VI HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV METODOLOGI PENELITIAN

I PENDAHULUAN. Luas Lautan Indonesia Total Indonesia s Waters a. Luas Laut Teritorial b. Luas Zona Ekonomi Eksklusif c.

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

PERNYATAAN ORISINALITAS...

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya

DETERMINAN PERMINTAAN EKSPOR UDANG BEKU JAWA TIMUR KE AMERIKA SERIKAT PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENELITIAN

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995-

METODE PENELITIAN. deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) selama 15 tahun pada periode

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut adalah empat kali dari luas daratannya. Dengan luas daerah

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai

BAB IV METODE PENELITIAN. resmi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yaitu

METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman terhadap variabelvariabel

BAB III METODE PENELITIAN. Objek penelitian merupakan sumber diperolehnya data dari penelitian

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN. Yang menjadi objek dari penelitian ini adalah ekspor industri tekstil dan

METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman terhadap variabelvariabel

: Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. logika matematika dan membuat generalisasi atas rata-rata.

METODE PENELITIAN. tahunan dalam runtun waktu (time series) dari periode 2005: :12 yang

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, jenis data yang

IV METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Volume Perdagangan Saham. Dengan populasi Indeks Harga Saham

BAB II LANDASAN TEORI. Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data merupakan sekumpulan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN JURNAL PUBLIKASI

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait.

ANALISIS EKSPOR CENGKEH DI INDONESIA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini membahas tentang pengaruh inflasi, kurs, dan suku bunga kredit

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

BAB III METOTOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis Pengaruh Pajak Daerah,

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menganalisis data, penulis menggunakan alat bantu komputer seperti paket

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. analisis statistik yang menggunakan persamaan regresi berganda. Analisis data

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pasar lokal dari yang terpengaruh oleh volatilitas harga di pasar dunia, dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. di peroleh dari Website Bank Muamlat dalam bentuk Time series tahun 2009

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berbentuk time series selama periode waktu di Sumatera Barat

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode

BAB III METODE PENELITIAN. matematika dan membuat generalisasi atas rerata. 73. pengaruh Kurs, Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate), dan Jumlah Uang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH DAN HARGA TERHADAP EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN. data PDRB, investasi (PMDN dan PMA) dan ekspor provinsi Jawa Timur.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan kajian mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

III. METODE PENELITIAN. tingkat harga umum, pendapatan riil, suku bunga, dan giro wajib minimum. Data

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian. Pembangunan ekonomi diarahkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Pusat Statistik. Adapun data yang telah di olah terdapat terdapat pada tabel 6.1

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB III METODE PENELITIAN. (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data perkembangan pertumbuhan ekonomi,

BAB IV HASIL PENELITIAN. (ISSI). Dimana ISSI adalah indeks yang diterbitkan oleh Bapepam-LK dan

BAB III METODE PENELITIAN. melalui akses data publikasi pada website resmi Bursa Efek Indonesia untuk

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, jenis disain penelitian yang adalah kausalitas. Kausalitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dalam penelitian ini adalah ekspor kayu lapis Indonesia di pasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian Analisis Pengaruh Nilai Tukar, Produk Domestik Bruto, Inflasi,

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian yang dianalisis adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

BAB III METODE PENELITIAN. Prima Artha, Sleman. Sedangkan subjek penelitiannya adalah Data

METODE PENELITIAN. Perdagangan, Kementrian ESDM, Badan Pusat Statistika, serta penelusuran

BAB 4 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil analisis data dari sampel yang diambil yaitu 140

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bursa Efek Indonesia periode penelitian yang digunakan yaitu jenis data sekunder.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan

PENGARUH IMPOR DAN NILAI TUKAR TERHADAP INVESTASI LANGSUNG ASING DI INDONESIA (Studi pada Bank Indonesia Periode Kuartal I 2006 Kuartal IV 2013)

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

Transkripsi:

VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Hasil Regresi dengan OLS 6.1.1. Uji Ekonometrika Sebuah model regresi dikatakan baik berdasarkan kriteria statistik jika memenuhi kebaikan uji ekonometrika dimana uji ini merupakan cara untuk mengatasi empat masalah dalam regresi berganda, yaitu normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas. Pada penelitian ini terdapat masalah multikolinearitas sehingga harus diatasi lebih lanjut agar hasil estimasi dengan menggunakan OLS menjadi valid melalui transformasi dari regresi komponen utama. Berikut adalah tabel hasil uji regresi klasik sebagai berikut. Tabel 10. Hasil Regresi OLS Uji Kolmogorov-Smirnov p-value 0.15 p-value>alfa Residual menyebar normal Uji Durbin Watson Nilai DQ 2.55225 du<dw<4-du Tidak ada autokorelasi Uji White 0.052 0.066 p-value (t) 0.49 0.428 p-value>alfa Tidak ada heteroskedastisitas 0.443 0.215 p-value (F) 0.392 Uji VIF 2.004 Nilai VIF 1.201 52.42 6.441 15.811 49.793 VIF>10 Ada multikolinearitas Signifikan pada alfa 5% Hasil regresi pada tabel 10, menunjukkan bahwa tiga asumsi klasik dalam perhitungan ekonometrika telah terpenuhi (normalitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas) pada taraf alpha lima persen (0,05). Namun demikian, terdapat masalah multikolinearitas dimana nilai VIF >10. Kriteria asumsi klasik 51

