BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penelitian tentang Analisis Kapasitas Drainase Dengan Metode Rasional di

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA. membahas langkah untuk menentukan debit banjir rencana. Langkahlangkah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. adalah merupakan ibu kota dari Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dalam RTRW

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PADA RENCANA KAWASAN INDUSTRI DELI SERDANG DI KECAMATAN MEDAN AMPLAS M. HARRY YUSUF

PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI GAYUNGSARI BARAT SURABAYA DENGAN BOX CULVERT

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Perencanaan Sistem Drainase Apartemen De Papilio Tamansari Surabaya

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau

TINJAUAN PERENCANAAN DRAINASE KALI GAJAH PUTIH KODIA SURAKARTA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Dr.Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti

KAJIAN DRAINASE TERHADAP BANJIR PADA KAWASAN JALAN SAPAN KOTA PALANGKARAYA. Novrianti Dosen Program Studi Teknik Sipil UM Palangkaraya ABSTRAK

BAB IV PEMBAHASAN. muka air di tempat tersebut turun atau berkurang sampai batas yang diinginkan.

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE SEGOROMADU 2 GRESIK

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE KAWASAN KAMPUS UNIVERSITAS SAM RATULANGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dimulai pada Semester A tahun ajaran dan

STUDI EVALUASI SISTEM DRAINASE JALAN AW.SYAHRANI KOTA SANGATTA KABUPATEN KUTAI TIMUR

Analisa Frekuensi dan Probabilitas Curah Hujan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Drainase berasal dari bahasa inggris yaitu drainage yang artinya

Demikian semoga tulisan ini dapat bermanfaat, bagi kami pada khususnya dan pada para pembaca pada umumnya.

BAB IV ANALISA HIDROLOGI

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN

SISTEM DRAINASE UNTUK MENANGGULANGI BANJIR DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL (STUDI KASUS : JL. PDAM SUNGGAL DEPAN PAM TIRTANADI)

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Berita Acara Tugas Akhir... Lembar Persembahan... Kata Pengantar... Daftar Isi...

TUGAS AKHIR ELGINA FEBRIS MANALU. Dosen Pembimbing: IR. TERUNA JAYA, M.Sc

BAB V ANALISIS HIDROLOGI

ABSTRAK. Kata Kunci: debit banjir, pola aliran, saluran drainase sekunder, Mangupura. iii

BAB III METODE ANALISIS

ANALISIS CURAH HUJAN DI MOJOKERTO UNTUK PERENCANAAN SISTEM EKODRAINASE PADA SATU KOMPLEKS PERUMAHAN

Vol.14 No.1. Februari 2013 Jurnal Momentum ISSN : X

MENU PENDAHULUAN ASPEK HIDROLOGI ASPEK HIDROLIKA PERANCANGAN SISTEM DRAINASI SALURAN DRAINASI MUKA TANAH DRAINASI SUMURAN DRAINASI BAWAH MUKA TANAH

Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong Sawo No. 8 Surabaya

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Perencanaan Sistem Drainase Stadion Batoro Katong Kabupaten Ponorogo

TUGAS AKHIR DAMPAK SISTEM DRAINASE PEMBANGUNAN PERUMAHAN GRAHA NATURA TERHADAP SALURAN LONTAR, KECAMATAN SAMBIKEREP, SURABAYA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode Rasional di Kampus I Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... ABSTRAK... PENGANTAR...

BAB IV HASIL DAN ANALISIS PENGUMPULAN DATA. Perdanakusuma tahun Data hujan yang diperoleh selanjutnya direview

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Kinerja Saluran Drainase di Daerah Tangkapan Air Hujan Sepanjang Kali Pepe Kota Surakarta

ANALISA HIDROLOGI dan REDESAIN SALURAN PEMBUANG CILUTUNG HULU KECAMATAN CIKIJING KABUPATEN MAJALENGKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting

PENDAMPINGAN PERENCANAAN BANGUNANAN DRAINASE DI AREA PEMUKIMAN WARGA DESA TIRTOMOYO KABUPATEN MALANG

BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

BAB 2 LANDASAN TEORI Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR Analisis Saluran Drainase Primer pada Sistem Pembuangan Sungai/Tukad Mati

EVALUASI KAPASITAS SISTEM DRAINASE PERUMAHAN (Studi Kasus Perum Pesona Vista Desa Dayeuh Kecamatan Cileungsi)

Limpasan (Run Off) adalah.

