PERAN PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA TERHADAP PEMBENTUKAN PERILAKU UMAT

dokumen-dokumen yang mirip
Awal Penyebaran Pembentukan Lembaga (28 Oktober 1964) Awal Kepemimpinan (1965)

PENJELASAN DARI ODAIMOKU NAMU MYOHO RENGE KYO

SANDAI HIHO HONJO-JI (Surat Perihal Tiga Hukum Rahasia Agung)

BAB I PENDAHULUAN. yang memeluk suatu ajaran atau agama tersebut. Manusia terikat dengan

Agama dan Tujuan Hidup Umat Buddha Pengertian Agama

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada satu objek tertentu agar pikiran dapat lebih fokus. Dalam bahasa Pāli

SUTRA 42 BAGIAN. B. Nyanabhadra

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD)

Kasih dan Terima Kasih Kasih dan Terima Kasih

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Sarana dan Prasarana DDII, Bekasi, 27 Juni 2011 Senin, 27 Juni 2011

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Nasional, Jakarta, 27 Desember 2012 Kamis, 27 Desember 2012

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PERESMIAN VIHARA MAHANAMA DUSUN SEMANDING DESA CANDIGARON

BAB I PENDAHULUAN. tengah menunjuk pada cara pandang dan bersikap. Dalam kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

SITI MEGAWATI NIM:

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk menjaga keharmonisan umat beragama. Berdasarkan

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tinjauan sosiologis mengenai lingkungan berarti sorotan yang

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan

Bimbingan Ruhani. Penanya:

PERGESERAN POLA PIKIR REMAJA TENTANG KONSEP PANDANGAN HIDUP DAN UPAYA MENJADIKAN PANCASILA SEBAGAI SEMANGAT HIDUP REMAJA.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

Meditasi. Oleh : Taridi ( ) KTP. Standar Kompetensi Mengembangkan meditasi untuk belajar mengendalikan diri

D. ucapan benar E. usaha benar

LEMBAR SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GASAL SMA EHIPASSIKO SCHOOL BSD T. P. 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN. Kode etik adalah norma-norma yang mengatur tingkah laku seseorang

STRATEGI COPING PADA MAHASISWA KORBAN BROKEN HOME (STUDI KASUS ATAS EMPAT MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM ANGKATAN 2011)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

MASALAH SISWA YANG MEROKOK DI SMP NEGERI 3 KERTAK HANYAR TAHUN PELAJARAN 2015/2016

SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI PADA ANNUAL CONFERENCE ON ISLAMIC STUDIES VIII TANGGAL 3 NOVEMBER 2008 DI PALEMBANG

28. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SD

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

DALAM AGAMA BUDDHA AGAMA DIKENAL DENGAN:

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN KARAKTER RELIGIUS PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Waisak Nasional Tahun 2013, Jakarta, 26 Mei 2013 Minggu, 26 Mei 2013

Sambutan Presiden RI Pd Silaturahmi dg Peserta Musabaqah Hifzil Quran, tgl 14 Feb 2014, di Jkt Jumat, 14 Pebruari 2014

22. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Sang Buddha. Vegetarian&

MATERI LATIHAN DASAR KEPEMIMPINAN OSIS ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH ( OSIS )

Sambutan Presiden RI pada Musabaqah Tilawatil Qur'an, 5 Juni 2010 Sabtu, 05 Juni 2010

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN. a. Keharusan saling mengenal, b. Keberagamaan keyakinan, c. Keberagamaan etnis.

Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi positif antara anak didik dengan nilai-nilai yang akan

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

I. PENDAHULUAN. karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.

Dhamma Inside. Kematian Yang Indah. Orang-orang. Akhir dari Keragu-raguan. Vol September 2015

WALI KOTA BLITAR SAMBUTAN WALI KOTA BLITAR PADA ACARA PELEPASAN CALON JAMA AH HAJI KOTA BLITAR TAHUN 2012 JUM,AT, 21 SEPTEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang unik dan sangat menarik di mata manusia

Bab I Pendahuluan. Dorongan beragama bagi manusia merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

TIGA HUKUM RAHASIA AGUNG (SAN DAI HI HO)

Amatilah citta kita. Jika kita benar-benar percaya

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

BAB I PENDAHULUAN. agar manusia senantiasa melaksanakan perintah-nya dan menjauhi larangan-

إحياء العربية : السنة الثالثة العدد 1 يناير -

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW, Jakarta, 30 Juni 2011 Kamis, 30 Juni 2011

PEMBUKAAN MUSABAQAH TILAWATIL QURAN TINGKAT NASIONAL XXII, 17 JUNI 2008, DI SERANG, PROPINSI BANTEN Selasa, 17 Juni 2008

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

TOLERANSI BERAGAMA MENURUT PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID

Diajukan oleh LESTARI NIM :

BAB I PENDAHULUAN. maupun diluar sekolah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia

SKRIPSI SITI CHOLIFAH NIM: /TP

PENGARUH PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP AKHLAK SISWA KELAS VII SMP 2 KISMANTORO TAHUN 2012/2013

Ni Luh Ayu Eka Damayanti * ABSTRAK

SAMBUTAN KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN PADA PERINGATAN HARI LAHIR PANCASILA SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA. Jakarta, 1 Juni 2017

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

STUDI ANALISIS ARAH KIBLAT MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang handal. Kualitas. oleh sumber daya alamnya saja, melainkan SDM-nya juga.

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua.

Perayaan Dwiabad Agama Baha i: Pentingnya Persatuan Manusia. Musdah Mulia

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab demi bab yang telah peneliti kemukakan diatas, maka peneliti bisa mengambil beberapa

Soal Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila. 2) Bacalah dengan seksama setiap butir pertanyaan

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

IPTEK DAN SENI DALAM ISLAM

DAMPAK PSIKOLOGIS PERNIKAHAN DINI DAN

FATHOR, NIM. B ,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

REFORMASI KESEHATAN PERLU DILAKSANAKAN

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Qur'an 1433 H, Jakarta, 7 Agustus 2012 Selasa, 07 Agustus 2012

BAB I PENDAHULUAN. yang cenderung kepada kelezatan jasmaniah). Dengan demikian, ketika manusia

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

ANALISIS KRITIS KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT DALAM BUKU PENDIDIKAN ISLAM DALAM KELUARGA DAN SEKOLAH SKRIPSI

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak

Transkripsi:

i PERAN PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA TERHADAP PEMBENTUKAN PERILAKU UMAT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag) Oleh: Nur Fariza NIM: 1110032100014 PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2017 M

PERAN PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA TERHADAP PEMBENTUKAN PERILAKU UMAT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag) Oleh: Nur Fariza NIM: 1110032100014 PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2017 M i

