I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
AGRISTA : Vol. 4 No.3 September 2016 : Hal ISSN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

II. LANDASAN TEORI A.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

BAB I PENDAHULUAN. impor yang serba mahal dan sebagainya. Mulai era 2000an pelan-pelan manusia

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN , , ,99. Total PDRB , , ,92

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor potensial yang memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

Jenis Tanaman/ Luas Panen/ Produksi/ Rata-rata No Kinds of Vegetable (Pohon/Rumpun) (Kg) Rate. 1 Jahe 4, ,28

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Malinau

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

Batam adalah kotamadya kedua di Propinsi Riau setelah Kotamadya Pekanbaru yang bersifat otonom. Tetapi, dengan Keppres

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

1. BAB I PENDAHULUAN. Jahe (Zingiber officinale) dan kunyit (Curcuma longa) merupakan

Produk Domestik Regional Bruto

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Karimunjawa). Jarak dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam mengatur dan mengurus rumah

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris di mana pembangunan di bidang pertanian

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH DI KOTA BANJAR ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan 1. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah

PRIORITAS AKTIVITAS PERTANIAN, INDUSTRI DAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN KULON PROGO TUGAS AKHIR. Oleh: B U S T A M I L2D

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sisterm kelembagaan.

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam perannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat diwujudkan dalam bentuk kebijakan otonomi daerah. Menurut UU No. 32 Tahun 2004, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah turut didukung dengan penerapan kebijakan pengembangan ekonomi lokal. Wiranto (2007), menyatakan kebijakan pengembangan ekonomi lokal pada hakikatnya merupakan kebijakan pembangunan di daerah yang didasarkan pada pengembangan sektor-sektor yang menjadi prioritas unggulan yang diusahakan dalam wadah aktivitas ekonomi masyarakat lokal. Kabupaten Pacitan sebagai salah satu kabupaten yang menerapkan sistem otonomi daerah memiliki wewenang untuk mengatur, mengelola, mengurus dan mengembangkan perekonomian daerahnya secara mandiri dengan terus menggali potensi daerah yang ada. Penerapan otonomi daerah tersebut menjadikan Kabupaten Pacitan dapat merumuskan perencanaan pembangunan termasuk pembangunan di sektor pertanian yang disesuaikan dengan kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal (daerah) (Arsyad, 2009). Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapat suatu arahan dan pedoman pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan pembangunan yang akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian dan pembangunan wilayah. Perekonomian di Kabupaten Pacitan ditopang oleh sembilan sektor yang terdiri dari satu sektor pertanian dan delapan sektor non pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor terkuat penopang perekonomian di Kabupaten Pacitan karena memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan regional (PDRB). 1

2 Adapun besarnya kontribusi masing-masing sektor perekonomian terhadap PDRB Kabupaten Pacitan adalah sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi Presentase PDRB ADHK 2000 Kabupaten Pacitan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 (%) Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 2012 Pertanian 41,10 40,67 39,65 38,47 37,39 Jasa-Jasa 17,23 17,31 16,90 16,67 16,52 Perdagangan, Hotel dan Restoran 10,93 11,21 11,93 12,62 13,13 Keuangan, Persewaan dan Jasa 8,98 8,87 9,14 9,33 9,56 Perusahaan Bangunan 7,85 8,10 8,51 9,07 9,53 Pengangkutan dan Komunikasi 5,12 5,14 5,15 5,20 5,29 Pertambangan dan Penggalian 4,19 4,20 4,26 4,20 4,18 Industri Pengolahan 3,67 3,54 3,49 3,47 3,46 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,93 0,95 0,97 0,97 0,97 Jumlah Total 100 100 100 100 100 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan 2013 Tabel 1. menunjukkan bahwa selama lima tahun sektor pertanian memberikan kontribusi paling besar terhadap pendapatan regional (PDRB) dibandingkan dengan sektor lainnya. Untuk itu, sektor pertanian di Kabupaten Pacitan menjadi sektor yang penting untuk dijadikan prioritas pembangunan daerah mengingat besarnya kontribusi yang diberikan. Sektor pertanian di Kabupaten Pacitan terbagi atas lima subsektor yaitu subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan. Besarnya sumbangan masing-masing subsektor pertanian bagi sektor pertanian adalah sebagai berikut: Tabel 2. Distribusi Persentase Sumbangan Subsektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Kabupaten Pacitan Tahun 2008-2012 (%) Lapangan Usaha 2008 2009 2010 2011 2012 Tanaman Bahan Makanan 25,14 24,93 24,31 23,42 22,54 Perkebunan 8,35 8,05 7,63 7,25 7,01 Peternakan 5,19 5,11 5,09 5,14 5,06 Perikanan 2,36 2,53 2,57 2,61 2,73 Kehutanan 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 Jumlah Total 41,10 40,67 39,65 38,47 37,39 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan 2013