Kata kunci : banjir, kapasitas saluran, pola aliran, dimensi saluran

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut

BAB III ANALISA HIDROLOGI

IDENTIFIKASI POTENSI BANJIR PADA JARINGAN DRAINASE KAWASAN PERUMAHAN NASIONAL (PERUMNAS) LAMA JALAN RAJAWALI PALANGKA RAYA

BAB VI ANALISIS KAPASITAS DAN PERENCANAAN SALURAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS EFEKTIFITAS KAPASITAS SALURAN DRAINASE DAN SODETAN DALAM MENGURANGI DEBIT BANJIR DI TUKAD TEBA HULU DAN TENGAH

EVALUASI KAPASITAS SISTEM DRAINASE DI KECAMATAN MEDAN JOHOR ALFRENDI C B HST

Peta Sistem Drainase Saluran Rungkut Medokan

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI

BAB II DASAR TEORI. Menurut Suripin (2004 ; 7) drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras,

EVALUASI ASPEK TEKNIS PADA SUB SISTEM PEMATUSAN KEBONAGUNG HULU KOTA SURABAYA. Prisma Yogiswari 1, Alia Damayanti

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE SEGOROMADU 2,GRESIK

BAB VI DEBIT BANJIR RENCANA

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Flow Chart Rencana Kerja Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

EVALUASI ASPEK TEKNIS PADA SUB SISTEM PEMATUSAN KEBONAGUNG HULU KOTA SURABAYA. Prisma Yogiswari 1, Alia Damayanti

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE HOTEL SWISSBEL BINTORO SURABAYA

EVALUASI SALURAN DRAINASE PADA JALAN PASAR I DI KELURAHAN TANJUNG SARI KECAMATAN MEDAN SELAYANG (STUDI KASUS)

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PERUMAHAN THE GREENLAKE SURABAYA

PERHITUNGAN DEBIT DAN LUAS GENANGAN BANJIR SUNGAI BABURA

BAB II BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE PERUMAHAN JOSROYO PERMAI RW 11 KECAMATAN JATEN KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas (Suripin 2003). Drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah administrasi kota dan daerah perkotaan (Urban). Sistem tersebut berupa jaringan pembangunan air yang berfungsi mengendalikan atau mengeringkan kelebihan air permukaan di daerah permukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan manusia (Direktorat Jendral Cipta Karya 2012). 2.2. Acuan Dan Dasar Hukum Perencanaan 2.2.1 Landasan Hukum Acuan umum yang dipakai adalah Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta sebagai beirkut : 1) Pergub Provinsi DKI Jakarta No 38 tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau II-1

2) Pergub Provinsi DKI Jakarta No 20 tahun 2013 tentang Sumur Resapan 2.2.2 Ketentuan Penyediaan Sistem Penampungan Air Hujan Adanya ketentuan bagi tiap bangunan untuk mengelola sistem aliran air hujan diuraikan dalam dasar hukum berikut ini ; 1) Pergub Provinsi DKI Jakarta No 38 tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau i. Pasal 22 Ayat (1) ; Setiap bangunan gedung hijau harus menyediakan sistem penampungan air hujan untuk mengurangi limpasan air hujan yang akan disalurkan pada sistem drainase kota. ii. Pasal 22 Ayat (2) ; Selain menyediakan sistem penampungan air hujan, setiap bangunan hijau juga harus melaksanakan pembuatan sumur resapan dan kolam resapan pada lokasi yang efektif bagi kinerja sumur resapan 2) Pergub Provinsi DKI Jakarta No 20 tahun 2013 tentang Sumur Resapan i. Pasal 3 Ayat (1) ; Kewajiban pembuatan sumur resapan bagi perorangan dan badan hukum ditujukan kepada : o setiap pemilik bangunan dan bangunan gedung yang menutup permukaan tanah; dan o setiap pemohon dari pengguna air tanah. II-2

