BAB IV STUDI LONGSORAN

dokumen-dokumen yang mirip
WORKSHOP PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

GEOLOGI DAN STUDI LONGSORAN DESA SIRNAJAYA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN GUNUNGHALU, KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB II STUDI PUSTAKA

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

Studi Investigasi Longsor di Desa Kalikuning, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan ABSTRAK

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

STUDI LONGSORAN YANG TERDAPAT DI JALAN TOL SEMARANG SOLO SEGMEN SUSUKAN-PENGGARON

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab V Korelasi Hasil-Hasil Penelitian Geolistrik Tahanan Jenis dengan Data Pendukung

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

GEOTEKNIK TAMBANG DASAR DASAR ANALISIS GEOTEKNIK. September 2011 SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS) YOGYAKARTA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

EVALUASI KESTABILAN LERENG PADA TAMBANG TERBUKA DI TAMBANG BATUBARA ABSTRAK

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BELAJAR DARI TANAH LONGSOR DEWATA, KEC PASIRJAMBU, KABUPATEN BANDUNG Yunara Dasa Triana1, Imam A. Sadisun2, Hery Purnomo1

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

BAB II TINJAUAN UMUM

Bab IV STABILITAS LERENG

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Hasil penelitian ini digambarkan dalam bentuk:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI

IDENTIFIKASI GERAKAN MASSA TERHADAP KERUSAKAN JALAN RAYA SUKOREJO-WELERI KILOMETER 6-16 KABUPATEN KENDAL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pemodelan fisik menunjukkan bahwa konfigurasi elektroda yang sensitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. batuan, bahan rombakan, tanah, atau campuran material tersebut yang bergerak ke

ANALISIS STABILITAS LERENG TEBING SUNGAI GAJAHWONG DENGAN MEMANFAATKAN KURVA TAYLOR

DEFINISI. Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 2 Agustus 2013: Cecep Sulaeman, Yunara Witarsa, Rahayu Robiana, dan Sumaryono

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

DISASTER NURSING AND TRAUMA HEALING. Project Observasi Potensi Bencana di Kelurahan Pongangan. Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah.

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terutama Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan bagian dari

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

POTRET BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR. Djadja, Agus Solihin, Agus Supriatna Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

PENENTUAN BIDANG GELINCIR LONGSORAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIS BATUAN DENGAN SEISMIK BIAS DANGKAL DI DAERAH CILILIN, BANDUNG

Menentukan Jurus dan Kemiringan Batuan serta Struktur Patahan di Sepanjang Sungai Cinambo, Jawa Barat. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir merupakan mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...

TANAH DASAR, BADAN JALAN REL DAN DRAINASI

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga

INVESTIGASI BAWAH PERMUKAAN DAERAH RAWAN GERAKAN TANAH JALUR LINTAS BENGKULU-CURUP KEPAHIYANG. HENNY JOHAN, S.Si

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 2, April 2013 ISSN

Transkripsi:

BAB IV STUDI LONGSORAN A. Teori Dasar Fell drr. (2008) mendefinisikan longsoran sebagai pergerakan massa batuan, debris, atau tanah ke bawah lereng. Pergerakan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kemiringan lereng, jenis batuan, kondisi keairan, tata guna lahan, atau yang sedang hangat ialah akibat gempa. Untuk mengantisipasinya, perlu diketahui tingkat kestabilan suatu lereng yang telah longsor maupun yang belum longsor. Prinsip dasar dalam analisis tingkat kestabilan lereng ialah menentukan nilai faktor keamanan atau factor of safety (FS) yang secara matematis dapat dituliskan sebagai: FS = Total gaya penahan lereng Total gaya yang diperlukan untuk kestabilan Nilai FS antara 1-1,3 bermakna kondisi kritis, lebih dari nilai tersebut maka stabil sedangkan jika kurang dari nilai tersebut maka runtuh. Kisaran nilai tersebut diasumsikan paling mendekati nilai FS lereng saat terjadi longsor. Pergerakan longsor berbeda-beda bergantung dari jenis materialnya. Cruden dan Varnes (1996) mengelompokkan longsoran menjadi 5 (lima) tipe, yaitu: Jatuhan (falls) Jungkiran (topples) Gelinciran (slides) Gerakan lateral (spreads) Aliran (flows) Kombinasi (Composites) Tanda-tanda awal longsoran adalah adanya retakan di bagian atas lereng yang relatif tegak lurus arah gerakan. Jika terisi air, retakan ini dapat menambah gaya horisontal yang memicu longsoran. Kadang-kadang retak miring juga ditemui di kedua bagian pinggir longsoran, sedangkan pada kaki lereng dapat ditemui penggembungan tanah. Bagianbagian longsoran secara lengkapnya, sesuai yang diusulkan Cruden dan Varnes (1996) dapat dilihat pada gambar 4.1, dan penjelasannya yang disesuaikan dengan nomor pada gambar tersebut ialah sebagai berikut: 1.) Mahkota (crown), lokasi di bagian atas dari zona longsor yang terletak di atas gawir utama (main scarp). 2.) Gawir utama (main scarp), permukaan miring tajam pada zona tanah yang tidak terganggu oleh longsoran, yang terletak di ujung atas longsoran. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 34

