoplasma, seperti panyakit hodgkin h. Asupan Gizi Asupan zat gizi yang adekuat dapat mempengaruhi status gizi. Sebagaimana diketahui bahwa terjadinya anemia dapat dikarenakan produksi eritrosit yang tidak adekuat. 47 Ketidakcukupan eritrosit tersebut dapat dipicu karena kurangnya bahan-bahan yang diperlukan untuk pembentukan eritrosit seperti protein, zat besi, asam folat, vitamin C dan B 12. 2 i. Pengkonsumsian Tablet Tambah Darah (TTD) Pemberian suplementasi tablet tambah darah dapat mempengaruhi kadar zat besi didalam tubuh hal tersebut dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan pada pekerja WUS dengan 2 perlakuan, kelompok yang diberikan zat besi dan asam folat saja dengan kelompok yang diberikan multivitamin dan mineral, perlakukan dilakukan selama 10 minggu dan didapatkan adanya peningkatan hemoglobin, hematokrit dan serum feritin pada kelompok yang diberikan tablet zat besi dan asam folat. 51 j. Asap rokok Keberadaan asap rokok, radikal bebas yang terkandung didalamnya dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah. Efek hematotoksisitas dari timbal atau Pb menghambat sebagian besar enzim yang berperan dalam biosintesa atau metabolisme heme sehingga menyebabkan kadar hemoglobin rendah. 19 10

Nikotin pada rokok ini dapat menimbulkan kontraksi pada pembuluh darah atau penyempitkan pembuluh darah akibatnya aliran darah menuju seluruh tubuh mengganggu. Kandungan rokok yang lain adalah karbondioksida (CO) pada asap rokok, apabila terpapar maka karbondioksida ini akan mengikat hemoglobin dalam darah, yang mana mestinya hemoglobin tersebut mengikat oksigen yang diedarkan ke organ-organ vital dan sel-sel di seluruh tubuh. 52 Akibatnya akan mengurangi fungsi kerja dari hemoglobin dalam tubuh yang semestinya berfungsi mengikat oksigen yang digunakan untuk mendistribusikan zat makanan dari seluruh tubuh. 53 Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 menunjukkan bahwa merokok adalah faktor risiko kepada terjadinya sindroma myelodisplastik dan anemia refraktori. Penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan risiko relatif terhadap anemia refraktori (OR 2.5; 95%;CI=1.2-5.6). Hal ini menunjukan bahwa merokok bisa menyebabkan terjadinya penurunan kadar hemoglobin darah. 54 4. Akibat Anemia Seseorang yang dapat berisiko mengalami anemia salah satunya adalah orang yang terpapar zat-zat berbahaya (nikotin, timbal, karbonmonoksida, tar) dan zat kimia lain, karena asap dari tembakau yang dibakar dapat berfungsi seperti racun bagi tubuh sehingga dapat mengganggu proses pembentukan eritrosit dan hemoglobin dalam darah, akibatnya tubuh kekurangan oksigen dalam jumlah cukup untuk pembentukan hemoglobin. 20 Wanita mempunyai resiko terkena anemia 7,9 kali lebih tinggi daripada pria dan kelompok umur dibawah 40 tahun beresiko terkena anemia 1,7 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berumur di atas 40 tahun. 55 Selain itu, ibu hamil mempunyai resiko tinggi terhadap 11

tubuh. 6 Anemia memberi pengaruh kurang baik bagi wanita dalam tiap anemia defisiensi Fe karena adanya hemodelusi sebagai adaptasi fisiologis siklus kehidupan, baik dalam kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya,berikut ini akibatnya 6 : a. Penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat anemia saat persalinan adalah : keguguran (abortus), kelahiran, prematurs, persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim di dalam berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca bersalin, serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan. 6 b. Pengaruh anemia pada kehamilan. Risiko pada masa antenatal: berat badan kurang, plasenta previa, eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan intranatal, shock, dan masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus : premature, apgar scor rendah, gawat janin. Bahaya pada trimester II dan trimester III, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu. 6 5. Tingkatan Anemia Tingkatan anemia defisiensi besi adalah sebagai berikut 56 : a. Stadium I: Hanya ditandai oleh kekurangan persediaan besi. Keadaan ini dinamakan stadium deplesi besi. 46 Pada stadium ini kadar besi di 12

