UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT NAGARI ALAHAN PANJANG KECAMATAN LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK SKRIPSI ARTIKEL ILMIAH

dokumen-dokumen yang mirip
UNGKAPAN KEPERCAYAAN RAKYAT MINANGKABAU PADA MASYARAKAT PADANG GALUNDI DI KELURAHAN TANAH GARAM KECAMATAN LUBUK SIKARAH KOTA SOLOK YANNI MAILIZAWATI

UNGKAPAN LARANGAN DALAM MASYARAKAT MINANGKABAU DI KENAGARIAN KUBANG PUTIAH KECAMATAN BANUHAMPU KABUPATEN AGAM

UNGKAPAN LARANGAN BAGI SUAMI KETIKA ISTRINYASEDANG HAMIL DI KENAGARIAN ALAHAN PANJANG KECAMATAN LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK

UNGKAPAN LARANGAN MASYARAKAT LUBUAK SARIAK KENAGARIAN KAMBANG KECAMATAN LENGAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

UNGKAPAN LARANGAN DI KENAGARIAN PADANG LAWEH KECAMATAN SUNGAI TARAB KABUPATEN TANAH DATAR

UNGKAPAN LARANGAN MASYARAKAT DI KANAGARIAN INDERAPURA KECAMATAN PANCUNG SOAL KABUPATEN PESISIR SELATAN

STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM UNGKAPAN KEPERCAYAAN RAKYAT BATU HAMPAR KABUPATEN PESISIR SELATAN

Sefridanita 1, Nurizzati 2, Zulfikarni 3 Program Studi Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Padang. Abstract

STRUKTUR DAN FUNGSI SOSIAL UNGKAPAN LARANGAN TENTANG TUBUH MANUSIA DAN OBAT-OBATAN DI DESA TALAGO GUNUNG KECAMATAN BARANGIN KOTA SAWAHLUNTO

KEPERCAYAAN RAKYAT YANG TERDAPAT DALAM KUMPULAN CERPEN MURJANGKUNG KARYA A.S. LAKSANA ARTIKEL ILMIAH. Khuratul Aini NPM

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

STRUKTUR, MAKNA, DAN FUNGSI UNGKAPAN KEPERCAYAAN RAKYAT DI NAGARI SOLOK AMBAH KABUPATEN SIJUNJUNG

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan disuatu daerah. Salah satunya adalah dengan penelitian foklor.

ARTIKEL ILMIAH. diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (Strata I)

UNGKAPAN LARANGAN RAKYAT DI KENAGARIAN LUBUK LAYANG KECAMATAN RAO SELATAN KABUPATEN PASAMAN ABSTRACT

UNGKAPAN PANTANG LARANG WANITA HAMIL DI KENAGARIAN PANGIAN KECAMATAN LINTAU BUO KABUPATEN TANAH DATAR

Abstract. Keywords : The prohibition expression, livelihood, and relation social

Oleh: Fadhla Hayati 1, Agustina 2, Nurizzati 3 Program Studi Sastra Indonesia FBS Universitas Negeri Padang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

NILAI-NILAI EDUKATIF, MAKNA DAN PEMAKAIAN UNGKAPAN LARANGAN DI KAMPUNG TAMPUNIK KENAGARIAN KAMBANG TIMUR KECAMATAN LENGAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

UNGKAPAN KEPERCAYAAN RAKYAT MINANGKABAU DI PARAK GADANG KECAMATAN PADANG TIMUR

UNGKAPAN KEPERCAYAAN RAKYAT DI KENAGARIAN TAPAN KECAMATAN BASA AMPEK BALAI KABUPATEN PESISIR SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

ARTIKEL PENELITIAN. Oleh JULI HARDANI NPM

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

Hasanuddin WS Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB I PENDAHULUAN. Belajar 9 Tahun Dalam Sastra Dayak Ngaju, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 20.

