I. PENDAHULUAN. dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang,

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

I. PENDAHULUAN. sebagian masyarakat Indonesia mendukung dengan adanya berbagai tuntutan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi yang bervariasi, mendorong setiap daerah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Mahi (2001)

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. 2001, maka setiap daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya bersumber dari prinsip dasar yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 18 yang berbunyi : Pemerintahan daerah Indonesia atas dasar besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Menurut UUD 1945 Pasal 18 tersebut dipertegas dengan lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut menurut Suparmoko (2002) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum dengan daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

2 berdasarkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya dengan menggunakan potensi-potensi yang ada di daerahnya dan juga diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Suparmoko, 2002). Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu : (1) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan mensejahterakan masyarakat, (2) menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, dan (3) memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan (Mardiasmo, 2002). Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juga dinyatakan bahwa untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintah daerah. Dengan desentralisasi juga diharapkan adanya pelimpahan wewenang dan tanggung jawab terhadap sumber-sumber keuangan untuk menyediakan pelayanan publik.

3 Pelimpahan wewenang tersebut menyangkut perencanaan, pendanaan, dan pelimpahan manajemen fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada aparat di daerah. Sehingga desentralisasi atau otonomi daerah menuntut pemerintah di daerah agar meningkatkan kemampuan dalam mengumpulkan pendapatan asli daerah untuk membiayai kegiatan di daerahnya dalam bentuk APBD. Dengan demikian tujuan kebijakan desentralisasi adalah mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan mengurangi subsidi dari pemerintah pusat, mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing daerah (Suparmoko, 2002). Provinsi Lampung adalah salah satu daerah yang telah melaksanakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Sebagai salah satu daerah yang melaksanakan kebijakan pemerintah tersebut, pemerintah daerah Provinsi Lampung telah diharapkan mampu mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan sebagai penggerak ekonomi regional. Searah dengan hal tersebut, Provinsi Lampung mengarahkan perekonomian daerahnya untuk menggali potensi yang tersedia, baik potensi sumber daya alam, maupun sumber daya manusia guna mencapai pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, partisipasi serta pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Salah satu indikasi kemajuan perekonomian suatu daerah adalah melalui pencapaian tingkat pertumbuhan PDRB tiap tahunnya (Ardiansyah, 2012). Peran aktif Provinsi Lampung dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah dalam memanfaatkan potensi ekonomi yang ada, kemudian menggali sumber-sumber keuangan sendiri serta mengklasifikasikan sumber

4 penerimaan daerah yang potensial untuk dikembangkan berdasarkan besarnya penerimaan untuk meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai kegiatan pembangunan yang sedang dilaksanakan. Oleh karena itu sudah sewajarnya apabila PAD dalam keuangan daerah dijadikan salah satu tolak ukur kemampuan pemerintah daerah dalam menghimpun dana dari masyarakat (Ardiansyah, 2012). Perkembangan keuangan daerah Provinsi Lampung terus mengalami peningkatan yang mengindikasikan bahwa keuangan Provinsi Lampung terus mengalami keadaan yang makin membaik di tahun-tahun berikutnya. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama 2011 mencapai Rp1.395 miliar,terutama berasal dari penerimaan pajak daerah sebesar Rp1.199 miliar atau meningkat dibandingkan realisasi PAD dan pajak daerah periode yang sama di tahun 2012 yang mencapai Rp1.666 miliar dan Rp1.434 miliar. Hingga pada tahun 2013, PAD Provinsi Lampung terus mengalami peningkatan menjadi Rp2.183 miliar. Berikut adalah realisasi PAD di Provinsi Lampung.