dalam serum maupun kadar hemoglobin masih normal. Kadar besi di dalam depot dapat ditentukan dengan pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sumsum tulang. Disamping itu kadar feritin/saturasi transferin di dalam serumpun dapat mencerminkan kadar besi di dalam depot. 57 b. Stadium II: Mulai timbul bila persediaan besi hampir habis. Kadar besi di dalam serum mulai menurun tetapi kadar hemoglobin di dalam darah masih normal. Keadaan ini disebut stadium defisiensi besi. 57 c. Stadium III: Keadaan ini disebut anemia defisiensi besi. Stadium ini ditandai oleh penurunan kadar hemoglobin MCV, MCH, MCHC disamping penurunan kadar feritin dan kadar besi di dalam serum. 57 6. Penentuan Anemia Berdasarkan Derajat Hemoglobin Anemia pada di Indonesia sangat bervariasi, yaitu: Tidak anemia : Hb >11 gr/dl, Anemia ringan : Hb 9-10.9 gr/dl, Anemia sedang : Hb 7-8.9 gr/dl, Anemia berat : Hb < 7 gr/dl. 58 Klasifikasi/ pembagian derajat anemia berdasarkan umur terdapat pada tabel 2.1 berikut ini 1 : Tabel 2.1. Klasifikasi Derajat Anemia Berdasarkan Umur Populasi menurut umur Anemia Ringan (gr/l) Sedang (gr/l) Berat (gr/l) a. Anak umur 6-59 bulan 100-109 70-99 <70 b. Anak umur 5-11 tahun 110-114 80-109 <80 c. Anak umur 12-14 tahun 110-119 80-109 <80 d. Wanita dewasa tidak 110-119 80-109 <80 hamil ( 15 tahun) e. Perempuan hamil 100-109 70-99 <70 f. Pria dewasa ( 15 tahun) 110-129 80-109 <80 B. Paparan Asap Rokok 1. Pengertian Rokok Rokok adalah gulungan tembakau yang disalut dengan daun nipah. Rokok berbentuk silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm 13

yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya. 59 Kandungan rokok dapat ditentukan lewat dua cara, langsung memeriksa rokoknya, atau memeriksa asapnya. Asap rokok sendiri ada dua jenis : Asap yang keluar dari pembakaran di ujung rokok dan asap yang dihirup oleh perokok lewat ujung hisap rokok (baik filter atau tidak). 60 Merokok dapat merusak kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit ditimbulkan akibat merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan si perokok, tetapi juga bagi orang di sekitarnya termasuk perokok pasif. 61 2. Frekuensi merokok Frekuensi merokok adalah jumlah rokok yang dihisap dalam satuan batang per hari. Jumlah rokok yang diisap per hari, jenis rokok yang diisap (filter atau tidak), cara menghisap rokok, umur mulai merokok, lama merokok. 60 Tipe perokok dapat diklasifikasikan menurut banyaknya jumlah rokok yang dihisap yaitu 61 : a. Perokok ringan : jumlah rokok yang diisap kurang dari 1-4 batang per hari b. Perokok sedang: jumlah rokok yang diisap 5-14 batang per hari c. Perokok berat : jumlah rokok yang diisap lebih dari 15 batang per hari Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tlogosari kulon dengan tujuan membuktikan adanya faktor resiko hipertensi pada wanita usia 40-70tahun sebanyak 40 kasus dan 40 kontrol didapatkan hasil 14

bahwa lama paparan (durasi), jumlah perokok dalam rumah dan lama merokok dari perokok aktif terbukti menjadikan faktor resiko hipertensi terhadap perokok pasif disekitarnya. 62 3. Kategori Perokok a. Perokok Pasif Perokok pasif adalah asap rokok yang dihirup oleh seseorang yang tidak merokok (pasif smoker). Asap rokok tersebut bisa menjadi polutan bagi manusia dan lingkungan sekitar. Asap rokok yang terhirup oleh orang yang bukan perokok karena berada disekitar perokok disebut second handsmoke. 60 b. Perokok aktif Perokok aktif adalah orang yang suka merokok. 61 4. Asap rokok Zat kimia dapat menyebabkan kerusakan pada manusia dan makhluk hidup lainnya melalui berbagai jenis cara. Jalur pokok pemaparan terbagi menjadi 3 yaitu: a. Penetrasi melalui kulit ( absorpsi kulit/ dermal) b. Inhalasi (absorpsi melalui paru-paru) c. Ingesti (absorpsi melalui saluran pencernaan) Paparan asap rokok masuk ke dalam tubuh manusia secara inhalasi. Karbonmonoksida hasil pemaparan dari asap rokok akan diserap oleh paruparu. Paru merupakan sumber pemaparan yang umum, tetapi tidak seperti kulit, jaringan paru bukan merupakan barier yang sangat protektif terhadap paparan zat kimia. Selain kerusakan sistemik zat kimia yang berhasil melewati permukaan paru juga dapat mencederai jaringan paru dan menganggu fungsi vitalnya sebagai pemasok oksigen. 63 Karbonmonoksida yang bersumber dari dalam ruang (indoor) terutama berasal dari perokok 15

