BAB I PENDAHULUAN. Usus sapi merupakan bagian dalam hewan (jeroan) sapi yang dapat. digunakan sebagai sumber bahan makanan hewani. Sebagian masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tersusun oleh aneka macam bahan baku dan bahan tambahan (Hariyadi, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Zat gizi dalam makanan yang telah dikenal adalah karbohidrat, lemak,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan kue tradisional, salah satu jenis kue tradisional di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

perubahan baik fisik maupun kimiawi yang dikehendaki ataupun yang tidak dikehendaki. Di samping itu, setelah melalui proses pengolahan, makanan tadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Lingkungan Eksternal Penggemukan Sapi. diprediksi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. iklim dan aktivitas fisik (Almatsier 2004). pangan untuk dikonsumsi. Selain dari faktor pengetahuan dan faktor

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat tanaman pisang, hal ini dikarenakan tanaman cepat

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Badan Pusat Statistik

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, mengingat. pentingnya kebutuhan pangan untuk mencapai angka kecukupan gizi.

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus)

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pangan semakin meningkat dengan bertambahnya. jumlah penduduk. Berbagai jenis pangan diproduksi dengan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat menuntut produksi lebih dan menjangkau banyak konsumen di. sehat, utuh dan halal saat dikonsumsi (Cicilia, 2008).

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan tempe. Tempe. karbohidrat dan mineral (Cahyadi, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berbagai perubahan perilaku masyarakat, terutama di perkotaan. Salah satu perubahan

1 BAB I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi dua, yaitu zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

I. PENDAHULUAN. memiliki cara pandang yang berbeda, beragam dan khas terhadap makanan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pasteurisasi dan Pendinginan Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif

III. METODOLOGI PENELITIAN

inovatif, sekarang ini kita kenal rice burger yang berasal dari Jepang yang mengganti

I. PENDAHULUAN. Budaya mengkonsumsi daging sudah menyebar di sebagian besar. masyarakat dunia. Kalau tidak ada daging mungkin dirasa kurang lengkap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB V PEMBAHASAN. A. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan Parameter

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. buahan juga bersifat spesifik lokasi, responsif terhadap teknologi maju, produk

KERIPIK LEVEL 03, 05 DAN 10

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

KOMPARASI UJI KARBOHIDRAT PADA PRODUK OLAHAN MAKANAN DARI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr)

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usus sapi merupakan bagian dalam hewan (jeroan) sapi yang dapat digunakan sebagai sumber bahan makanan hewani. Sebagian masyarakat menganggap usus sapi memiliki kolestrol tinggi sehingga berbahaya bagi kesehatan. Padahal usus sapi termasuk dalam bahan makanan sumber protein hewani sedang lemak (SPHSL) yang dapat berperan sebagai zat pemangun sel-sel jaringan tubuh (Ramayulis, 2016; Wibisono dan Ayu, 2009). Berdasarkan hasil pengujian dari 100 gram usus sapi mengandung energi sebesar 130 kilokalori, protein 14 gram, karbohidrat 1,5 gram, lemak 7,2 gram, kalsium 14 miligram, fosfor 115 miligram, zat besi 4 miligram, vitamin A sebanyak 200 miligram dan vitamin B1 0,08 miligram (Wibisono dan Ayu, 2009; Godam, 2012). Kandungan yang beragam dalam usus sapi, memiliki khasiat yang berbeda-beda dan bermanfaat jika dikonsumsi sesuai proporsi. Misalnya zat besi dibutuhkan untuk penyakit anemia, vitamin A berfungsi menjaga kesehatan mata dan kekebalan tubuh, sedangkan vitamin B berperan penting bagi pertumbuhan otak dalam mencegah kepikunan (Retno, 2015). Jeroan ataupun usus sapi banyak dikonsumsi diberbagai negara seperti Indonesia, Jepang, Italia, Spanyol, Inggris, Skotlandia, Yunani, Turki, Rumania, Brasil, Filipina, Pakistan, Lebanon, India, dan negara-negara Timur Tengah lainnya yang diolah sebagai masakan tradisional negara tersebut. Kandungan usus 1