multikolinearitas adalah VIF<10. Oleh sebab itu, pada penelitian ini terjadi korelasi linier yang mendekati sempurna antar lebih dari dua variabel bebas. Menurut Suliyanto (2011), beberapa kemungkinan penyebab timbulnya gejala multikolinearitas pada model regresi diantaranya: 1. Kebanyakan variabel ekonomi berubah sepanjang waktu. Besaran-besaran ekonomi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama sehingga jika satu faktor mempengaruhi variabel dependen maka seluruh variabel cenderung berubah dalam satu arah. 2. Adanya penggunaan nilai lag (lagged value) dari variabel-variabel bebas tertentu dalam model regresi. 3. Metode pengumpulan data yang dipakai (the data collection method employed). 4. Adanya kendala dalam model atau populasi yang menjadi sampel (constaint on the model or ini the population being sampled). 5. Adanya kesalahan spesifikasi model (specification model). Hal ini dapat terjadi karena peneliti memasukkan variabel penjelas yang seharusnya dimasukkan dalam model empiris. 6. Adanya model yang berlebihan (an overdetermined model). Hal ini terjadi ketika model empiris (jumlah variabel penjelas) yang digunakan melebihi jumlah data (observasi). Beberapa akibat yang timbul jika hasil estimasi model empiris terdapat masalah multikolinearitas diantaranya: 1. Penaksir kuadrat terkecil tidak bias ditentukan (indeterminate), meskipun hasil estimasi yang dihasilkan masih BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). 2. Interval kepercayaan (confidence interval) cenderung meningkat lebih besar sehingga mendorong untuk menerima hipotesis nol (antara lain koefisien populasi adalah nol). 3. Nilai t-statistik koefisien dari satu atau beberapa variabel penjelas secara statistik tidak signifikan sehingga dapat menyebabkan dikeluarkannya variabel penjelas dalam suatu model regresi, padahal variabel penjelas tersebut sangat penting perannya dalam menjelaskan variabel tergantung. 4. Penaksir-penaksir OLS dan kesalahan bakunya cenderung tidak stabil dan sangat sensitif bila ada perubahan data meskipun sangat kecil. 52

5. Jika multikolinearitas tinggi, mungkin R 2 bisa tinggi namun tidak satupun (sangat sedikit) taksiran koefisien regresi yang signifikan secara statistik. Walaupun demikian, masalah multikolinearitas dapat diatasi dengan menggunakan beberapa metode. Adapun metode-metode yang dapat digunakan untuk menangani masalah multikolinearitas diantaranya: 1. Memperbesar ukuran sampel 2. Menghilangkan salah satu atau lebih variabel bebas 3. Menggabungkan data time series dengan data cross section 4. Melakukan transformasi data 5. Menggunakan metode Principle Component Regression (Regresi Komponen Utama) Pada penelitian ini menggunakan metode regresi komponen utama (Principle Component Regression) untuk mengatasi permasalahan multikolinearitas. Dengan demikian, variabel bebas yang memiliki korelasi yang kuat dapat diringkas menjadi sebuah variabel baru yang mampu mencerminkan variabel pembentuknya 5. 6.1.2. Hasil regresi Komponen Utama Transformai yang dilakukan dengan mengubah bentuk W menjadi Z maka akan menghasilkan persamaan regresi baru dalam bentuk peubah baku. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan peubah-peubah yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya sehingga masalah multikolinearitas pada penelitian ini dapat diatasi. Reduksi ini dilakukan terhadap komponen utama yang memiliki akar terkecil atau akar cirri yang nilainya kurang dari satu. Berikut adalah tabel hasil regresi komponen utama matriks Z. 5 Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta. Andi Offset. Hlm 92 53

Tabel 11. Regresi Komponen Utama Komponen Utama 1 2 3 4 5 6 Eigenvalue 3,658 1,324 0,6303 0,2399 0,1204 0,0082 Z1 0,215 0,608 0,714-0,207 0,177-0,03 Z2-0,058 0,753-0,568 0,3 0,121-0,045 Z3-0,498 0,08 0,259 0,368-0,166 0,718 Z4-0,493-0,119-0,008-0,159 0,846-0,049 Z5-0,459 0,207-0,162-0,758-0,382 0,017 Z6-0,499 0,022 0,272 0,363-0,257-0,692 Berdasarkan tabel 11, nilai eigen yang lebih besar dari satu adalah komponen PC1 dan PC2. Langkah selanjutnya yaitu dengan meregresikan antara variabel respon terhadap kedua skor komponen tersebut sehingga diperoleh persamaan hasil regresi baru yang valid. Pengujian yang telah dilakukan dengan menggunakan regresi komponen utama menghasilkan nilai p-value < 0.05% sehingga diperoleh model yang signifikan pada taraf 5% (lampiran 5). Dengan demikian, langkah berikutnya yaitu dengan mentransformasikan model yang di dapat ke Z kemudian ke peubah bebas sehingga diperoleh persamaan: LnEx = 16.1-0.4550 LnX 1-5.7103 LnX 2 + 0.2636 LnX 3 + 0.7682 X 4 + 0.2183 LnX 5 + 0.7525 LnX 6 (5.1) Persamaan 5.1 menunjukkan hasil regresi yang diformulasikan kembali dalam bentuk awal. Dengan kata lain, persamaan tersebut merupakan hasil regresi akhir yang lebih baik dengan menghilangkan masalah multikolinieritas. Dengan demikian, dapat disimpulkan berdasarkan hasil pengolahan dengan regresi komponen utama bahwa produksi (LnX 3 ), dummy revitalisasi (LnX 4 ), volume ekspor rumput laut Indonesia (LnX 5 ) dan GDP China (LnX 6 ) memiliki koefisien positif. Sedangkan harga ekspor ke China (LnX 1 ), nilai tukar ( LnX 2 ) memiliki koefisien yang negatif terhadap volume eskpor rumput laut Indonesia ke China. 6.1.3. Uji Statistiik 1. Uji F-Statistik Pada lampiran 5 menunjukkan nilai p-value yaitu sebesar 0.000. Hal tersebut menunjukkan F-statistik signifikan pada taraf nyata (α) lima persen yang artinya terdapat minimal satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah 54