aktif yang berada dalam ruangan tersebut memiliki kadar yang lebih tinggi bila ruangan tersebut tidak memadai ventilasinya. 60 Pada umumnya pemajanan yang berasal dari dalam ruangan kadarnya harus lebih kecil dibandingkan dari kadar CO hasil pemajanan asap rokok. 62 5. Kandungan Rokok Ada 100 lebih senyawa dalam kandungan asap rokok, berikut senyawa-senyawa tertentu yang dibahas 23 : a. Karbon Monoksida ( CO) Karbon Monoksida merupakan senyawa karbon inorganik. Afinitasnya terhadap hemoglobin darah 300 kali lebih kuat dari oksigen, sehingga paparan gas ini dapat mengurangi atau sepenuhnya menghilangkan kemampuan hemoglobin mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. 59 Apabila Karbonmonoksida terhirup maka akan terjadi reaksi dengan hemoglobin, dengan membentuk karbonmonoksihemoglobin (karboksi-hemoglobin). Karbonmonoksida pada paru-paru mempunyai daya pengikat (afinitas) dengan hemoglobin (Hb) sekitar 200 kali lebih kuat daripada daya ikat oksigen (O 2 ) dengan Hb. Dalam waktu paruh 4-7 jam sebanyak 10% dari Hb dapat terisi oleh karbonmonoksida (CO) dalam bentuk HBCO, 33 dan akibatnya sel darah merah akan kekurangan oksigen, yang akhirnya sel tubuh akan kekurangan oksigen juga. 47 Rokok terdapat CO 2 sejumlah 2-6% pada saat merokok, sedangkan CO 2 yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksihemoglobin dalam darah sejumlah 2-16%. 64 Kadar normal karboksihemoglobin hanya 1% pada bukan perokok. Apabila keadaan terus berjalan akan terjadi plycythemia (pertambahan kadar butir darah merah) yang mempengaruhi fungsi syaraf pusat. 33 16

Penelitian dilakukan di Semarang, bertujuan untuk mempelajari perubahan histopatologi saluran napas tikus putih galur Sprague Dawley akibat pajanan asap rokok kretek, hasil penelitian menunjukkan perubahan histopatologi yang bermakna pada saluran napas. Jumlah sel epitel pada kelompok yang terpapar asap rokok secara bermakna lebih tinggi dari kontrol (p < 0,05) pada daerah sinus, bronkhus, dan bronkhiolus, sedangkan pada trakhea tidak ditemukan perbedaan bermakna (p > 0,05). 65 b. Radikal Bebas (NOx, SO2) Radikal bebas yang berlebihan akan meningkatkan aktivitas lipid peroksidase (LPO) dan menurunkan status antioksidan eritrosit yang menyebabkan kerusakan pada membran eritrosit sehingga eritrosit akan lebih mudah lisis dan akibatnya akan terjadi penurunan jumlah eritrosit. 33 Oleh karena itu peningkatan radikal bebas secara tidak langsung dapat diketahui dari penurunan jumlah eritrosit. Bahaya radikal bebas terhadap eritrosit diantaranya adalah dengan merusak struktur membrane eritrosit sehingga plastisitas membran terganggu dan mudah pecah. Keadaan ini dapat menyebabkan turunnya jumlah eritrosit. 23 c. Timah Hitam Atau Timbal (Pb) Rokok menghasilkan timah hitam (Pb) sebanyak 0,5μg. Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis diisap dalam satu hari menghasilkan 10 μg. Sementara ambang batas timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 μg per hari. 19 Basophilic stippling dari sel darah merah merupakan gejala pathogenesis bagi keracunan Pb. 19 Gejala lain dari keracunan ini berupa anemia dan albuminuria. 23 Pengaruh timbal sebenarnya dapat dilihat pada proses sintesis hemoglobin. Kadar timbal dalam darah 10 μg/dl sudah dapat menyebabkan gangguan pada sintesis hemoglobin dengan 17