v ABSTRAK Nur Fariza Peran Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia Terhadap Pembentukan Perilaku Umat Perilaku merupakan eksistensi dasar dalam setiap agama terutama yang berhubungan dengan interaksi sosial. Dalam penelitian yang lainnya terdapat bentuk-bentuk perilaku sosial dalam agama Buddha. Ada perbedaan cara pandang bagi agama Buddha Niciren Syosyu tentang perilaku yang terdapat dalam Saddharmapundarika-sutra yaitu perilaku yang baik dari Boddhisattva yang menjadi prinsip utama dalam praktek agama Buddha Niciren Syosyu. Boddhisattva yaitu seseorang yang memiliki sifat maitri karuna (welas asih), prajna (kebijaksanaan), dan mengetahui karma (sebab akibat) dalam kehidupan. Dan semua itu terwujud dengan memunculkan kesadaran Buddha, dan memasrahkan jiwa raganya kepada Gohonzon dengan mengucapkan Nammyohorengekyo, karena dalam Buddha Niciren Syosyu semua manusia dapat mencapai kesadaran Buddha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menelaah dan mengungkapkan peran lembaga Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia dalam memberikan kontribusi dan kegiatannya untuk pembentukan perilaku umat, yang tidak hanya menyangkut aspek keimanan (sradha), dan ritual (ibadah) yang diatur secara khusus, melainkan menyangkut aspek sosial-ekonomi seperti memberikan dana paramita (sedekah) dengan bakti sosial, dan aspek kemanusiaan seperti membantu dan membahagiakan orang lain sehingga tercipta kerukunan antar umat beragama. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian lapangan yang dilakukan dengan metode observasi/pengamatan termasuk wawancara dan dengan pendekatan psikologis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tujuan penelitian dapat dikatakan tercapai. Dengan percaya, belajar, dan melaksanakan apa yang terdapat dalam Saddharmapundarika-sutra. Melalui kegiatan seperti pelatihan keagamaan, pelatihan kesenian, dan meditasi (melatih kesadaran jiwa), sehingga membentuk perilaku yang sadar akan kebaikan dalam kehidupan dan dengan membuat sebab-sebab hari ini (sekarang) maka akan mendapat akibat yang baik pula dalam kehidupan sekarang dan akan datang. Perilaku. Kata Kunci: Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia dan

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puja dan puji selalu dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta ala yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-nya, penulisan tugas akhir strata satu ini dapat terselesaikan. Salawat dan salam tidak lupa diucapkan kepada kekasih Allah Swt, Baginda Rasulullah Nabi Muhammad Saw beserta para keluarga, sahabat-sahabatnya, dan para pengikutnya. Disadari bahwa dalam proses waktu tidak sedikit bimbingan, pengarahan, dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya berpengaruh positif pada tulisan ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu, yaitu: 1. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Pembantu Dekan I dan II. 2. Bapak Dr. Media Zainul Bahri, MA. selaku Kepala Jurusan Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Dra. Hj. Halimah SM, MA. Selaku Sekretaris Jurusan Studi Agama-agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Syaiful Azmi, MA. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dengan sabar dan bijak terus membimbing, menasihati, dan mengarahkan penulis untuk menghasilkan karya yang lebih baik. 5. Bapak Maha Pandita Utama Suhadi Sendjaja, Bapak Arya Prasetya, S.Pd.B., S.MB., Ibu Tristina, S.Ag., serta keluarga besar Parisadha v

Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia yang telah sudi memberikan data-data dan informasi dalam penyusunan skripsi ini. 6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas wawasan pengetahuan yang telah diberikan. 7. Kedua orang tua yang tidak kenal lelah mencurahkan serta memberikan segala perhatian, kasih sayang, dan bimbingan. 8. Teruntuk suamiku Abi Hafiz Kurnia, S.Sos.I yang telah mensuport dan memberikan cinta kasih. 9. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan, khususnya PA/A angkatan 2010. Siti Romlah Hasanah, Haikal Rahmatullah, Sapinah, dan Rita Hardianti yang selalu mendukung agar dapat wisuda bersama. 10. Dan seluruh pihak yang telah membantu penulis tanpa menyebutkan nama, sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan. Atas semua sumbangsih yang telah diberikan, semoga Allah Swt memberikan balasan yang berlipat ganda, dan semoga karya sederhana ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak. Jakarta, 20 Juli 2017 Penulis vi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERNYATAAN... i ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv ABSTRAK... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR ISTILAH... ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 4 D. Tinjauan Pustaka... 5 E. Metodologi Penelitian... 5 F. Sistematika Penulisan... 10 BAB II PROFIL PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA A. Mengenal Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia... 13 B. Asal-Usul Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia... 15 vii

viii C. Fase Pembentukan Organisasi Keagamaan Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia... 17 BAB III PANDANGAN PERILAKU HIDUP DALAM AGAMA BUDDHA A. Pengertian Perilaku... 22 B. Ajaran Tentang Perilaku Hidup Dalam Agama Buddha... 23 - Empat Hukum Kesunyataan... 23 1. Sila... 25 2. Delapan Ruas Jalan Utama... 26 3. Karma... 28 BAB IV PERAN PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA A. Peran Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia Terhadap Pembentukan Perilaku Umat... 43 B. Peran Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Terhadap Perilaku Dalam Dunia Modern... 34 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN... 05 B. SARAN... 05 DAFTAR PUSTAKA... 04 LAMPIRAN..... 00

DAFTAR ISTILAH 1. Buddhahood: kebuddhaan 2. Boddhisattva: manusia yang mendedikasikan dirinya demi kebahagiaan makhluk selain dirinya di alam semesta. Dapat juga diartikan "calon Buddha". 3. Boddhicitta: Boddhisattva yang memiliki tekad penuh kasih guna membantu seluruh mahluk untuk menuju pencerahan (potensi untuk menjadi Boddhisattva). 4. Bonno Sokku Bodai: hawa nafsu menjadi kesadaran 5. Cetya: ruang sembayang untuk umum tidak memiliki ruang dhammasala, uposatha, maupun kuti. 6. Daimoku: menyebut/membaca Nammyohorengekyo sebagai praktek sehari-hari. 7. Dharma: kebenaran atau kebaikan 8. Dukkha: penderitan 9. Ekspektasi: keinginan atau harapan yang kuat 10. Gaku: belajar 11. Gosyo: Tulisan tulisan dari Niciren Daisyonin ketika hidup yang berisi ajaran-ajaran beliau kepada umat 12. Gongyo: cuplikan dari sebagian bab Saddharmapundarika-sutra, yaitu bab ke-2 dan ke-16, sebagai bagian dari praktek harian pagi dan sore 13. Gyo: melaksanakan 14. Gohonzon: fokus dari meditasi/mandala ix

15. Icinen Sanzen: tiga ribu gejolak perasaan jiwa 16. Icien Bodai Soyo: Gohonzon adalah untuk seluruh umat manusia atau universal 17. Jigyo Keta: Pertapaan untuk diri dan orang lain 18. Kensyu: pelatihan 19. Maîtri Karuna: mencabut penderitaan dan memberi kebahagiaan 20. Nammyohorengekyo: Memasrahkan jiwa raga kepada hukum alam semesta raya. 21. Paramitha: enam sifat luhur atau kesempurnaan (Sad Paramita) sebagai jalan untuk mencapai tingkat Boddhisattva 22. Prajna: kebijaksanaan 23. Pretense: berpura-pura menganggap dirinya ahli 24. Provit: keuntungan 25. Saddharmapundarika-sutra: inti dari ajaran-ajaran Buddha Gautama, yang disimpulkan oleh Niciren Daisyonin 26. Samadhi: meditasi 27. Sangha: sebagai person yang memiliki jiwa kebuddhaan 28. Sunyata: kekosongan atau tidak terikat ruang dan waktu 29. Syin: percaya 30. Syinjin: hati kepercayaan 31. Tri Ratna: tiga pusaka 32. Upaya Kausalya: bab II dari Saddharmapundarika-sutra yang berisi upaya berbagai macam cara untuk dapat berbuat baik dan menolong makhluk yang masih menderita x