5 Tabel 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Provinsi Lampung Tahun 2001-2013 Dalam Jutaan Rupiah Tahun PAD 2001 148.064 2002 237.012 2003 306.860 2004 410.683 2005 549.658 2006 631.982 2007 674.694 2008 891.532 2009 860.358 2010 1.111.209 2011 1.395.676 2012 1.666.720 2013 2.183.413 Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, 2001-2013 Pada tabel di atas dapat diketahui penerimaan daerah Provinsi Lampung dalam hal ini Pendapatan Asli Daerah (PAD) selalu mengalami kenaikan yang cukup menggembirakan bagi Provinsi Lampung dari tahun ke tahun. Sejak 13 tahun terahir yaitu dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2013 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Lampung mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan membuktikan bahwa Provinsi Lampung dapat berkembang dalam hal menggali potensi-potensi yang dimiliki yang asli berasal dari daerahnya itu sendiri. Dan untuk mengetahui pergerakan atau perkembangan dari Pendapatan Asli Dearah (PAD) Pemerintah Daerah Provinsi Lampung itu sendiri dapat dilihat pula melalui grafik perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada pemerintah daerah Provinsi Lampung sebagai berikut ini:

6 2.500.000 PAD Provinsi Lampung 2.000.000 1.500.000 1.000.000 PAD 500.000 0 2001200220032004200520062007200820092010201120122013 Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, 2001-2013, data diolah Gambar 1. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Provinsi Lampung Tahun 2001-2013 dalam Jutaan Rupiah Pada grafik di atas terlihat jelas bagaimana perkembangan pendapatan asli daerah Provinsi Lampung dari 13 tahun terkahir yang mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Proporsi PAD yang paling rendah dialami pada tahun 2001 dan tertinggi diperoleh pada tahun 2013. Dapat dilihat bahwa dari tahun 2005 sudah mengalami peningkatan sebesar Rp549.658 miliar atau sebesar 33,84% dari tahun sebelumnya yaitu tahun 2004 sebesar Rp 410.683 miliar. Namun pada tahun 2009, PAD Provinsi Lampung justru mengalami penurunan sebanyak 3,5% yaitu Rp860.358 miliar karena pada saat itu dimungkinkan bahwa situasi atau keadaannya belum stabil pada era desentralisasi tersebut. Era pemerintahan yang dari era sentralistik berubah menjadi desentralisasi seperti saat itu belum stabil karena masih belum mantapnya perangkat hukum, kelembagaan, infrastruktur,

7 dan sumber daya manusia (SDM) daerah dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah (Mahmudi,2010). Walaupun pada tahun 2009 PAD Provinsi Lampung sedikit mengalami penurunan, Namun di tahun selanjutnya PAD Provinsi Lampung kembali mengalami peningkatan seperti ditahun 2010 PAD Provinsi Lampung naik sebesar 29,15%, pada tahun 2011 naik sebesar 25,59% dari tahun 2010, di tahun 2012 mengalami kenaikan 19,42% dari tahun 2011, dan yang terakhir di tahun 2013 naik sebesar 31% dari tahun 2012. Besarnya peningkatan PAD provinsi Lampung tersebut mencerminkan bahwa pemerintah daerah telah baik dalam mengelola potensi yang ada di daerah dan juga telah memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan daerahnya. Peningkatan PAD tersebut juga tentunya disebabkan oleh peningkatan taraf hidup masyarakat, sehingga mereka pun mampu memberikan sebagian pendapatannya untuk terus menerus membayar pajaknya dalam berpartisipasi membangun Lampung. Dengan semakin baiknya PAD Provinsi Lampung seharusnya tidak membuat pemerintah sudah merasa puas akan hal tersebut, melainkan hal tersebut harus membuat pemerintah khususnya pemerintah daerah harus lebih instropeksi diri dan terus meningkatkan PAD nya karena tujuan utama dari adanya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal ialah agar daerah dapat mandiri dan tidak lagi bergantung dengan pusat dengan menggali sumber daya yang dimiliki oleh daerah tersebut (PAD) secara optimal.

