BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Masa anak usia sekolah merupakan masa dimana anak mulai mengalihkan perhatian dan hubungan dari keluarga ke teman-teman sebayanya. Pada masa sekolah anak lebih cenderung menghabiskan waktu bermain bersama temantemannya daripada keluarga. Anak mulai sering membanding-bandingkan dirinya dengan temannya di sekolah sehingga mudah dihinggapi rasa takut akan kegagalan dan ejekan teman (Gunarsa, 2008). Pada masa ini pula anakanak rentan terhadap perilaku kekerasan di sekolah. Kekerasan yang dilakukan ini bisa dikatakan sebagai bullying. Masalah kekerasan atau bullying merupakan sumber utama dari kekhawatiran bagi anak-anak. Bullying merupakan tindakan kekerasan yang disengaja dilakukan oleh seseorang yang memiliki kekuatan atau kekuasan penuh kepada orang lain yang dianggap memiliki kekuatan lemah (Hertinjung, 2013). Bentuk bullying dibagi menjadi tiga yaitu bullying verbal, bullying fisik, dan bullying psikologis. Bentuk bullying verbal meliputi memanggil dengan panggilan buruk, mengejek, menggoda atau mengancam. Bentuk bullying fisik berupa mendorong, memukul, mengambil barang, dan berkelahi. Bentuk psikologis seperti diskriminasi, mengucilkan, dan mengintimidasi (Hertinjung, 2013). Tindakan kekerasan ini sering sekali dianggap perilaku normal atau wajar dari anak-anak sehingga tanpa disadari perilaku tersebut dapat memberi toleransi pada sikap-sikap yang dapat mengarah tindakan kekerasan (bullying). The Health Behaviorin School-Aged Children (HBSC) tahun 2005-2006, melakukan survei terhadap sekitar 200.000 anak usia sekolah di 40 negara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan peningkatan jumlah bullying di
Indonesia. Hasil penelitian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2014 ternyata sebanyak 17% kekerasan terhadap anak terjadi di sekolah. Pada tahun 2013, tercatat 181 kasus yang berujung pada tewasnya korban, 141 kasus korban menderita luka berat, dan 97 kasus korban luka ringan (Andina, 2014). Kekerasan ini dapat terjadi dimana saja, tetapi sering kali dijumpai di lingkungan sekolah. Akhir-akhir ini ditemui kasus kekerasan di kalangan sekolah, beredarnya kasus video kekerasan yang terjadi di salah satu SD swasta di Sumatera Barat di jejaring sosial pada tanggal 18 September 2014, video tersebut menayangkan 3 orang siswa dan 1orang siswi memukuli dan menendang seorang sisiwi yang berkerudung di pojok ruangan kelas dengan alasan salah satu siswa tersebut sakit hati kepada perkataan siswi berkerudung yang ia pukuli (Republika, 2014). Kekerasan di sekolah memiliki dampak terhadap anak-anak yang menjadi korban, kekerasan dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka, mengalami gangguan fisik, prestasi akademik, kesulitan dalam bersosialisasi, dan susah beradaptasi (Maliki, 2009).Tindakan kekerasan di sekolah bisa dilakukan oleh guru, kepala sekolah, dan sesama peserta didik. Menurut Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA) (2008), menyebutkan bahwa sebagian kecil guru (27,5%) menganggap bullying merupakan perilaku normal dan sebagian besar guru (73%) menganggap bullying sebagai perilaku yang membahayakan siswa. Berdasarkan hasil riset yang telah dilakukan Siswati dan Widayanti, (2009) menggambarkan bentuk intimidasi di SD Negeri Semarang dari sempel 78 siswa kelas 3 sampai kelas 6 didapatkan hasil bahwa 37,55% siswa menjadi korban bullying. 42,5% siswa menderita intimidasi fisik dan 34,06% dari intimidasi non fisik. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa ada kesempatan bagi korban untuk dikembangkan sebagai pelaku. Profesor Morton Deutsch, mengidentifikasi keluarga dan sekolah sebagai dua institusi terpenting yang mempengaruhi predisposisi anak untuk mencintai