penghambatan pada aktivitas enzim δ-aminolevulinat dehidratase (ALAD). Oleh karena itu, kadar Pb dalam darah yang tinggi dapat mengakibatkan menurunnya kadar Hb darah. 66 Penelitian yang dilakukan pada tukang becak di Mranggen, diperoleh nilai p = 0,041 (p < 0,05) untuk korelasi kadar Pb dalam darah dengan kadar Hb darah. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kadar Pb dalam darah dengan kadar Hb darah pada tukang becak di Pasar Mranggen Demak. Tukang becak yang memiliki kadar Pb dalam darah 6,45 μg/dl memiliki kadar Hb darah 12,25 gr/dl sedangkan tukang becak yang memiliki kadar Pb dalam darah 12,19 μg/dl memiliki kadar Hb darah 10,60 gr/dl. 67 d. Tar. Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Kadar tar pada rokok antara 0,5-35 mg per batang. Tar terbentuk selama pemanasan tembakau. 33 Tar merupakan kumpulan berbagai zat kimia yang berasal dari daun tembakau sendiri yang merupakan hidrokarbon aromatik polisiklik yang ada dalam asap rokok, tergolong dalam zat karsinogen, yaitu zat yang dapat menumbuhkan kanker. Kadar tar yang terkandung dalam asap rokok inilah yang berhubungan dengan risiko timbulnya kanker. 59 Pemaparan menahun hidrokarbon aromatic (benzena) dapat menghasilkan efek toksik yang sangat serius yang paling nyata ialah kerusakan pada sumsum tulang yang berbahaya dan tidak terduga, anemia aplastik, 39 leukopenia, pansitopenia atau trombositopenia. Pada perkembangan sel-sel sumsum tulang tampak menjadi paling sensitif terhadap benzena. 61 18

e. Nikotin. Nikotin adalah alkolid toksis yang terdapat dalam tembakau. Sebatang rokok umumnya berisi 1-3 mg nikotin. Nikotin diserap melalui paru-paru dan kecepatan absorsinya hampir sama dengan masuknya nikotin secara intravena. Nikotin masuk ke dalam otak dengan cepat dalam waktu kurang lebih 10 detik. 33 Dapat melewati barier di otak dan diedarkan ke seluruh bagian otak kemudian menurun secara cepat, setelah beredar ke seluruh bagian tubuh dalam waktu 15-20 menit pada waktu penghisapan terakhir. 23 Hasil penelitian yang didapatkan untuk mengetahui kadar nikotin dalam asap beberapa merk rokok dengan menggunakan jenis rokok yang berbeda, yaitu tiga merk rokok filter dan tiga merk rokok kretek (non-filter). Didapatkan hasil pada rokok filter kandungan nikotin yang terdapat dalam asap rokok arus samping 4 6 kali lebih banyak dari asap rokok arus utama. Dengan kata lain bahwa kadar nikotin yang dilepaskan ke lingkungan lebih banyak dari pada nikotin yang dihisap oleh perokok. Perbandingan jumlah nikotin dalam asap arus samping lebih banyak 4 6 kali dari pada yang terdapat dalam asap arus utama. 68 6. Perilaku Merokok a. Pengertian Merokok Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. 52 Saat ini, perilaku merokok sudah menjadi perilaku yang umum dijumpai dimana saja dan kapan saja. Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, serta kelompok umur yang berbeda. 17 Merokok telah diketahui dapat menyebabkan gangguan kesehatan. 19

Penderita yang terkena kerugian asap rokok tidak hanya perokok sendiri (perokok aktif) tetapi juga orang yang berada di lingkungan asap rokok (Environmental Tobacco Smoke) atau disebut dengan perokok pasif. 69 b. Klasifikasi Perokok Pengukuran perilaku merokok pada seseorang dapat ditentukan pada suatu kriteria yang dibuat berdasarkan anamnesis atau menggunakan kriteria dengan batasan yang digunakan berdasarkan jumlah rokok yang dihisap setiap hari atau lamanya kebiasaan merokok. 70 c. Penyebab Merokok Terdapat dua penyebab utama seseorang menjadi perokok yaitu dorongan psikologis dan dorongan fisiologis. Secara psikologis, perokok merasakan bahwa dengan merokok, ia dapat mengalihkan kecemasan, menunjukkan kejantanan (bangga diri) dan menunjukkan kedewasaan. Sedangkan, dorongan fisiologis pula dapat didapatkan dari efek dari nikotin yang terdapat di dalam rokok yang menyebabkan terjadinya adiksi sehingga seseorang ingin terus merokok. 52 Ada beberapa faktor seseorang merokok sehingga mereka menjadi perokok. Faktor-faktor tersebut diantaranya faktor biologi dan jenis kelamin. 71 d. Perokok Pasif Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan perokok, yang terpapar asap rokok secara tidak sadar dari perokok aktif. Sidestream Smoke (SS) adalah asap rokok sampingan hasil pembakaran rokok itu sendiri sedangkan Mainsteam Smoke (MS) adalah asap rokok utama dihembuskan kembali ke udara oleh perokok aktif. 52 20