33. Vihara: ruang sembayang untuk umum memiliki Dhammasala, Uposatha, Kuti (tempat tinggal para bhikhu/bhikhuni), Perpustakaan tetapi tidak memiliki taman. xi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam memelihara kehidupan masyarakat, kontribusi nilai-nilai agama sangat diperlukan terutama dalam upaya membangun etika yang diperlukan masyarakat. Sebagaimana konsep Global Responsibility yang diungkapkan oleh Hans Kung bahwa ada beberapa pola dalam membentuk tanggung jawab dunia. Pertama, tidak akan bertahan tanpa adanya etika dunia (No Survival Without a World Ethic); kedua, tidak ada perdamaian dunia tanpa perdamaian keberagamaan (No World Peace Without Religion Peace); ketiga, tidak ada dialog keberagamaan tanpa mempelajari dasar-dasar agama (No Religion Dialogue Without Investigating The Foundation of The Religion) 1 Kehadiran peran agama dalam konteks Indonesia sangat diperlukan karena Indonesia sebagai salah satu Negara dan Bangsa yang dihuni oleh masyarakat yang memiliki nilai-nilai keyakinan terhadap sesuatu yang dianggap sakral. Indonesia sebagai salah satu Negara dari belahan dunia yang berada di bagian timur bumi, ternyata memiliki keanekaragaman kekayaan, baik sumber daya alam maupun sumber daya masyarakat. 2 Selain itu Indonesia dikenal sebagai kesatuan bangsa, faktanya terdapat berbagai suku bangsa atau etnik relatif banyak yang berada di Indonesia. 1 Nurcholish Madjid, Passing Over Melintasi Batas Agama (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1998), h. 185. 2 Hendro Puspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1983), h. 10-11. 1

2 Sebagaimana para ahli Antropologi dan Sosiologi mencatat sekitar 300 suku bangsa memiliki bahasa, tradisi, dan agama (kepercayaan) yang berbeda-beda. 3 Menyadari hal tersebut, kajian dan kontribusi atau nilai pragmatis Ilmu Perbandingan Agama dan Dialog Keberagamaan dalam konteks Indonesia dianggap penting sebagai kerangka pemikiran dan kerja dalam memelihara integrasi bangsa. Salah satu konsep terpenting dalam Ajaran Agama Buddha adalah konsep Tri Ratna yakni: Buddha, Dharma dan Sangha. Ketiganya disebut Ratna atau Pusaka karena menduduki tempat amat terhormat dan dihargai. Sangha adalah sekelompok manusia yang mewariskan semangat Sang Buddha, menjaga Dharma dan menyebarkannya ke seluruh dunia dan untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu, untuk penyebarluasan, melaksanakan dan mengajarkan Dharma dibutuhkan sumbangsih Sangha. Dengan demikian, Sangha juga dikatakan sebagai pusaka ketiga yang tak ternilai harganya. 4 Pusaka Sangha dalam Niciren Syosyu adalah para bhikku tertinggi yang dimulai dari bhikku tertinggi kedua, Nikko Syonin turun temurun sampai sekarang yaitu bhikku tertinggi ke-68, bernama Yang Arya Nichinyo Syonin Geika. Tugas bhikku tertinggi yang paling utama adalah menjaga dan melestarikan kemurnian ajaran agama Buddha Niciren Syosyu. 5 Sangha merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perkembangan ajaran Buddha. Dimana sangha adalah bagian dari kesatuan Tri Ratna dari tiga 3 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi (Jakarta: Universitas Indonesia, 1964), cet. ke 2, h.55. 4 Majelis Agama Buddha Niciren Syosyu Indonesia, Sejarah dan Perkembangan Agama Buddha Niciren Syosyu di Indonesia (T.tp.: T.pn., t.t.), h. 35. 5 Shoryo Tarabini, Perbedaan dan Persamaan Antara Niciren Syu, Niciren Syosyu dan Soka Gakkai (T.tp.: Penerbit Perhimpunan Buddhis Niciren Syu Hokekyo Indonesia, t.t.), h. 14.

3 mustika, Jika engkau berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha perasaan takut, khawatir, cemas, tidak akan muncul. Buddha sebagai kesadaran yang tertinggi, Dhamma merupakan kebenaran dan Sangha sebagai person yang memiliki jiwa Kebuddhaan. Sangha terbentuk pada waktu kehidupan Sang Buddha dan beliau sendiri menjadi ketua sangha pada waktu itu. 6 Sangha pada kehidupan Sang Buddha sebagai perantara penyebaran ajaran kebenaran tentang Dhamma. Pengikut Buddha yang semakin banyak bukan lain adalah pengaruh keyakinan yang muncul melalui ajaran siswa-siswa Buddha yang menyebar ke berbagai daerah untuk mengajarkan Dhamma. 7 Adapun penulis memilih peran Lembaga Sangha sebagai objek dalam penulisan ini, karena penulis tertarik mempelajari dan mencari tahu sejauhmana pengaruh Parisadha Budha Dharma Niciren Syosyu dalam sekte agama Buddha dengan bentuk kontribusi pemikiran, arahan serta bimbingannya dalam upaya pembentukan perilaku umat Buddha terhadap kehidupan. Adapun alasan penulis mengangkat permasalahan dan judul ini karena beberapa diantaranya: Pertama, lembaga agama memiliki peran yang sangat penting terhadap pelestarian dan penjabaran Buddha Niciren Daisyonin. Kebajikan moralitas yang menjadikan acuan dalam berpikir, bertindak, berucap yang positif sebagai seorang Boddhisattva yang memberikan rasa damai dan bahagia. Sehingga menimbulkan keyakinan yang mendalam pada diri orang yang mengenal Buddha. Kedua, Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia, adalah sebagai wadah pembimbing umat Buddha Niciren Syosyu untuk mewujudkan 6 Majelis Agama Buddha Niciren Syosyu Indonesia, Sejarah dan Perkembangan, h. 55. 7 Tarabini, Perbedaan dan Persamaan Antara Niciren Syu, h. 18.

4 tugasnya sebagai Boddhisattva yang muncul dari bumi untuk menjalankan penyebarluasan Dharma Nam-Myoho-Renge-Kyo, agar setiap manusia dapat mencapai kebahagiaan mutlak sehingga terwujud suatu masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang bersatu adil, makmur, dan beradab. Atas dasar alasan-alasan tersebut, maka penulis memberi judul Skripsi ini dengan judul Pengaruh Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Terhadap Pembentukan Perilaku Umat Buddha Dalam Kehidupan. (Studi Kasus di Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia Jalan Minangkabau Kelurahan Manggarai Jakarta Selatan) B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dalam penelitian ini penulis akan membatasi hanya pada masalah peran lembaga Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu dalam pembentukan perilaku dan penyebarluasan aliran ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peran lembaga Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu dalam memberikan kontribusi kegiatannya terhadap pembentukan perilaku umat? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian: a. Untuk mengetahui bagaimana peranan lembaga ini dalam memberikan kontribusi kegiatannya terhadap pembentukan perilaku umat. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademik, yaitu untuk memberikan kontribusi secara teoritis dalam proses pengembangan ilmu.

5 b. Manfaat Praktis, yaitu sebagai bahan pengetahuan bagi pembaca pada umumnya, dan khususnya bagi umat Buddha Niciren Syosyu untuk mengetahui peran lembaga ini terhadap pembentukan perilaku umat. c. Penulisan ini diharapkan dapat dijadikan pengembangan keilmuan tentang peranan Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu bagi umat Buddha. D. Tinjauan Pustaka Kepustakaan (literatur) yang berkaitan dengan topik pembahasan, atau bahkan yang memberikan inspirasi dan mendasari dilakukannya penelitian ini diantaranya yaitu Konsep Ajaran Buddha Dharma tentang Etika oleh Toharuddin Program Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang, yang relevan dengan judul penulis tetapi ada perbedaan dengan apa yang diteliti yaitu bentuk-bentuk etika sosial dalam agama Buddha meliputi etika dalam hubungan dengan Tuhan, keluarga, dan dengan manusia. Semua itu harus mempunyai nilai dalam berinteraksi yaitu menanamkan perilaku dan perbuatan baik terhadap orang lain. Lalu penelitian oleh Nanang Khariri dengan judul Pengaruh Pengajaran Dharma Terhadap Sikap Keberagamaan Umat Buddha di Lahat Sumatera Selatan, Jurusan Perbandingan Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Perbedaannya yaitu ia meneliti pengajaran Dharma dan pengaruhnya terhadap sikap keberagamaan umat Buddha. E. Metodologi Penelitian 1. Model Penelitian