responnya. Salah satu peubah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peubah respon dalam penelitian ini adalah volume ekspor rumput laut ke China. 2. Uji R-Squared Pada lampiran 5 menunjukkan nilai R-Squared yaitu sebesar 92.8%. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebesar 92.8% peubah bebas dalam model penelitian ini yang terdiri dari enam variabel (harga ekspor, nilai tukar, produksi, dummy revitalisasi, volume ekspor dan GDP) dapat mejelaskan peubah respon yaitu volume ekspor rumput laut Indonesia ke China. Sementara itu, 7.2% dijelaskan oleh variabel-variabel yang tidak diikutsertakan dalam model. 3. Uji T-Statistik Pada tabel di bawah menunjukkan nilai t-hitung dari keenam variabel. Dari keenam variabel memiliki hasil yang signifikan dimana t-hitung > 1.96 sehingga terima H 0. Pada penelitian ini, semua variabel menunjukkan signifikan pada taraf nyata lima persen. Dengan demikian, variabel-variabel tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke China. Berikut adalah tabel hasil uji-t statistika. Tabel 12. Hasil Uji-t Statistika Variabel Simpangan baku Koefisien t-hitung Keterangan X1 0.045651-0.4550-9.9671 Significant X2 0.055344-5.7103-103.178 Significant X3 0.022912 0.2636 11.50339 Significant X4 0.023601 0.7682 32.5484 Significant X5 0.025448 0.2183 8.578327 Significant X6 0.02225 0.7525 33.82081 Significant 6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia 6.2.1. Harga ekspor rumput laut ke China Pada persamaan 5.1 menunjukkan harga ekspor rumput laut Indonesia ke China yaitu sebesar negatif 0.4450. Artinya, setiap kenaikan harga ekspor rumput laut sebesar satu persen maka akan menurunkan volume ekspor rumput laut Indonesia ke China sebesar persen 0.445%, cateris paribus. Hasil etimasi sesuai dengan teori permintaan dimana suatu barang dipengaruhi terutama oleh tingkat harga. Semakin rendah harga ekspor rumput laut Indonesia ke China maka jumlah 55

barang yang akan diminta akan semakin banyak. Sebaliknya, semakin tinggi harga ekspor maka jumlah barang yang akan diminta akan semakin sedikit. Koefisien harga ekspor yang bernilai negatif merupakan pertimbangan dari suatu negara pengekspor terhadap harga suatu komoditi dimana negara pengekspor adalah negara Indonesia dengan komoditi ekspor yaitu rumput laut kering Indonesia. Kenaikan harga ekspor rumput laut Indonesia merupakan kenaikan harga impor bagi negara pengimpor. Hal tersebut menyebabkan berpalingnya negara pengimpor kepada produsen rumput laut lainnya yang memiliki harga ekspor lebih rendah atau harga ekspor yang sama namun dengan kualitas yang lebih baik. 6.2.2. Nilai Tukar Pada persamaan 5.1 menunjukkan nilai tukar yaitu sebesar negatif 5.7103. Artinya, setiap kenaikan kurs riil satu persen akan menurunkan volume ekspor rumput laut Indonesia ke China sebesar 5.7103%, cateris paribus. Hal tersebut sesuai dengan teori ekonomi dimana ketika kurs riil meningkat maka harga ekspor rumput laut Indonesia akan lebih mahal jika dibandingkan dengan negara pengekspor lain. Sebaliknya, jika nilai tukar menurun maka volume eskpor akan meningkat karena harga ekspor rumput laut Indonesia menjadi murah jika dibandingkan dengan negara pengekspor lain. Selain itu, hal tersebut dapat terjadi juga dikarenakan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang relatif stabil dan rendahnya harga rumput laut Indonesia sehingga nilai tukar rupiah terhadap dolar selama tahun 1999-2011 belum mampu mempengaruhi permintaan ekspor rumput laut Indonesia dari negara importir. Variabel nilai tukar sesuai dengan teori Mankiw (2003) dimana ketika kurs riil mengalami peningkatan maka barang luar negeri akan menjadi lebih murah dan harga domestik menjadi lebih mahal. Dengan demikian, para eksportir lebih menyukai untuk menjual barang dan jasa ke dalam negeri karena harga jual di dalam negeri akan menjadi lebih tinggi. Sehingga mereka akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan menjual ke luar negeri. 56

6.2.3. Produksi Rumput Laut Indonesia Produksi rumput laut yang dimaksud yaitu produksi rumput laut kering Indonesia jenis Euchuema cottonii. Dari persamaan 5.1, menunjukkan bahwa besar koefisien regresi yaitu 0.2636. Artinya, setiap kenaikan produksi rumput laut Indonesia jenis Eucheuma cottonii sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume ekspor rumput laut Indonesia ke China sebesar 0.2636 persen, cateris paribus. Hal tersebut terjadi jika produksi rumput laut Indonesia jenis Eucheuma cottonii mengalami peningkatan maka penawaran yang dilakukan oleh eksportir untuk ekspor ke negara lain akan semakin banyak, khususnya ke negara China. Sebaliknya, jika produksi rumput laut Indonesia jenis Euchuema cottonii mengalami penurunan maka volume ekspor rumput laut juga akan menurun sehingga para eksportir akan sedikit untuk melakukan ekspor rumput laut Indonesia ke negara lain. Adanya program revitalisasi sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi rumput laut Indonesia. Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadhel Muhammad telah mengadakan program-program yang bertujuan untuk meningkatkan produksi rumput laut Indonesia sejak tahun 2007. Hal tersebut dilakukan karena melihat peluang untuk ekspor rumput laut Indonesia sangat terbuka lebar. Sehingga peningkatan produksi dibutuhkan untuk memenuhi tingginya permintaan ekspor rumput laut ke negara lain, khususnya negara China. 6.2.4. Dummy Revitalisasi Pada persamaan 5.1 menunjukkan dummy revitalisasi yaitu sebesar positif 0.7682. Setelah adanya revitalisasi perikanan berpengaruh terhadap peningkatan volume ekspor rumput laut Indonesia, khususnya ke negara China. Revitalisasi perikanan merupakan program-program yang dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan untuk meningkatkan mutu dan kualitas rumput laut Indonesia. Salah satu revitalisasi yang dilakukan adalah dalam aspek produksi. Oleh sebab itu, adanya revitalisasi perikanan khususnya dalam sektor produksi dapat meningkatkan penawaran ekspor rumput laut Indonesia yang bertujuan untuk memenuhi permintaan pasar dunia. 57

