I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan dunia. Produksi padi terus dituntut meningkat untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Tuntutan konsumen beras saat ini adalah beras dengan kuantitas dan kualitas yang baik, sehat serta kontinyu atau berkelanjutan. Produksi beras sesuai dengan Undang-undang No 2. Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dilaksanakan dengan asas manfaat, lestari dan berkelanjutan. Produksi beras dapat mencapai kuantitas dan kualitas yang baik serta berkelanjutan apabila diikuti dengan tindakan pengamanan produksinya dari berbagai gangguan, salah satunya dari gangguan hama. Strategi pengamanan produksi beras dari gangguan hama yang sesuai dengan asas manfaat, lestari dan berkelanjutan adalah dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan memberdayakan peran musuh alami hama, yang di dalamnya tercakup menjaga dan memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Produksi beras berkelanjutan dapat dilakukan di agroekosistem yang sehat dan stabil. Agroekosistem yang sehat tercermin dari keragaman hayati yang ada di dalamnya, berupa variasi flora dan fauna (artropoda), serta mikroorganisme yang hidup di dalamnya (Rotinsulu, 2013). Praktik bertani yang dilakukan secara konvensional dan intensif dengan kecenderungan pola tanam monokultur dan minim input bahan organik, menyebabkan agroekosistem menjadi tidak sehat dan relatif rentan terhadap guncangan ekologis, berupa serangan hama. Serangan hama di ekosistem pertanian pada dasarnya merupakan penyakit ekologis yang menggambarkan kerapuhan suatu ekosistem karena terjadi penurunan atau pengenceran peran musuh alami hama, akibat dari praktik bertani yang tidak sehat (Herlinda et al., 2008). Agroekosistem padi merupakan ekosistem buatan yang labil, yang ditunjukkan oleh rendahnya keragaman biota. Keragaman biota yang rendah pada agroekosistem disebabkan karena praktek bertani monokultur dan penggunaan pestisida serta pupuk kimia sintetik yang intensif. Penggunaan pestisida sintetik yang tidak rasional menurut Herlinda et al. (2008) menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan kelimpahan organisme herbivor dan karnivor, termasuk musuh alami, sedangkan penggunaan pupuk sintetik dalam jumlah berlebihan dan terus 1
menerus dapat mengakibatkan penurunan kesuburan tanah, pencemaran air dan tanah, serta penurunan produktivitas tanaman (Chandra, 2005). Kedua hal tersebut berpotensi menurunkan stabilitas dan ketahanan ekosistem secara menyeluruh, sehingga ekosistem menjadi tidak sehat (Pimentel & Edwards, 1982), dan menurut Pimentel et al. (1992) akan menimbulkan efek lanjutan berupa biaya pemulihan yang tinggi untuk mengatasi gangguan kesehatan manusia, penurunan kualitas lingkungan dan resistensi hama, untuk itu perlu dilakukan pengelolaan agroekosistem agar menjadi sehat, stabil dan berkelanjutan. Aryantha (2002) menjelaskan dua hal yang harus dilakukan untuk menciptakan agroekosistem yang sehat, stabil, dan berkelanjutan, yaitu melalui (1) peningkatan kesuburan tanah dengan menggunakan bahan organik dan mikroba berguna, serta (2) pengendalian organisme pengganggu tanaman dengan memberdayakan musuh alami hama. Kondisi agroekosistem saat ini banyak yang tidak sehat dan labil, sehingga mendorong kita untuk mengembangkan teknologi alternatif yang mampu mendukung terciptanya agroekosistem yang sehat dan seimbang ekologisnya, serta tahan terhadap goncangan ekologis, berupa ledakan populasi spesies tertentu. Sesuai dengan pendapat Aryantha (2002) ada dua strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut yaitu: strategi pertama adalah peningkatan kesuburan dan kesehatan tanah dengan memanfaatkan lebih banyak pupuk organik dibandingkan pupuk sintetik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pupuk organik memiliki banyak kelebihan, antara lain, pupuk organik dapat mempertahankan rasio C/N tanah, memperbaiki sifat fisik, biologi dan kimia tanah, memperbaiki struktur dan tekstur tanah, meningkatkan kapasitas menahan air tanah, meningkatkan aktivitas biologi tanah, membuat nutrisi hara dalam keadaan tersedia bagi