8 Anggaran pendapatan dan belanja merupakan instrumen kebijakan fiskal pemerintah untuk mempengaruhi pertumbuhan perekonomian. Kebijakan fiskal bekerja mempengaruhi perekonomian melalui anggaran yang berfungsi sebagai alokasi, distribusi dan stabilisasi (Musgrave, 1996 dalam Parmawati dan Sasana, 2010). Pada dasarnya kebijakan fiskal akan mentransfer tenaga beli masyarakat (berupa pajak, keuntungan, bea, dan pinjaman) kepada pemerintah dan mentransfernya kembali kepada masyarakat baiksecara langsung maupun tidak langsung, dan didistribusikan menurut pertimbangan-pertimbangan tertentu (Santoso, 1992 dalam Parmawati dan Sasana, 2010). Di tahun-tahun awal dari masa transisi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, memang terlihat bahwa sumbangsih Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih terlalu sedikit dibandingkan dana perimbangan yang berasal dari pusat. Namun setelah diterapkannya desentralisasi fiskal di Provinsi Lampung, keadaan pun sedikit demi sedikit pun mulai mengalami perubahan yang semakin membaik. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa tanpa adanya bantuan dari pusat, maka kegiatan-kegiatan pemerintah daerah untuk perekonomian di Provinsi Lampung akan terhambat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu wujud implementasi pengelolaan keuangan daerah sejak pelaksanaannya desentralisasi fiskal yang sepenuhnya dipegang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Selain di lihat dari segi pendapatannya atau penrimaan daerahnya, APBD juga dilihat dari anggaran belanja yang merupakah salah satu instrumen kebijakan fiskal pemerintah untuk mempengaruhi pertumbuhan perekonomian.

9 Pada praktiknya belanja dibagi ke dalam dua kelompok yaitu belanja operasional (belanja aparatur daerah) dan belanja modal (belanja pelayanan publik) (Parmawati dan Sasana, 2010). Berikut besaran belanja operasional dan belanja modal terhadap belanja daerah di Provinsi Lampung tahun 2001-2013: 4.500.000 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0 BO BM TB Sumber: Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan,2001-2013, data diolah Gambar 2. Perkembangan Belanja Operasional dan Belanja Modal Pemerintah Terhadap Belanja Daerah Provinsi Lampung Tahun 2001-2013 dalam Jutaan Rupiah Gambar di atas menjelaskan besaran belanja daerah yang didapat dari belanja operasional dan belanja modal di Provinsi Lampung di tahun 2001-2013.Terlihat jelas bahwa jumlah belanja daerah di Provinsi Lampung tiap tahunnya mengalami peningkatan meskipun terdapat beberapa kali belanja daerah pada pemerintah Provinsi Lampung mengalami penurunan.penurunan jumlah belanja daerah yang paling signifikan penurunann yang terdapat pada tahun 2007 dengan jumlah belanja daerah sebesar Rp1.152 miliar yang turun dari tahun 2006 sebesar 14,07%. Namun pada tahun berikutnya, belanja modal mengalami kenaikan

10 kembali meskipun terdapat beberapa periode waktu belanja daerah Provinsi Lampung mengalami penurunan. Pada tahun 2010 pun mengalami penurunan sebesar 11,96 %,dari tahun sebelumnya. Namun pada tahun selanjutnya belanja daerah Provinsi Lampung kembali mengalami peningkatan seperti ditahun 2011 belanja daerah Provinsi Lampung naik sebesar 57,79%, pada tahun 2012 naik sebesar 31,1% dari tahun 2011, dan yang terakhir di tahun 2013 belanja daerah Provinsi Lampung naik sebesar 31,11% dari tahun 2012. Adanya Peningkatan belanja tersebut tidak lepas dari adanya peningkatan dana transfer pemerintah pusat sebagai salah satu sumber penerimaan daerah, hal ini memberikan bukti bahwa kenaikan transfer pemerintah pusat mendorong adanya peningkatan belanja, khususnya belanja modal untuk barang-barang publik, hal ini dimungkinkan akan memicu pertumbuhan PDRB daerah (Parmawati dan Sasana, 2010). Dari uraian sebelumnya yang telah dijelaskan bahwa transfer dari pemerintah pusat sebagai salah satu komponen penerimaan pemerintah daerah disamping PAD, akan tetapi apakah transfer pemerintah disuatu periode tertentu mampu memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan pada gilirannya memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah untuk tahun berikutnya, atau singkatnya, sampai seberapa besar proporsi transfer dialokasikan untuk membiayai berbagai jenis pengeluaran dan sampai seberapa besar berbagai jenis pengeluaran dapat berkontribusi kepada PDRB. Dalam aspek makro ekonomi yang menjadi asumsi dasar dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) salah satunya yakni Produk