THE PROHIBITIONS UTTERANCE IN MINANGKABAU COMMUNITY IN PADANG PARIAMAN DISTRICT ZURAIDA CHAIRANI

pada posisi diakui dan dapat diikutsertakan dalam musyawarah (dapek dilawan baiyo)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporanlaporan

BAB III METODE PENELITIAN. memberikan panduan kepada peneliti tentang urutan-urutan bagaimana penelitian

I. PENDAHULUAN. mempunyai keinginan untuk hidup bersama dan membina rumah tangga yaitu. dengan melangsungkan pernikahan atau perkawinan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

I. PENDAHULUAN. Proses tersebut dapat ditemukan dalam lingkungan yang paling kecil,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL

WARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH

NILAI-NILAI EDUKATIF DALAM UNGKAPAN KEPERCAYAAN RAKYAT DI NAGARI LUAK KAPAU KECAMATAN PAUH DUO KABUPATEN SOLOK SELATAN

BAB IV ANALISIS. Malang Press, 2008, hlm Ahmad Khalili, M.Fiil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, UIN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan dalam keperluan sehari-hari dan adat suku bangsa. Studi etnobotani

KAWIN TANGKAP PENGENDALIAN PERILAKU REMAJA DI NAGARI AIR BANGIS KABUPATEN PASAMAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB VI PENUTUP. isinya. Beberapa pengkajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. meninggalkan kebiasaan, pandangan, teknologi dan hal - hal lainnya yang

I. PENDAHULUAN. yang dinyatakan oleh Aristoteles bahwa manusia yang hidup bersama dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sumber buku karangan Nirwabda Wow Building, 2014 : 88 2 Ibid : 88

Kata kunci: ungkapan, ora ilok, pengajaran, budi pekerti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB II INFORMASI MITOS SAAT KEHAMILAN

BAB I PENDAHULUAN. lakunya remaja itu sehari-hari baik di rumah, di sekolah, maupun di dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Bubak Kawah di Desa Kabekelan Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen

SOSIALISASI KEMANDIRIAN KERJA ANAK PETANI MISKIN ( STUDI KASUS: KELUARGA PETANI MISKIN DI NAGARI TALU KECAMATAN TALAMAU KABUPATEN PASAMAN BARAT )

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Ayah dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kehidupan masyarakat atas alasan menjaga lingkungan bersama yang harmonis.

BAB IV PENUTUP. pemberian saran dari proses pengembangan masyarakat melalui nilai-nilai. kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan dan tradisinya masing-masing. Syari at Islam tidak

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala

BAB I PENDAHULUAN. peran orang tua sebagai generasi penerus kehidupan. Mereka adalah calon

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT

KRITIK SOSIAL TERHADAP ADAT MINANGKABAU DALAM NOVEL MERANTAU KE DELI KARYA HAMKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB III DAMPAK DAN USAHA MENGATASI FENOMENA SEKKUSU SHINAI SHOKOGUN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT JEPANG

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

I. PENDAHULUAN. Era Globalisasi membuat jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan. dimasyarakatkan luas pada khususnya. Agar bangsa Indonesia tidak

JURNAL PENELITIAN. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Program Studi PG-PAUD FKIP UNP Kediri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi masa depan bangsa yang harus dijaga

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

I. PENDAHULUAN. manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship). Pergaulan

PENANAMAN NILAI-NILAI KREATIF DAN CINTA TANAH AIR PADA SENI TARI. Polokarto Kabupaten Sukoharjo) NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

NILAI-NILAI MORAL DALAM NOVEL KEMI CINTA KEBEBASAN YANG TERSESAT KARYA ADIAN HUSAINI ARTIKEL ILMIAH DELVI SEPTIANI NPM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan

KATEGORI DAN FUNGSI SOSIAL CERITA RAKYAT DI KENEGERIAN KARI KECAMATAN KUANTAN TENGAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam batin seseorang (Damono, 2002: 1).

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai ragam suku bangsa yang memiliki jenis kebudayaan yang beragam pula.

BAB I PENDAHULUAN. mamak atau pulang ka bako (Navis,1984: ). Dengan kata lain dikenal

I. PENDAHULUAN. satu potensi mereka yang berkembang ialah kemampuan berbahasanya. Anak dapat

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

Keywords: structure, social function, expression of prohibition

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

Transkripsi:

UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT NAGARI ALAHAN PANJANG KECAMATAN LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK SKRIPSI ARTIKEL ILMIAH AHMAD SYUKRI NPM 09080121 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG 2016

UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT NAGARI ALAHAN PANJANG, KECAMATAN LEMBAH GUMANTI, KABUPATEN SOLOK Oleh Ahmad Syukri, Dr. Eva Krisna, M. Hum 2, Zulfitriyani, S.S., M.Pd 3 1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat 2) Dan 3) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) kategori ungkapan larangan pada masyarakat nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok; (2) makna ungkapan larangan pada masyarakat nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok; dan (3) fungsi sosial ungkapan larangan pada masyarakat nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. Untuk itu teori yang akan digunakan adalah teori tentang folklor, khususnya sastra lisan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, dimana penelitian yang dilakukan berdasarkan fakta atau fenomena yang terjadi di sekitar lingkungan hidup penuturnya. Data penelitian diperoleh dengan cara: (1) merekam ungkapan larangan, tuturan informan direkam dengan menggunakan perekam audio dan tuturan tersebut ditraksripkan ke dalam bentuk tulisan; (2) tuturan yang awalnya berbentuk bahasa Minang di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia; dan (3) data yang sudah terkumpul disimpulkan ke dalam katagori, makna, dan fungsi sosial. Hasil dari penelitian ini berupa data ungkapan larangan yang berjumlah 50 ungkapan larangan dan diperoleh dari lima orang informan. Data-data tersebut dikelompokkan sesuai dengan kategori, makna, dan fungsi sosial ungkapan larangan. Kesimpulan penelitian ini adalah ungkapan larangan sebagian masih digunakan oleh masyarakat nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. Ungkapan ini digunakan sebagai alat untuk mendidik, melarang, dan mengingatkan siapa saja. Ungkapan larangan yang masih banyak digunakan dan berkembang adalah ungkapan mengenai tubuh manusia dan obatobatan, masa lahir, bayi, dan masa kanak-kanak. Kata kunci: kategori, makna, fungsi sosial.

PENDAHULUAN Masyarakat Minangkabau merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang memiliki berbagai bentuk kepercayaan rakyat. Kehidupan sosial masyarakat Minangkabau juga diatur dengan memanfaatkan kepercayaan rakyat. Sebagian besar kepercayaan rakyat digunakan untuk menyampaikan perintah, larangan, serta didikan bagi anak-anak Minangkabau. Meskipun masyarakat Minangkabau sekarang telah berpikir modern, mereka tidak bisa melepaskan diri sepenuhnya dari kepercayaan rakyat yang telah menjadi tradisi dalam kehidupan mereka pada masa lalu. Salah satu bentuk kepercayaan rakyat Minangkabau adalah ungkapan larangan. Ungkapan larangan merupakan bagian dari folklor dan juga tradisi lisan yang diwariskan secara turun-temurun sehingga tidak diketahui siapa yang menciptakan. Menurut Brundvand (dalam Danandjaya, 1991:153) ungkapan larangan yang disebut takhayul bukan saja mencakup tentang kepercayaan (belief), melainkan ada juga kelakuan (behavior), pengalaman-pengalaman (experiences), ada kalanya juga alat, dan biasanya juga ungkapan (sajak). Ungkapan larangan sering didengar dari orang-orang tua, seperti larangan anak gadis tidak boleh menyapu pada waktu magrib atau senja hari, larangan anak gadis tidak boleh duduk di pintu, dan larangan makan di tutup wadah atau panci. Ungkapan larangan Minangkabau merupakan salah satu bahasa lisan milik masyarakat Minangkabau. Ungkapan larangan telah lama digunakan dari generasi ke generasi. Itulah sebabnya ungkapan larangan menjadi satu tradisi bagi masyarakat Minangkabau. Ungkapan larangan banyak berkembang di kalangan orang-orang tua dan digunakan sebagai sarana pendidikan untuk anak-anak. Ungkapan larangan ini bertujuan untuk mengingatkan dan mengajarkan anak-anak untuk menjaga etika dalam kehidupan sehari-hari. Ungkapan larangan merupakan salah satu khazanah budaya masyarakat Minangkabau dan merupakan kearifan lokal yang harus diwariskan ke generasi berikutnya. Pesatnya ilmu pengetahuan, perkembangan zaman, dan masuknya budaya asing yang menimbulkan pengaruh terhadap masyarakat dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap generasi muda dan masyarakat. Banyak generasi muda yang tidak acuh dan kurang peduli dengan ungkapan larangan tersebut, bahkan menganggap bahwa itu merupakan suatu pemikiran konyol dan tidak masuk akal. Pada dasarnya, ungkapan larangan perlu dilestarikan keberadaannya, meskipun banyak yang beranggapan bahwa ungkapan larangan itu hanya sebuah takhayul. Masyarakat penuturnya harus paham dengan makna dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ungkapan larangan tersebut sehingga masyarakat tidak lagi menganggap sekedar takhayul. Berdasarkan masalah dan kenyataan yang ada, perlu dilakukan pengkajian terhadap ungkapan larangan. Dalam kehidupan remaja, tidak banyak yang menggunakan ungkapan larangan. Hal tersebut merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian karena ungkapan larangan merupakan tradisi yang tetap memiliki relevansi dengan kehidupan masyarakat pemiliknya. Mengingat banyaknya jenis dan ragam ungkapan larangan, maka dapat diduga ungkapan larangan memiliki berbagai kategori. Selain kategori, ungkapan larangan pun memiliki makna dan fungsi sosial yang berlaku di tengah masyarakat pendukungnya. Suatu saat, ungkapan larangan akan hilang karena proses pewarisannya terhenti. Pelestarian dan pewarisan itu dapat dilakukan antara lain dengan melaksanakan penelitian ungkapan larangan. Pada penelitian ini, ungkapan larangan yang akan diteliti adalah yang hidup di tengah masyarakat Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan medote deskriptif. Menurut Semi (1990:23), penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang dilakukan dengan tidak menggunakan angka-angka, tetapi menggunakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris. Sejalan dengan itu, Moleong (2006:4) mengatakan bahan penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat

penelitian, rancangan penelitian bersifat sementara, dan hasil penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak antara peneliti dan subjek penelitian. Metode deskriptif merupakan metode meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran, atau suatu peristiwa pada saat sekarang. Pemilihan metode deskriptif dalam penelitian ini disebabkan tujuan penelitian adalah mendeskripsikan kategori, makna, dan fungsi sosial yang terkandung dalam ungkapan larangan yang ada pada masyarakat Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah melakukan wawancara dengan informan yang telah ditentukan, merekam ungkapan larangan, tuturan informan direkam dengan menggunakan perekam audio dan hasil rekaman ditranskripkan ke dalam bentuk tulisan. Menurut Patton (dalam Moleong, 2006:280), analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Teknik penganalisisan data pada penelitian ini adalah: (1) mentraskripkan hasil tuturan informan ke dalam bentuk tulisan, (2) hasil transkripsi ditransliterasi (translate) dari bahasa daerah Minangkabau ke Bahasa Indonesia, (3) menganalisis dan mengelompokkan ungkapan larangan berdasarkan teori tentang kategori, makna, dan fungsi sosial ungkapan larangan, dan (4) menyimpulkan hasil penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengumpulkan 50 ungkapan larangan yang diperoleh dari 5 orang informan, dan ungkapan larangan yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan kategori, makna, dan fungsi sosial ungkapan larangan. 1. Kategori Ungkapan Larangan Pada kategori ini, ungkapan larangan digolongkan menjadi empat golongan besar, yaitu: (a) ungkapan larangan di sekitar lingkungan hidup manusia, (b) ungkapan larangan mengenai alam ghaib, (c) ungkapan larangan mengenai terciptanya alam semesta, dan (d) jenis takhayul lainnya. 1.1 Ungkapan Larangan di Sekitar Lingkungan Hidup Manusia 1.1.1 Lahir, Masa bayi, dan Masa Kanak-Kanak Data (2) Urang hamil indak buliah malilik salendang, beko talilik tali pusek anak (Orang yang sedang hamil tidak boleh melilitkan selendang, nanti anak yang dikandungnya terlilit tali pusar) Ungkapan larangan pada data (2) di tujukan kepada orang hamil. Orang hamil tidak boleh melilitkan selendang ke leher. Bila pantangan itu dilanggar, maka anak yang berada di dalam kandungan akan terlilit tali pusar. Ungkapan ini mengandung asosiasi bahwa selendang yang melilit di leher menggambarkan hal yang sama terhadap bayi, yaitu tali pusar akan melilit leher bayi. Hal tersebut adalah mitos yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat. 1.1.2 Tubuh Manusia dan Obat-obatan Rakyat Ungkapan larangan di sini berkaitan dengan tubuh manusia dan obat-obatan rakyat. Ungkapan larangan ini ditujukan kepada masyarakat umumnya. Apabila ungkapan larangan ini dilanggar, maka berakibat kepada tubuh manusia dan obat-obatan rakyat. Ungkapan yang termasuk kategori tubuh manusia dan obat-obatan rakyat dapat dilihat sebagai berikut.