tanaman, serta mengurangi tingkat evaporasi tanah melalui peningkatan kelembaban tanah (Chandra, 2005; Supartha et al, 2012). Pupuk organik juga dilaporkan dapat merangsang pertumbuhan perakaran tanaman menjadi lebih baik, dan meningkatkan aktifitas mikroba tanah (Marpaung, 2014). Penelitian lainnya melaporkan bahwa keanekaragaman dan kelimpahan populasi coleombola dan artropoda tanah pada ekosistem sawah organik cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan sawah anorganik (Indriyati & Wibowo, 2008; Samudra et al., 2013; Hadi et al., 2015). Sementara itu, Settle et al. (1996) melaporkan bahwa penambahan bahan organik ke lahan pertanian padi sawah beririgasi teknis dapat meningkatkan populasi serangga detritivor dan plankton air sebagai pakan predator generalis, di awal musim tanam sebelum populasi mangsa utama mencukupi. 2
Strategi kedua dengan memberdayakan peran musuh alami di ekosistem melalui penanaman tumbuhan berbunga sebagai area refugia. Tumbuhan refugia di ekosistem pertanian dapat menjadi sarana konservasi musuh alami, karena dapat menjadi area atau tempat penyangga yang memungkinkan musuh alami hama untuk berlindung dan bertahan hidup (Wilkin et al, 2016), Lebih lanjut dilaporkan oleh Muhibah & Leksono (2015), tanaman refugia berfungsi sebagai tempat berlindung, tempat singgah, dan penyedia pakan alternatif berupa polen dan nektar bagi musuh alami hama, dan dapat ditanam pada tepian atau di dalam lahan pertanian. Pengaruh tumbuhan refugia terhadap keragaman dan kelimpahan serangga herbivor dan karnivor telah banyak dilaporkan. Penelitian mengenai interaksi antara kumbang koksi (Curinus coeruleus M.) dan tumbuhan berbunga Hibiscus brackenridgei oleh Krakos et al, (2011) menunjukkan bahwa tumbuhan berbunga ini menjadi sumber nektar atau sebagai pakan alternatif bagi kumbang koksi. Gulma dan tanaman yang menghasilkan tepung sari juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan, tempat berlindung dan berkembang biak bagi musuh alami (Laba et al, 2000). Tanaman berbunga Marigold (Tageses erecta L.) dapat ditanam berdampingan dengan tanaman bawang merah, dan terbukti mampu meningkatkan keragaman artropoda, terutama jenis musuh alami (Silveira et al, 2009). Kelimpahan serangga hemiptera karnivor juga dilaporkan meningkat pada daerah dengan tanaman berbunga (Frank & Kunzle, 2006). Pengaruh pupuk organik kascing terhadap keragaman artropoda pada ekosistem padi sawah belum banyak diteliti secara mendalam dan belum banyak dilaporkan. Pengaruh modifikasi habitat dengan kombinasi aplikasi pupuk organik kascing dan penambahan tumbuhan berbunga dari Famili Asteraceae terhadap keragaman artropoda ekosistem padi sawah juga belum diketahui dan dilaporkan. Penelitian lapangan terbatas ini dirancang untuk mengetahui pengaruh modifikasi habitat dengan aplikasi pupuk organik kascing dan penambahan tumbuhan berbunga secara bersama-sama terhadap kelimpahan populasi dan keragaman artropoda pada ekosistem padi sawah. 1.2. Permasalahan Produksi padi yang dituntut untuk terus dapat memenuhi kebutuhan konsumen dalam proses produksinya masih mendapatkan gangguan serangan hama yang cukup tinggi, salah satunya dari golongan artropoda herbivor dan menimbulkan kerugian cukup besar, sehingga harus diamankan. Pengamanan produksi padi dari gangguan hama dapat dilakukan dengan pengelolaan populasi 3
hama dengan pemberdayaan musuh alaminya. Pemberdayaan musuh alami hama dapat optimal pada habitat yang terkonservasi dengan baik. Konservasi musuh alami dapat dilakukan salah satunya dengan modifikasi habitat, yaitu dengan penambahan tumbuhan berbunga yang berfungsi sebagai area refugia. Konservasi musuh alami hama juga dapat dilakuakan dengan praktik bertani yang sehat, dengan semaksimal mungkin nenggunakan input bahan organik, seperti pupuk organik kascing dan seminimal mungkin menggunakan input bahan-bahan kimia (pestisida). Aplikasi pupuk organik dan penambahan refugia pada agroekosistem telah terbukti dapat meningkatkan keragaman musuh alami hama, dan mudah dilaksanakan serta ramah lingkungan. Keragaman hayati suatu ekosistem sangat menentukan tingkat