3.) Puncak (top), titik tertinggi pada bagian kontak antara material yang tidak bergerak dengan gawir utama. 4.) Kepala (head), bagian atas longsoran di antara material yang bergerak dengan gawir utama. 5.) Gawir minor (minor scarp), permukaan miring tajam pada material yang bergerak yang terbentuk akibat perbedaan gerakan. 6.) Tubuh utama (main body), bagian material yang bergerak yang menutupi permukaan bidang longsor. 7.) Kaki (foot), bagian longsoran yang bergerak melampaui kaki lereng. 8.) Ujung bawah (tip), titik pada bagian kaki longsoran yang letaknya paling jauh dari puncak longsoran. 9.) Lidah (toe), batas terbawah dari material yang bergerak. 10.) Bidang gelincir (surface of rupture), permukaan bidang longsor yang merupakan bagian terbawah material yang bergerak atau permukaan yang merupakan batas dari material yang bergerak dan diam. Gambar 4.1 sketsa bagian-bagian longsoran menurut Cruden dan Varnes (1996). Penjelasan tiap nomornya dapat dilihat pada teks. 11.) Lidah bidang gelincir (toe of surface rupture), perpotongan antara bagian terbawah bidang longsor dan permukaan tanah asli. 12.) Permukaan pemisah (surface of separation), permukaan tanah asli yang sekarang tertutup kaki longsoran. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 35

13.) Material runtuhan (displaced mateial), material yang berpindah dari tempat asalnya oleh gerakan. 14.) Zona amblesan (depletion zone), area yang turun akibat material yang bepindah sehingga kedudukannya menjadi di bawah permukaan tanah asli. 15.) Zona akumulasi (accumulation zone), area tempat material setelah berpindah berada, menumpuk di atas tanah asli. 16.) Amblesan (depletion), volume tanah yang dibatasi oleh gawir utama, zona amblesan dan permukaan tanah asli. 17.) Massa ambles (depleted mass), volume dari massa yang berpindah dan menutup bidang longsor serta berada di bawah permukaan tanah asli. 18.) Akumulasi (accumulation), volume massa yang berpindah yang menumpuk di atas tanah asli. 19.) Sisi luar (flank), zona material yang berdekatan dengan sisi luar bidang longsor. 20.) Permukaan tanah asli (original ground surface), permukaan lereng sebelum longsor. Investigasi lapangan penting dilakukan untuk mengetahui bagian-bagian longsoran tersebut karena tidak selalu teramati secara lengkap. Vegetasi, perubahan tataguna lahan, pelapukan, atau adanya perkuatan dapat menutupi beberapa bagian longsoran tersebut. Untuk itu, diperlukan interpretasi dalam menentukan bagian-bagiannya seperti bidang gelincir dan permukaan tanah asli. Untuk longsoran kecil yang penyebabnya mudah diketahui, inspeksi lapangan saja sudah cukup untuk mengetahui bagian-bagian longsor tersebut termasuk penyebabnya (Cornforth, 2005). B. Lokasi-Lokasi Longsor Lokasi longsoran dicirikan oleh kenampakan bagian-bagiannya seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. Untuk longsoran lama, beberapa bagiannya sering tertutup vegetasi atau telah menjadi lahan produktif sehingga diperlukan pengamatan lebih teliti untuk mengidentifikasinya. Namun, longsor lama tersebut masih berpotensi untuk bergerak kembali sehingga analisis terhadap faktor-faktor yang berpotensi menjadi pemicu pergerakannya penting untuk dilakukan. Berdasarkan kenampakan bagian-bagian longsoran tersebut, setidaknya terdapat 5 (lima) lokasi longsor yang dapat diamati di lapangan dan berpotensi untuk longsor kembali. Dari kelima lokasi longsor tersebut, 2 (dua) diantaranya berada di daerah Cihurang, sisanya berada di daerah Lengkong, Cicurug Satu, dan Cidadap. Gambar 4.2 menunjukkan 2 dari Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 36