Data (6) Indak elok mamotong kuku di malam hari, beko pamburuak dagiang wak dek nyo (Tidak baik memotong kuku di malam hari, nanti pemburuk daging) Ungkapan larangan pada data (6) ditujukan pada masyarakat umum. Tidak boleh memotong kuku pada malam hari. Bagi yang melanggar, maka akan mengakibatkan luka pada jari. Pada zaman dahulu cahaya lampu belum memadai. Masyarakat hanya menggunakan lampu dinding untuk penerangan. Memotong kuku pada malam hari bisa mengakibatkan luka pada jari. 1.1.3 Rumah dan Pekerjaan Rumah Tangga Ungkapan larangan di sini berkaitan dengan rumah dan pekerjaan rumah. Ungkapan larangan ini ditujukan kepada masyarakat umumnya. Apabila ungkapan ini dilanggar maka berakibat pada rumah dan pekerjaan rumah. Ungkapan yang termasuk kategori rumah dan pekerjaan rumah dapat dilihat sebagai berikut. Data (1) Anak gadih indak elok duduak di jendela, beko buruak bantuak (Anak gadis tidak boleh duduk di jendela, nanti buruk rupanya) Ungkapan larangan pada data (1) ditujukan kepada masyarakat umum khususnya anak gadis. Tidak diperbolehkan duduk di jendela, bagi yang melanggar akan mengakibatkan buruk rupa bagi seorang anak gadis. 1.1.4 Mata Pencarian dan Hubungan Sosial Ungkapan larangan ini termasuk dalam kategori mata pencarian dan hubungan sosial. Ungkapan larangan ini dapat ditujukan pada masyarakat umum. Apabila ungkapan ini dilanggar akan berakibat pada mata pencarian dan hubungan sosial dengan masyarakat lain. Ungkapan yang termasuk kategori mata pencarian dan hubungan sosial ini dapat dilihat sebagai berikut. Data (23) Kalau makan basamo, ndak buliah minum sambia makan, beko disangko urang samba ndak lamak (Kalau makan bersama, tidak boleh minum dan makan diselang-seling, nanti disangka orang sambal yang dibuat tidak enak) Ungkapan larangan pada data (23) ini ditujukan kepada masyarakat umum. Tidak diperbolehkan untuk menjangkau makanan pada saat makan bersama. Bagi yang melanggar maka orang lain jadi ragu dan malas mengambil makanan karena sikap kita yang kurang sopan. 1.1.5 Perjalanan dan Perhubungan Ungkapan larangan ini termasuk ke dalam kategori perjalanan dan perhubungan. Ungkapan tersebut dapat ditujukan pada masyarakat umum. Apabila ungkapan tersebut dilanggar, maka akan berakibat pada perjalanan dan perhubungan. Ungkapan larangan yang termasuk ke dalam kategori perjalanan dan perhubungan dapat dilihat sebagai berikut. Data (13) Indak elok bajalan jauah di hari salasa, beko dapek musibah di jalan (Tidak boleh berjalan jauh pada di hari selasa, nanti akan mendapat musibah) Ungkapan larangan pada data (13) ditujukan pada masyarakat umum. Tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk bepergian pada hari Selasa. Bagi yang melanggar akan mengalami kendala dalam perjalanannya. Sebagian besar masyarakat menganggap kalau hari Selasa adalah hari api atau hari panas dan bagi mereka yang melakukan perjalanan pada hari tersebut bisa mendapat malapetaka

