BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang semakin meningkat pada setiap tahunnya.berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 % pertahunnya. Meningkatnya populasi penduduk bukan saja memberikan dampak pada sulitnya mencari pekerjaan, tetapi juga memberikan dampak lain yang lebih luas. Masalah lain yang muncul akibat meningkatnya jumlah penduduk adalah meningkatnya jumlah akumulasi sampah yang dihasilkan. Pertambahan penduduk yang disertai dengan tingginya arus urbanisasi ke perkotaan telah menyebabkan semakin tingginya volume sampah yang harus dikelola setiap hari, dimana menurut dinas PUP ESDM DIY tahun 2015 setiap orang di daerah Yogyakarta menghasilkan 0,2-0,8 kg/hari sampah. Kondisi tersebut bertambah sulit karena keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Selain itu, pengelolaan TPA yang ada saat ini, yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ramah lingkungan, juga menjadi masalah tersendiri (Sukyati, 2009). Sampah merupakan masalah serius yang dihadapi dunia saat ini terutama bagi negara berkembang. Seiring dengan meningkatnya populasi manusia, timbunan sampah setiap harinya menunjukkan angka yang semakin meningkat.di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan yang menampung sampah dari Daerah Istimewa Yogyakarta, menurut data dari dinas PUP ESDM DIY di tahun 1
2011 jumlah sampah yang dibuang ke TPA Piyungan sebesar 111.567 ton/tahun dan mengalami kenaikan tiap tahunnya sebesar 4 sampai 7 %, padahal luas TPA Piyungan hanya 12,5 hektar. Hal ini menjadi masalah ketika lahan yang tersedia tidak bertambah seiring kenaikan jumlah sampah yang dibuang ke TPA Piyungan. Di negara berkembang seperti Indonesia, 60 sampai 70 % dari sampah kota terdiri dari bahan organik dengan kandungan air yang tinggi (Budhijanto, 2014). Sampah yang diproses di TPA baik secara open dumping, controlled landfill, maupun sanitary landfill akan menghasilkan limbah cair yang disebut lindi. Lindi adalah cairan yang timbul sebagai limbah akibat masuknya air eksternal seperti air hujan ke dalam urugan atau timbunan sampah dan aktivitas dekomposisi organik yang menghasilkan air, melarutkan dan membilas materi terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis. Tak jarang lindi juga mengandung ion-ion mineral, logam berat, dan detergen. Beberapa jenis ion mineral yang terkandung dalam lindi adalah natrium, kalium, kalsium, magnesium, dan amonium. Lindi dapat merugikan hidup manusia terutama di sektor kesehatan karena lindi dapat mencemari air permukaan dan air tanah (Raghab, 2013). Sangat mungkin bahwa lindi yang dihasilkan dari degradasi sampah akan bergerak melalui pori-pori tanah yang selanjutnya akan bercampur dengan air tanah (groundwater). Dengan adanya aliran groundwater dan surface water (sungai) yang terkontaminasi, meskipun dengan aliran yang sangat lambat, maka pencemaran lingkungan sekitar TPA akan terjadi (Kasam, 2011). 2
Untuk mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh air lindi maka di TPA piyungan dibangun unit pengolahan air lindi yang berupa kolam-kolam pengolahan, diantaranya kolam koagulasi, dua unit kolam pengendapan, tiga unit kolam aerasi menggunakan aerator, dan dua unit kolam maturasi. Tetapi saat ini, kolam-kolam tersebut tidak mampu mengolah lindi dengan baik akibat debit air lindi yang semakin meningkat dan terjadi pendangkalan di setiap kolamnya. Hal ini yang menjadi penyebab air lindi tidak terolah secara sempurna dan menjadi penyebab pencemaran di sekitar TPA Piyungan. Sukyati (2005) menunjukkan bahwa menurut hasil uji laboratorium, terdapat kandungan zat kimia yang melebihi standar baku mutu air pada lokasi yang berjarak kurang dari 75 m dari TPA Piyungan. Penyebaran air lindi mengikuti arah aliran sesuai kontur air dan mengikuti arah sungai alami menuju Sungai Opak. Pencemaran air tanah termasuk kategori pencemaran berat karena kandungan unsur-unsur kimia terutama unsur klorida, ammonium, sulfide dan nitrat telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh Gubernur DIY dalam surat keputusan momor 214/KPTS/1991 (Sukyati, 2005). Pencemaran yang disebabkan air lindi ini sedikit banyak berpengaruh pada tingkat kesehatan masyarakat, karena air sumur penduduk di sekitar TPA merupakan sumber air utama bagi masyarakat dan para pemulung. Adanya perubahan kualitas air karena pengaruh air lindi dari TPA jelas akan mempengaruhi kesehatan pengguna air sumur. Penurunan kualitas lingkungan akibat pencemaran air lindi ini harus sedapat mungkin dikendalikan. Selama ini, air lindi di TPA Piyungan diolah 3