11 Domestik Regional Bruto (PDRB). Berikut adalah besaran PDRB atas harga konstan di Provinsi Lampung. Tabel 2. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Pemerintah Provinsi Lampung Tahun 2001-2013 dalam Jutaan Rupiah Tahun PDRB Pertumbuhan 2001 24.079.608-2002 25.451.591 5,69% 2003 26.907.997 5,72% 2004 28.247.793 4,98% 2005 29.397.248 4,07% 2006 30.861.360 4,98% 2007 32.694.890 5,94% 2008 34.443.152 5,35% 2009 36.256.295 5,26% 2010 38.378.425 5,85% 2011 40.829.411 6,39% 2012 43.506.013 6,55% 2013 45.651.898 4,93% Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung Dalam Angka,2001-2013 Tabel di atas merupakan realisasi perkembangan dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Lampung dari tahun 2001 hingga 2013. Pada tabel PDRB di atas dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung tiap tahunnya mengalami peningkatan yang menggembirakan. Peningkatan ini juga tidak terlepas dari upaya keras pemerintah dalam menjalankan perannya untuk menstabilkan perekonomian. Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung terus meningkat menjadi 5,94% pada tahun 2007. Namun pada tahun 2008 dan 2009 laju pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan pertumbuhan yaitu masing-masing sebesar 5,35% tahun 2008 menjadi 5,26% ditahun 2009 dikarenakan pada tahun-tahun tersebut telah terjadi

12 krisis moneter yang menyebabkan Indonesia yang tak terkecuali Provinsi Lampung terkena dampak dari krisi ekonomi tersebut. Dan akhirnya kembali meningkat pertumbuhannya pada tahun 2010 sebesar 5,85% dan hingga tahun 2012 pertumbuhan PDRB mencapai 6,55%, namun pada tahun 2013 pertumbuhan PDRB menurun menjadi 4,93%. Pertumbuhan perekonomian daerah yang berhubungan dengan kenaikan transfer sebagai salah satu komponen penerimaan pemerintah dianggap sebagai faktor positif yang merangsang pertumbuhan ekonomi artinya, semakin tinggi penerimaan pemerintah akan meningkatkan potensi pasar domestik, dengan catatan mereka mempunyai daya beli, sehingga permintaan akan meningkat (Todaro, 1997 dalam Parmawati dan Sasana, 2010). Menurut Jhingan (1998) dalam Parmawati dan Sasana (2010), sesuai dengan Teori Pertumbuhan Harrod- Domar, bahwa investasi memiliki peran kunci dalam pertumbuhan ekonomi yaitu menciptakan pendapatan dan memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Naiknya stok modal daerah akan meningkatkan produksi, hal ini menuntut produktivitas dari masing-masing komponen pengeluaran pemerintah daerah untuk dapat memberikan kontribusi kepada PDRB. Menurut penulis, identifikasi hubungan kausalitas antara Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal, dan PDRB adalah sangat menarik, karena penelitian terkait masih belum terlalu banyak terutama untuk tingkat provinsi dan Lampung adalah objek penelitian yang penting untuk penulis karena daerah tersebut adalah tempat tinggal dari penulis. Dan juga penelitian ini juga sangat diperlukan guna

13 memberikan wawasan yang lebih mengenai bagaimana berbagai kebijakan yang berbeda dapat membantu dalam mengontrol perkembangan perekonomian khususnya di Provinsi Lampung. Untuk menganalisis hubungan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal, dan PDRB di Provinsi Lampung dalam penelitian ini adalah Kausalitas Granger. Kausalitas Granger merupakan hubungan sebab akibat yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan sebab akibat antara 2 variabel atau lebih dan dalam penelitian ini variabel terkaitnya adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal, dan PDRB. Dari uraian diatas, maka penulis mengambil judul Kausalitas Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan PDRB di Provinsi Lampung B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah hubungan kausalitas antara Belanja Modal dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Provinsi Lampung Tahun 2001-2013? 2. Bagaimanakah hubungan kausalitas antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan PDRB daerah di Provinsi Lampung Tahun 2001-2013? 3. Bagaimanakah hubungan kausalitas antara PDRB dengan Belanja Modal di Provinsi Lampung Tahun 2001-2013?