World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa saat ini diperkirakan sekitar 6 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit yang ditimbulkan dari rokok, dengan jumlah angka sekitar 600.000 orang diantaranya adalah korban sebagai perokok pasif. 72 Merokok merupakan kegiatan yang dapat berdampak pada kesehatan, dari perokoknya sendiri maupun lingkungan. 70 Banyak dampak dari kegiatan merokok tersebut terhadap lingkungan dan terutama pada orang sekitarnya atau perokok pasif. Asap tersebut merupakan hasil dari pembakaran tembakau yang tidak sempurna. Konsentrasi zat berbahaya di dalam tubuh perokok pasif lebih besar, karena asap rokok dihiisap lewat hidung tidak terfilter, sedangkan racun rokok dalam tubuh perokok aktif terfilter melalui ujung rokok yang diisap. 73 Perokok pasif berpotensi terkena berbagai macam penyakit, diantaranya : 1) Resiko kanker paru-paru 2) Resiko penyakit asma 3) Resiko infeksi telinga Penelitian yang dilakukan pada tahun 2011 di Semarang, menunjukan bahwa faktor risiko dari perokok pasif yaitu terjadinya hipertensi. Penelitian yang dilakukan pada wanita dengan umur 40-70 tahun yang menjadi perokok pasif. 62 7. Hubungan Asap Rokok Dengan Kadar Hemoglobin (Hb) Menghirup asap rokok dari perokok aktif memiliki bahaya yang lebih besar bagi perokok pasif daripada perokok aktif itu sendiri, karena sebatang rokok yang sedang dibakar akan menghasilkan asap utama dan asap sampingan. Asap utama tersebut merupakan asap rokok yang dihisap langsung dan masuk kedalam paru-paru perokok, sebelum kemudian 21

diembuskan kembali. Asap sampingan merupakan asap rokok yang dihasilkan oleh ujung rokok yang dibakar. Asap sampingan ini yang akan mengganggu kesehatan karena mengandung zat-zat berbahaya yang diantaranya tar, nikotin dan karbonmonoksida (CO). 74 Karbonmonoksida yang terkandung dalam asap rokok masuk ke dalam tubuh manusia secara inhalasi lalu masuk dalam paru-paru dan bereaksi dengan hemoglobin membentuk karbonmonoksihemoglobin (HbCO). 63 Dalam waktu paruh 4-7 jam sebanyak 10% dari Hb dapat terisi oleh karbonmonoksida (CO) dalam bentuk COHb (Carboly Hemoglobin) 33 dan mengakibatkan oksigen dalam eritrosit berkurangan, sehingga sel dan jaringan tubuh akan kekurangan oksigen, 47 hal ini akan menyebabkan menurunkan kapasitas darah sebagai pengangkut oksigen dalam tubuh, sehingga akan terjadi anemia. 33 Adanya efek hematotoksisitas dari Pb atau timbal menghambat sebagian besar enzim yang berperan dalam biosintesa atau metabolisme heme sehingga menyebabkan kadar hemoglobin rendah. 66 Nikotin pada rokok ini dapat berdampak pada ibu hamil karena menimbulkan kontraksi pada pembuluh darah atau penyempitkan pembuluh darah, akibatnya aliran darah menuju janin yang melalui tali pusat akan berkurang, sehingga pasokan zat makanan yang diperlukan janin dari ibu pun berkurang. 6 8. Paparan Asap Rokok Perokok pasif adalah seseorang yang tidak mempunyai kebiasaan merokok namun tetap terpapar asap rokok dari perokok aktif baik di rumah maupun di tempat kerja yang terpapar 30 menit per hari minimal terpapar sehari dalam seminggu selama 10 tahun terakhir. 75 WUS yang menjadi perokok pasif baik dari rekan kerja, lingkungan atau anggota keluarganya termasuk suami bisa menimbulkan risiko tertentu. Kerugian 22