6 Model penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah model penelitian kualitatif. Karena penelitian kualitatif sendiri memiliki pengertian penelitian yang berupaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. 8 Model penelitian ini digunakan karena beberapa pertimbangan yaitu bersifat terbuka, serta memberi kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik, dan unik di lapangan. 9 Pendekatan ilmiah dalam penelitian agama yang penulis gunakan adalah dengan pendekatan psikologis. Pendekatan Psikologis ini bermaksud mencari hubungan atau pengaruh agama terhadap kejiwaan pemeluk agama atau sebaliknya pengaruh kejiwaan pemeluk terhadap keyakinan keagamaannya. Para psikolog religius meyakini ada dimensi yang sakral, spiritual, divine, transenden, supernatural yang tidak empiris yang dapat mempengaruhi kejiwaan manusia. Namun, para psikolog non-religius biasanya akan berusaha menjelaskan fenomena keagamaan seseorang tanpa perlu merujuk kepada realitas-realitas yang supernatural itu, sementara psikolog religius ingin tetap membuka kemungkinan realitas itu menjadi satu faktor yang berpengaruh terhada kejiwaan seseorang. 10 Bagi James agama mempunyai peranan sentral dalam menentukan perilaku manusia dorongan beragama pada manusia. James tidak mau merujuk kepada 8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 6. 9 Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. ke 2, h. 39 10 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 57.

7 orang-orang awam (your ordinary religious belivier) yang memperoleh agama melalui tradisi, imitasi, dan kebiasaan. James ingin melihat agama seperti tampak pada perilaku religious genuises. Bagi James, hubungan manusia dengan realitas yang tak terlihat (agama atau Tuhan) memiliki efek pada kehidupan individual. Agama menggairahkan semangat hidup, meluaskan kepribadian, memperbarui daya hidup, dan memberikan makna dan kemuliaan baru pada halhal yang biasa dalam kehidupan. Orang yang beragama akan mencapai perasaan tenteram dan damai. Kebahagiaan agama, menurut James, ditandai dengan hilangnya upaya untuk melarikan diri (no escape): it cares no longer for escape. Dengan pengertian itu, maka seorang pemeluk agama sejatinya adalah ia yang berani menghadapi badai kehidupan dengan segala problemnya yang kompleks. 11 2. Objek Penelitian Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah Peran Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Dalam Pembentukan Perilaku Umat. 3. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian skripsi ini adalah anggota umat Buddha Niciren Syosyu yang berada di Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu, dan akan mengetahui berapa jumlah anggota di lapangan. Adapun subjek penelitian ini hanya memfokuskan diri pada tujuh orang informan dengan klasifikasi, empat orang perwakilan lembaga ini, dan tiga orang umat Buddha Niciren Syosyu. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Metode Lapangan (Field Research) 11 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama, h. 58-59.

8 1. Metode Observasi Artinya penulis secara langsung mengamati fenomena keagamaan yang ada di sekitar Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu. Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang dikumpulkan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala objek yang diteliti langsung di lapangan, karena metode observasi merupakan salah satu teknik penelitian yang sangat penting bagi seorang penulis yang meneliti secara langsung di lapangan. 12 Pengamatan dilakukan secara langsung karena merupakan alat ampuh untuk menguji suatu kebenaran. Dalam hal ini pengamatan diartikan sebagai proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indera. 13 Observasi lain yang digunakan adalah melalui penglihatan dan pendengaran secara langsung dengan menganalisa masalah-masalah yang terjadi. Termasuk juga mengobservasi data-data yang ada di lembaga tersebut yang diperkirakan berguna sebagai bukti pengujian dan memperoleh sumber yang stabil, kaya dan mendorong. 14 2. Interview (wawancara) Metode ini digunakan untuk memperoleh data dengan cara menggali informasi dari subjek penelitian. Wawancara ini dilakukan dengan mengacu pada pedoman wawancara dari penulis. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang 12 Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, h. 101. 13 Agus Sujanto, Psikologi Umum (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), cet. ke 2, h. 21. 14 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 189-190.

9 mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang disajiikan. 15 Bentuk wawancara terbuka ini berarti menggunakan kata-kata dan tata cara yang sama untuk tiap responden. Wawancara ini dilakukan untuk memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain. 3. Metode Kepustakaan Metode ini penulis lakukan dengan cara menggali dari buku-buku, artikelartikel dan catatan-catatan yang berkaitan dengan tema penelitian. Teknik pencatatan data menggunakan catatan lapangan yang berisi hasil wawancara selama observasi berlangsung dengan menggunakan bahasa objektif. Alat bantu dengar yang digunakan penulis dalam pencatatan data berupa alat tulis dan rekaman. Dalam teknik penentuan subjek penelitian ini penulis menentukan subjek penelitian berdasarkan tipologi masing-masing orang yang ada di Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Jakarta. Sedangkan sumber datanya, penulis dapatkan dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peserta wawancara dengan penulis. Selain wawancara, ada juga dokumentasi berupa pengumpulan data-data tertulis mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang penulis lakukan. b. Analisa Data 15 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 191.

10 Analisa data merupakan salah satu langkah penting untuk memperoleh temuan-temuan hasil penelitian, dalam penelitian ini analisa data yang digunakan adalah dengan metode deskriptif analisis. Maksudnya adalah analisis penelitian ini didasarkan pada penggambaran secara objektif terhadap tema penelitian dengan model penelitian kualitatif, datanya diperoleh melalui wawancara dan pengamatan (observasi). 16 Pada saat menganalisa data hasil observasi, penulis menginterpretasikan catatan lapangan yang ada kemudian menyimpulkannya. Setelah itu penulis menganalisa kategori-kategori yang nampak pada data tersebut. Analisa data melibatkan upaya mengidentifikasi ciri-ciri suatu objek dan kejadian. Kategori dan analisa data diperoleh berdasarkan fenomena yang nampak berpengaruh dalam pembentukan perilaku umat Buddha di Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia. F. Sistematika Penulisan Penelitian ini memiliki alur yang sistematis, terdiri dari Pendahuluan, Profil Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu, Landasan Teori, Hasil Penelitian, serta Penutup. Isi dari masing-masing bab dapat diuraikan sebagai berikut: 16 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 193.

11 Bab I. Pendahuluan terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan. Bab II. Profil Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Inodonesia yang berisi Mengenal Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu, Asal-Usul Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu, Fase Pembentukan Organisasi Keagamaan Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia. Bab III. Landasan Teori Tentang Pengertian Perilaku, Ajaran Tentang Perilaku Hidup Dalam Agama Buddha yaitu Empat Hukum Kesunyataan, Pengertian Sila, Pengertian Empat Hukum Kesunyataan, Pengertian Delapan Ruas Jalan Utama, dan Pengertian Karma. Bab IV. Hasil Penelitian Peran Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu yang berisi Peran Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia Terhadap Pembentukan Perilaku Umat, dimana didalamnya akan dibahas mengenai bagaimanakah peran Parisadha Buddha Niciren Syosyu Indonesia dalam memberikan kontribusi kegiatannya terhadap Pembentukan Perilaku Umat, Peran Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu terhadap Perilaku dalam Dunia Modern mengenai Peran Ajaran Buddha tentang Perilaku Hidup di dalam Dunia Modern saat ini. Bab V. Sebagai penutup akan diisi dengan Daftar Pustaka, Kesimpulan dan Saran, serta Lampiran yang berisi Surat Pengantar UIN, Surat Keterangan Penelitian, Hasil Wawancara, dan Foto-foto Kegiatan.