atau membenci teman. Berdasarkan hasil penelitiannya, sekolah perlu mengajarkan bagaimana cara menyelesaikan permasalahan mereka tanpa memakai pendekatan kekerasan (nonviolent problem solving). Hal-hal baik yang diajarkan di sekolah dan di rumah diharapkan akan mencegah perkembangan lebih lanjut dari berbagai perilaku kekerasan pada anak (Hidayati, 2012). Sekolah memiliki salah satu peran untuk bermain bagi anak, karena mereka penting dalam membentuk perkembangan dan perilaku anak seperti di dalam keluarga (Maliki, 2009). Peran sekolah sangat penting dalam upaya pencegahan kekerasan yang ada di sekolah. Para pemimpin sekolah yang telah mengetahui dan memahami tentang bullying serta dampak yang dapat terjadi terhadap anak didiknya perlu melakukan sosialasi tentang bullying yang sedang marak terjadi kepada guru, karyawan sekolah, anak didik, serta orang tua (SEJIWA, 2008). Guru memegang peran penting dalam membentuk karakter siswa di sekolah. Peranan guru dalam pembentukan karakter siswa di sekolah adalah sebagai katalisator atau teladan, dinamisator, motivator, dan inspirator. Dalam berperan sebagai katalisator, seorang guru kedudukannya sebagai figur atau idola yang digugu dan ditiru oleh peserta didik. Peran sebagai dinamisator, guru memiliki kemampuan untuk mendorong siswa ke arah pencapaian tujuan dengan kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi spiritualitas. Peran sebagai motivator, setiap guru harus mampu membangkitkan spirit, etos kerja dan potensi yang luar biasa pada diri peserta didik. Peran sebagai inspirator berarti seorang guru harus mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk maju mengembangkan potensinya (Saleh, 2012). Guru juga berperan penting dalam mengatasi masalah kekerasan pada anak. Seorang guru sebaiknya memiliki kemampuan untuk memberikan konseling kepada para siswanya (SEJIWA, 2008). Menurut Safe Schools Action Team Ontario (2005), guru dan staf sekolah berada di garis depan pencegahan bullying, baik dalam interaksi sehari-hari dengan siswa, dan dalam menegakkan pencegahan bullying di sekolah.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan kepada 25 anak di SD N Pedurungan Kidul 02 Semarang didapatkan fenomena bullying yang terjadi di sekolah. Bentuk kekerasan (bullying) yang dilakukan di antaranya memalak, memukul dengan penggaris, mencubit, mendorong teman, melempar barang, menjegal kaki, membicarakan anak lain, mengejek, dan memanggil dengan sebutan nama orang tua. Berdasarkan studi pendahuluan di dapatkan bentuk bullying verbal sebanyak 50%, bullying fisik 10%, serta bullying mental atau psikoligis 10 %. Bullying verbal yang sering dilakukan meliputi mengejek, memanggil dengan sebutan nama orang tua, memanggil nama dengan sebutan yang jelek, mengatakan hal yang tidak baik mengenai keluarga korban. Bullying fisik diantaranya memalak, memukul, mencubit, mendorong teman, menjegal kaki, serta melempar barang. Sedangkan bullying mental atau psikoogis yang sering dilakukan adalah memilih-milih teman, melihat korban dengan tatapan yang tidak suka, menjauhi teman yang memiliki keterbasan, dan menertawakan korban sehingga merasa malu. Dari 25 anak 12 diantaranya pernah melihat dan menjadi korban bullying, 8 anak sebagai pelaku bullying, dan 5 di antaranya pernah menjadi korban sekaligus sebagai pelaku bulllying. Menurut salah satu guru di SD N Pedurungan Kidul 02 Semarang perilaku kekerasan (bullying) yang sering dilakukan anak di sekolah yaitu mengejek, memukul, memalak, serta mendorong teman. Upaya pencegahan yang telah dilakukan oleh guru kepada anak yang melakukan perilaku bullying diantaranya menasihati anak tersebut, memberi penugasan, serta memanggil orang tua untuk ke sekolah. Menurut salah satu guru di SD N Pedurungan Kidul 02 Semarang upaya pencegahan yang telah dilakukan oleh guru tersebut sudah efektif. B. Rumusan Masalah. Kekerasan pada anak merupakan kejadian yang masih marak terjadi beberapa waktu terakhir ini. Tindakan kekerasan ini sering sekali dianggap perilaku normal dari anak-anak sehingga tanpa disadari perilaku tersebut dapat memberi toleransi pada sikap-sikap yang dapat mengarah tindakan kekerasan.