14 C. Tujuan Penelitian Seperti yang telah diuraiakan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai hubungan kausalitas antara Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal, dan PDRB di Provinsi Lampung Tahun 2001-2013. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan kausalitas antara Belanja Modal dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Provinsi Lampung Tahun 2001-2013. 2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan kausalitas antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan PDRB di Provinsi Lampung Tahun 2001-2013. 3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan kausalitas antara PDRB dengan Belanja Modal di Provinsi Lampung Tahun 2001-2013. D. Kerangka Pemikiran Adanya otonomi darah atau desentralisasi fiskal adalah salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang fiskal. Dengan diterapkannya kebijakan fiskal ini maka akan mempengaruhi sistim anggaran yang merupakan implementasi dari penerapan kebijakan tersebut khususnya dalam mengelola keuangan daerah. Kebijakan tersebut pula akan mempengaruhi perekonomian di daerah melalui siklus APBD pada penerimaan daerah dan pengeluaran daerahnya. Adanya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan

15 Undang-Undang Nomor.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dilaksanakan pada 1 Januari 2001 ini memiliki tujuan agar daerah mampu untuk mengelola keuangannya sendiri dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya terutama untuk mencapai standar pelayanan minimum (Saragih, 2003). Dari kebijakan tersebut dimaksudkan agar setiap daerah mampu untuk meningkatakan perekonomian dan memperbaikai output (PDRB) di daerah tersebut melalui pengelolaan keuangan daerah sendiri dan penggalian sumbersumber pendapatan yang ada di daerah tersebut dalam bentuk pendapatan asli daerah (PAD). PAD tersebut akan memengaruhi belanja modal dalam menyediakanbarang-barang publik dan upaya pajak daerah sebagai bentuk perilaku fiskal masyarakat dalam merespon adanya peningkatan barang publik tersebut. Adanya peningkatan belanja barang publik akan menstimulus peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), karena PDRB merupakan proksi atau sebagai gambaran dari kemampuan masyarakat dalam mengonsumsi barang-barang publik. Jadi, semakin banyak pemerintah meningkatkan belanja barang publik, maka akan semakin banyak peningkatan barang publik yang terbentuk dalam PDRB (Parmawati dan Sasana, 2010). Objek utama penelitian ini adalah melihat bagaimanakah hubungan kausalitas antaravariabel Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal, dan PDRB. Berdasarkan paradigma penelitian pada penelitian di atas terlihat bahwa PDRB

16 dipengaruhi oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD juga akan memengaruhi Belanja Modal dan akhirnya memengaruhi PDRB (Parmawati dan Sasana, 2010). Kerangka pemikiran dalam penelitian ini berlandaskan pada teori-teori yang berkaitan/ sinkron dan penelitian terdahulu. Dan untuk melihat model penelitian ini yaitu tentang kausalitas Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan PDRB di Provinsi Lampung, dapat dilihat dalam kerangka pemikiran sebagai berikut: Pendapatan Asli Daerah (PAD) Belanja Modal (BM) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Gambar 3. Kerangka Pemikiran E. Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan juga berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian dibidang ini, maka penulis mengajukan hipotesis, yaitu: 1. Terdapat hubungan kausalitas antara Belanja Modal dengan Pendapatan Asli Daerah di Provinsi Lampung Tahun 2001-2013.

17 2. Terdapat hubungan kausalitas antara Pendapatan Asli Daerah dengan PDRB di Provinsi Lampung Tahun 2001-2013. 3. Terdapat hubungan kausalitas antara PDRB dengan Belanja Modal di Provinsi Lampung Tahun 2001-2013.