6.2.5. Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia Pada persamaan 5.1 menunjukkan nilai koefisien volume eskpor rumput laut Indonesia sebesar positif 0.2183. Artinya, setiap kenaikan volume ekspor rumput laut Indonesia maka akan menuingkatkan volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China sebesar 0.2183 persen. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis dimana peningkatan volume ekspor rumput laut Indonesia akan berpengaruh terhadap peningkatan volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Negara China merupakan importir terbesar tehadap ekspor rumput laut Indonesia. Hampir sekitar 58 persen ekpsor rumput laut Indonesia dikuasai oleh negara China. Sedangkan, Indonesia merupakan pemasok utama perdagangan dunia untuk komoditas rumput luat kering jenis Euchuema cottonii. Indonesia dapat mengekspor rumput laut kering jenis Euchuema cottonii sebesar 80 persen (Khostimastuti GA 2011). Hal tersebut mengindikasikan bahwa hampir sekitar 17 persen ekspor rumput laut kering Indonesia didominasi oleh negara China. 6.2.6. GDP Pada persaman 5.1 menunjukkan nilai koefisien GDP yaitu sebesar positif 0.7525. Artinya, setiap kenaikan GDP negara tujuan ekspor yaitu negara China sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume eskpor rumput laut Indonesia ke negara China sebesar 0.7525 persen, cateris paribus. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi dimana ketika GDP suatu negara semakin besar menunjukkan kemampuan negara tersebut semakin berpeluang untuk melakukan perdagangan dengan negara lain. Hasil estimasi juga sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu jika terjadi kenaikan satu persen pendapatan riil akan meningkatkan permintaan ekspor rumput laut Indonesia sebesar 0.7525 persen. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa variabel GDP riil berpengaruh nyata pada taraf lima persen. Hal ini menyatakan bahwa variabel GDP riil negara China memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi permintaan ekspor rumput laut Indonesia. Semakin tinggi pendapatan penduduk negara China maka permintaan terhadap rumput laut Indonesia juga semakin tinggi. Hal tersebut terjadi karena rumput laut memiliki berbagai macam manfaat untuk 58

industri makanan dan non makanan yang dapat diolah dan digunakan oleh industri. 6.3. Perkembangan dan Proyeksi Trend Ekspor Rumput Laut Indoneisa 6.3.1. Trend dan Forecasting Produksi Rumput Laut Nasional Rumput laut Indonesia merupakan salah satu komoditas perikanan yang diperdagangkan baik secara nasional maupun internasional. Komoditas ini telah di ekspor lebih dari 30 negara. Di Indonesia rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang diunggulkan. Hal tersebut karena komoditas ini memiliki nilai ekonomis dan prospeknya yang cerah. Komoditas ini mudah untuk dibudidayakan dengan investasi yang relatif kecil. Disamping itu, kekayaan Indonesia akan melimpahnya lautan yang luas di berbagai wilayah Indonesia sangat memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan budidaya laut untuk komoditas rumput laut. Potensi budidaya laut Indonesia diperkirakan mencapai 2,5 juta ha dan sebesar 8.363.501 ha diantaranya merupakan areal yang potensial untuk budidaya laut. Untuk budidaya komoditas rumput laut diperkirakan mencapai 384.727 ha (4,6 persen dari luas areal potensial). Perkembangan budidaya rumput laut di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia. Untuk itu, Direktorat Jendral dan Perikanan Budidaya melakukan kegiatan-kegiatan berupa seminar nasional usaha rumput laut, temu usaha rumput laut, dan pelatihan dari sisi teknis budidaya rumput laut. Hal tersebut dilakukan agar dapat meningkatkan baik kualitas maupun kuantitas dari pembudidaya. Program Dirjen Perikanan Budidaya yaitu berupa INBUDKAN (Intensifikasi Budidaya Perikanan) telah berhasil dilaksanakan sejak tahun 2002 sehingga jumlah rumah tangga produksi rumput laut Indonesia menjadi semakin meningkat. Selain itu, (Neish 2008) menyatakan pendapatnya dalam Seaweed International Business Forum and Exhibitation II di Makasar bahwa Indonesia adalah penghasil rumput laut tropis jenis Eucheuma cottonii nomor satu di dunia dan trend nya akan terus meningkat. Peningkatan tersebut dapat terjadi dikarenakan luasnya kawasan laut Indonesia yang memiliki peluang untuk ditanami rumput laut. Oleh sebab itu, trend peningkatan produksi rumput laut itu 59