3 Tabel 2. menunjukkan bahwa subsektor tanaman bahan makanan memberikan sumbangan terbesar selama lima tahun bagi sektor pertanian di Kabupaten Pacitan. Sebagai subsektor yang memberikan nilai sumbangan terbesar bagi sektor pertanian, subsektor tanaman bahan makanan memiliki peran yang penting untuk dijadikan prioritas pengembangan jangka panjang. Subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Pacitan memperoleh kontribusi dari komoditas subsektor tanaman pangan dan komoditas subsektor tanaman hortikultura. Atas dasar Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511 Tahun 2006, komoditas tanaman pangan terdiri atas padi, palawija, kacang-kacangan dan umbi-umbian, sedangkan komoditas tanaman hortikultura terdiri atas sayursayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat. Sebagai wilayah dengan basis pertanian yang kuat, subsektor tanaman pangan dan hortikultura cukup medominasi usaha pertanian di Kabupaten Pacitan. Jumlah rumah tangga usaha pertanian menurut subsektor dan jenis pada Sensus Pertanian Kabupaten Pacitan Tahun 2003 dan 2013 adalah sebagai berikut: Tabel 3. Jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian Menurut Subsektor dan Jenis Usaha Kabupaten Pacitan, ST2003 dan ST2013 Sektor/Subsektor Rumah Tangga Usaha Pertanian (Unit) ST2003 ST2013 Sektor Pertanian *) 138.014 132.114 Subsektor Tanaman Pangan 123.180 117.654 Peternakan 121.377 116.888 Kehutanan 90.296 116.117 Perkebunan 112.625 114.037 Hortikultura 114.997 109.110 Perikanan 2.343 3.272 Jasa Pertanian 2.876 2.603 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan 2013 *) Satu rumah tangga usaha pertanian dapat mengusahakan lebih dari 1 subsektor usaha pertanian, sehingga jumlah rumah tangga usaha pertanian di Sektor Pertanian bukan merupakan penjumlahan rumah tangga usaha pertanian dari masing-masing subsektor

4 Data Sensus Pertanian Tahun 2013 menunjukkan jumlah rumah tangga usaha pertanian subsektor tanaman pangan dan subsektor hortikultura yang turut mendukung besarnya kontribusi subsektor tanaman bahan makanan masing-masing berada pada peringkat pertama dan kelima dari jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Pacitan. Kuantitas unit rumah tangga usaha pertanian subsektor tanaman pangan dan subsektor hortikultura selama 10 tahun terakhir mengalami penurunan disebabkan oleh beralihnya rumah tangga usaha pertanian ke subsektor pertanian selain tanaman pangan dan hortikultura, maupun ke sektor non pertanian di Kabupaten Pacitan. Tabel 4. Jumlah Rumah Tangga Usaha Hortikultura Kabupaten Pacitan, ST2013 Jenis Tanaman Jumlah Rumah Tangga Usaha Hortikultura (Unit) Hortikultura Semusim Tahunan Total % Buah-buahan 62 164.034 164.096 49,25 Tanaman Obat 98.796 522 99.318 29,81 Sayur-sayuran 24.039 45.667 69.706 20,92 Tanaman Hias 65 11 76 0,02 Jumlah Total 122.962 210.234 333.196 100 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pacitan 2013 Data jumlah rumah tangga usaha hortikultura di Kabupaten Pacitan menurut Sensus Pertanian Tahun 2013 membagi tiap komoditas tanaman hortikultura menjadi tanaman semusim dan tahunan. Jumlah rumah tangga usaha hortikultura semusim didominasi oleh tanaman obat dengan 98.796 unit, sedangkan rumah tangga usaha hortikultura tahunan didominasi oleh tanaman buah-buahan dengan 164.034 unit. Jumlah unit rumah tangga usaha hortikultura di Kabupaten Pacitan secara keseluruhan menunjukkan tanaman obat menduduki peringkat kedua yaitu sebesar 29,81% setelah tanaman buahbuahan sebesar 49,25%. Potensi tanaman obat semusim di Kabupaten Pacitan adalah jahe, laos, lempuyang, temulawak, sambiloto, kencur, kunyit, temu ireng, keji beling, kunci dan lidah buaya, sedangkan untuk tanaman obat tahunan adalah dringo, kapulaga, mahkota dewa dan mengkudu. Jumlah rumah tangga usaha hortikultura tanaman obat tersebut menjadi potensi yang cukup besar untuk dikembangkan.