ii. Pasal 3 Ayat (2) ; Selain kewajiban pembuatan sumur resapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap perorangan dan badan hukum yang akan membangun di atas lahan 5.000 m 2 (lima ribu meter persegi) atau lebih diwajibkan menyiapkan 1% (satu persen) dari lahan yang akan digunakan untuk bangunan kolam resapan di luar perhitungan sumur resapan. 2.3. Konsep Drainase Di dalam penyelesaian masalah banjir dan/atau genangan yang disebabkan oleh limpasan air hujan (run-off) yang terjadi di kawasan perkotaan, kita mengenal 2 (dua) konsep dasar penanganan sebagai berikut : 2.3.1 Konsep drainase konvensional Konsep ini dilaksanakan dengan prinsip membuang debit limpasan yang terjadi secepat mungkin dari daerah genangan dan mengalirkannya ke sistem saluran drainase terdekat yang telah ada (existing). Jaringan drainase yang dibuat berupa saluran tersier, saluran sekunder dan saluran drainase primer yang akan membuang seluruh debit ke sungai atau badan air lainnya. 2.3.2 Konsep Drainase berwawasan lingkungan (Eco-Drain) Drainase berwawasan lingkungan (eco-drain) adalah pengelolaan drainase yang disebut sebagai sistem drainase yang ramah bagi lingkungan, karena debit limpasan tidak dibuang langsung ke saluran drainase yang ada sehingga tidak menambah beban jaringan saluran drainase yang sudah ada disekitarnya. Prinsip ini yang belakangan dikenal dengan sebutan zero runoff. II-3

Terdapat 2 pola yang dipakai untuk pengelolaan drainase eco-drain ini, antara lain yaitu : A. Pola detensi (menampung air sementara), misalnya dengan membuat kolam penampungan. B. Pola retensi (meresapkan), antara lain dengan membuat sumur resapan, saluran resapan, bidang resapan atau kolam resapan (Direktorat Jendral Cipta Karya 2012). Dimana pada pelaksanaan tugas besar ini di pilih pola resapan yang mana akan di terapkan dalam perencanaan drainase zero runoff di kawasan Sampoerna Strategic Square II. 2.4. Analisis Hidrologi Hodrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, baik mengenai terjadinya, peredaraanya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama dengan mahluk hidup. Penerapan ilmu hidrologi bisa di jumpai dalam beberapa kegiatan seperti perencanaan dan operasi bangunan air, penyediaan air untuk berbagai keperluan (air bersih, irigasi, perikanan, peternakan), pembangkit listrik tenaga air, pengendalian banjir, pengendalian erosi dan sedimentasi, transfortasi air, drainase, pengendali polusi, air limbah,dsb (Triatmojo 2013). Kumpulan data hidrologi dapat disusun dalam bentuk daftar atau tabel. Sering pula daftar atau tabel tersebut disertai dengan gambar-gambar yang biasa disebut diagram atau grafik, dan dapat disajikan dalam bentuk peta tematik, seperti peta curah hujan dan peta tinggi muka air dengan maksud supaya lebih dapat menjelaskan tentang persoalan yang dipelajari. II-4

Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Pengertian yang terkandung di dalamnya adalah bahwa informasi dan besaran-besaran yang diperoleh dalam analisis hidrologi merupakan masukan penting dalam analisis selanjutnya. Bangunan hidraulik dalam bidang teknik sipil dapat berupa gorong-gorong, bendung, bangunan pelimpah, tanggul penahan banjir, dan sebagainya. Ukuran dan karakter bangunan-bangunan tersebut sangat tergantung dari tujuan pembangunan dan informasi yang diperoleh dari analisis hidrologi. Sebelum informasi yang jelas tentang sifat-sifat dan besaran hidrologi diketahui, hampir tidak mungkin dilakukan analisis untuk menetapkan berbagai sifat dan besaran hidrauliknya. Demikian juga pada dasarnya bangunan bangunan tersebut harus dirancang berdasarkan suatu standar perancangan yang benar sehingga diharapkan akan dapat menghasilkan rancangan yang memuaskan. 2.4.1 Pemilihan Data Hujan Data yang di gunakan untuk analisa frekuensi dapat dibedakan menjadi dua tipe berikut ini 1) Partial duration series Metode ini digunakan apabila jumlah data kurang dari 10 tahun data runtut waktu. Partial duration series yang juga di sebut (peaks over treshold, POT) adalah rangkaian data debit banjir/hujan yang besarnya di atas suatu nilai batas bawah tertentu. Dengan demikian dalam satu tahun dapat dipilih 2 sampai 5 data tertinggi. II-5