ketahanan, kestabilan dan kesehatannya. Keragaman artropoda pada agroekosistem padi menjadi gambaran ketahanan, kestabilan dan kesehatan ekosistem tersebut. Kelestarian dan keberlanjutan produksi padi akan tercapai pada ekosistem yang sehat dan stabil. Pengembangan teknologi tepat guna, yang mudah dan murah terus dikembangkan dan diarahkan menjadi teknologi pengelolaan hama yang efektif dan efisien, yang salah satunya berupa modifikasi habitat dengan memanfaatkan pupuk organik dan penambahan tumbuhan berbunga di agroekosistem, yang layak untuk diteliti, dan dikembangkan sebagai alternatif teknologi konservasi musuh alami untuk pengelolaan populasi hama. Modifikasi habitat yang dilakukan dalam penelitian ini dapat menjadi landasan perumusan masalah sebagai berikut: Keragaman dan kelimpahan artropoda (hama dan musuh alami) pada pertanaman padi monokultur dapat diciptakan dengan cara menambahkan pupuk organik kascing dan menanam tumbuhan berbunga dari Famili Asteraceae secara bersama-sama. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian di areal terbatas ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh modifikasi habitat berupa aplikasi secara bersama-sama pupuk organik kascing dan penambahan tumbuhan berbunga dari Famili Asteraceae terhadap kelimpahan dan keragaman artropoda (hama dan musuh alami) pada ekosistem padi sawah. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi untuk mendukung upaya peningkatan keragaman dan kelimpahan artropoda, khususnya artropoda karnivor pada ekosistem padi sawah, untuk keperluan 4
pengelolaan populasi serangga herbivor yang berpotensi hama. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi contoh alternatif teknologi pengelolaan hama padi sawah, yang ramah lingkungan, efektif dan efisien, sehingga dapat dengan mudah diadopsi dan diterapkan oleh petani sebagai pelaku usaha tani padi. 1.5. Keaslian Penelitian Pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi keragaman dan kelimpahan artropoda pada ekosistem padi sawah penting untuk diketahui, terutama untuk merancang strategi pengelolaan serangga berpotensi hama yang relatif aman. Penelitian mengenai pengaruh pupuk organik atau praktek pertanian organik terhadap keragaman dan kelimpahan artropoda sudah banyak dilaporkan, misalnya, tumbuhan penghasil tepung sari, termasuk spesies yang dikategorikan sebagai gulma telah dilaporkan dapat menjadi sumber pakan, tempat berlindung dan berkembang biak bagi musuh alami hama (Laba et al., 2000). Penelitian lainnya melaporkan bahwa kelimpahan colembola dan artropoda tanah pada sawah organik lebih tinggi dibandingkan pada sawah anorganik atau konvensional (Indriyati & Wibowo, 2008;Samudra et al., 2013; Hadi et al., 2015). Pengaruh tumbuhan berbunga sebagai refugia terhadap keragaman dan kelimpahan serangga herbivor dan karnivor juga telah banyak dilaporkan. Kehadiran tanaman lain selain tanaman budidaya utama yang menjadi inang hama dapat membantu keberadaan musuh alami hama. Kelimpahan serangga hemiptera zoophagus dilaporkan meningkat pada daerah dengan tanaman berbunga (Frank & Kunzle, 2006). Penambahan tanaman berbunga Marigold (Tageses erecta L.) yang ditanam pada baris-baris dan berdampingan dengan tanaman bawang merah, terbukti mampu meningkatkan keragaman jenis artropodanya, terutama mampu menarik kehadiran musuh alami hama lebih banyak (Silveira et al, 2009). Penelitian mengenai interaksi antara kumbang Coccinelide (Curinus coeruleus M.) dan tumbuhan berbunga Hibiscus brackenridgei yang dilakukan oleh Krakos et al, (2011) juga melaporkan bahwa kehadiran tumbuhan berbunga H. brackenridgei di dekat area pertanian menjadi sumber nektar atau sebagai pakan alternatif bagi kumbang C. coeruleus M. Pengaruh modifikasi habitat dengan aplikasi pupuk organik kascing dan penambahan tumbuhan berbunga dari Famili asteraceae secara bersama-sama terhadap keragaman artropoda pada ekosistem padi sawah, sejauh ini belum banyak diteliti dan dilaporkan. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh perlakuan tersebut terhadap kelimpahan populasi dan keragaman artropoda, serta hubungan tritrofi oleh multi spesies. 5