menjadi perokok pasif berdampak juga pada wanita yang sedang hamil. Keadaan tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan selama kehamilan dan kesejahteraan janin yang dikandungnya. 59 Apabila seorang perokok pasif yang berada di suatu ruangan yang penuh dengan asap rokok dan tidak memiliki sirkulasi udara yang baik, lalu menghirup asap yang ada selama 1 jam lamanya maka posisinya bagaikan seorang perokok yang aktif yang menghabiskan 1 batang asap rokok. 76 Satu batang rokok yang dibakar mengandung lebih dari 100 senyawa seperti karbonmonoksida (CO), nikotin, tar, radikal bebas, amoniak serta lainnya. 23 Hal tersebut menunjukan apabila seseorang terpapar asap rokok dalam waktu pendek maka dapat menghasilkan dampak buruk bagi kesehatan jangka panjang. Dalam melakukan pengamatan atau penelitian tentang terpapar nya asap rokok dapat dilihat dari riwayat dari paparan asap rokok itu sendiri dengan meliputi jumlah rokok per hari yang dihisap oleh perokok aktif, durasi paparan dalam waktu atau jam dan lamanya paparan dalam tahun. 77 Pengukuran paparan asap rokok dengan cara wawancara juga di terapkan pada penelitian yang dilakukan di Cilacap yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan nikotin di urin terhadap perokok pasif dengan 82 anggota posbindu yang menjadi perokok aktif dalam rumah. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan, lama paparan asap rokok, frekuensi paparan asap rokok, kepadatan hunian rumah, dan kebiasaan olah raga berkontribusi terhadap keberadaan nikotin urin pada perokok pasif. 78 Selain melalui wawancara dan kuesioner kepada responden yang terpapar asap rokok diperlukan juga informasi mengenai sumber asap rokok, durasi dari paparan asap rokok dan jarak merokok dari paparan asap perokok aktif, namun hal ini cenderung mengalami bias recall dalam studi kasuskontrol atau retrospektif. 79 23

C. KERANGKA TEORI Asap Rokok Nikotin Radikal Bebas Tar CO PB Vasokontriksi Pembuluh darah (32) Pasokan sel darah ke seluruh tubuh (32) Hemolisis Sel darah Visikositas Darah Hipertensi Merusak Membran Sel (23) Kerusakan Sumsum Tulang (57) Produksi Eritrosit (57) HBCO (32) Hipoksia Ginjal (57) Biosintesa enzim (19) Umur (6) Peningkatan Kebutuhan Kejadian Anemia Penyakit Kronik. Ex; Malaria, leukemia (4) Pengaruhi metabolism& utilitas zat besi (5) Pembentukan Hemoglobin Kadar Hemoglobin Kelainan Sumsum Tulang Belakang (4) Produksi Sel Darah Baru (4) Proses pembentukan& pematangan sel darah merah Penyerapan Zat Besi Kehamilan (5) Perdarahan ex; menstruasi, riwayat perdarahan (4) Paritas (44) Hemodelusi (44) Cadangan zat gizi Intake Vitamin B12 (2) Intake Zat Besi Konsumsi zat gizi Pemilihan Makanan yg Dikonsumsi (2) Intake VitaminC Daya Beli Makanan Pola Konsumsi Tablet Fe (50) Ketersedian Tablet Fe Wilayah Ketersediaan Makanan Pedesaan/Kota Sosial Ekonomi Dan Demografi (67) Pendapatan (49) Pendidikan (48) Pengetahuan 31

D. Kerangka Konsep Kerangka konsep pada penelitian ini adalah; Variabel Independent Durasi Paparan Asap Rokok Lama Paparan Asap Rokok Variabel Dependent Kadar Hemoglobin Gambar 2.2 Kerangka Konsep E. Hipotesis 1. Ada perbedaan kadar hemoglobin (Hb) WUS berdasarkan durasi paparan asap rokok di RT 1 dan RT 2 RW 3 Kelurahan Sriwulan Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. 2. Ada perbedaan kadar hemoglobin (Hb) WUS berdasarkan lama paparan asap rokok di RT 1 dan RT 2 RW 3 Kelurahan Sriwulan Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. 31