Maraknya kejadian kekerasan (bullying) tersebut salah satunya disebabkan karena belum adanya kesamaan persepsi antara pihak sekolah, orang tua maupun masyarakat dalam melihat pentingnya permasalahan bullying serta penanganannya (Astuti, 2008). Peran sekolah sangat penting dalam upaya pencegahan kekerasan yang ada di sekolah. Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana upaya pencegahan perilaku bullying di sekolah. C. Tujuan Penelitian. 1. Tujuan Umum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya pencegahan bullying pada anak sekolah. 2. Tujuan Khusus. a. Mengidentifikasi peran sekolah dalam mengadakan temu wicara (rapat) guru serta orang tua. b. Mengidentifikasi hukuman yang diberikan guru kepada murid. c. Mengidentifikasi kegiatan yang dapat menyalurkan perilaku agresif murid. d. Mengidentifikasi peran BK atau guru dalam memberikan bimbingan konseling. e. Mengidentifikasi kiat disiplin yang diterapkan sekolah. D. Manfaat Penelitian. 1. Sekolah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi tentang pencegahan perilaku bullyng pada anak terhadap pihak sekolah. Pihak sekolah dapat menerapkan pencegahan kekerasan yang ada disekolah dengan baik dan benar serta memberi masukan kepada pihak sokalah untuk menciptakan lingkungan sekolah yang terbebas dari perilaku kekerasan.
2. Pengambilan Kebijakan. Sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi bagi petugas pendidik dalam memberikan pendidikan kepada siswa. 3. Profesi Keperawatan. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi profesi keperawatan dalam pencegahan perilaku kekerasan pada anak sekolah dasar, serta menambah dan memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang keperawatan anak mengenai masalah psikologi pada anak sekolah dasar. E. Keaslian Penelitian. Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Nama Peneliti Tahun Judul Hasil 1. Hertinjung 2013 Bentuk-Bentuk Berdasarkan hasil analisis data Perilaku Bullying di penelitian diketahui bahwa Sekolah Dasar terdapat persamaan antara bentuk bullying yang paling sering dilakukan oleh pelaku maupun yang dialami oleh korban, yaitu bullying verbal. 2. Hidayati 2012 Bullying pada Anak : Dilihat dari prevalensi yang Analisis dan Alternatif tinggi, bullying merupakan Solusi permasalahan yang mendesak untuk dicarikan berbagai alternatif solusi untuk diterapkan oleh pihak orang tua dan pihak sekolah. 3. Siswati dan 2009 Fenomena bullying di Hasil penelitian pada siswa Widayanti Sekolah Dasar Negeri siswi Sekolah Dasar Negeri di Semarang menunjukkan bahwa ada perbedaan perilaku bullying yang terjadi pada siswa laki-laki dan siswa perempuan.
4 Maliki,C.G., 2009 Bullying Problems Penelitian ini dirancang untuk Asagwara, & among School Children menekankan beberapa dimensi Juliee. Ibu interaksi rekan yang berkaitan dengan bullying. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain kualitatif yang difokuskan pada upaya pencegahan bullying di sekolah. Penelitian dilakukan pada lingkup SD N Pedurungan Kidul 02 Semarang.