lokasi longsor tersebut, yaitu yang berada di daerah Lengkong dan Cicurug Satu sedangkan salat satu lokasi longsor di Cihurang akan dibahas lebih lanjut karena dampak longsornya bagi masyarakat lebih besar. Data lengkap dari tiap-tiap lokasi dapat dilihat pada Tabel Pengamatan Longsoran pada Lampiran D. a. b. Gambar 4.2 contoh lokasi longsoran di daerah penelitian. Longsor di Cicurug Satu pada kaki Pasir Pogor (a) dan longsor di Lengkong pada kaki bukit 1197 (b). Keduanya berada pada lapisan batupasir di Satuan Breksi dengan material lereng berupa tanah pelapukan. Vegetasi alami berupa semak dan ilalang dengan tataguna lahan berupa sawah. Berdasarkan tabel tersebut, terdapat kecenderungan bahwa longsor hanya terjadi pada tanah pelapukan atau pada batupasir yang telah lapuk. Lokasi longsor yang berada di Satuan Breksi pun terjadi pada lapisan batupasirnya. Selain itu, berdasarkan pengamatan di lapangan dan keterangan penduduk setempat menyimpulkan bahwa longsor lebih sering terjadi saat musim hujan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penyebab longsor yang utama di daerah penelitian ialah peningkatan kondisi keairan dan material lerengnya. Kemiringan lereng tidak menjadi faktor dominan sebab pada lapisan breksi dengan kemiringan lebih dari 45%, longsor tidak terjadi meskipun kondisi breksi tersebut lapuk sebagian. C. Analisis Di antara beberapa lokasi longsoran tersebut, yang paling signifikan ialah longsor yang berada pada koordinat 7 01 01,1 LS dan 107 17 18,1 BT di Kampung Cihurang, Desa Cibedug, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat. Di lokasi ini, longsor sering terjadi, misalnya saja pada tanggal 5 Maret 2005 yang menyeret sebuah mobil elf hingga masuk ke Sungai Cidadap di bawahnya dan menewaskan 2 orang. Lalu, yang Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 37

terakhir terjadi ialah pada tanggal 1 Februari 2009 yang material runtuhannya menutup jalan utama dari Gununghalu menuju Bandung. a. b. Gambar 4.3 jejak longsor terbaru di Cihurang yang terjadi pada tanggal 1 Februari 2009. Gambar a.) menunjukkan badan jalan yang pernah tertutup longsor, dengan material longsoran di kedua sisinya serta anak panah kuning yang menunjukkan arah longsornya dengan foto ke arah timur. Gambar b.) merupakan lereng akibat longsor tersebut dengan foto ke arah utara. Gambar 4.4 lokasi longsor Cihurang beserta sketsanya. Tampak beberapa jejak longsoran termasuk yang baru terjadi (kotak biru) yang berada di bawah gawir di dekat saluran irigasi. Longsor-longsor tersebut diduga merupakan bagian dari sistem longsoran besar dengan gawir utama berada di sekitar saluran irigasi. Foto menghadap ke utara. Gambar 4.3 menunjukkan jejak-jejak longsor tersebut. Pada Gambar 4.3a tampak sisa-sisa material longsoran di kedua sisi jalan. Tumpukan batu di sekitarnya digunakan penduduk untuk memperkuat lereng di bagian bawah jalan. Lereng akibat longsoran tersebut tampak pada Gambar 4.3b. Jika diperhatikan secara keseluruhan seperti pada Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 38