bisa terus ditingkatkan karena pasar dunia masih terbuka. Berikut adalah grafik trend dan proyeksi produksi rumput laut nasional. Produksi (Ton) 10000000 8000000 6000000 4000000 Quadratic Trend Model Yt = 418687-207616*t + 39424.0*t**2 Variable Actual Fits Forecasts Accuracy Measures MAPE 1.95184E+01 MAD 1.10686E+05 MSD 1.87852E+10 2000000 0 2000 2002 2004 2006 2008 Tahun 2010 2012 2014 2016 Gambar 5. Trend dan Proyeksi Produksi Rumput Laut Indonesia Berdasarkan gambar 5, terlihat bahwa produksi rumput laut nasional secara keseluruhan cenderung mengalami peningkatan dari tahun 1999 hingga tahun 2011. Pada tahun 2006 produksi rumput laut nasional yaitu sebesar 1.374.463 ton meningkat menjadi 1.728.475 ton di tahun 2007. Kenaikan pada periode tahun ini mencapai 354.012 ton atau 25,18 persen. Sementara itu, pada tahun 2008, produksi rumput laut nasional sebesar 2.145.060 ton dengan kenaikan yang lebih besar dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 416.585 ton atau 1,66 persen. Tahun 2009 juga mengalami peningkatan produksi sebesar 2.963.556 ton diikuti oleh kenaikan yang signifikan dari tahun sebelumnya yaitu mencapai 818.496 ton atau 14,05 persen. Terlihat bahwa dalam kurun waktu 4 tahun ini, produksi rumput laut nasional terus mengalami peningkatan yang pesat. Begitu pula pada tahun 2010, produksinya yaitu sebesar 3.082.113 ton atau 32,12 persen. Namun demikian, pada tahun 2010 mengalami penurunan terhadap kenaikan produksinya jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun ini, kenaikanya hanya mencapai 118.557 ton atau kenaikannya hanya sebesar 6,03 persen. Hal tersebut menandakan penurunan terhadap kenaikan produksi dari 60

tahun sebelumnya. Tetapi hal tersebut tidak menjadi suatu permasalahan yang serius dikarenakan target atau sasaran pada tahun tersebut telah melampaui batas dugaan. Target yang diinginkan yaitu sebesar 2.672.800 ton, namun kenyataannya pada tahun 2010 produksi telah mencapai 3.082.113 ton atau 32,12 persen. Hal tersebut merupakan salah satu bukti peranan revitalisasi komoditas rumput laut telah berhasil dalam pengembangan dan peningkatan produksi rumput laut secara nasional. Apabila diproyeksikan dalam jangka waktu lima tahun mendatang, produksi rumput laut Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar terdapat garis putus-putus berwarna hijau yang menandakan trend proyeksi (forecasting) produksi rumput laut Indonesia. Proyeksi pada tahun 2012 akan mengalami peningkatan produksi rumput laut Indonesia sebesar 5.239.170 ton atau 25,86 persen. Disusul tahun berikutnya, produksi rumput laut Indonesia juga akan meningkat sebesar 6.178.850 ton atau 17,93 persen pada tahun 2013. Selanjutnya, tahun 2014, 2015 dan 2016 akan naik masing-masing sebesar 7.189.379 ton atau 16,35 persen, 8.282.756 ton atau 15,20 persen dan 9.454.980 ton atau 14,15 persen. Berikut tabel trend proyeksi (forecasting) terhadap produksi rumput laut Indonesia tahun 2012-2016. Tabel 13. Proyeksi Trend Produksi Rumput Laut Indonesia Tahun 2012-2016 Tahun Proyeksi Trend Produksi (Ton) Persentase Kenaikan (%) 2012 5.239.170 25,86 2013 6.178.850 17,93 2014 7.189.379 16,35 2015 8.282.756 15,20 2016 9.454.980 14,15 Disamping itu, terdapat beberapa daerah potensial produksi rumput laut Indonesia diantaranya adalah Sulawesi Selatan, NTT, Bali, Sulawesi Tengah dan NTB. Berikut adalah gambar produksi rumput laut di propinsi penghasil utama. 61

Gambar 6. Produksi Rumput Laut di Propinsi Penghasil Utama Tahun 2010 Berdasarkan gambar 6, terlihat bahwa sampai dengan tahun 2010, daerah Sulawesi Tengah merupakan daerah paling potensial dalam memproduksi rumput laut Indonesia. Propinsi ini dapat memproduksi rumput laut tertinggi yaitu sebesar 833.327 ton. Kemudian, disusul oleh propinsi Sulawesi Selatan yaitu sebesar 750.134 ton. Propinsi potensial berikutnya yaitu propinsi lainnya sebesar 687.132 ton. Dua propinsi berikutnya yaitu propinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 152.534 ton dan terakhir propinsi Bali sebesar 62.638 ton. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini (2009-2011), Kementrian Kelautan dan Perikanan melakukan revitalisasi secara besar-besaran untuk peningkatan produksi rumput laut Indonesia jenis Eucheuma cottonii dan ekspor di bidang perikanan budidaya. Dengan melihat luasnya peluang pangsa pasar Direktorat Jendral Perikanan dan Budidaya menetapkan beberapa strategi dasar untuk peningkatan produksi sebagai upaya mengoptimalkan pemanfaatan potensi dan pengembangan kawasan budidaya rumput laut di Indonesia diantaranya: 1. Kebijakan ektensifikasi Diarahkan dalam upaya memperluas dan mengembangkan jumlah unit lahan budidaya, khususnya pada kawasan potensial dan strategis untuk pengembangan rumput laut di Indonesia. 2. Kebijakan intensifikasi Diarahkan dalam upaya mengembangkan teknologi budidaya yang secara langsung berdampak pada jumlah unit budidaya dan kapasitas produksi. 62

