BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis data penelitian yang dilakukan pada bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kebijakan pengendalian alih fungsi lahan belum berjalan secara efektif di wilayah KSN Borobudur. Angka permohonan perizinan atas perubahan penggunaan tanah memang cukup berkurang, namun secara statistik pengurangan tersebut tidak signifikan. Di samping itu upaya untuk memperketat perizinan perubahan penggunaan tanah justru menimbulkan dampak alih fungsi lahan secara illegal. Kondisi ini menyebabkan upaya pelestarian lahan pertanian di wilayah KSN Borobudur menjadi lebih sulit dipantau, karena pengurangan lahan pertanian tidak tercatat dengan baik di Badan Pertanahan Nasional. Sementara itu Badan Pusat Statistik melakukan survey pertanian dalam kurun waktu sepuluh (10) tahun sekali, sehingga update data lahan pertanian tidak bisa dipantau setiap tahun sebagai dasar untuk pengambilan kebijakan lain dalam upaya pengendalian alih fungsi lahan. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan alih fungsi lahan di wilayah KSN Borobudur menurut hasil penelitian ini adalah : a. Masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian merasa kepentingan mereka sebagai pelaku sektor utama yang menopang kebutuhan 109
pangan tidak terlindungi dari kepentingan investasi di sektor pariwisata. Hal ini yang mengakibatkan masyarakat mengalihfungsikan lahan pertanian ke sektor lain, atau menjualnya kepada investor. Masyarakat petani berharap kebijakan di sektor pertanian dapat menjanjikan peningkatan kesejahteraan yang lebih baik, sehingga petani dapat hidup lebih layak. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan untuk lahan yang dikonservasi, subsidi benih dan pupuk, serta stabilitas harga pasar hasil pertanian adalah beberapa kebijakan di sektor pertanian yang dapat dilaksanakan secara beriringan dengan kebijakan pengendalian alih fungsi lahan. b. Bergesernya nilai-nilai dalam masyarakat, yang menyebabkan generasi muda enggan terjun ke sektor pertanian. Mereka beranggapan bahwa profesi petani bukanlah profesi yang memiliki kebanggaan di mata masyarakat. Pada akhirnya masyarakat mengalami transformasi ekonomi, yaitu banyak generasi muda yang beralih bekerja pada sektor lain. Di sisi lain kurangnya tenaga kerja usia produktif di sektor pertanian juga dikhawatirkan akan berdampak pada menurunnya produksi pertanian. c. Penyalahgunaan wewenang oleh aparat yang semestinya mengemban tugas untuk turut melaksanakan kebijakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian. 3. Kedatangan investor dari luar daerah selain mendorong terjadinya alih fungsi lahan dikhawatirkan juga akan mempengaruhi perekonomian 110
masyarakat. Sebagai contoh pembangunan hotel berbintang dengan konsep alam oleh investor luar daerah, dapat menyebabkan rintisan usaha penginapan berskala kecil oleh masyarakat setempat, seperti losmen dan homestay kehilangan kesempatan untuk berkembang. Hal ini lahan yang mengakibatkan kemiskinan masih banyak terjadi di wilayah KSN Borobudur, sementara mereka sebenarnya memiliki potensi pariwisata bertaraf internasional yang seharusnya dapat menjadi sandaran bagi perekonomian masyarakat dan daerah. 4. Keterlibatan pemerintah di tingkat desa/kelurahan dalam upaya pengendalian alih fungsi lahan pertanian masih belum sesuai yang diharapkan. Pemerintah desa/kelurahan merupakan pemerintahan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, sehingga upaya-upaya pendekatan ke masyarakat akan lebih efektif apabila melibatkan pihak yang memahami permasalahan di masyarakat secara langsung. Bahkan wilayah KSN Borobudur yang terdiri dari 6 desa dan 1 kelurahan, masingmasing memiliki karakteristik yang berbeda dalam kaitannya dengan sektor pertanian. Peran serta pemerintah desa yang diharapkan diantaranya adalah dengan melibatkan dalam proses pengkajian atas pengajuan izin alih fungsi, pengawasan dan penerapan sanksi terhadap pelanggaran izin. 5. Pemerintah daerah tidak mendapatkan bagi hasil pengelolaan Candi Borobudur berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama ini, sehingga tidak dapat mendorong dengan optimal pembangunan di wilayah KSN Borobudur. Hal ini tentu saja berdampak pada tidak adanya program dan 111
