BAB VII PENUTUP. penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai jaminan kesehatan. Program

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI HULU SUNGAI SELATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan lanjutan dari Restitutie Regeling tahun Pada tahun 1985

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

POLICY BRIEF. Sasana Integrasi dan Advokasi difabel (SIGAB)

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH

: Sekretaris Daerah Kota Medan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 22

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. (GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penduduk Indonesia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya belum semua

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan hak-haknya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

PENGALAMAN BAIK KOTA TANGERANG DALAM PENYEDIAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH SERTA TANTANGAN YANG DIHADAPI PASKA PEMBERLAKUAN JKN

JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E LIPERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 34 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

Oleh : Misnaniarti FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Oleh Nizwardi Azkha, SKM,MPPM,MPd,MSi PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND PADANG 2009

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 39 TAHUN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah. satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 27 SERI E

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. harus menerapkan sistem jemput bola, dan bukan hanya menunggu bola. Dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI KESIMPULAN PENELITIAN. Pelaksanaan kendali biaya di RSUD Kota Yogyakarta; sebagaimana

PERKEMBANGAN BPJS DAN UNIVERSAL COVERAGE DENGAN SISTEM PEMBAYARAN PROVIDER DALAM SISTEM JAMINAN KESEHATAN. Yulita Hendrartini

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERESMIAN BPJS, PELUNCURAN PROGRAM JKN DAN INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN SUMBAR SAKATO, KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT

DALAM SISTEM. Yulita Hendrartini

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BUPATI BATANG NOMOR 2 " TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII PENUTUP. Kesimpulan komponen masukan yaitu: tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan.

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004

Subsidi Kesehatan (bukan) untuk Orang Miskin. Lola Amelia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang menganut prinsip negara

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dengan pendekatan pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGELOLAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG

PENGGUNAAN DATA DALAM MENDUKUNG PELAYANAN KESEHATAN. dr. TOGAR SIALLAGAN, MM KEPALA GRUP PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PERATURAN BUPATI BATANG NOMOR TAHUN 2015

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

PROGRAM BEASISWA BIDIK MISI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia, perlu diketahui

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAPITASI DAN NON KAPITASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. aktual untuk dibicarakan dari tahun ke tahun. Di dalam Undang-Undang No 36

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan gambaran pelaksanaan UU KIP oleh Pemkab Kediri selama

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan fisik maupun mental. Keadaan kesehatan seseorang akan dapat

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

Transkripsi:

BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Program jamkesda Kota Magelang merupakan program yang diselenggarakan untuk memberikan jaminan kesehatan secara universal bagi penduduk Kota Magelang yang belum mempunyai jaminan kesehatan. Program jamkesda ialah salah satu program prioritas dari pemerintah Kota Magelang yang dirumuskan sebagai respon dari pemecahan permasalahan sistem SKTM yang selama ini diselenggarakan oleh pemerintah Kota Magelang dalam memberikan bantuan pembiayaan kesehatan bagi masyarakat sehingga bisa meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Namun diselenggarakannya sistem jaminan kesehatan nasional di Indonesia mengharuskan pemerintah Kota Magelang untuk merumuskan suatu kebijakan dalam mengintegrasikan jamkesda Kota Magelang ke sistem jaminan kesehatan nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Alur pendaftaran kepesertaan jamkesda sudah menunjukkan perbaikan tiap tahunnya dalam memberikan kemudahan pada masyarakat yang sekarang dilaksanakan secara jemput bola ke masing-masing kelurahan. Jumlah peserta jamkesda mengalami penurunan dari tahun ke tahun, namun penurunan tersebut justru dianggap sebagai keberhasilan pemerintah Kota Magelang dalam menyadarkan masyarakat akan pentingnya jaminan kesehatan sehingga masyarakat secara mandiri membayar iuran jaminan kesehatan, serta keberhasilan