3. Kebijakan diversifikasi Diarahkan dalam upaya mengembangkan jenis-jenis rumput laut komersial yang memiliki nilai ekonomis dan peluang pasar yang luas. 6.3.2. Trend dan Forecasting eskpor rumput laut Indonesia ke dunia Revitalisasi perikanan sangat mendorong perkembangan berbagai komoditas perikanan khususnya pada komoditas rumput laut Indonesia. revitalisasi yang dilakukan meningkatkan produksi rumput laut Indonesia. Adanya peningkatan produksi rumput laut nasional dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dunia akan rumput laut Indonesia. Oleh sebab itu, peningkatan terhadap produksi bertujuan untuk meningkatkan volume ekspor rumput laut Indonesia. Lima negara terbesar pengimpor rumput laut kering Indonesia terbesar yaitu China, Filipina, Vietnam, Hongkong, dan Korea Selatan. Berikut adalah grafik trend dan proyeksi volume ekspor rumput laut Indonesia. Quadratic Trend Model Yt = 16071.3 + 2961.99*t + 558.358*t**2 Volume ekspor Indonesia (Ton) 250000 200000 150000 100000 50000 Variable Actual Fits Forecasts Accuracy Measures MAPE 12 MAD 7508 MSD 98175667 0 2000 2002 2004 2006 2008 Tahun 2010 2012 2014 2016 Gambar 7. Trend dan Proyeksi Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Dunia Berdasarkan gambar 7, terlihat bahwa trend ekspor rumput laut Indonesia ke dunia cenderung mengalami kenaikan yang signifikan dari kurun waktu 2005 sampai dengan tahun 2011. Pada tahun 2004, volume ekspor rumput laut Indonesia mencapai 51.011 ton dan tahun 2005 mencapai 69.264 ton. Kenaikan 63

pada periode tahun ini yaitu sebesar 18.253 ton atau 8,77 persen. Begitu pula pada tahun 2006, volume ekspornya mencapai 95.588 ton. Kenaikan pada periode tahun 2005 sampai dengan 2006 hingga sebesar 26.324 ton atau 2,22 persen. Terlihat pada gambar bahwa pada tahun 2009, volume ekspor rumput laut Indonesia mengalami penurunan yaitu menjadi 94.002 ton. Sehingga pada periode tahun 2008 sampai dengan 2009 terjadi penurunan yaitu sebesar 5.946 ton atau - 12,19 persen. Namun demikian, pada tahun 2010 mengalami kenaikan yang drastis yaitu sebesar 32.175 ton atau 40,18 persen. Volume ekspor rumput laut Indonesia pada tahun 2010 mencapai 126.177 ton. Diikuti tahun 2011, volume ekspor juga semakin meningkat menjadi 160.948 ton. Besarnya kenaikan pada periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 mencapai 34.711 ton atau 6,67 persen. Terlihat bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini, volume ekspor rumput laut Indonesia mengalami perkembangan peningkatan yang signifikan. Jika diproyeksikan dalam kurun waktu lima tahun ke depan, yaitu dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016, trend volume ekspor rumput laut Indonesia ke dunia terus mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat kita lihat pada gambar dimana garis putus-putus berwarna hijau adalah garis untuk memproyeksikan (forecasting) volume ekspor rumput laut Indonesia. Berikut tabel proyeksi trend volume ekspor rumput laut Indonesia ke dunia tahun 2012-2016. Tabel 14. Proyeksi Trend Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Dunia Tahun 2012-2016 Tahun Proyeksi Trend Persentase kenaikan (Ton) (%) 2012 166.977-99,90 2013 186.132 11,47 2014 206.403 10,89 2015 227.791 10,36 2016 250.295 9,88 6.3.3. Trend dan Forecasting Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China Negara China memproduksi refined carageenan sejak tahun 1973, namun tingkat produksinya masih sangat rendah. Pada tahun 1985, para pembudidaya China melakukan usaha budidaya rumput laut dengan cara mengimpor benih rumput laut dari negara Filipina. Selain itu, negara China juga mencoba untuk 64

menanam rumput laut di perairan Hainan Selatan. Permintaan rumput laut baik lokal maupun internasional terus meningkat sehingga produksi akan rumput laut terus ditingkatkan oleh negara tersebut. Pada dekade tahun 2002 sampai dengan 2007 terjadi peningkatan produksi rumput laut di China, yakni dari 3000 MT hingga mencapai 9000MT pada tahun 2007. Namun demikian, pada tahun 2009 terjadi penurunan yang sangat drastis menjadi 300 ton. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya bencana taifun yang melanda di selatan China dan parasit berupa ikan-ikan pemakan rumput laut. Permintaan rumput laut Indonesia mulai mengalami peningkatan sejak tahun 1980 untuk berbagai kebutuhan di bidang farmasi. Menurut Mc Hugh dan Lanier (1983), penggunaan rumput laut akan semakin meningkat di masa mendatang. Oleh karena itu untuk memenuhi akan kebutuhan dunia industri dengan mengingat peluang yang ada maka potensi sumberdaya alam rumput laut yang kita miliki memerlukan pengembangan secara lestari dan berkelanjutan. Hal tersebut telah terbukti bahwa terdapat banyak pemanfaatan pengembangan rumput laut sampai dengan saat ini. Peningkatan kebutuhan rumput laut negara China meningkatkan industri rumput laut Indonesia. Negara Indonesia memiliki mutu dan kualitas rumput laut yang baik sehingga dapat digunakan sebagai aset dalam memperoleh nilai ekspor yang tinggi. negara China merupakan negara yang mengimpor rumput laut Indonesia terbesar sebagai bahan baku. Standar rumput laut Indonesia memiliki spesifikasi tertentu yang mencakup teknik sanitasi dan hygiene, syarat mutu dan keamanan pangan komoditas rumput laut kering. Standar tersebut hanya berlaku untuk rumput laut kering dan tidak berlaku untuk produk yang mengalami pengolahan lebih lanjut. Dengan adanya penjaminan mutu dan kualitas terhadap rumput laut kering tersebut meningkatkan penawaran terhadap kebutuhan rumput laut di negara China. Dengan demikian pada tahun 2007, industri pengolahan rumput laut di negara China mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Namun demikian, pada tahun tersebut yaitu periode tahun 2007-2008 terjadi fluktuasi harga rumput laut Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya harga ekspor bahan baku rumput laut kering ke China karena para pengumpul lokal yang tidak terkontrol 65