melalui proses aerobik konvensional dengan menggunakan kolam-kolam aerasi. Pengolahan ini masih memiliki kelemahan, diantaranya kebutuhan volume kolam yang semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah air lindi yang dihasilkan sedangkan lahan yang tersedia di TPA Piyungan semakin menyempit. Kendala lainnya adalah kebutuhan listrik yang relatif tinggi, sehingga biaya operasi menjadi tinggi, dan produksi lumpur berlebih yang membutuhkan pengolahan dan pembuangan yang dapat meningkatkan biaya operasional TPA tersebut. Untuk mengatasi permasalahan air lindi ini dibutuhkan teknologi yang dapat mengolah air lindi menjadi energi, sehingga nantinya energi tersebut dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan energi TPA tersebut. Selain itu, teknologi tersebut haruslah tidak membutuhkan banyak tempat karena keterbatasan lahan di TPA Piyungan. Salah satu alternatif metode pengolahan adalah menggunakan metode anaerobik, yang dapat mengolah lindi menjadi biogas. Air lindi mempunyai potensi untuk diolah secara anaerobik menghasilkan energi berupa biogas. Peruraian anaerobik (anaerobic digestion) merupakan metode untuk proses pengolahan limbah cair secara biologis. Metode ini memiliki keunggulan dari segi konsumsi energi dan generasi energi lewat pembentukan gas metana yang dapat dimanfaatkan untuk TPA itu sendiri. Namun metode anaerobik konvensional kurang ekonomis dikarenakan pertumbuhan bakteri lambat, sehingga memerlukan waktu tinggal yang lama yang akan berdampak pada kebutuhan volume reaktor yang besar. Apabila dijalankan pada fase kontinu alirannya memungkinkan terjadinya wash out, wash out adalah proses keluarnya bakteri bersama aliran keluar reaktor. Solusi untuk mencegah 4
terjadinya washout adalah dengan menggunakan media imobilisasi, media imobilisasi juga dapat meningkatkan konsentrasi bakteri dalam reaktor sehingga meningkatkan kecepatan peruraian bahan organik. Hal ini dapat mempersingkat waktu tinggal dan secara langsung memperkecil volume reaktor yang dibutuhkan. Salah satu solusi dari kendala peruraian anaerobik untuk limbah dengan kapasitas besar dan kandungan senyawa organik tinggi adalah dengan menggunakan high rate anaerobic system. Sistem ini dipakai untuk jenis limbah yang memiliki laju alir yang tinggi. Peruraian anaerobik pada penelitian ini dilakukan pada salah satu jenis high rate anaerobic system yaitu Anaerobic Fluidizied Bed Reactor (AFBR). Keuntungan dari fluidized bed proses adalah adanya akumulasi dari sejumlah besar biomassa pada media imobilisasi hingga mencapai 30.000 mg/l, tingginya nilai beban organik yang dapat diproses, mencapai 40-60 kg/ m 3 /hari, besarnya luas permukaan spesifik mencapai 2000-3000 m 2 /m 3, dan waktu tinggal yang singkat pada kisaran 1,5-3 jam serta tidak memerlukan tempat yang luas karena berupa kolom-kolom vertikal sehingga dapat menghemat tempat pengolahan (Fernández dkk., 2008). Untuk mempercepat proses pertumbuhan bakteri dilakukan imobilisasi bakteri dengan menggunakan media imobilisasi bakteri yaitu zeolit alam. Zeolit alam dapat digunakan sebagai media imobilisasi karena memiliki kapasitas imobilisasi bakteri yang tinggi dilihat dari diameter pori minimum sekitar 3-10Ǻ, luas permukaan rata rata 24,9 m 2 /g, densitas rendah, kemampuan pertukaran ion (CEC) dan kemampuan menurunkan ammonia dan ion ammonium yang dapat menjadi inhibitor dalam proses anaerobik (Borja dkk.,1994) 5
Berdasarkan permasalahan yang ada di TPA Piyungan, maka dilakukanlah penelitian untuk menjawab permasalahan tersebut dengan menggunakan proses anaerobik secara kontinu menggunakan AFBR, yang berupa kolom-kolom vertikal sehingga dapat menghemat tempat. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kinerja AFBR yang menggunakan media imobilisasi berupa serbuk zeolit alam dengan memvariasikan HRT dan konsentrasi influen feeding. Selain itu juga untuk mengevaluasi penggunaan zeolit alam sebagai media imobilisasi dan ketahanan mikroba terhadap inhibitor yang ada pada lindi yaitu amonia. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk desain reaktor atau scale up ke skala pabrik. Dengan demikian masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan air lindi dapat dikendalikan dan ketersediaan energi terbarukan bisa diwujudkan dengan produksi biogas dari lindi. 