BAB II PROFIL PARISADHA BUDDHA DHARMA NICIREN SYOSYU INDONESIA A. Mengenal Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia Lembaga yang ditulis atau dibabarkan oleh Sang Buddha Pokok Niciren Daisyonin yang menerangkan makna tersirat dari Sadharmapundarika-Sutra Nam Myoho-Renge-Kyo. NSI berdasarkan asas Pancasila, dimana mempunyai lambang berupa huruf NSI dalam lingkaran yang dilukiskan dalam perpaduan warna biru tua dan putih. Dalam menjalankan amanat Prasetya Dharma Niciren Syosyu Indonesia, maka Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia berdasarkan pada : 1. Prinsip Ekabuddhayana 2. Prinsip menjunjung tinggi kepada Triratna Niciren Syosyu (Ki E Sambo) 3. Prinsip Keluarga yang bersifat tiga kebajikan Buddha (Santoku) 4. Prinsip Sentralisasi Pada tahun 1989, dalam Rapat Pimpinan Nasional III NSI, tanggal 27-30 Desember 1989, Menteri Dalam Negeri RI dalam sambutan pengarahannya, menegaskan keberadaan NSI sebagai sebuah lembaga keagamaan, bukan sekedar ormas keagamaan. Dinyatakan beliau, bahwa dengan disandangnya status lembaga keagamaan ini maka NSI diharapkan dapat memberikan nilai-nilai, moril, etik, dan spiritual untuk lebih berperan dalam menyongsong era tinggal landas di abad 21 mendatang. Dengan demikian ada perubahan pengertian dari 13

14 organisasi kemasyarakatan sebagaimana diatur keberadaannya dalam UU No.8/1985 menuju lembaga keagamaan. 1 Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia merupakan Lembaga Keagamaan dengan sumber ajaran Gosyo-gosyo (sastra/abidharma) yang ditulis atau dijabarkan oleh Sang Buddha Pokok Niciren Daisyonin yang menerangkan makna tersirat dari dalam kitab Saddharmapundarika-sutra Nammyohorengekyo. 2 Kalimat Nammyoho-renge-kyo merupakan judul (daimoku) yang sekaligus menggambarkan intisari ajaran dan realitas hakiki yang diajarkan oleh Saddharmapundarika-sutra. Pemikiran Niciren tentang Nam-myoho-renge-kyo sekaligus menandai perbedaan ajaran sekaligus kitab sucinya dari para guru besar Buddha terutama Buddha Sakyamuni. 3 Kalimat ini merupakan gabungan antara kata Sansekerta Namu, dan bahasa Cina, Myoho-Renge-Kyo. Kata namu berarti pengabdian, baik kepada hukum maupun orang yang merepresentasikan hukum tersebut, yakni Buddha Sakyamuni maupun Niciren Daisyonin. Ketika kata namu bertemu dengan kata berawalan m (myoho), ia menjadi nam. Sedangkan myoho berarti hukum mistik. Hukum (ho) atau realitas hakiki digambarkan sebagai mistik (myo), karena berada di luar konsepsi dan formulasi akal manusia. Di sisi lain, myo menunjukkan sifat dasar pencerahan 1 Oka Diputhera, Agama Buddha Berkembang Di Indonesia (T. tp.: CV. Okaberseri Arya Suryacandra, 2010), h. 391. 2 Walubi, Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia, artikel diakses pada 15 Maret 2017 dari www.walubi.or.id/majelis/majelis_pbdnsi.shtml. 3 Walubi, Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia, artikel diakses pada 15 Maret 2017 dari www.walubi.or.id/majelis/majelis_pbdnsi.shtml.

15 (kebuddhaan), sedangkan ho menunjukkan kegelapan atau khayalan yang berada pada sepuluh dunia sebelum dunia kebuddhaan. 4 B. Asal-Usul dan Sejarah Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia Dalam agama Buddha dikenal adanya beberapa aliran atau mazhab ajaran, yakni Hinayana dan Mahayana. Dalam bahasa Sansekerta, Mahayana secara harfiah berarti Kendaraan Besar (menuju penerangan), yang berarti kendaraan yang dapat menyelamatkan lebih banyak makhluk. Niciren Syosyu merupakan aliran agama Buddha Mahayana yang lahir di Jepang dengan beracu pada Saddharma-pundarika sutra. Syosyu berarti ortodoks atau ketat menjaga kemurnian. Jadi Niciren Syosyu berarti sekte Niciren yang ortodoks, yang selalu dengan ketat menjaga dan mempertahankan kemurnian ajaran. Agama Buddha Niciren Syosyu muncul dan berkembang di Indonesia sejak tahun 1950 dimana saat itu ada beberapa orang Jepang yang bekerja di Indonesia menganut ajaran Niciren Syosyu. Proses masuknya Niciren Syosyu adalah sebuah proses alamiah. Perwujudan keberadaan NSI pada awalnya dimulai dengan hanya beberapa keluarga, kemudian mereka dapat merasakan karunia dari hati kepercayaan terhadap Gohonzon (Mandala Pusaka Pemujaan) dan Nammyohorengekyo (Mantra Agung); serta dari pelaksanan ajaran Buddha 4 Nahrawi Muhammad Nahar, Studi Tentang Niciren Syosyu pada Yayasan Pandita Sabha Buddha Dharma Indonesia di Kota Batam Dalam Kelompok Keagamaan Kristen, Hindu dan Buddha di Indonesia (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2006), h. 47.

16 Niciren Daisyonin. Dari keteladanan beberapa keluarga tersebut, agama Buddha Niciren Syosyu mulai menyebar kepada orang-orang yang ingin mengetahui dan tertarik kepada ajaran Buddha Niciren Syosyu di Indonesia yang berkembang pesat. 5 Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI) yang semula bernama Majelis Agama Buddha Niciren Syosyu Indonesia (NSI) berdiri pada tanggal 28 Oktober 1964 dengan anggaran dasar No. 76 tertanggal 22 September 1970. NSI adalah organisasi kemasyarakatan keagamaan, sebagai wadah bagi umat Niciren Syosyu di Indonesia dalam melakukan peribadatannya, juga untuk menghimpun, mengelola, dan mengarahkan potensi seluruh umat demi tercapainya tujuan agama Buddha NSI. 6 Masa-masa selanjutnya diarahkan pada perjuangan untuk mematahkan citra agama Buddha di Indonesia sebagai agama yang eksklusif untuk orang-orang atau golongan tertentu (etnis Tiong Hoa), karena pada dasarnya agama Buddha, khususnya agama Buddha Niciren Syosyu memegang prinsip Icien Bodai Soyo (Gohonzon adalah untuk seluruh umat manusia) atau universal, dengan tetap berpegangan pada kepribadian nasional. Umat NSI secara berkesinambungan melalui rangkaian kegiatan sosial kemasyarakatan, sosial budaya, dan juga keagamaan sebagai wujud kontribusi umat kepada bangsa dan Negara. Kegiatan sosial berupa bakti sosial membersihkan taman makam pahlawan, donor darah, donor mata, dan menyalurkan bantuan bagi korban bencana alam. Dalam bidang sosial budaya, 5 Oka Diputhera, Agama Buddha Berkembang Di Indonesia, h. 389. 6 Oka Diputhera, Agama Buddha Berkembang Di Indonesia, h. 390.