2) Annual maximum series Metode ini digunakan apabila tersedia data debit atau hujan minimal 10 tahun data runtut waktu. Tipe ini adalah dengan memilih satu data maksimum setiap tahun. Dalam satu tahun hanya ada satu data yang di gunakan. Dengan cara ini, data terbesar kedua dalam satu tahun yang mungkin lebih besar dari data maksimum pada tahun yang lain tidak di perhitungkan (Triatmojo 2013) Sebagai input analisa curah hujan perencanaan, dipilih hujan harian maksimum tahunan (annual maximum daily rainfall), untuk masing-masing stasiun penakar hujan yang ada. 2.4.2 Analisa Data Hujan Data hidrologi yang diperoleh seringkali tidak memiliki data yang lengkap dan menerus, sehingga data-data hidrologi tersebut perlu dilengkapi. Terdapat beberapa metode umum yang digunakan untuk melengkapi data hidrologi, yaitu : (Suripin 2003) 1) Rata-rata Aljabar, metode ini didasarkan pada asumsi bahwa semua penakar hujan memiliki pengaruh yang setara 2) Metode Poligon Thiessen, atau lebih dikenal juga sebagai metode rata-rata timbang (weighted mean). 3) Metode Isohyet, merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan rata-rata, namun diperlukan keahlian dan pengalaman. II-6

Secara umum metode analisa data hujan yang seringkali digunakan adalah Metode Rata-rata Aljabar, karena ketersedian data lapangan yang sering kali sangat minimum. Analisa untuk melengkapi/pengisian data terhadap satu stasiun hujan yang tidak lengkap/tidak menerus dengan metode rata-rata aljabar dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, antara lain: 1) Jika perbedaan hujan tahunan normal di stasiun yang mau dilengkapi tidak lebih dari 10%, untuk mengisi kekurangan data dapat mengisinya dengan harga rata-rata hujan dari stasiun-stasiun disekitarnya. 2) Jika perbedaan hujan tahunan lebih dari 10 %, melengkapi data dengan metode Rasio Normal, yakni dengan membandingkan data hujan tahunan stasiun yang kurang datanya terhadap stasiun disekitarnya dengan cara sebagai berikut : 1 R r r n RA Dimana : A R r R B B R r R C C (2.1) n r R = Jumlah stasiun hujan = Curah hujan yang dicari (mm) = Curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan R yang datanya akan dilengkapi ra, rb, rc = Curah hujan di tempat-tempat pengamatan A, B, dan C RA, RB, RC = Curah hujan rata-rata setahun di stasiun A, B, dan C II-7

2.4.3 Kala Ulang Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu mempunyai kala ulang tertentu. Kala ulang rencana untuk saluran mengikuti standar yang berlaku, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Kala ulang yang dipakai berdasarkan luas daerah pengaliran saluran dan jenis kota yang akan direncanakan sistem drainasenya Tabel 2.1 Tabel 2. 1Kala Ulang Berdasar Tipologi Kota Tipologi Kota Catcment Area ( Ha ) < 10 10-100 100-500 > 500 Kota Metropolitan 2 thn 2-5 thn 5-10 thn 10-25 thn Kota Besar 2 thn 2-5 thn 2-5 thn 5-20 thn Kota Sedang 2 thn 2-5 thn 2-5 thn 5-10 thn Kota Kecil 2 thn 2 thn 2 thn 2-5 thn Sumber :(Direktorat Jendral Cipta Karya 2012) 2. Untuk bangunan pelengkap dipakai kala ulang yang sama dengan sistem saluran dimana bangunan pelengkap ini berada ditambah 10% debit saluran. 3. Perhitungan curah hujan berdasarkan data hidrologi minimal 10 tahun terakhir (mengacu pada tata cara analisa curah hujan drainase perkotaan). 2.4.4 Analisa Hujan Rencana Perkiraan hujan rencana di lakukan dengan frekuensi terhadap data curah hujan harian rata-rata maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurangkurangnya 10 tahun terakhir dari minimal 1(satu) stasiun pengamatan. Analisa frekuensi terhadap curah hujan, untuk menghitung hujan rencana dengan berbagai kala ulang (1, 2, 5, 10, 25, dan 50 tahun), dapat dilakukan dengan metode gumbel, log person (LN), atau log person tipe III (LN3)(Direktorat Jendral Cipta Karya 2012). II-8