5 Tanaman hortikultura memiliki potensi ekspor yang cukup tinggi misalnya untuk jenis tanaman obat atau biofarmaka ke negara Singapura, Taiwan, Hongkong dan Jepang. Saat ini sekitar 9.600 spesies tanaman di Indonesia diketahui berkhasiat obat, namun baru sekitar 200 spesies yang telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri obat tradisional dan dari jumlah tersebut baru sekitar 4% yang dibudidayakan (BBPP Lembang, 2012). Serapan tanaman obat berasal dari bermacam penggunaan, yaitu untuk (1) bahan baku industri obat tradisional; (2) industri makanan, minuman, farmasi dan kosmetik; (3) bahan untuk bumbu rumah tangga dan (4) ekspor, dimana semakin maju dan berkembang industri obat tradisional, baik oleh dorongan pasar maupun teknologi, maka akan semakin tinggi pemakaian bahan baku. Industri herbal nasional menggunakan lebih dari 94% bahan baku dari dalam negeri, yang kekurangannya diimpor dari beberapa negara lain (Pribadi, 2009). Penggunaan bahan alam sebagai obat (biofarmaka) cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back to nature dan krisis ekonomi yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obat modern yang relatif lebih mahal harganya. Untuk itu pemetaan dan pengembangan komoditas tanaman obat basis secara nasional lebih lanjut perlu untuk dilakukan. Langkah awal pemetaan dan pengembangan komoditas tanaman obat basis secara nasional dapat dilakukan dari tiap-tiap komoditas tanaman obat basis di daerah secara lokal. Salah satu lokasi potensial untuk mengembangkan komoditas tanaman obat adalah Kabupaten Pacitan. Berikut disajikan tabel produksi komoditas tanaman obat di Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2013.

6 Tabel 5. Produksi Komoditas Tanaman Obat Kabupaten Pacitan Tahun 2011-2013 Komoditas Tanaman Produksi (Kg) Obat 2011 2012 2013 Jahe 4.189.574 4.771.444 8.948.281 Temulawak 1.535.410 1.401.271 4.545.987 Kunyit 1.591.466 2.368.935 3.817.013 Laos 781.151 1.051.593 1.605.489 Kencur 468.485 651.858 631.953 Temu Ireng 81.212 23.677 369.280 Lempuyang 78.412 79.803 349.860 Kunci 81.515 95.063 95.063 Sambiloto 0 0 45.186 Kapulaga 9.746 19.084 11.008 Mengkudu 17.627 29.173 10.216 Mahkota Dewa 414 414 414 Dringo 9.070 6.059 295 Lidah Buaya 242 0 75 Keji Beling 16.900 0 0 Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Pacitan 2013 Tabel 5. menunjukkan jumlah produksi komoditas tanaman obat di Kabupaten Pacitan pada tahun 2011-2013 yang terdiri dari 15 jenis komoditas tanaman obat. Produksi komoditas tanaman obat yang ada di Kabupaten Pacitan menunjukkan peningkatan yang signifikan dari beberapa komoditas tanaman obat seperti jahe, kunyit, laos dan lempuyang. Hal ini menunjukkan adanya potensi komoditas tanaman obat di Kabupaten Pacitan yang mengindikasikan pentingnya proses pemetaan dan pengembangan komoditas tanaman obat basis. B. Rumusan Masalah Potensi daerah dan kekayaan alam dapat dilihat sebagai keunggulan komparatif bagi daerah, namun di sisi lain berbagai kendala seperti sumber daya manusia dan sumber modal untuk memanfaatkan potensi tersebut masih dihadapi oleh penentu kebijakan baik di tingkat provinsi maupun di tingkat daerah kabupaten/kota Jawa Timur yang terus menerus berada di atas rata-rata nasional dalam angka tingkat kemiskinan. Sementara Jawa Timur adalah tulang