1.1.6 Cinta, Pacaran, dan Menikah Ungkapan larangan ini termasuk ke dalam kategori cinta, pacaran, dan menikah. Ungkapan tersebut dapat ditujukan kepada masyarakat umum. Apabila ungkapan ini dilanggar akan berakibat pada hubungan seperti cinta, pacaran, dan pernikahan. Ungkapan larangan yang termasuk kategori cinta, pacaran dan menikah dapat dilihat sebagai berikut. Data (15) Anak gadih indak buliah duduak di janjang rumah, beko payah dapek laki (Anak gadis tidak boleh duduk di tangga rumah nanti susah dapat suami) Ungkapan pada data (15) ini ditujukan kepada anak gadis. Anak gadis tidak diperbolehkan duduk di tangga rumah. Bagi yang melanggar maka anak gadis tersebut akan susah dalam mendapatkan jodoh. 1.1.7 Kematian dan Pemakaman Ungkapan larangan ini termasuk ke dalam kategori kematian dan pemakaman, ungkapan tersebut ditujukan pada masyarakat umum. Apabila ungkapan ini dilanggar maka akan berakibat kepada masalah kematian dan pemakaman. Ungkapan larangan yang termasuk ke dalam kategori kematian dan pemakaman dapat dilihat sebagai berikut. Data (12) Indak buliah lalok di tangah padang, beko mati mande awak (Tidak boleh tidur ditengah lapangan, nanti meninggal ibu kita) Ungkapan larangan pada data (12) ditujukan kepada masyarakat umum. Tidak diperbolehkan untuk tidur di tengah padang atau lapangan. Bagi yang melanggar maka orang tua perempuan akan meninggal. Lapangan merupakan tempat untuk berolahraga, bukan untuk tidur. 1.2 Ungkapan Mengenai Alam Ghaib Ungkapan larangan ini termasuk kepada alam ghaib. Ungkapan tersebut dapat ditujukan pada masyarakat umum. Apabila ungkapan ini dilanggar maka akan berakibat pada masalah ghaib. Ungkapan larangan yang termasuk ke dalam kategori alam ghaib dapat dilihat sebagai berikut. Data (11) Indak buliah mandi tangah hari, beko tasapo (Tidak boleh mandi tengah hari, nanti kesurupan) Ungkapan larangan pada data (11) sama halnya dengan data (21) yang ditujukan kepada masyarakat umum. Tidak diperbolehkan bagi siapapun mandi pada saat tengah hari. Bagi yang melanggar maka tubuh akan menjadi sakit. 1.3 Ungkapan Larangan Mengenai Terciptanya Alam Semesta 1.3.1 Cuaca Ungkapan larangan mengenai terciptanya alam semesta dapat dilihat sebagai berikut. Data (40) Indak buliah bapayuang di dalam rumah, beko nyo tembak dek patuih (Tidak boleh mengembangkan payung di dalam rumah, nanti disambar petir)

Ungkapan pada data (40) ditujukan kepada masyarakat umum. Tidak diperbolehkan untuk mengembangkan payung di dalam rumah. Bagi yang melanggar maka diri atau rumahnya bisa disambar petir. Selain itu memakai payung di dalam rumah juga termasuk pekerjaan yang sia-sia, karena di dalam rumah kita sudah terlindung dari panas dan hujan. 1.3.2 Binatang dan Peternakan Data (34) Urang hamil indak buliah mambunuah binatang, beko cacat anak laia (Orang hamil tidak boleh membunuh binatang, nanti anaknya cacat ketika lahir) Ungkapan larangan pada data (34) ditujukan kepada wanita yang sedang hamil. Wanita yang sedang hamil tidak boleh membunuh binatang. Bagi yang melanggar, maka akan berakibat dan beresiko anak yang dilahirkan akan mengalami cacat. 2. Makna Ungkapan Larangan Ungkapan harus dimaknai konotasi atau kias karena makna ungkapan sering disampaikan secara tersirat agar tidak menyakiti hati atau perasaan orang lain. Makna ungkapan yang terdapat di ungkapan larangan pada Masyarakat Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, ada yang bermakna sebenarnya da nada juga yang berupa makna tersirat. 2.1 Makna Sebenarnya Makna sebenarnya adalah makna yang disampaikan dalam ungkapan merupakan makna sebenarnya. Apa yang ada dalam ungkapan itulah makna sebenarnya. Ungkapan yang memiliki makna sebenarnya hanya ada satu ungkapan yang ditemukan dalam ungkapan larangan pada Masyarakat Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. Hal ini disebabkan karena pada umumnya ungkapan mengandung makna tersirat. Ungkapan yang memiliki makna sebenarnya ini dapat dilihat pada ungkapan berikut ini. Data (42) Anak gadih indak buliah basiua, beko disangko urang laki-laki (Anak gadis tidak boleh bersiul, nanti disangka orang laki-laki) Makna dari ungkapan di atas adalah seorang anak gadis tidak boleh dan tidak sepatutnya bersiul seperti seorang anak laki-laki. Seorang anak gadis yang suka bersiul, orang akan beranggapan bahwa dia menyerupai seorang anak laki-laki, karena bersiul hanya dilakukan oleh anak laki-laki. 2.2 Makna Tersirat Makna tersirat adalah makna yang disampaikan secara tidak langsung melainkan melalui makna yang tersembunyi yang disampaikan dalam ungkapan itu. Pada umumnya ungkapan mengandung makna tersirat. Ungkapan yang memiliki makna tersirat bisa dilihat sebagai berikut. Data (1) Anak gadih indak elok duduak di jendela, beko buruak bantuak (Anak gadis tidak boleh duduk di jendela nanti buruk rupanya) Jendela merupakan tempat pertukaran udara di dalam rumah, jadi tidak baik seorang anak gadis duduk di jendela dan perbuatan itu tidak enak di pandang oleh orang lain.