Adapun yang di gunakan dalam perencanaan sistem drainase pada penelitian ini menggunakan 2 metode yaitu : 1. Metode Log Person Type III Pada garis besarnya, langkah penyelesaian distribusi Log Pearson Type III adalah sebagai berikut : a. Mentransformasikan data curah hujan harian maksimum kedalam harga logaritmanya : R1, R2,..., Rn menjadi log R1, log R2,..., log Rn (2.2) b. Menghitung harga tengahnya ( log R ) : LogR logr n c. Menghitung harga penyimpangan standar (Sx) : (2.3) LogRi LogR S x n 1 d. Menghitung koefisien asimetri (Cs) : C s n. i 2 LogR log R 3 (2.4) 3 n 1n 2S x (2.5) e. Menghitung besarnya logaritma hujan rencana dengan waktu ulang yang dipilih, dengan rumus : LogR LogR K. t S x (2.6) Dimana : R = Tinggi hujan rata-rata daerah n = Jumlah tahun pengamatan data Cs = Koefisien penyimpangan Sx = Standar deviasi II-9

K = Faktor kekerapan Log Pearson Tipe III f. Menentukan nilai K untuk metode Log Person Tipe III 2. Metode Gumbel Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi harga ekstrim gumbel adalah : a. Menentukan harga tengahnya (R) : Ri R (2.7) n b. Menentukan harga penyimpangan standard (Sx) : 2 ( Ri R) S (2.8) x n 1 c. Menentukan faktor frekuensi (K) : K Y Y S t n (2.9) n dimana : K Yt Yn Sn Ri n = faktor frekuensi = Reduced Variable = Reduced Mean = Reduced Standard Deviation = Curah hujan = Jumlah data d. Menentukan curah hujan rencana dengan waktu ulang yang dipilih, dengan rumus: R R K. (2.10) t S x II-10

e. Menentukan data variasi fungsi kala ulang (Yt) f. Menentukan data nilai Yn dan Sn yang tergantung pada n 2.4.5 Uji Konsistensi Data Hujan Diperlukan pengujian parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Square dan Smirnov- Kolomogrov (Suripin 2003). 1. Uji Kecocokan Chi-Square (Chi-Kuadrat) Uji Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sample data yang dianalisis. Parameter merupakan variable acak. Parameter X² yang digunakan dapat dihitung dengan rumus (Suripin 2003) : ² DK Ei = K-(1+1) = K = 1+3,322 log n(2.11) Dimana : G Oi Ei = Parameter Chi-Square terhitung = Jumlah sub kelompok = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i II-11

K N DK = Jumlah kelas = Jumlah data = Derajat kebebasan F² = HargaChi Square Cara memberikan interpretasi terhadap Chi-Square adalah menentukan DK (derajat kebebasan). Uji ini digunakan untuk data yang variabelnya tidak dipengaruhi oleh variable lain dan diasumsikan bahwa sampel dipilih secara acak. Tabel 2. 2Titik prosentase distribusi Chi-Square d.f = 1-20 Derajat Kebebasan Derajat Kepercayaan (%) 0.2 0.1 0.05 0.01 0.001 1 1.642 2.706 3.841 6.635 10.827 2 3.219 4.605 5.991 9.21 13.815 3 4.642 6.251 7.815 11.345 16.268 4 5.989 7.779 9.488 13.277 18.465 5 7.289 9.236 11.07 15.086 20.517 6 6.558 10.645 12.592 16.812 22.457 7 9.803 12.017 14.067 18.475 24.322 8 11.03 13.362 15.507 20.09 26.125 9 12.242 14.684 16.919 21.666 27.877 10 13.442 15.987 18.307 23.209 29.588 11 14.631 17.275 19.675 24.725 31.264 12 15.812 18.549 21.026 26.217 32.909 13 16.985 19.812 22.362 27.688 34.528 14 18.151 21.064 23.685 29.141 36.123 15 19.311 22.307 24.996 30.578 37.697 16 20.465 23.524 26.296 32 39.252 17 21.615 24.769 27.587 33.409 40.79 18 22.76 25.989 28.869 34.805 42.312 19 23.9 27.204 30.144 36.191 43.82 20 25.038 28.412 31.41 37.566 45.315 Sumber :(Soewarno 1995) 2. Uji Kecocokan Smirnov Kolmogorov Uji Kecocokan Smirnov Kolmogorov, sering juga uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujian tidak menggunakan fungsi II-12