17 NSI berkontribusi dengan berusaha melestarikan budaya kesenian tradisional, yaitu angklung dan tarian daerah Indonesia. Pada tahun selanjutnya, NSI kembali melakukan pembangunan ulang vihara di wilayah Gunung Sindur, Jawa Barat (2007), peresmian Vihara Vimalakirti Medan, Sumatera Utara (2008), dan Vihara Vimalakirti Pontianak, Kalimantan Barat (2008), yang diresmikan oleh Dirjen Agama Buddha RI, Drs. Budi Setiawan, M. Sc. Vihara-vihara ini dibangun sebagai upaya untuk mendukung penyebarluasan dharma bagi seluruh umat manusia, agar bisa mencabut penderitaan dan memberikan kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya umat manusia. Hingga tahun 2009 ini NSI telah membangun vihara-vihara dan cetya yang tersebar di 12 provinsi di Indonesia, yaitu di Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka-Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Barat. Vihara dibangun sebagai sarana pendukung pelaksanaan hati kepercayaan umat, tempat kegiatan belajar, aktivitas sosial budaya, kemasyarakatan, dan kemanusiaan bagi umat. 7 Anggota NSI ada di 18 provinsi sekitar 6000 jamaah. C. Fase Pembentukan Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia Dalam konteks teori organisasi keagamaan, hal yang paling penting dalam organisasi keagamaan adalah hubungan yang didasarkan pada kesamaan ideologis atau keyakinan. Hal ini tentunya menjadi dasar dalam pola interaksi sosialnya. 7 Oka Diputhera, Agama Buddha Berkembang Di Indonesia, h. 393.

18 Kalau dikaitkan dengan rumusan organisasi sosial, maka suatu organisasi keagamaan merupakan suatu sistem sosial yang bersifat lestari, memiliki identitas kolektif yang bersifat keagamaan, memiliki anggota yang jelas, demikian pula dalam rekrutmennya, dan memiliki program kegiatan yang disesuaikan dengan tujuan dari organisasi keagamaan itu sendiri. 8 Organisasi keagamaan ketika sudah mulai diikuti oleh anggota yang meluas maka akan muncul suatu dilema, memilih antara dua pilihan. Pertama, melestarikan kemurnian etik dan spiritual, atau nilai kharismatik dengan resiko pengaruh sosialnya terbatas atau pilihan kedua, jika organisasi tersebut ingin berpengaruh kuat dalam masyarakat tertentu, resikonya adalah mengorbankan semua atau sebagian otoritas dan nilai kharismatik. Inilah konsekuensi logis dari agama yang masuk dalam bentuk organisasi keagamaan. 9 Jadi pelembagaan keagamaan yang berlangsung dalam tiga bentuk: ritus, doktrin, dan organisasi yang saling mempengaruhi ini sebenarnya beranjak dari kebutuhan akan stabilitas yang memiliki kesinambungan keyakinan dan solidaritas kelompok. Fase Pembentukan Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia: Pada awal tahun 1965, kepemimpinan agama Buddha Mahayana Niciren Syosyu Indonesia mulai dipegang oleh almarhum Senosoenoto. Pada kurun waktu 1965-1972 ini, NSI melakukan langkah-langkah pengaturan dan penyusunan 8 Muhammad Nuh Hasan, Agama Dalam Perspektif Sosiologis Sebuah Pengenalan Awal (Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah, 2004), h. 95. 9 Muh. Nuh, Agama Dalam Perspektif, h. 97.

19 organisasi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia. Ditengah perkembangan NSI yang pesat, tepatnya pada tanggal 6 Januari 1993, Ketua Umum NSI, Senosoenoto meninggal dunia. Sejak saat itu sempat terjadi perbedaan visi dari para pengurus yang ada, kemudian sebagian pengurus membentuk wadah baru bernama Jambudwipa yang kini dikenal sebagai Yayasan Pandita Sabha Buddha Dharma Indonesia atau BDI dipimpin oleh Keiko Senosoenoto dan Aiko Senosoenoto. Perjalanan dan eksistensi NSI tetap dilanjutkan dengan kepemimpinan Djohan Natapwira, dengan Sekretaris Jenderal Suhadi Sendjaja. Periode berikutnya pada masa bakti 1996-1999, NSI dipimpin oleh Suhadi Sendjaja dan Erwin B Senosoenoto sebagai Sekretaris Jenderal. Pasamuan Agung Nasional selanjutnya pada tanggal 28 Oktober 1999, Suhadi Sendjaja kembali terpilih sebagai ketua umum dengan Surjono Karjadi sebagai Sekretaris Jenderal. Kepengurusan selanjutnya untuk periode tahun 2005 hingga kini, dipimpin oleh Suhadi Sendjaja sebagai Ketua Umum dengan Minto sebagai Sekretaris Jenderal, Ir. Sumitra Mulyadi sebagai Ketua Dharma, Eddy Kurniawan sebagai Ketua Pembina dan Pengembangan Susunan (PSS), Irawati Lukman sebagai Bendahara, dan Jajat Heryawan sebagai Ketua Karitra. Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan umat NSI yang selama ini diselenggarakan di Vihara Sadhapaributha Megamendung seringkali berbenturan dengan kegiatan umat BDI. Dengan doa dan tekad yang tulus untuk bisa mengagungkan ajaran Buddha Niciren Daisyonin, umat NSI bersatu hati untuk

20 bisa membangun vihara yang baru sebagai sarana penyebarluasan Dharma. Kekuatan tekad NSI pun berbuah nyata, di tahun 2000, dengan mengumpulkan dana paramita seluruh umat NSI membeli sebidang tanah di Ciapus, Kecamatan Taman Sari, Desa Sukalayu, Kampung Buniaga, Kabupaten Bogor. Pembangunan vihara mulai dilakukan secara bertahap, hingga akhirnya pada tanggal 17 Desember 2005, Vihara Saddharma NSI (Myoho-Ji), Ciapus, Taman Sari, Bogor diresmikan oleh Menteri Agama RI, M. Basyuni. 10 10 Oka Diputhera, Agama Buddha Berkembang Di Indonesia, h. 390.

BAB III PANDANGAN PERILAKU HIDUP DALAM AGAMA BUDDHA A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah suatu tindakan rutin yang dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi atau kehendak untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan dan hal itu mempunyai arti penting bagi dirinya. Sebagaimana yang diungkapkan Weber, bahwa yang dimaksud perilaku adalah pelaku hendak mencapai suatu tujuan atau ia didorong oleh motivasi entah itu berupa perenungan, perencanaan, pengambilan keputusan dan sebagainya, serta entah kelakuan itu terdiri dari intervensi positif ke dalam situasi positif atau sikap sengaja yang tidak mau terlibat. 1 Dalam kamus Bahasa Indonesia, tingkah laku itu sama artinya dengan perangai, kelakuan, dan perbuatan. Tingkah laku dalam pengertian ini lebih mengarah kepada aktivitas dan sifat seseorang. 2 Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia perilaku dapat juga dikatakan dengan kata tingkah laku. Singgih D. Gunarsa menyatakan bahwa, perilaku adalah setiap cara reaksi atau respon manusia, respon makhluk hidup terhadap lingkungannya, perilaku adalah aksi, reaksi, terhadap rangsangan dari luar. 3 1 K. J Vegger, Realitas Sosial (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 171. 2 Ramayulis, Pengantar Sosiologis (Jakarta: Kalam Mulya, 2002), h. 82. 3 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis Anak, Remaja, dan Keluarga (Jakarta: BPK. Gunung Mulya, 1995), h. 5. 21