dengan baik. Berikut adalah tabel nilai dan volume eskpor rumput laut Indonesia ke negara China. Tabel 15. Volume dan Nilai Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Negara China Tahun Volume (kg) Nilai (US$) 2004 13.784.961 4.009.975 2005 24.926.415 7.613.157 2006 35.834.441 12.875.745 2007 23.318.145 11.179.508 2008 43.620.103 35.232.665 Sumber: Statistik Ekspor Hasil Perikanan, Ditjenkan Budidaya, 2008 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pada periode tahun 2007-2008, volume ekspor rumput laut Indonesia ke China mengalami kenaikan yang signifikan yaitu sebesar 20,301,958 kg. Walaupun pada saat itu terjadi fluktuasi harga ekpor rumput laut Indonesia ternyata tidak mempengaruhi permintaan China terhadap rumput laut Indonesia. Nilai ekspor rumput laut Indonesia ke negara China juga mengalami kenaikan pada tahun 2007 yaitu sebesar US$ 11,179,508 dan pada tahun 2008 yaitu sebesar US$ 35,232,665. Terjadinya peningkatan harga ekspor rumput laut Indonesia tidak mempengaruhi volume ekspor rumput laut Indonesia ke China. Hal tersebut dikarenakan China mendominasi pangsa pasar rumput laut dunia terhadap kebutuhan bahan baku rumput laut Indonesia. Negara China hampir menguasai 58 persen pangsa pasar rumput laut kering Indonesia di dunia. Berikut adalah grafik trend dan proyeksi volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. 66

Quadratic Trend Model Yt = 7492915-3309723*t + 588396*t**2 Volume Ekspor ke China (Kg) 140000000 120000000 100000000 80000000 60000000 40000000 20000000 Variable Actual Fits Forecasts Accuracy Measures MAPE 1.04366E+02 MAD 1.16762E+07 MSD 2.74384E+14 0 2000 2002 2004 2006 2008 Tahun 2010 2012 2014 2016 Gambar 8. Trend dan Proyeksi Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China Berdasarkan gambar 8, terlihat bahwa eskpor rumput laut Indonesia ke China mengalami kenaikan drastis pada tahun 2011. Pada tahun tersebut, volume ekspor rumput laut Indonesia ke China mencapai sebesar 101.231.000 kg. Kenaikan pada periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 yaitu sebesar 77.344.418 kg atau 275,13 persen. Namun demikian pada tahun 2009, volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China juga mengalami peningkatan walaupun kenaikan yang dialami tidak sebesar pada tahun 2011. Tahun 2009, volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China yaitu sebesar 16.328.665 kg. Besarnya kenaikan pada periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 yaitu sebesar 7.657.927 kg atau 100,55 persen. Apabila diproyeksikan dalam jangka waktu lima tahun mendatang, volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China cenderung mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar terdapat garis putus-putus berwarna hijau yang menandakan trend proyeksi (forecasting) terhadap ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Proyeksi pada tahun 2012 akan mengalami peningkatan ekspor rumput laut Indonesia ke negara China yaitu sebesar 76.482.342 kg atau -24,45 persen. Disusul tahun berikutnya, volume ekspor juga akan meningkat sebesar 90.236.093 kg atau 17,98 persen pada tahun 2013. 67

Selanjutnya, tahun 2014, 2015 dan 2016 akan naik masing-masing sebesar 105.166.635 kg atau 16,55 persen, 121.273.969 kg atau 15,31 persen dan 138.558.094 kg atau 14,25 persen. Berikut tabel trend proyeksi (forecasting) volume ekspor rumput laut Indonesia ke negara China tahun 2012-2016. Tabel 16. Proyeksi Trend Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China Tahun 2012-2016 Tahun Proyeksi Trend (Kg) Persentase kenaikan (%) 2012 76.482.342-24,45 2013 90.236.093 17,98 2014 105.166.635 16,55 2015 121.273.969 15,31 2016 138.558.094 14,25 6.3.4. Trend dan Forecasting Harga Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China Berdasarkan grafik analisis trend pada gambar 8, menunjukkan terjadinya fluktuasi harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Terlihat bahwa pada tahun 1999 sampai tahun 2000 mengalami peningkatan dari 97.592 US$ menjadi 129.337 US$ atau sebesar 35,53 persen. Namun demikian, terjadi penurunan harga ekspor semenjak tahun 2000 sampai dengan tahun 2006. Penurunan serta fluktuasi yang signifikan ini salah satunya disesabkan oleh sifat psikologis dari para penghasil rumput laut Indonesia akan trauma dalam berproduksi dan budidaya. Sehingga hal tersebut mempengaruhi daya jual rumput laut Indonesia baik di skala nasional maupun internasional. Berikut adalah grafik trend dan proyeksi harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. 68

Quadratic Trend Model Yt = 153451-32842.2*t + 2122.85*t**2 Harga Ekspor(US$/Kg) 250000 200000 150000 100000 50000 Variable Actual Fits Forecasts Accuracy Measures MAPE 79 MAD 27936 MSD 1323829178 0 2000 2002 2004 2006 2008 Tahun 2010 2012 2014 2016 Gambar 9. Trend dan Proyeksi Harga Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China Kementrian Kelautan dan Perikanan mengadakan program revitalisasi perikanan yang dapat meningkatkan kualitas serta kuantitas rumput laut Indonesia khusunya untuk mendongkrak harga ekspor rumput laut Indoneisa. Dengan diadakannya program-program revitalisasi perikanan dapat meningkatkan daya saing rumput laut Indonesia secara signifikan. Terlihat pada gambar di atas, bahwa pada tahun 2009 harga ekspor sebesar 53.754 US $ menjadi 153.727 US $ pada tahun 2010 atau kenaikannya sebesar 70,21 persen. Apabila diproyeksikan dalam jangka waktu lima tahun mendatang, harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China cenderung mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar terdapat garis putus-putus berwarna hijau yang menandakan trend proyeksi (forecasting) harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China. Proyeksi pada tahun 2012 akan mengalami peningkatan harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China yaitu sebesar 109.739 US$ atau 552,67 persen. Disusul tahun berikutnya, volume ekspor juga akan meningkat sebesar 138.459 US $ atau 26,17 persen pada tahun 2013. Selanjutnya, tahun 2014, 2015 dan 2016 akan naik masing-masing sebesar 171.425 US $ atau 23,81 persen, 208.637 US $ atau 21,71 persen dan 250.095 US 69