distribusi tertentu. Syarat diterimanya distribusi dengan uji Smirnov-Kolmogorov adalah apabila Δmax < Δcr. Adapun langkah-langkah perhitungan uji Smirnov-Kolmogorov adalah sebagai berikut : a) Urutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan tentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut X1 = P(X1) X2 = P(X2) X3 = P(X3), dan seterusnya (2.12) b) Urutkan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusinya) X1 = P' (X1) X2 = P' (X2) X3 = P' (X3), dan seterusnya (2.13) c) Dari kedua nilai peluang tersebut, tentukan selisih terbesarnya antar peluang pengamatan dengan peluang teoritis D = Maksimum ( P(Xn) P' (Xn) ) (2.14) d) Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov test) tentukan harga D0 dari Tabel 2.3berikut : Tabel 2. 3Nilai kritis D0 untuk uji Smirnov-Kolmogorov n α=0.20 α=0.10 α=0.05 α=0.02 α=0.01 5 0.447 0.509 0.563 0.627 0.669 10 0.323 0.369 0.409 0.457 0.486 11 0.308 0.352 0.391 0.437 0.468 II-13

n α=0.20 α=0.10 α=0.05 α=0.02 α=0.01 15 0.266 0.304 0.338 0.377 0.404 20 0.232 0.265 0.294 0.329 0.352 25 0.208 0.238 0.264 0.295 0.317 30 0.190 0.218 0.242 0.270 0.290 35 0.177 0.202 0.224 0.251 0.269 40 0.165 0.189 0.210 0.235 0.252 45 0.156 0.179 0.198 0.222 0.238 50 0.148 0.170 0.188 0.211 0.226 N > 50 1,07/ n 1,22/ n 1,36/ n 1,52/ n 1,63/ n Sumber : Bonnier, (1980) dalam suripin, (2004) 2.5. Analisa Intensitas Hujan Intensitas hujan rencana adalah besarnya intensitas hujan maksimum yang mungkin terjadi pada periode ulang tertentu. Hujan dalam intensitas yang besar umumnya terjadi dalam waktu yang pendek. Hubungan intensitas hujan dengan waktu hujan banyak dirumuskan, yang pada umumnya tergantung pada parameter setempat. Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda, biasanya disebabkan oleh lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Untuk perhitungan biasanya didekati dengan rumus empiris yang biasa digunakan untuk karakteristik hujan didaerah tropis. Rumus menghitung intensitas curah hujan (I) menggunakan hasil analisa distribusi frekuensi yang sudah dirata-rata, menggunakan rumus Mononobe sebagai berikut : 2 3 Rt 24 It 24 t (2.15) dimana : Rt t = hujan rencana untuk berbagai kala ulang (mm) = waktu konsentrasi (jam), untuk satuan dalam menit, II-14

t dikalikan 60 It = intensitas hujan untuk berbagai kala ulang (mm/jam) 2.6. Analisa Debit Banjir Rencana Perhitungan debit banjir rencana dimaksudkan untuk mengingat adanya hubungan antara hujan dan aliran drainase dimana besarnya aliran dalam drainase ditentukan dari besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah, lama waktu hujan, dan ciri-ciri daerah alirannya. 1. Metode Rasional Metode Rasional hanya digunakan untuk menentukan banjir maksimum bagi saluran-saluran dengan daerah aliran kecil, kira-kira 100-200 acres atau kirakira 40-80 ha. Metode Rasional ini dapat dinyatakan secara aljabar dengan persamaan sebagai berikut (Subarkah 1980) : Rumus umum Metode Rasional Q t 0,278. C. I. A (2.16) Dimana: Qt = Debit banjir (m 3 /det) C I = Koefisien pengaliran = Intensitas hujan (mm/jam) A =Luas Daerah Aliran (km 2 ) Ada beberapa kekurangan dari metode ini adalah : Daya tampung daerah penangkapan hujan tidak diperhitungkan Hujan diperkirakan merata pada seluruh daerah tangkap hujan Hidrograph dari aliran tidak bisa digambarkan II-15

Untuk mengurangi kelemahan tersebut diatas maka metode ini kemudian dimodifikasi, yang disebut Modifikasi Rasional. 2. Metode Modifikasi Rasional Saluran drainase primer akan dihitung dengan Rumus Rasional yang dimodifikasi. Debit saluran yang akan diperiksa kapasitasnya, dihitung sebagai berikut : Q t 0,278 C. C s. I. A (2.17) C s 2t c 2 t t c d t t t ; c o d L t d V (2.18) dimana : Q C = Debit banjir rencana (m 3 /det) = Koefisien Pengaliran yang tergantung dari permukaan tanah daerah perencanaan. Cs = Koefisien Penyimpangan I = Intensitas hujan (mm/jam) A = Luas daerah aliran (catchment area) (Km 2 ) tc = Waktu konsentrasi, untuk daerah saluran drainase perkotaan terdiri dari to dan td to = Waktu yang diperlukan air untuk mengalir melalui permukaan tanah ke saluran terdekat (menit), rumus lihat halaman berikunya. td = Waktu yang diperlukan air untuk mengalir didalam saluran ke tempat yang direncanakan (menit) II-16