pemerintah dalam mendorong perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab dan kewajibannya untuk mendaftarkan pekerjanya di BPJS Kesehatan guna memberikan jaminan kesehatan bagi pekerjanya. Prosedur pemberian pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dengan mekanisme rujukan. Pada tahun 2013 dan 2014, pembiayaan jamkesda dilaksanakan secara cost sharing dengan proporsi 40 persen ditanggung oleh pemerintah Kota Magelang dan 60 persen ditanggung oleh pemerintah provinsi Jawa Tengah. Namun mulai tahun 2015, semua pembiayaan jamkesda ditanggung oleh pemerintah Kota Magelang. Pembayaran pelayanan kesehatan dilaksanakan dengan sistem kapitasi untuk PPK I dan sistem klaim untuk PPK II dan PPK III. Pada dasarnya pengimplementasian jamkesda Kota Magelang selama tiga tahun ini telah berjalan dengan baik. Meskipun demikian, masih ada beberapa permasalahan yang muncul selama pengimplementasian jamkesda Kota Magelang. Kepesertaan merupakan sumber masalah utama dalam pelaksanaan jamkesda Kota Magelang, tidak tertibnya masyarakat dalam mengikuti kewajiban pendaftaran kepesertaan jamkesda, membuat masyarakat kebingungan saat kartu jamkesda tidak berlaku dan memerlukan bantuan pembiayaan pelayanan kesehatan. Selain itu, permasalahan kepesertaan juga membebani perencanaan anggaran jamkesda di tahun berikutnya. Namun sejauh ini permasalahan yang ada dapat diatasi dengan baik karena evaluasi dan monitoring pelaksanaan jamkesda rutin dilaksanakan selama tiga bulan sekali untuk membahas pelaporan, pelaksanaan dan pemecahan masalah yang muncul dalam pengimplementasian jamkesda.

Terkait dengan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, akses informasi dilakukan melalui sosialisasi kepada masyarakat mengenai program jamkesda di masing-masing kelurahan, masalah-masalah yang muncul dalam sosialisasi jamkesda meliputi terhentinya sosialisasi di tingkat perangkat desa, sosialisasi tidak sampai pada masyarakat Kota Magelang yang tinggal di luar kota, dan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap sosialisasi yang diberikan dalam program jamkesda sehingga berdampak pada permasalahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Kemudahan akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan dari segi jarak, biaya perjalanan, waktu tempuh dan transportasi sudah bisa terpenuhi bagi peserta jamkesda. Paket manfaat yang diberikan bagi peserta jamkesda lebih mengarah pada upaya kesehatan kuratif dan rehabilitatif. Akses kemudahan biaya bagi peserta jamkesda juga meningkat setelah adanya program jamkesda karena peserta jamkesda yang memanfaatkan pelayanan kesehatan tidak mengeluarkan biaya pelayanan kesehatan selama sesuai dengan prosedur dan paket manfaat yang berlaku. Berkaitan dengan integrasi jamkesda ke sistem jaminan kesehatan nasional, sikap dari pemerintah Kota Magelang mendukung terhadap pengintegrasian jamkesda karena itu sudah merupakan amanat dari undangundang. Namun ada kekhawatiran dalam diri pemerintah Kota Magelang tentang dampak pengintegrasian jamkesda terhadap perputaran PAD dan kemudahan pengawasan jaminan kesehatan bagi masyarakat Kota Magelang setelah integrasi dilakukan. Saat ini perumusan kebijakan integrasi jamkesda berada dalam tahap persiapan, yaitu untuk menentukan PBI dan anggaran yang dialokasikan untuk

membayar iuran PBI tersebut. Kendala dalam pengintegrasian jamkesda ialah masih ada pertimbangan dalam diri pemerintah apakah semua peserta jamkesda atau hanya sebagian peserta jamkesda yang menjadi PBI pemerintah Kota Magelang di BPJS Kesehatan nantinya. Penentuan PBI akan didasarkan pada kriteria warga miskin dari kementrian sosial dan BPS. Sejauh ini sudah ada sekitar 2000 peserta jamkesda yang masuk dalam golongan warga miskin. Secara keseluruhan, penelitian ini didasarkan pada teori implementasi Edward III, teori akses Aday, tipe mekanisme integrasi Gareth R Jones, kriteria penilaian alternatif kebijakan menurut Patton dan Sawicki. Di dalam teori implementasi Edward III, terdapat empat aspek yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi yang saling berkaitan satu sama lain. Struktur birokrasi penyelenggaraan jamkesda Kota terdiri dari tim pelaksana dan tim koordinasi. Disposisi dalam implementasi kebijakan dapat dilihat dari komitmen dan sikap pelaku kebijakan. Komitmen, sikap dan komunikasi dari tim pelaksana dan tim koordinasi jamkesda yang sejalan dan saling mendukung dapat meminimalisir terjadinya pelanggaran dan sistem birokrasi yang terfragmentasi. Sumber daya anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah Kota Magelang dalam pengelolaan jamkesda selama tiga tahun mencapai 35 milyar. Menurut teori akses Aday, terdapat beberapa hal yang bisa digunakan untuk melihat akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan seperti ketersediaan layanan kesehatan, pemanfaatan layanan kesehatan dan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pemerintah Kota Magelang telah