kegiatan pemerintah daerah yang dilaksanakan di kawasan KSN untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam upaya mengembangkan sektor pariwisata yang berbasis budaya lokal termasuk budaya yang bersumber dari pola kehidupan agraris. 8.2. Saran 1. Kebijakan pengendalian alih fungsi lahan pertanian semestinya dilaksanakan bersama dengan kebijakan lain di sektor pertanian yang dapat mendukung petani untuk meningkatkan taraf hidupnya. Ketersediaan sarana prasarana, jaminan stabilitas harga pasar dan inovasi teknologi pengolahan hasil pertanian akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian menjadi lebih baik, sehingga kenyataan bahwa sektor pertanian adalah sektor dengan pendapatan terendah dapat diubah. 2. Sektor pertanian adalah akar dari kebudayaan yang tumbuh dalam masyarakat, yang memiliki potensi tinggi untuk dipasarkan dalam dunia pariwisata. Dengan mempertahankan sektor pertanian, maka masyarakat akan memperoleh 2 (dua) keuntungan yaitu keuntungan ekonomi dari hasil pengolahan lahan pertanian dan keuntungan ekonomi dari pemasaran budaya yang berbasis pertanian. Semestinya pemerintah dapat mendorong masyarakat untuk lebih kreatif dalam meningkatkan nilai jual budaya daerah yang berbasis pertanian dengan melakukan pembinaan dan program kegiatan yang mendukung pemasaran kebudayaan yang selama ini lahir dan tumbuh dalam masyarakat. Pemberdayaan generasi muda dengan memfasilitasi berbagai pengembangan seni budaya melalui 112
kelompok-kelompok pecinta seni yang ada dalam masyarakat juga diharapkan akan mendorong generasi muda untuk dapat menumbuhkan kebanggaan atas budaya masyarakat yang lahir dari pola kehidupan mereka sebagai petani. 3. Konsistensi Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dalam pelaksanaan kebijakan pengendalian alih fungsi lahan menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi efektifitas kebijakan. Dengan diberlakukannya PP Nomor 26 Tahun 2008, mulai tahun 2009 dilaksanakan moratorium alih fungsi lahan pertanian di wilayah KSN Borobudur, yang kemudian secara detail dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang sesuai Perda No 5 Tahun 2011. Kebijakan-kebijakan yang menjadi dasar pengendalian alih fungsi lahan tersebut diharapkan dapat dipedomani sebagaimana mestinya. Di samping itu penerapan insentif dan disinsentif dapat menjadi bukti keseriusan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang untuk melaksanakan apa yang telah diamanatkan PP Nomor 26 Tahun 2008 dan Perda Nomor 5 Tahun 2011. Penerapan disinsentif (sanksi) yang menyentuh semua lapisan masyarakat merupakan hal yang cukup dilematis, karena masyarakat seringkali menilai ketegasan pemerintah justru dengan sudut pandang negatif, sebagai akibat dari tingkat kepatuhan terhadap aturan dan kesadaran untuk menerima konsekuensi pelanggaran terhadap aturan masih sangat rendah. Oleh sebab itu Pemerintah Daerah perlu melakukan pendekatan yang mempertimbangkan kondisi psikologis masyarakat dan menjunjung nilai- 113
nilai budaya lokal, sebelum mengambil langkah menerapkan sanksi yang bersifat menekan. 4. Terbitnya Perpres nomor 58 Tahun 2014 diharapkan dapat menjadi solusi bagi carut marut pengelolaan Kawasan Pariwisata Borobudur. Keterlibatan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang, Pemerintah Desa/Kelurahan serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah KSN Borobudur merupakan bentuk partisipasi kelembagaan lokal yang tidak bisa dipungkiri peran pentingnya sebagai ujung tombak dalam upaya pengendalian alih fungsi lahan. Di samping itu, perlu adanya kejelasan porsi bagi hasil bagi daerah sebagai kontribusi PAD dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal. 114