yang bermanfaat serta rasa lezatnya membuat usus sapi di gemari masyarakat Indonesia (Nollet, 2011; Khudori, 2015). Berdasarkan data BPS menunjukan setiap tahunnya produksi daging sapi (karkas dan jeroan) semakin bertambah. Pada tahun 2011 jumlah produksinya sebesar 485,333 ton dan semakin bertambah setiap tahunnya, data terakhir menunjukan pada tahun 2016 jumlah produksi menjadi 552,201 ton. Adapun tingkat konsumsi perkapita pada tahun 2011 sebesar 2,60 kg/tahun, tahun 2012 2,29 kg/tahun kemudian terus meningkat hingga tahun 2016 mencapai 2,56 kg/tahun (Supriati, 2016). Hal tersebut menunjukan adanya peningkatan konsumsi jeroan termasuk usus sapi. Berdasarkan persentase prioritas preferensi mayoritas sampel terhadap bagian daging sapi diketahui bahwa usus sapi masuk dalam prioritas II, sedangkan jeroan lainnya seperti babat, paru, otak dan lidah masuk dalam prioritas III (Sabrani dan Basuno, 1998). Artinya minat masyarakat terhadap jeroan khususnya usus sapi termasuk dalam kategori menengah, hal ini juga menunjukan peluang yang besar terhadap olahan usus sapi di Indonesia. Berpotensinya usus sapi untuk diolah menjadi produk olahan khas indonesia didukung dengan beragamnya produk kuliner khas Indonesia yang terbuat dari usus sapi. Kuliner di Indonesia yang berasal dari usus sapi diantaranya rendang usus, sate padang, gulai tambusu, gulai usus, soto betawi dan lain sebagainya (Astawan, 2009; Khudori, 2015) Salah satu olahan usus sapi yang sering kita jumpai dan banyak memiliki penggemar adalah gulai usus sapi. Gulai usus merupakan produk olahan khas Minangkabau, yang sering dijumpai pada rumah makan khas padang. Gulai usus 2

sapi di buat dengan bumbu rempah gulai, santan serta usus sapi yang dimasak sehingga menghasilkan perpaduan rasa gurih yang khas dan lezat. Cita rasa khas gulai usus sapi dapat menjadi produk yang berpotensi dipromosikan sebagai makanan tradisional khas Indonesia. Namun sayangnya ketersedian usus sapi terbilang sedikit di pasar, hal ini disebabkan rata-rata berat ternak sapi potong perekor menghasilkan 163,5 kg karkas, 19,4 kg jeroan dan 26,6 kulit basah (BPS Kabupaten Blora, 2015). Artinya, ketersediaan jeroan khususnya usus sapi memiliki kuantitas yang lebih kecil. Sehingga menjadi hal yang wajar, gulai usus sapi hanya dapat ditemukan di rumah makan tertentu. Selain itu walaupun sudah diolah, usus sapi tidak bertahan lama karena tidak ada perlakuan atau pengemasan khusus sehingga diperlukan proses lebih lanjut untuk menangani hal tersebut. Kerusakan bahan makanan pada umunya dibagi menjadi tiga kelompok; yaitu kerusakan biokimia, fisik dan mikrobiologi. Kerusakan tersebut dapat ditekan dengan konsep pengendalian mutu dan keamanan pangan disepanjang rantai penanganan pangan. Kerusakan biologi merupakan kerusakan yang paling dominan, kerusakan ini dapat dicegah dengan perlakuan secara kimiawi, fisik, termal atau campuran proses diantara perlakuan tersebut. Perlakuan termal merupakan cara yang aman dan efektif untuk masakan tradisional tanpa tambahan pengawet sintesis. Perlakuan termal yang dapat dilakukan pada pengawetan gulai usus adalah proses sterilisasi. Proses sterilisasi menggunakan panas yang tinggi sehingga dapat memusnahkan mikroorganisme patogen dan pembusuk, namun produk yang disterilisasi haruslah dikemas dalam wadah yang kedap udara atau hermetis. Pengalengan merupakan pengemasan hermetis yang dapat digunakan 3