bekerja sama dengan 5 puskesmas, 1 rumah sakit bersalin tingkat dasar dan 6 rumah sakit rujukan tingkat II dan III sehingga ketersediaan layanan kesehatan sudah mencukupi dalam penyelenggaraan jamkesda. Adanya program jamkesda ini juga telah meningkatkan kunjungan masyarakat ke fasilitas pelayanan kesehatan. Sedangkan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang diterima dari program jamkesda ini berbeda-beda, namun pada dasarnya kepuasan tersebut tergantung dari penerimaan masyarakat terhadap perhatian pemerintah Kota Magelang yang menyelenggarakan jamkesda untuk membantu masyarakat. Secara umum, pelaksanaan jamkesda ini sudah memberikan dampak bagi peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Tipe mekanisme integrasi jamkesda mencakup penjelasan adanya BPJS Kesehatan sebagai departemen yang memiliki peran pelaksanakan jaminan kesehatan nasional dan koordinasi dengan stakeholder yang terlibat, serta peran pengintegrasian yang membagi peran dan kewenangan dari BPJS Kesehatan dan pemerintah dalam perumusan kebijakan integrasi jamkesda. Perumusan kebijakan integrasi jamkesda dilaksanakan berdasarkan model new public service. Pemerintah Kota Magelang perlu memperhatikan alternatatif kebijakan yang dirumuskan berdasarkan pendapat Patton dan Sawicki yang meliputi kemungkinan finansial dan ekonomi, kelayakan administratif dan kelayakan politik. Kemungkinan finansial dan ekonomi mengarah pada efisiensi anggaran, pemerintah Kota Magelang sesungguhnya memiliki kapasitas fiskal yang mampu membiayai seluruh peserta jamkesda mengingat anggaran jamkesda mencapai 10,02 persen dari anggaran kesehatan pada perubahan anggaran tahun 2015.

Namun efisiensi anggaran akan lebih terlihat apabila pemerintah hanya membiayai peserta jamkesda yang miskin sekaligus untuk meningkatkan kemandirian masyarakat yang mampu dalam membiayai jaminan kesehatannya sendiri. Dari segi kelayakan administratif, pemerintah Kota Magelang memiliki posisi utama dalam perumusan kebijakan integrasi jamkesda karena tidak ada dukungan dari organisasi lain. Komitmen pemerintah yang tinggi terhadap pengintegrasian jamkesda sebagai dukungan dari pencapaian jaminan kesehatan nasional. Sedangkan dari segi kelayakan politik, perumusan kebijakan integrasi jamkesda sudah memenuhi aspek kepantasan dan legal karena dasar perumusan kebijakan ialah undang-undang. Aspek penerimaan dan keadilan dalam masyarakat sangat berkaitan dengan keputusan PBI BPJS Kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah nantinya, sehingga keputusan tersebut perlu didasarkan pada kesepakatan bersama antara berbagai stakeholder dan menjunjung ketepatsasaran PBI apabila tidak semua peserta jamkesda akan menjadi PBI BPJS Kesehatan yang dibiayai pemerintah nantinya. 7.2. Saran Terdapat beberapa saran bagi pemerintah dan PPK untuk mengatasi permasalahan dalam implementasi jamkesda dan perumusan kebijakan integrasi jamkesda ke sistem jaminan kesehatan nasional kedepannya. Permasalahan yang muncul dalam implementasi jamkesda Kota Magelang selama ini bersumber pada kepesertaan jamkesda yang juga dipengaruhi oleh akses informasi bagi