3. Fungsi Sosial Ungkapan Larangan 3.1 Berfungsi Mempertebal Keyakinan Fungsi sosial mempertebal keimanan adalah menambah keyakinan dan pengucapannya secara lisan serta mengamalkan dengan anggota badan. Berdasarkan data yang diperoleh, ada beberapa ungkapan larangan yang berfungsi untuk mempertebal keimanan, yaitu sebagai berikut. Data (35) Anak gadih indak buliah bajalan sanjo hari, beko dicilok dek antu (Anak gadis tidak boleh berjalan sore hari, nanti disembunyikan setan) Ungkapan pada data (35) memiliki fungsi sosial mempertebal keimanan, karena menambah keyakinan seseorang bahwa selain manusia masih ada makhluk lain di dunia ini. Dengan kata lain ungkapan di atas berfungsi mempertebal keimanan seseorang dalam menjalankan ibadah. 3.2 Berfungsi Mengingatkan Fungsi sosial mengingatkan adalah memberi nasehat atau mengingatkan akan sesuatu perbuatan yang kurang baik. Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat 14 ungkapan larangan, yaitu sebagai berikut. Data (2) Urang hamil indak buliah malilik salendang, beko talilik tali pusek anak (Orang yang sedang hamil tidak boleh melilitkan selendang, nanti anak yang dikandungnya terlilit tali pusar) Ungkapan larangan pada data (2) memiliki fungsi sosial mengingatkan, karena memberikan nasehat kepada seseorang yang sedang hamil untuk menghindari bahaya yang akan menimpa dirinya, dengan kata lain ungkapan di atas berfungsi untuk mengingatkan orang yang sedang hamil untuk menjaga kandungannya. 3.4 Berfungsi Mendidik Fungsi sosial mendidik adalah fungsi sosial yang bersifat mendidik dan memberikan pendidikan mengenai akhlak dan sopan santun,. Berdasarkan data yang diperoleh, ungkapan larangan yang berfungsi untuk mendidik bisa dilihat sebagai berikut. Data (1) Anak gadih indak elok duduak di jendela, beko buruak bantuak (Anak gadis tidak boleh duduk di jendela nanti buruk rupanya) Ungkapan larangan pada data (1) memiliki fungsi sosial mendidik, mendidik anak gadis agar menjaga kesopanan dan tidak memperlihatkan sikap dan perbuatan yang tidak baik. 3.5 Berfungsi Melarang dan Menyuruh Fungsi melarang dan menyuruh dimaksudkan agar kita melakukan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu. Berdasarkan data yang diperoleh, ungkapan larangan yang berfungsi untuk melarang dan menyuruh bisa dilihat sebagai berikut. Data (10) Indak buliah malapia anak jo sapu lidi, sawan anak dek nyo (Tidak boleh memukul anak dengan sapu lidi, nanti idiot anak nya)

