SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 DISKURSUS Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta Indah Mega Ashari indahmega19@gmail.com Program Studi A rsitektur, Sekolah A rsitektur, Perencanaan, dan Pengembanngan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung. Abstrak Bangunan bersejarah merupakan bangunan yang dapat mewakili zamannya dan mempunyai arti dan kaitan sejarah dengan masa tersebut. Masjid Cut Meutia meruapakan salah satu dari bangunan bersejarah yang terdapat di Kota Jakarta. Bangunan Masjid Cut Meutia awalnya tidak diperuntukan untuk masjid, melainkan untuk kantor sebuah biro arsitek di zaman kolonial. Seiring berjalannya waktu, fungsi bangunan terus berubah hingga menjadi masjid pada tahun 1987. Setelah beralihfungsi menjadi masjid, muncul perpaduan antara unsur arsitektur islam dengan gaya arsitektur kolinial pada Masjid Cut Meutia. Perpaduan tersebut dapat dilihat dari adanya lukisan kaligrafi pada interior masjid, keberadaan mimbar, dan sekat kayu dengan ukiran kaligrafi. Perpaduan tersebut dirasa cukup seimbang dan tidak merusak citra utama bangunan bersejarah. Tujuan dari artikel diskursus ini adalah mengetahui bentuk nyata perpaduan arsitektur kolonial dengan unsur-unsur arsitektur islam. Data terkait perpaduan kebuadayaan tersebut dikumpulkan melalui studi literatur. Kata-kunci : bangunan, bersejarah, budaya, islam, kolonial Pendahuluan Bangunan bersejarah (heritage building) ialah bangunan yang telah berumur 50 tahun atau lebih, yang kekunoannya atau antiquity dan keasliannya telah teruji. Demikian pula ditinjaui dari segi estetika dan seni bangunan, memiliki mutu cukup tinggi ( master piece) dan mewakili gaya corakbentuk seni arsitektur yang langka. Bangunan atau monumen tersebut tentu bisa mewakili zamannya dan juga mempunyai arti dan kaitan sejarah dengan kota maupun peristiwa nasiona/internasional (Francis B. Affandi, 2017). Menurut pengertian di tersebut, Masjid Cut Meutia dapat digolongkan sebagai banguan bersejarah dengan gaya Art Nouveau khas arsitektur kolonial. Diperkirakan bahwa bangunan yang dahulu bernama De Bouwploeg ini dibangun dengan fungsi utama sebagai kantor para arsitek dari Belanda, bukan untuk tempat ibadah. Seiring berjalannya waktu, bangunan tersebut terus berganti fungsi hingga akhirnya menjadi masjid secara resmi pada tahun 1987. Arsitektur dari Masjid Cut Meutia cukup unik karena apabila hanya dilihat sekilas tidak terdapat unsur arsitektur islam pada umumnya. Masjid tersebut menggunakan gaya arsitektur kolonial atau Art Nouveau yang umum digunakan untuk bangunan peribadatan gereja. Tujuan penulisan artikel diskursus ini adalah untuk mengetahui bentuk nyata perpaduan arsitektur kolonial dengan unsur-unsur arsitektur islam dan bagaimana budaya islam beradaptasi dengan budaya kolonial yang terdapat pada bangunan Masjid Cut Meutia. Dalam memahaminya penulis membaca dokumen dan artikel yang terkait arsitektur Masjid Cut Meutia. Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 A 227
Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gay a Arsitetur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Masjid Cut Meutia Secara Umum Masjid Cut Meutia terletak di Kota Jakarta dengan alamat lengkap Jalan Taman Cut Meutia Nomor 1, Jakarta Pusat. Masjid tersebut berdiri tepat di jantung Kota Jakarta, sehingga masjid ini sering sekali dijadikan persinggahan masyarakat untuk menjalankan ibadah sehari-hari. Setiap waktu shalat, halaman masjid ini kerap kali terlihat ramai dengan parah jemaah yang ingin beribadah. Apabila ditelusuri lebih jauh, sejarah dari Masjid Cut Meutia cukup mengejutkan. Pada awalnya, bangunan Masjid Cut Meutia dibangun untuk fungsi yang sangat berbeda. Diperkirakan pada tahun 1912, sebuah biro arsitek dan developer pada masa itu, N.V (Naamloze vennootschap), menginisiasi dimulainya pembangunan gedung bertingkat untuk dijadikan kantor. Gedung bertingkat itulah yang kemudian diberi nama Gedung De Bouwploeg. Setelah digunakan sebagai