2.7. Analisis Hidrolika Hidrolika (Hydraulics dari bahasa Greek/Yunani yang berarti air) adalah ilmu yang mempelajari/menyelidiki tentang pengaliran air, tapi sering pula dipakai untuk jenis cairan lain, misalnya dalam "hydraulic control gear" yang biasanya memakai oli sebagai cairannya(soedradjat 1983). 2.7.1 Waktu Konsentrasi (Tc) Waktu konsentrasi, suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalirdari titik terjauh sampai ke tempat keluaran DAS (titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang di kembangkan oleh Kirpich (1940), yang dapat di tulis sebagai berikut (Suripin 2003): tc 0.87 1000 xl xs 2 0.385 (2.19) Dimana : tc = Waktu konsentrasi (jam) L = Panjang saluran utama dri hulu sampai penguras (km) s = kemiringan saluran utama(m/m) Waktu konsentrai dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi dua komponen yaitu : II-17

1. Waktu yang di perlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai saluran terdekat to 2. Waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai titik keluar (td) Rumus pendekatan : t to t c d t o t s 2 x 3,28 xlx 3 LS menit 60 V n s menit (2.20) Dimana : to = overland flow time, waktu pengaliran diatas permukaan mendan dari titik terjauh ke titik masuk saluran, dapat dicari berdasarkan grafik (time of overland flow) tc L Ls V = time in stream, waktu pengaliran di saluran = Panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m) = Panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m) = Kecepatan aliran di dalam saluran (m/det). 2.7.2 Dimensi Saluran Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit yang harus ditampung oleh saluran (QS dalam m³/det) lebih besar atau sama dengan debit rencana yang diakibatkan oleh hujan rencana (QT dalam m³/det). Kondisi demikian dapat dirumuskan dengan persamaan berikut : QS QT (2.21) II-18

Debit yang mampu ditampung oleh saluran QS dapat diperoleh dengan rumus seperti dibawah ini : QS = As x V (2.22) Dimana : As V = Luas penampang saluran (m²) = Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det) 2.7.3 Koefisien Pengaliran Koefisien pengaliran (C) besarnya tergantung pada kondisi dan karakteristik fisik dari daerah pengalirannya, yang biasanya dinyatakan sesuai dengan tata guna lahan pada kondisi terakhir. Besaran koefisien pengaliran untuk berbagai penggunaan lahan / tata guna lahan dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini : Tabel 2. 4Koefisien limpasan rata-rata untuk daerah perkotaan Type Kondisi daerah Pengaliran Nilai C Berdasar sifat permukaan Kemiringan 2 % 0,05-0,10 Rerumputan tanah berpasir Rata-rata 2-7 % 0,10-0,15 Curam >7 % 0,10-0,15 Datar 2 % 0,13-0,17 Rerumputan tanah keras Rata-rata 2-7 % 0,18-0,22 Curam >7 % 0,25-0,35 Aspal 0,70-0,95 Beton 0,80-0,95 Jalan Batu bata 0,70-0,95 Kerikil 0,15-0,35 Jalan raya dan trotoir 0,70-0,85 Atap 0,75-0,95 Berdasar deskripsi daerah Bisnis dan perdagangan Daerah kota 0,70-0,95 Daerah pinggiran 0,50-0,70 Pemukiman Rumah tinggal terpencar 0,30-0,50 Kompleks perumahan 0,40-0,50 II-19