Ungkapan larangan pada data (10) memiliki fungsi melarang, yaitu tidak boleh meukul anak dengan sapu, karena perbuatan itu tidak baik untuk mental anak, ada baiknya mengajarkan anak dengan tidak menggunakan kekerasan. IMPLIKASI Pesatnya ilmu pengetahuan, perkembangan zaman, dan masuknya budaya asing yang menimbulkan pengaruh terhadap masyarakat dikhawatirkan akan berdampak negative terhadap generasi muda dan masyarakat. Banyak generasi muda yang tidak acuh dan kurang peduli dengan ungkapan larangan tersebut, bahkan menganggap bahwa itu merupakan suatu pemikiran konyol dan tidak masuk akal. Ungkapan larangan perlu dilestarikan keberadaannya, meskipun banyak yang beranggapan bahwa ungkapan larangan itu hanya sebuah takhayul. Masyarakat penuturnya harus paham dengan makna dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ungkapan larangan tersebut sehingga masyarakat tidak lagi menganggap sekedar takhayul. Ungkapan larangan sebagai aturan hidup masyarakat Minangkabau mempunyai fungsi mendidik, baik itu dalam pendidikan formal maupun dalam pendidikan nonformal. Dalam pendidikan formal misalnya di sekolah, ungkapan larangan bisa diimplementasikan dalam pelajaran Budaya Alam Minangkabau. Dalam pendidika nonformal misalnya dalam keluarga, ungkapan larangan disampaikan langsung oleh orang tua sebagai upaya mengajarkan nilai-nilai adat dan moral yang melingkupi masyarakat Minangkabau. Seperti yang telah disebut di atas, ungkapan larangan berfungsi sebagai aturan yang menyeimbangkan hidup dalam bermasyarakat. Jika sebuah keluarga memiliki anak gadis, maka orang tua dapat menggunakan ungkapan larangan tersebut sebagai nasehat dan peringatan agar anak gadisnya mengerti dengan sopan santun. SIMPULAN DAN SARAN Bedasarkan hasil penelitian mengenai ungkapan larangan pada masyarakat Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat maka dapat disimpulkan ungkapan larangan bisa dilihat dari segi kategori, makna, dan fungsi sosial. Dari segi katagori, ungkapan larangan dibagi empat, yaitu: (1) takhayul di sekitar lingkungan hidup manusia; (2) takhayul mengenai alam ghaib; (3) takhayul mengenai terciptanya alam semesta dan dunia; dan (4) jenis takhayul lainnya. Selanjutnya ungkapan larangan sekitar lingkungan hidup manusia dibagi atas tujuh bagian, yaitu (1) lahir, masa bayi, dan kanak-kanak; (2) tubuh manusia dan obat-obatan rakyat; (3) rumah dan pekerjaan rumah tangga; (4) mata pencarian dan hubungan sosial; (5) perjalanan dan perhubungan; (6) cinta, pacaran, dan menikah; dan (7) kematian dan pemakaman. Selanjutnya ungkapan larangan mengenai terciptanya alam semesta dibagi jadi lima, yaitu (1) gejala alam atau fenomena kosmik; (2) cuaca; (3) binatang dan peternakan; (4) penangkapan dan berburu; dan (5) tanaman dan pertanian. Ungkapan larangan pada masyarakat nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok juga bisa dilihat dari segi makna. Makna sebenarnya adalah makna yang disampaikan dalam ungkapan larangan dan memiliki makna yang sebenarnya. Selanjutnya makna tersirat, yaitu makna yang disampaikan secara tidak langsung melainkan melalui makna yang tersembunyi yang disampaikan dalam ungkapan itu. Ungkapan larangan juga bisa dilihat dari segi fungsi sosial. Dalam penelitian ini terdapat beberapa ungkapan larangan yang berfungsi untuk mempertebal keyakinan, berfungsi untuk mengingatkan, berfungsi untuk mendidik, dan berfungsi untuk melarang dan menyuruh. Ungkapan larangan adalah suatu kepercayaan masyarakat Minangkabau yang dipakai menjadi acuan dan mengatur hidup masyarakat pada kehidupan sehari-hari. Ungkapan larangan dipakai dengan maksud menyampaikan isi hati, perasaan, petunjuk, serta keinginan penutur pada lawan tuturnya dengan bahasa kias dan tidak kasar, tidak menyinggung, dan tetap saling menghormati. Masyarakat

Minangkabau di nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat sebagian masih menggunakan ungkapan ini untuk mendidik anak, keluarga, dan kerabat dekat agar mengerti dan paham dalam bersikap dan sopan santun. Berdasarkan simpulan penelitian di atas, disarankan beberapa hal sebagai berikut. pertama, ungkapan larangan yang masih berkembang pada masyarakat nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok sebagian besar masih mempertahankan ungkapan larangan bagi generasi berikutnya. Selain itu, ungkapan larangan tersebut dapat digunakan sebagai alat kontrol sosial dan pendidik bagi masyarakat. Kedua, penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itudiharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai ungkapan larangan pada masyarakat nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. DAFTAR PUSTAKA Danandjaya, James. 1991. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Moleong, Lexi. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Semi, M. Atar. 1993. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Angkasa.