1.2. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian dengan topik media imobilisasi bakteri pada pengolahan lindi dengan menggunakan reaktor fluidized bed anaerobik sudah dipublikasikan sebelumnya dan menjadi acuan bagi penelitian ini. Gulsen dkk (2004) melakukan evaluasi tentang pengolahan lindi dengan menggunakan Anaerobic Fluidized Bed Reactor (AFBR). Media imobilisasi yang dipakai adalah filter pasir dengan substrat berupa lindi sampah. Penelitian tersebut menitik beratkan pada OLR (Organic Loading Rate) yaitu nilai beban organik yang diumpankan ke reaktor per hari dalam satuan gcod/l/hari, dan variasi waktu retensi hidrolik (HRT). Dari penelitian ini didapatkan bahwa efisiensi removal 6
amonia tampaknya sangat rendah. Namun proses inhibisi oleh amonia tidak terjadi selama penelitian. Removal COD meningkat dari 80% menjadi 90%. Hasil produksi biogas (yield gas) diperoleh; 0,50-0,52 liter biogas/ g COD dengan konsentrasi metana (CH 4 ) 75%. Studi mengenai kinerja pada AFBR juga dilakukan oleh Moharram dkk (2014) mengenai evaluasi kinerja AFBR dengan lumpur aktif sebagai media penyangga menggunakan substrat limbah domestik. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi kinerja AFBR untuk mengatasi masalah air limbah domestik yang semakin meningkat. Penelitian ini mengevaluasi waktu tinggal 6, 4 dan 2,5 jam. HRT terbaik pada HRT 6 jam, dengan yield metana terbaik dan removal COD total adalah 0,285 L /gcod dengan OLR 7,76 kg COD/ m 3 / hari, reaktor dijalankan pada suhu 19 0 C. Pada HRT 4 jam dan 2,5 jam dengan suhu rendah, removal COD sebesar 55,28% dan 50,33%, dengan produksi metan sebesar 0,1623 dan 0,0988 L CH 4 / g COD dan OLR rata-rata 5,34 dan 10 kg COD/ m 3 / hari. Efisiensi Total penyerapan nitrogen oleh media penyangga berupa lumpur aktif berkisar antara 2,23 dan 10,83%. Sedangkan penurunan kadar nitrit berkisar 23,08-77%. Hasil ini menunjukkan bahwa air limbah domestik dapat diatasi dengan AFBR dengan HRT sangat rendah mencapai 2,5 jam. Pengembangan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan dalam tesis ini adalah penggunaan media zeolit sebagai media imobilisasi untuk mempercepat terbentuknya granul dan biofilm pada reaktor. Media zeolit dipilih karena mineral ini banyak terdapat di Indonesia dan termasuk mineral yang murah. Pada penelitian ini juga dilakukan co-digestion antara lindi dan effluent 7
digester aktif untuk mempercepat pembentukan biofilm aktif. Penelitian ini juga nantinya akan mengevaluasi variasi komposisi feeding dan HRT optimum pada AFBR. Perbedaan lain dalam penelitian ini adalah pada metode analisis data. Pada penelitian terdahulu metode analisis data dilakukan secara grafis. Mengingat tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi yang mudah digunakan untuk keperluan perancangan reaktor, maka analisis data dilakukan dengan pendekatan model matematis. Selain itu, permodelan ini nantinya sebagai pembanding apakah kinerja reaktor sudah baik atau masih buruk. Sehingga dengan adanya model matematis dapat mempermudah kita dalam mengambil parameter-parameter optimal proses yang nantinya dipakai dalam menjalankan AFBR. I.3. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pelaku industri dan dunia pendidikan dalam hal: 1. Memberikan metode kuantitatif yang sistematis untuk merancang dan mengoptimalkan kinerja reaktor, sebagai acuan dalam mendesain reaktor anaerobik khususnya untuk AFBR. 2. Memberikan gambaran proses dan masalah-masalah yang perlu diantisipasi untuk scale-up AFBR dalam skala pabrik. 8
1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aspek-aspek penting yang mempengaruhi produksi biogas pada anaerobic fluidized bed reactor (AFBR), yaitu: 1. Mengevaluasi efek media imobilisasi dalam hal ini zeolit terhadap kinerja AFBR. 2. Melakukan verifikasi model, yang konstanta-konstantanya ditentukan dengan data batch untuk aplikasi pada reaktor kontinu, dengan membandingkan antara simulasi menggunakan model matematis dan data eksperimen pada masa start-up AFBR 3. Mengevaluasi pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) terhadap kinerja peruraian anaerobik dalam AFBR, ditinjau dari penurunan scod, VFA dan produksi biogas dengan kuantifikasi nilai perubahan kecepatan konsumsi substrat pada AFBR kontinu. 9