Type Kondisi daerah Pengaliran Nilai C Pemukimam (sub urban) 0,25-0,40 Apartemen 0,50-0,70 Industri Ringan 0,50-0,80 Berat 0,60-0,90 Pertamanan, kuburan 0,10-0,25 Lapangan bermain 0,10-0,25 Halaman kereta api 0,20-0,40 Daerah tidak terawat 0,10-0,30 Sumber :(DPU 1998) Koefisien ini diperoleh dari hasil perbandingan antara jumlah hujan yang jatuh dengan yang mengalir sebagai limpasan dari suatu hujan dalam permukaan tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga koefisien pengaliran ini adalah adanya infiltrasi dan tampungan hujan pada tanah sehingga mempengaruhi jumlah air hujan yang mengalir. 2.7.4 Penampang Basah berdasarkan debit air (Q) dan kecepatan (V) Dimensi saluran diperhitungkan dengan rumus Manning sebagai berikut : Q V. A 1 V n 2 / 3 1 / 2 R i (2.23) dimana: Q = Debit air di saluran (m 3 /det) V = Kecepatan air (m/det) n = Koefisien kekasaran dinding. R = Jari-jari hidraulik (meter) I = Kemiringan dasar saluran A = Luas penampang basah (m 2 ) II-20

2.7.5 Tinggi Jagaan Tinggi jagaan atau freeboard atau waking adalah jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air pada kondisi debit rencana. Tinggi Jagaan pada saluran drainase berfungsi untuk mencegah gelombang atau kenaikan muka air yang melimpah ke tepi saluran. Pada umumnya semakin besar debit rencana dalam saluran, semakin besar pula tinggi jagaan yang harus disediakan. Tinggi Jagaan untuk saluran drainase yang disarankan untuk diambil dinyatakan dalam Tabel berikut : Tabel 2. 5Syarat penggunaan tinggi jagaan Tinggi Jagaan / Waking Debit (Q) (dalam meter) (m³/dt) Sal. Tanah Sal. Pasangan < 0.50 0.40 0.20 0.50-1.50 0.50 0.20 1.50-5.00 0.60 0.25 5.00-10.00 0.75 0.30 10.00-15.00 0.85 0.40 > 15.00 1.00 0.50 Sumber : (CIDA 1994) 2.7.6 Kemiringan Tanah Kemiringan tanah di tempat dibuatnya fasilitas saluran drainase ditentukan dari hasil pengukuran di lapangan, dihitung dengan rumus : t t i L 1 2 x 100% (2.24) dimana : t1 t2 = tinggi tanah di bagian tertinggi (m) = tinggi tanah di bagian terendah (m) II-21

Gambar 2. 1Kemiringan Tanah 2.7.7 Kedalaman Kritis (Bilangan Froude) Bilangan Froude adalah sebuah bilangan tak bersatuan yang digunakan untuk mengukur resistensi dari sebuah benda yang bergerak melalui air, dan membandingkan benda-benda dengan ukuran yang berbeda-beda. Dinamakan sesuai dengan penemunya William Froude. Bilangan ini didasarkan pada kecepatan/beda jarak. Bilangan Froude (Fr) merupakan parameter berdimensi penting dalam studi saluran terbuka. Merupakan perbadingan gaya inersia dengan gaya gravitasi, disebut Bilangan Froude yang bisa ditulis sebaai berikut (Setiawan 2016): Fr V g.l 0. 5 (2.25) Dimana : V L = kecepatan rata-rata = panjang karakteristik yang terkait dengan kedalaman (kedalam hidrolik untuk aliran saluran terbuka) g = percepatan gravitasi Untuk penampang persegi panjang, kedalam hidrolik adalah kedalaman air, karena bilangan Froude merupakan rasio gaya inersia untuk gaya gravitasi. II-22

Gambar 2. 2Parameter Bilangan Froude Bilangan Froude dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Fr < 1, subkritis Fr = 1, aliran kritis Fr > 1, superkritis(setiawan 2016) 2.8. Analisa Kolam Resapan/Long Storage Sesuai dengan Pergub DKI Jakarta No.20 tahun 2013, kewajiban untuk menyiapkan kolam resapan adalah sebesar 1% (satu persen) dari lahan yang akan digunakan. Dari perencanaan Sampoerna Strategic Square II, maka kewajiban penyediaan kolam resapan direncanakan berdasarkan luas total tutupan lahan. 2.9. Analisa Sumur Resapan Berdasarkan kuota debit dengan luas penampang tutupan bangunan yang tercantum didalam Pergub. Prov. DKI Jakarta No. 20 tahun 2013, dimana tiap 25 m 2 dari area tertutup diperlukan 1m 3 sumur resapan. maka analisa hitungan kebutuhan sumur resapan yang diwajibkan dalam wilayah perencanaan adalah : a. Luas tutupan lahan (tanpa atap tower & podium) b. Volume air yang diresapkan II-23