22 Kartini Kartono, juga mengatakan bahwa perkataan perilaku atau perbuatan mempunyai pengertian yang luas sekali yaitu tidak hanya mencakup kegiatan motorik saja seperti berbicara, berjalan, berlari, berolahraga, bergerak dan lain-lain. Akan tetapi juga membahas macam-macam fungsi seperti melihat, mendengar, mengingat, berpikir, fantasi, pengenalan kembali, penampilan, emosiemosi dalam bentuk tangis, tawa dan seterusnya. Kegiatan berpikir dan fantasi, misalnya tampak positif belaka namun kenyataannya kedua-duanya merupakan bentuk aktivitas psikis atau jiwa. 4 Dengan kata lain tingkah laku merupakan perangai, kelakuan, perbuatan atau aktivitas dari sifat seseorang yang menyangkut mental dan aktivitas fisik. B. Ajaran Tentang Perilaku Hidup Dalam Agama Buddha Empat Hukum Kesunyataan Hal pertama yang diajarkan oleh Buddha untuk membimbing umatnya di dalam berperilaku adalah mengenai empat hukum kesunyataan. Kesunyataan berasal dari bahasa Sansekerta Sunyata hukum abadi yang tidak terbatas dengan ruang dan waktu, atau menghilangkan kemelakatan yang bersifat inderawi. Dukkha dalam bahasa Indonesia diartikan dengan kata derita jasmani dan rohani, atau tidak menyenangkan. Empat Hukum Kesunyataan tersebut adalah: 1. Kesunyataan Tentang Dukkha, yaitu 4 Kartini Kartono, Psikologi Umum (Bandung: Mandar Maju, 1996), h. 3.

23 a. Kelahiran, usia lanjut dan kematian adalah Dukkha b. Timbulnya kesedihan, ratap tangis, kesakitan, kesengsaraan, putus asa adalah Dukkha c. Keinginan yang tak tercapai adalah Dukkha. d. Masih banyak lagi yang lainnya yang menimbulkan Dukkha. 2. Kesunyataan Tentang Asal Mula Dukkha Dukkha yang disebabkan adanya nafsu keinginan, kehausan, kerinduan yang berhubungan dengan kenikmatan indera dan pikiran untuk terus mempertahankannya. (Keterikatan menjadi penyebab terjadinya Dukkha). 3. Kesunyataan Tentang Lenyapnya Dukkha a. Dukkha hanya dapat lenyap dengan padamnya nafsu keinginan dan padamnya arus kekotoran batin. Dalam Niciren Syosyu, dibimbing untuk membuat hawa nafsu menjadi kesadaran (Bonno Sokku Bodai) dengan cara memunculkan kesadaran Buddha, dengan menyebut Nammyohorengekyo. (Mazhab Mahayana). b. Selama pikiran, perasaan, dan perbuatan kita tidak dibiarkan bekerja terus sampai melampaui batas-batas kemampuan, maka selama itu pula kita dapat terbebas dari segala penderitaan atau Dukkha. Dalam Niciren Syosyu, pikiran, perasaan, dan perbuatan boleh difungsikan dengan sebaik-baiknya, tetapi harus dikendalikan agar dapat seimbang. Karena dalam hidup, kita membutuhkan nafsu,

24 keinginan, perasaan dan tindakan agar dapat terjadinya keberlangsungan hidup. 4. Kesunyataan Tentang Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha Membebaskan diri dari segala nafsu, karena justru nafsulah yang menjadi pokok pangkal dari semua kegiatan manusia dalam kehidupannya. 5 Dalam ajaran Agama Buddha disebutkan bahwa perilaku manusia itu tidak terlepas dari hukum sebab-akibat (karma), perihal hukum karma ini dapat dijelaskan secara terinci melalui penjelasan mengenai Sila, Delapan ruas jalan utama, yang akhirnya menjadi sebuah Karma. 1. Sila Sila adalah prinsip perilaku manusia untuk melancarkan keteraturan bagi masyarakat. Peraturan-peraturan tentang tingkah laku atau sila terdapat dalam semua agama. Panca (lima) Sila Buddha yaitu: Sila pertama: membunuh makhluk hidup, bertujuan untuk mengerti dan merasakan orang lain, bahwa setiap makhluk mencintai kehidupannya seperti kita sendiri dan takut akan kematian. Sila kedua: mengambil sesuatu atau barang yang tidak diberikan izin oleh pemiliknya, untuk mengembangkan sikap saling menghormati hak masing-masing pada kehidupannya. 5 Majelis Buddhayana Indonesia, Kebahagiaan Dalam Dhamma (Jakarta: Majelis Buddhayana Indonesia, 1980, h. 64-65.

25 Sila ketiga: menghindarkan diri dari perbuatan asusila (berzina), untuk mengembangkan rasa hormat pada keluarga kita masing-masing. Sila keempat: tidak berbohong, untuk melindungi kepentingan kita masing-masing dengan selalu benar. Sila kelima: tidak bermabuk-mabukkan, menghindarkan diri dari minuman yang dapat mengakibatkan kehilangan kesadaran. Disamping itu pula sila merupakan langkah pertama dari meditasi (samadhi), dan kebijaksanaan (prajna). Contoh pelaksanaan sila bagi umat awam atau orang biasa, yang berkeinginan mendapatkan kedamaian dan keamanan bagi dirinya, keluarganya dan bangsanya; sedangkan sila bagi para Bhikku (umat Buddha lainnya) bertujuan untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi dari Dharma. Tanpa sila maka produktivitas atau usaha manusia akan berkurang dan akhirnya kehidupan hancur. Jadi orang yang melaksanakan sila demi memperbaiki atau menyesuaikan posisi statusnya, dan juga menyadari bahwa sila dapat membawa kemajuan dan kesejahteraan masyarakat pula. 2. Delapan Ruas Jalan Utama Setelah sila, hal lain yang menuntun seorang Buddhis didalam berperilaku adalah delapan ruas jalan utama. Delapan ruas jalan utama disebut juga jalan tengah adalah jalan untuk mencapai penerangan sempurna untuk menjadi Buddha yaitu: 1. Pandangan/Pengertian Benar: untuk dapat memiliki pengertian benar, kita harus belajar dari orang-orang yang bijaksana atau dengan jalan

26 mempertimbangkan segala sesuatunya itu dengan bijaksana dan dengan pikiran yang bersih. 2. Pikiran Benar: pikiran yang bersih bersumber pada pandangan yang benar dari hati dengan cinta kasih, belas kasihan, dan simpati. 3. Perbuatan Benar: Perbuatan dan ucapan benar adalah bersumber pada pikiran yang bersih dan sebaliknya. 4. Ucapan Benar: ucapan benar juga bersumber dari pikiran benar yang bersih dari kebencian, keserakahan, dan iri hati. 5. Mata Pencaharian Benar: hidup dari mata pencaharian yang dihalalkan oleh Dharma, yang menyebabkan orang lain menderita seperti menjual barang-barang haram. 6. Daya Upaya Benar: usaha untuk menghindari segala bentuk kejahatan yang belum dilakukan, tidak mengulangi lagi kejahatan yang pernah dilakukan, berusaha untuk melakukan kebaikan. 7. Perhatian Benar: dengan kesadaran menghindari pikiran benci, serakah, dan iri hati yang menjadi sumber dari kejahatan dan penderitaan. 8. Konsentrasi Benar: memusatkan pikiran yang manunggal atau benar, terarah pada satu objek yang dipilih. Pelaksanaan jalan tengah ini, pada tingkat duniawi yang dibicarakan tentang delapan ruas jalan yang ditempuh orang biasa dan pada tingkat mengatasi duniawi yang dibicarakan adalah delapan ruas jalan utama yang ditempuh oleh orang suci. Sila, delapan ruas jalan utama, dan empat kesunyataan mulia secara keseluruhan yang pada akhirnya membentuk karma seseorang