kantor, gedung tersebut mengalami pengubahan fungsi yang beragam. Mulai dari Kantos Pos, Kantor Perusahaan Air Minum, Kantor Walikota Jakarta, Kantor Dinas Urusan Perumahan Jakarta, hingga kantor Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Pengubahan fungsi yang terus terjadi sejak masa kolonial menyebabkan para pengelola bangunan di setiap masa harus beradaptasi terhadap bangunan asli. Gaya kolonial yang sangat khas dari bangunan tersebut tetap dipertahankan karena merupakan sebuah warisan budaya yang penting. Pada tahun 1961, bangunan tersebut ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya. Ketetetapan tersebut yang membuat pengelola bangunan ini tidak dapat merenovasinya secara total, hanya boleh dilakukan pada hal-hal minor. Diskusi Gambar 1. Bangunan Masjid Cut Meutia yang dahulu merupakan Kantor Biro Arsitek Belanda. Sumber : http://www.wikiwand.com/id/masjid_cut_meutia diakses pada 4 Maret 2017. Telah dijelaskan pada bagian pendahuluan bahwa Masjid Cut Meutia merupakan masjid dengan bangunan dengan gaya arsitektur kolonial (Art Nouveau) yang cukup berbeda dengan bangunan masjid pada umumnya. Sebagai masjid yang menggunakan gaya arsitektur kolonial yang sangat khas, pengelola masjid perlu melakukan beberapa renovasi untuk menyeseuaikan bangunan dengan fungsi bangunan tersebut sejak tahun 1987. A 228 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Indah Mega Ashari Pada umumnya, gedung dengan gaya arsitektur kolonial (Art Nouveau) sangat erat kaitannya dengan gereja. Penggunaan bangunan bergaya kolonial sebagai masjid dinilai sangat jarang. Masjid Cut Meutia merupakan salah satu bukti penggunaan bangunan bergaya arsitektur kolonial yang dialihfungsikan menjadi masjid. Pada bangunan Masjid Cut Meutia, tidak terdapat beberapa elemen khas masjid di Indonesia. Bangunan Masjid Cut Meutia tidak memiliki menara yang dinilai merupakan salah satu elemen penting sebuah masjid. Bagian atap masjid juga tidak berbentuk kubah, padahal kubah merupakan salah satu elemen arsitektur islam di Indonesia yang cukup iconic. Tetapi, ketiadaan kedua elemen tersebut justru berdampak baik karena tidak merusak konteks utama bangunan masjid bergaya kolonial tersebut. Gambar 2. Eksterior Masjid Cut Meutia Tampilan eksterior bangunan Masjid Cut Meutia masih kental dengan gaya Art Nouveau. Terdapat ornamen khas arsitektur kolonial yang menghiasi bagian fasad depan dan balkon yang terletak di sisi utara bangunan. Ukuran jendela pada bangunan tersebut masih terlampau besar, menggunakan kaca yang diberi hiasan bergaya art deco dengan gambar tanaman dan mozaik geometri. Sebagai penutup atap, bangunan tersebut menggunakan atap berbentuk kubus yang merupakan salah sat u ciri khas arsitektur kolonial. Unsur arch atau lengkungan pada setiap pintu, jendela, bahkan gerbang utama semakin memperkuat gaya arsitektur kolonial pada bangunan masjid tersebut. Perpaduan unsur arsitektur islam dan arsitektur kolonial akan mulai terlihat ketika memasuki masjid. Terdapat unsur arsitektur islam yang khas pada interior Masjid Cut Meutia, yaitu tulisan kaligrafi di bagian dinding, jendela, dan balkon pembatas void. Dua kaligrafi utama, yaitu tulisan Allah dan Nabi Muhammad terpajang jelas di focal point masjid, yaitu dekat dengan mihrab utama. Kaligrafi ayatayat Al Quran tersebut sengaja dibuat tidak mendominasi agar nuansa interior yang antik tetap menonjol. Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 A 229
Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gay a Arsitetur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Gambar 3. Interior Masjid Cut Meutia. Gambar 4. Dekorasi khas art deco Selain kaligrafi di dinding, unsur yang mencerminkan arsitektur islam di dalam Masjid Cut Meutia adalah mihrab utamanya. Mihrab merupakan ruang cekung di mana khatib memberikan khotbah. Posisi Mihrab masjid cukup unik karena tidak mengarah langsung ke Kota Mekkah. Hal tersebut disebabkan oleh orientasi bangunan yang tidak mengacu kepada kiblat, sehingga posisi mihrab harus menyesuaikan dengan denah bangunan. Imam masjid memimpin shalat dengan posisi tidak di mihrab, namun di sisi barat mengikuti arah kiblat. Di dekat mihrab utama terdapat beberapa ruangan yang memiliki fungsi utama sebagai tempat iktikaf. Ruang kecil tersebut diberikan dekorasi kaligrafi ayat -ayat Al Quran yang serupa dengan dinding bagian mihrab. Sebagai pemisah ruang iktikaf dengan ruang shalat utama, diberikan sekat yang terbuat dari kayu dengan ukiran ayat -ayat Al-Quran. Di atas sekat kayu tersebut diberi hiasan kubah yang merupakan salah satu unsur arsitektur islam yang umum di Indonesia. Sekat kayu ini merupakan salah satu bagian di dalam Masjid Cut Meutia yang merupakan hasil perpaduan arsitektur kolonial dengan unsur arsitektur islam, dibuktikan dengan penambahan seni kaligrafi pada material kayu. Gambar 6. Hiasan pada sekat ruangan Gambar 7. Ruang iktikaf Masjid Cut Meutia A 230 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Indah Mega Ashari Terlepas dari adanya unsurnya arsitekur islam seperti kaligrafi pada interior masjid, suasana yang diberikan oleh gaya arsitektur kolonial masih terasa dengan adanya void besar dengan langit-langit yang cukup tinggi tepat di bagian ruang utama. Void tersebut memperlancar aliran udara dari sistem cross ventilation yang terdapat pada bangunan masjid. Di tengah void terdapat lampu kaca yang semakin menambah nuansa arsitektur kolonial dari bangunan tersebut. Bagian langit-langit bangunan dihiasi ceiling yang terbuat dari kayu dan berbentuk persegi, menyesuaikan bentuk dengan penutup atap masjid. Gambar 8. Langit-Langit Masjid Cut Meutia Gambar 9. Interior Langit-Langit Masjid Cut Meutia Kesimpulan Bangunan Masjid Cut Meutia merupakan bangunan dengan perpaduan gaya arsitektur kolonial (Art Nouveau) dan unsur-unsur arsitektur islam. Unsur arsitektur islam mulai ditambahkan pada banguann sejak bangunan tersebut dialihfungsikan menjadi masjid pada Tahun 1987. Perpaduan unsur arsitektur islam dengan gaya arsitektur kolonial pada Masjid Cut Meutia dapat dilihat pada dinding interior masjid yang diberi kaligrafi, keberadaan mihrab, dan sekat kayu dengan ukiran kaligrafi. Keberadaan dari unsur-unsur arsitektur islam tersebut tidak mengurangi kesan masjid tersebut sebagai salah satu bangunan bergaya kolonial. Tulisan ini masih banyak memiliki kekurangan karena bahan penelitian yang dimiliki oleh penulis kurang mencukupi. Akan lebih baik apabila penulis langsung mencari bahan penelitian ke perpustakaan yang lebih lengkap koleksinya agar lebih banyak memeroleh ilmu terkait topik yang dibahas. Acknowledgment Penulis berterimakasih kepada Dr.Eng. Bambang Setiabudi, ST., MT. selaku dosen pengajar mata kuliah AR4232 Arsitektur Islam, Institut Teknologi Bandung, untuk bimbingan yang telah diberikan sehingga artikel ini dapat selesai. Makalah ini ditulis oleh Indah Mega Ashari dengan NIM 15214071. Daftar Pustaka Masjid Cut Meutia, diakses pada Sabtu 4 Maret 2017 dari http://www.wikiwand.com/id/masjid_cut_meutia. Identifikasi Tranformasi Fungsi Bangunan Indische Pada Masjid Cut Meutia, Menteng (2015), diakses pada Sabtu 4 Maret 2017 dari http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/533/jbptunikompp-gdl-eviearisan-26612-3-unikom_e-i.pdf. Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 A 231
Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gay a Arsitetur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Masjid Cut Meutia : Gedung Belanda yang Jadi Rumah Tuhan (20 Juli 2010), diakses pada Sabtu 4 Maret 2017 dari http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/07/masjid-cut-meutia-gedung-belanda-yang-jadi-rumah-tuhan. Bhawa, N. (2013). Conservation of Heritage Buildings A Guide. New Delhi. Directorate General Central Public Works Department. Amanah, M. (2013). Ciri gaya art nouveau pada arsitektur bangunan kolonial Belanda Masjid Cut Meutia. Depok. Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. A 232 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017