7 punggung nasional kedua karena menampung 16% dari total penduduk Indonesia. Upaya peningkatan kontribusi sektor pertanian dan kesejahteraan petani di Jawa Timur dilakukan melalui kebijakan revitalisasi pertanian. Terdapat empat arah kebijakan revitalisasi pertanian dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009-2014, yakni: (i) peningkatan kemampuan petani dan penguatan lembaga pendukungnya; (ii) peningkatan produktivitas, produksi, daya saing, dan nilai tambah produk pertanian dan perikanan; (iii) peningkatan pengamanan ketahanan pangan; dan (iv) pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha dan mendukung produksi pangan. Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang diharapkan dapat mendorong pembangunan ekonomi di Jawa Timur. Kabupaten Pacitan sebagai salah satu wilayah administratif Provinsi Jawa Timur merupakan kabupaten yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa dan memiliki karakteristik wilayah perbukitan (85% dari luas wilayah) dan merupakan kawasan ekokarst. Pola penggunaan lahan di Kabupaten Pacitan dikelompokkan ke dalam hutan lebat, hutan belukar, hutan buatan, kebun campuran, tegalan, sawah, permukiman, tanah, danau dan sungai dengan total luas wilayah sebesar 1.389,87 Km 2. Luas lahan sawah di Kabupaten Pacitan adalah 130,15 Km 2 yang berdasarkan jenis pengairannya terdiri dari irigasi teknis, irigasi ½ teknis, irigasi sederhana dan tadah hujan (BPS, 2013). Berbagai jenis komoditas tanaman pertanian memberikan kontribusi pada subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Pacitan. Komoditas tersebut adalah komoditas tanaman pangan dan komoditas tanaman hortikultura. Komoditas tanaman hortikultura terdiri atas sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat yang bersifat semusim maupun tahunan. Potensi pertanian di Kabupaten Pacitan khususnya tanaman hortikultura semusim didominasi oleh kelompok tanaman obat-obatan. Terdapat 15 jenis komoditas tanaman obat yang diusahakan oleh masyarakat setempat yaitu jahe, laos, lempuyang, temulawak, dringo, kapulaga, sambiloto, mahkota dewa, kencur, kunyit, temu ireng, keji beling, kunci, mengkudu dan lidah buaya. Produksi komoditas tanaman obat yang ada di Kabupaten Pacitan

8 menunjukkan peningkatan yang signifikan dari beberapa komoditas tanaman obat seperti jahe, laos, lempuyang, temulawak, kapulaga, sambiloto, kencur, kunyit, temu ireng dan kunci. Peningkatan produksi yang signifikan dari beberapa komoditas tanaman obat di Kabupaten Pacitan mengindikasikan bahwa komoditas tanaman obat di Kabupaten Pacitan memiliki potensi cukup besar. Mengingat pula besarnya nilai ekonomis komoditas tanaman obat untuk memenuhi permintaan industri herbal nasional maupun ekspor, Kabupaten Pacitan memerlukan arahan pemetaan dan pengembangan potensi komoditas tanaman obat basis lokal yang dapat dijadikan prioritas kebijakan pembangunan pertanian. Untuk itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apa saja komoditas tanaman obat basis dan non basis di Kabupaten Pacitan berdasarkan Analisis LQ (Location Quotient)? 2. Apa saja alternatif dan prioritas strategi pengembangan potensi komoditas tanaman obat basis di Kabupaten Pacitan berdasarkan Analisis AHP (Analytical Hierarchy Process)? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dapat diperoleh dari uraian permasalahan di atas adalah: 1. Untuk mengetahui komoditas tanaman obat basis dan non basis di Kabupaten Pacitan berdasarkan Analisis LQ (Location Quotient). 2. Untuk merumuskan alternatif dan prioritas strategi pengembangan komoditas tanaman obat basis di Kabupaten Pacitan berdasarkan Analisis AHP (Analytical Hierarchy Process). D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah: 1. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang berkaitan dengan topik penelitian berupa pemetaan dan pengembangan komoditas tanaman obat di Kabupaten Pacitan dan menjadi salah satu syarat

9 untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bagi Pemerintah Kabupaten Pacitan Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan dalam perencanaan pengembangan ekonomi terutama pada komoditas tanaman obat. 3. Bagi Pembaca Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan informasi dalam menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.