Gambar 4.4, tampak adanya jejak longsoran lama yang cukup besar namun sudah tertutup vegetasi. Sketsa dari foto tersebut pada Gambar 4.4 sebelah kanan dapat membantu dalam memperjelas kenampakan beberapa jejak longsor lama tersebut. Oleh karena banyaknya jejak longsor tersebut dan adanya jalan utama pada lereng tersebut, maka lokasi ini dijadikan contoh kasus untuk identifikasi bagian-bagian longsor beserta penyebabnya. Gambar sketsa dari longsor tersebut menjadi contoh kasus untuk memberikan gambaran kondisi lerengnya. Berdasarkan peta geologi pada Lampiran E, lokasi longsor tersebut berada pada Satuan Batupasir. Panjang lerengnya 70 m dengan tinggi 31 m dari dasar lereng. Material lerengnya terdiri dari batupasir tuf pada bagian bawah dengan sisipan batulanau dalam kondisi lapuk dan tanah pelapukan di bagian paling atas (topsoil). Lereng ini dilalui oleh jalan utama yang menghubungkan daerah ini dengan daerah lain termasuk Bandung, dan merupakan jalur transportasi mobil elf jurusan Bunijaya-Ciroyom. Di dasar lerengnya, terdapat sebidang sawah yang memisahkannya dengan Sungai Cidadap. Jadi, pengaruh sungai ini terhadap kestabilan lereng diduga tidak terlalu signifikan. Sketsa pada Gambar 4.5 menunjukkan bagian-bagian dari longsor tersebut yang dapat diamati di lapangan beserta interpretasinya. Bagian lain yang tidak dapat teramati disebabkan perubahan tataguna lahan pada lereng tersebut seperti sawah dan saluran irigasi serta telah diangkut oleh penduduk. Bagian-bagian yang dapat teramati sesuai dengan nomornya ialah: 1.) Mahkota, berada di sisi utara saluran irigasi, tertutup semak dan kebun ketela. 2.) Gawir utama, berada di sepanjang saluran irigasi, di beberapa bagian terdapat jejak longsoran yang masih baru. 3.) Puncak, posisi pastinya sulit diperkirakan karena sudah beralih fungsi menjadi sawah. 4.) Gawir minor, merupakan gawir longsor yang terbaru. 5.) Tubuh utama, luasnya diperkirakan karena tertutup vegetasi dan sawah. 6.) Bidang gelincir, berupa bidang gelincir longsoran minornya sedangkan bidang gelincir longsoran utama sulit diperkirakan karena lidahnya sudah tidak tampak. Kedalaman bidang gelincir ini diinterpretasikan berdasarkan posisi gawir dan dasar lerengnya. 7.) Lidah bidang gelincir dari bidang gelincir longsoran minor. 8.) Material runtuhan, sebagian besar telah dipindahkan oleh penduduk karena menutupi badan jalan. 9.) Sisi luar, letaknya ditentukan berdasarkan batas jejak longsor terluar. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 39

10.) Permukaan tanah asli, bentuk diperkirakan berdasarkan asumsi bahwa lereng ini sama dengan lereng di sisi luar yang belum longsor. 2 1 3 10 4 9 5 9 7 8 6 Gambar 4.5 penampang longsor Cihurang beserta bagian-bagiannya. Kiri: penampang melintang dari utara-selatan. Kanan: tampak atas. Penjelasan tiap nomor terdapat pada teks. Berdasarkan sketsa penampang longsoran beserta bagian-bagiannya tersebut, dapat diperkirakan bahwa mungkin jenis longsoran utamanya berupa rayapan yang bergerak perlahan. Sebab, longsoran-longsoran kecil lebih sering terjadi pada daerah ini tetapi jaraknya berdekatan. Hal tersebut juga dibuktikan oleh beberapa pohon besar yang berdiri agak miring ke arah dasar lereng. Namun, jenis longsoran minornya ialah gelinciran yang dapat terjadi secara tiba-tiba dengan kecepatan yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat dibuktikan dari sejarah longsor di daerah ini. Jadi, perlu diberi perhatian khusus terhadap longsoran di Cihurang ini dan di lokasi-lokasi longsor lain yang dekat dengan sarana dan tempat tinggal penduduk. Perkuatan dan pemantapan kestabilan lereng diperlukan agar jalan utama yang merupakan jalur utama perekonomian penduduk tidak terputus kembali akibat tertimbun material longsoran. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 40