sebagai kemasan gulai usus yang disterilisasi. (Hariyadi, 2014; Nurhikmat 2 dkk, 2015) Adanya penggunaan termal dapat menyebabkan penurunan atau peningkatan mutu dari parameter sifat fisik dan kimia (Nurhikmat 2 dkk, 2015). Agar dapat mengatasi persoalan tersebut maka penelitian mengenai analisis perpindahan panas dan analisis sifat fisik yang dihasilkan pada proses sterilisasi gulai usus sapi kaleng perlu dilakukan. Menurut Awuah., dkk (2007) dalam Nurhikmat., dkk (2016) menyatakan pengalengan bukanlah teknologi baru namun masih banyak hal yang belum diketahui pada pengalengan, terutama pada tahapan proses untuk bahan baku yang berbeda. Berdasarkan informasi pengalengan gulai usus sapi merupakan penelitian pertama yang belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan retort sebagai alat sterilisasi dengan uap panas sebagai medium penghantar panasnya. Pada proses sterilisasi terjadi perpindahan panas melalui jalan konveksi dari uap ke kaleng dan bahan. Perpindahan panas dapat dipengaruhi oleh koefisien konveksi, yang menjadi salah satu faktor penentu cepat atau lambatnya penetrasi panas. Penetrasi panas dalam produk dapat mempengaruhi kecukupan panas dan kualitas dari produk. Produk yang disterilisasi dapat dikatakan berhasil apabila kecukupan panas terpenuhi untuk inaktivasi mikroba yang menyebabkan kebusukan dan keracunan makanan, sehingga aman dikonsumsi konsumen (Holdsworth dan Simpson, 1997). Namun pada suhu sterilisasi tertentu akan mempengaruhi sifat fisik gulai usus seperti tekstur, viskositas dan warna selain itu komponen kimia juga dapat berubah 4

karena adanya pengaruh panas. Oleh karenanya perlu dilakukan evaluasi perubahan sebagai fungsi waktu untuk mengetahui perubahan yang terjadi. Evaluasi yang dilakukan yakni dengan menentukan koefisen perpindahan panasnya agar dapat mengetahui seberapa cepat penetrasi panas yang terjadi didalam bahan. Penentuan suhu prediksi dilakukan dengan metode avarmi untuk memprediksikan panas yang terpenetrasi dalam bahan secara optimum. Analisis pengaruh panas terhadap sifat fisik gulai usus yang dihasilkan dengan parameter sifat fisik diantaranya viskositas, tekstur dan warna. 1.2. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses perpindahan panas dan perubahan sifat fisik produk selama sterilisasi menggunakan panas. Beberapa hal yang menjadi fokus penelitian yaitu: 1. Menentukan koefisien perpindahan panas konveksi proses sterilisasi gulai usus dalam kaleng. 2. Menentukan suhu prediksi sterilisasi gulai usus dalam kaleng. 3. Menentukan model matematika perubahan viskositas selama sterilisasi gulai usus dalam kaleng dengan tiga variasi suhu dan waktu. 4. Mengevaluasi perubahan tekstur gulai usus selama proses sterilisasi. 5. Mengevaluasi perubahan warna gulai usus selama proses sterilisasi. 5

1.3. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diketahui koefisien konveksi panas (h), penentuan suhu prediksi, model matematik viskositas serta perubahan tekstur dan warna pada sterilisasi gulai usus sapi dalam kaleng. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menghasilkan standar operasi sterilisasi gulai usus sapi dalam kaleng dengan hasil yang dikehendaki. 1.4. Batasan Penelitian Pengamatan nilai koefisien konveksi panas (h) dilakukan dengan berasumsi bahwa perpindahan panas terjadi mengikuti teori lumped capacitance dan kondisi bahan dalam keadaan seragam. 6