$ atau 19,87 persen. Berikut tabel trend proyeksi (forecasting) harga ekspor rumput laut Indonesia ke negara China tahun 2012-2016. Tabel 17. Proyeksi Trend Harga Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China Tahun 2012-2016 Tahun Proyeksi Trend (US$/Kg) Persentase Kenaikan (%) 2012 109.739 552,67 2013 138.459 26,17 2014 171.425 23,81 2015 208.637 21,71 2016 250.095 19,87 6.3.5. Trend dan Forecasting Nilai Tukar (Exchange Rate) Berdasarkan grafik pada gambar 9, nilai tukar rupiah terhadap dollar mengalami fluktuasi dari tahun 1999-2011. Pada tahun 1999, nilai tukar rupiah terhadap dollar yaitu sebesar Rp 9.491/ US$. Pada tahun 2000, nilai tukar rupiah terhadap dollar meningkat menjadi Rp 10.200/ US$. Namun demikian, terjadi penurunan di tahun 2001 yaitu sebesar 22,63 persen. Setelah tahun 2002, nilai tukar rupiah terus mengalami peningkatan walaupun pada tahun 2009 mengalami penurunan sehingga trend yang terjadi pun mengalami peningkatan kembali. Berikut adalah grafik trend dan proyeksi nilai tukar (Exchange Rate) rupiah terhadap dollar. Quadratic Trend Model Yt = 9742.76-223.506*t + 16.0844*t**2 Nilai Tukar (Rp/US$) 11000 10500 10000 9500 9000 Variable Actual Fits Forecasts Accuracy Measures MAPE 3 MAD 277 MSD 133213 8500 2000 2002 2004 2006 2008 Tahun 2010 2012 2014 2016 Gambar 10. Trend dan Proyeksi Nilai Tukar (Exchange Rate) 70

Berdasarkan gambar 10, apabila diproyeksikan dalam jangka waktu lima tahun mendatang, nilai tukar rupiah terhadap dollar cenderung mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar diatas, terdapat garis putusputus berwarna hijau yang menandakan trend proyeksi (forecasting) nilai tukar (Exchange Rate) rupiah terhadap dollar. Proyeksi pada tahun 2012 akan mengalami peningkatan nilai tukar yaitu sebesar Rp 9.766,2/ US$ atau 4,24 persen. Disusul tahun berikutnya, volume ekspor juga akan meningkat sebesar Rp 10.009,2/US$ atau 2,49 persen pada tahun 2013. Selanjutnya, tahun 2014, 2015 dan 2016 akan naik masing-masing sebesar Rp 10.284,3/US$ atau 2,75 persen, Rp 10.591.6/US$ atau 2,99 persen dan Rp 10.931/US$ atau 3,2 persen. Berikut tabel trend proyeksi (forecasting) nilai tukar (Exchange Rate) tahun 2012-2016. Tabel 18. Proyeksi Trend Nilai Tukar (Exchange Rate) Tahun 2012-2016 Tahun Proyeksi Trend (Rp/US$) Persentase Kenaikan (%) 2012 9.766,2 4,24 2013 10.009,2 2,49 2014 10.284,3 2,75 2015 10.591,6 2,99 2016 10.931 3,2 6.3.6. Trend dan Forecasting GDP Negara China Berdasarkan grafik pada gambar 10, terlihat bahwa GDP negara China cenderung mengalami peningkatan yang stabil. Hal tesebut dapat dilihat pada gambar bahwa dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2011 nilai US$ terus meningkat dengan rata-rata peningkatan yaitu sebesar 10,25 persen per tahunnya. Keadaan aktual yang stabil akan menggambarkan proyeksi terhadap GDP negara China yang cenderung meningkat. Berikut adalah grafik trend dan proyeksi GDP negara China. 71

Quadratic Trend Model Yt = 1837.45 + 194.065*t + 21.7980*t**2 GDP (US$) 12000 10000 8000 6000 Variable Actual Fits Forecasts Accuracy Measures MAPE 3.3 MAD 158.6 MSD 36909.9 4000 2000 2000 2002 2004 2006 2008 Tahun 2010 2012 2014 2016 Gambar 11. Trend dan Proyeksi GDP Negara China Berdasarkan gambar 11, apabila diproyeksikan dalam jangka waktu lima tahun mendatang, GDP negara China cenderung mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar diatas, terdapat garis putus-putus berwarna hijau yang menandakan trend proyeksi (forecasting) GDP negara China. Proyeksi pada tahun 2012 akan mengalami peningkatan nilai tukar yaitu sebesar 8.826,8US$ atau 16,14 persen. Disusul tahun berikutnya, volume ekspor juga akan meningkat sebesar 9.653 US$ atau 9,36 persen pada tahun 2013. Selanjutnya, tahun 2014, 2015 dan 2016 akan naik masing-masing sebesar 10.522,8 US$ atau 9,01 persen, 11.436,2 US$ atau 8,68 persen dan 12.393,2 US$ atau 8,37 persen. Berikut tabel trend proyeksi GDP negara China tahun 2012-2016. Tabel 19. Proyeksi Trend GDP Negara China Tahun 2012-2016 Tahun Proyeksi Trend (US$) Persentase kenaikan (%) 2012 8.826,8 16,14 2013 9.653 9,36 2014 10.522,8 9,01 2015 11.436,2 8,68 2016 12.393,2 8,37 72