27 3. Karma Karma adalah suatu perwujudan dari perbuatan baik maupun buruk atau jasmani maupun rohani. Makna yang luas dari Karma adalah semua keinginan yang tidak membeda-bedakan apakah keinginan atau kehendak itu yang bermoral (berakhlak) ataupun yang tidak bermoral. Dalam Mazhab Mahayana, Filsafat agama Buddha mengajarkan bahwa kita tak perlu pasrah dan berputus asa terhadap karma dan nasib, karena hal itu dapat diubah. Dalam psikologi diajarkan bahwa pada jiwa bawah sadar seseorang terdapat lapisan kejiwaan yang mempengaruhi tingkah laku dan menciptakan nasib. Psikologi mengajarkan bahwa keinginan, cinta kasih, persahabatan, jenis pekerjaan serta kematian yang diwariskan pada keluarga adalah ibarat muatan negatif dalam pribadi seseorang, sementara agama Buddha menganggap semua itu sebagai tanggung jawab diri sendiri, karena itu adalah hasil perbuatan sendiri di masa lampau. 6 Perasaan atau pikiran adalah karma hati. Perbuatan adalah karma badan. Oleh sebab itu perasaan adalah niat yang ada dalam jiwa, sehingga walaupun dalam hati akan menjadi karma. Inilah Karma Hati, yang perwujudannya akan berupa kelakuan, yakni Karma Badan dan Karma Mulut. Begitulah pengertian Tiga Karma: Karma Badan, Karma Mulut, dan Karma Hati. 6 Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia, Filsafat Jiwa Icinen Sanzen (Jakarta: Majelis Agama Buddha Niciren Syosyu Indonesia, 1985), h. 125-126.

28 Perbedaan watak perseorangan ditentukan oleh perbuatan masa lampaunya. Kebudayaan, masyarakat, adat istiadat serta bahasa dari lingkungan di mana kita dilahirkan dan dibesarkan adalah yang menentukan sikap kita menghadapi sesuatu. Kalau kita dibesarkan dalam lingkungan yang tertekan, maka sikap kita cenderung selalu melawan atau kalau tidak begitu cenderung melarikan diri, sehingga sulit menilai sesuatu secara tulus dan jujur, mudah dipengaruhi oleh pandangan diri sendiri yang menyimpang dan sempit. Begitu juga sebaliknya. Dengan merubah unsur negatif menjadi unsur positif. Unsur negatif adalah hawa nafsu kita. Bukan berarti hawa nafsu dibiarkan begitu saja, sehingga mengarah pada kehancuran jiwa, melainkan diarahkan pada kehidupan yang membangun dan bermanfaat. Cara untuk menghasilkan perombakan nasib: Pertama, meningkatkan energi jiwa yang positif dengan gerakan positif sehingga dapat mengendalikan dan menekan hawa nafsu lainnya. Kedua, merubah mutu hawa nafsu dari hawa nafsu yang bersifat penghancuran jiwa dirubah menjadi kekuatan untuk memulai kreasi hidup. Inilah prinsip agama Buddha Mahayana. Hawa nafsu adalah kesadaran. Ketiga, memperkuat niat kita dengan menyalurkan energi pokok jiwa kita ke dalam niat itu. Keempat, mencari jodoh yang baik, karena bagaimanapun juga gerakan jiwa kita tidak terlepas dari lingkungan.

29 Dalam tubuh manusia juga termanifestasi secara lengkap potensi unsur alam yang meliputi api, air, tanah, angin, dan ruang. Dalam tubuh manusia juga ada unsur air yaitu darah dan cairan tubuh; unsur api yaitu suhu tubuh; unsur angin yaitu oksigen dan gas dalam tubuh; unsur tanah yaitu daging; dan unsur ruang yaitu akal pikiran manusia. Berubah dari diri sendiri. Analogi antara manusia dengan lingkungan ibarat badan dan bayangan, apabila badannya lurus maka bayanganpun bengkok, caranya yaitu kita harus memperbaiki badan, karena meluruskan bayangan adalah cara sia-sia selama bandannya masih bengkok. Siapa yang menabur, maka dia yang akan menuai. Segala hasil dari perbuatan baik maupun buruk, adalah hasil dari segala pikiran, ucapan, dan sikap yang diri sendiri lakukan. Dalam agama Buddha Mahayana Niciren Syosyu, umat diajarkan untuk melakukan penyebutan (chanting) Nammyohorengekyo di hadapan mandala pusaka Gohonzon, sebagai upaya melatih dan memfokuskan pikiran agar mampu mencapai potensi kebudhaan yang berada didalam hati sehingga pikiran, ucapan, dan perilaku menjadi perilaku baik yang dilandasi oleh kesadaran Buddha. Jiwa manusia itu memiliki 10 kecenderungan yang akan melandasi dirinya didalam berpikir, berucap, dan berperilaku yang akhirnya menjadi karma. Sepuluh Dunia Perasaan Jiwa tersebut yaitu: 1. Buddha 2. Bodhisattva 3. Pratekyabuddha

30 4. Sravaka 5. Surga 6. Kemanusiaan 7. Kemarahan 8. Kebinatangan 9. Kelaparan 10. Neraka Sepuluh sifat dasar ini ada di dalam diri tiap manusia berupa potensi perasaan atau pikiran yang senantiasa bergejolak; berubah-ubah sekejap demi sekejap perasaan jiwa, selalu dinamis. Tergantung dari upaya dan konsistensi setiap manusia untuk melakukan praktik dharma agar pikirannya senantiasa jernih, bebas dari prasangka dan niat egois yang merugikan lingkungan. 7 Manusia seringkali terperangkap dalam kesesatan pikirannya sendiri, sehingga perilakunya menjadi tidak baik, dalam agama Buddha disebut sebagai Tiga Racun/Tiga Akar Kejahatan, yaitu: 1. Keserakahan (Lobha): membuat pikiran selalu merasa lapar, tidak puas dengan apa yang dimiliki. 2. Kemarahan (Dosa): pikiran yang selalu emosi, kesal, dan penuh dengan kebencian. 3. Kebodohan (Moha): kegelapan batin yang tidak bisa membedakan mana yang buruk dan mana yang baik. 7 Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia, Buddhisme dan Lingkungan (Jakarta: KLH RI dan PBDNSI, 2014), h. 43.

31 Ketiga racun ada didalam diri manusia, sebagai tiga potensi terburuk yang terkandung di dalam sepuluh dunia perasaan jiwa. Potensi buruk ini menjauhkan manusia dari kebahagiaan. Manusia terkadang lupa bahwa kemarahan akan menimbulkan benci, dan kebencian akan berujung pada dendam, rasa ketidaksukaan yang luar biasa. Ketika sudah terbiasa memelihara dendam, maka akan sulit bagi kita untuk memaknai kembali apa itu kebahagiaan. Praktik Dharma untuk para umat agar dapat mengembangkan sikap maîtri karuna, welas asih, dan memunculkan prajna kesadaran yaitu dengan tiga hal: 1. Percaya; dengan cara melakukan ibadah (berdoa, meditasi, chanting), sesuai dengan tata cara ritual yang ada. 2. Mengamalkan nilai-nilai Buddhisme dalam kehidupan; tujuan dari memeluk agama adalah mengamalkannya agar timbul perubahan perilaku yang semakin baik dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mempelajari dharma Buddha; dengan cara membaca literatur, kitab, kajian-kajian Budhhis, dan berdiskusi dengan umat seagama maupun lintas agama untuk memperdalam pemahaman. Ketiganya saling melengkapi dalam menyokong hati kepercayaan umat, ibarat meja berkaki tiga. Tanpa salah satunya, meja tidak mampu berdiri kokoh. Permasalahan hadir ketika manusia mulai mengutamakan hal-hal yang bersifat materi untuk diri sendiri dan mengorbankan lingkungan alam. Ketulusan untuk berbuat kebaikan bagi lingkungan menjadi langka karena dibutakan oleh ekspektasi kapitalistik. Jika manusia terus memikirkan dirinya sendiri, maka