masyarakat. Sosialisasi harus terus dilaksanakan oleh pemerintah Kota Magelang agar informasi-informasi yang diberikan benar-benar bisa diterima oleh masyarakat, dan dapat meminimalisir permasalahan yang selama ini terjadi. Pemberi pelayanan kesehatan juga perlu menaati kewajiban pelaporan jamkesda dan tagihan klaim pada waktunya sehingga tidak berdampak pada keterlambatan pendistribusian kapitasi dan pembayaran tagihan klaim jamkesda. Selama ini, peningkatan akses masyarakat ke fasilitas pelayanan kesehatan sudah meningkat dengan adanya program jamkesda, namun perlu adanya peningkatan kunjungan petugas kesehatan pada masyarakat yang membutuhkan karena tingkatan kunjungan tersebut masih rendah dan belum begitu terlihat dalam pelaksanaan jamkesda Kota Magelang selama ini. Pemerintah dan pemberi pelayanan kesehatan juga harus melakukan perbaikan dan peningkatan pelayanan kesehatan pada masyarakat, terutama pada pelayanan kesehatan tingkat dasar agar dapat meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan perumusan kebijakan integrasi jamkesda Kota Magelang ke sistem jaminan kesehatan nasional. Pemerintah harus memperhatikan ketepatsasaran PBI agar tidak memunculkan permasalahan yang berkaitan dengan penerimaan dan rasa keadilan dalam diri masyarakat. Selain penentuan PBI, pemerintah juga perlu memperhatikan anggaran yang perlu dialokasikan pemerintah untuk membiayai PBI nantinya. Pemerintah Kota Magelang juga perlu memperhatikan perjanjian kerja sama yang akan dirumuskan antara pemerintah dengan BPJS Kesehatan berkaitan dengan integrasi jamkesda, kerja sama yang nanti akan ditetapkan sebaiknya memberikan keleluasaan bagi pemerintah Kota

Magelang dalam melakukan koordinasi dan pengawasan dalam pelaksanakan jaminan kesehatan bagi masyarakatnya ke depan saat dikelola oleh BPJS Kesehatan. Selain pemerintah dan pemberi pelayanan kesehatan, terdapat beberapa saran pula yang direkomendasikan oleh penulis bagi masyarakat yang selama ini menjadi sasaran jamkesda Kota Magelang. Permasalahan dalam kepesertaan jamkesda selama ini tidak lepas dari sikap masyarakat terhadap sosialisasi dan kewajibannya untuk mendaftarkan diri sebagai peserta jamkesda. Keberhasilan sosialisasi dan pemecahan permasalahan kepesertaan selama ini tidak lepas dari peningkatan sikap aktif masyarakat dalam mencari informasi dan kepedulian dalam diri masyarakat terhadap informasi yang diberikan serta menaati seluruh prosedur yang harus dilakukaan dan kewajibannya sebagai peserta jamkesda. Masyarakat juga perlu meningkatkan sikap mental dan kesadaran dirinya, apabila masyarakat tersebut sudah mampu untuk membiayai jaminan kesehatan dirinya dan keluarganya, masyarakat harus mandiri dalam melakukan hal tersebut dan menghilangkan ketergantungan kepada bantuan-bantuan yang selama ini diberikan oleh pemerintah. Masyarakat juga harus menerima keputusan dari pemerintah nantinya berkaitan dengan integrasi jamkesda ke sistem jaminan kesehatan nasional apalagi saat tidak semua peserta jamkesda bisa menjadi PBI BPJS Kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah Kota Magelang nantinya. Sedangkan bagi BPJS Kesehatan, penulis memberikan saran bahwa perlu adanya perbaikan sistem informasi dalam pelaksanaan jaminan kesehatan nantinya. Selama ini, permasalahan sering dialami oleh pemberi pelayanan

kesehatan disaat melayani peserta BPJS Kesehatan namun data peserta tersebut belum masuk dalam sistem informasi yang ada. Berkaitan dengan integrasi jamkesda nantinya, BPJS Kesehatan perlu melakukan verifikasi data yang diajukan oleh pemerintah Kota Magelang dengan database kepesertaan BPJS Kesehatan secara teliti dan akurat agar meminimalisir terjadinya tumpang tindih kepesertaan. Selain itu, BPJS Kesehatan juga harus menjalin keterbukaan dan koordinasi yang baik dengan pemerintah Kota Magelang dalam pelaksanaan jaminan kesehatan bagi masyarakat nantinya setelah integrasi dilaksanakan. Penulis merekomendasikan bagi peneliti yang ingin mengembangkan penelitian mengenai jamkesda Kota Magelang ini untuk melihat bagaimana proses pengintegrasian jamkesda berkaitan dengan keputusan PBI yang dibiayai oleh pemerintah Kota Magelang beserta dampak pengintegrasian jamkesda terhadap penerimaan masyarakat dan peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Selain itu, peneliti selanjutnya juga bisa melihat perbandingan keefektifan pelaksanaan jamkesda dengan jaminan kesehatan nasional dalam memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat setelah integrasi jamkesda dilaksanakan sehingga kajian mengenai penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi masyarakat terutama setelah integrasi jamkesda Kota Magelang dilaksanakan bisa lebih berkembang memberikan pemahaman dan makna yang baru bagi kebijakan kesehatan di Indonesia.