1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kemampuan berpikir yang penting dikuasai oleh siswa adalah kemampuan berpikir analitik. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 mengenai Standar Kompetensi Kelulusan pada mata pelajaran matematika untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), telah dipaparkan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran matematika adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan berpikir secara analitik (analytical thinking). Hal ini diperlukan terutama dalam memecahkan suatu masalah. Saat mengajarkan penyelesaian masalah, siswa dituntut untuk berpikir analitik di dalam mengambil keputusan. Oleh sebab itu, sangat penting bagi siswa untuk memiliki kemampuan analitik untuk dapat memahami dan mengusai pembelajaran. Kemampuan berpikir analitik merupakan suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan berpikir analitik tidak mungkin dicapai siswa apabila siswa tersebut tidak mengusai aspek-aspek kognitif sebelumnya. Menurut Marini (2014), berpikir analitik adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan dan memperinciinformasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan. Untuk dapat 1
2 berpikir analitik diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap suatu situasi.kemampuan berpikir analitik penting dimiliki siswa karena siswa akan mampumendudukan situasi, masalah, subyek, atau keputusan pada pemeriksaan yangmendalam. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir analitik dapat menguji pernyataanberdasarkan standar objektif dan dapat menemukan akar permasalahan. Siswajuga dapat menimbang dan memutuskan atas dasar logika. Siswa dengankemampuan berpikir analitik mampu membedakan hasil pemikiran analitiknya denganperasaan dan prasangka yang ada pada dalam dirinya. Siswa yang memilikikemampuan berpikir analitik dapat tekun, jujur, empati dan mengakui keterbatasan diriatas pengetahuan. Menurut Rose & Nicholl(2002), Ciri pemikir analitik adalah dapat bertahan dalam melakukan tindakan(tidak mudah menyerah). Kebertahanan ini dimiliki oleh Alexander Graham Bell(yang para pengritiknya menyatakan bahwa telepon tidak diperlukan karena tidakada satu orang pun memilki selain dirinya) begitu juga dengan mesin fotocopipertama Xerox (yang tidak mendapat dukungan keuangan selama empat tahun).colombus memerlukan waktu 14 tahun untuk menyakinkan istana Spayol agarmenginginkan dia kembali melakukan penjelajahan dan bahkan kemudian diasampai di tujuan yang benar-benar berbeda. Berdasarkanpernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat bertahan di abad ke-21,siswa harus memiliki kemampuan berpikir analitik berkualitas tinggi.
3 Permasalahan matematika yang dialami siswa bukan hanya kemampuan berpikir saja yang dapat dinilai tetapi juga usaha masing-masing siswa dalam menyelesaikan masalah, tentunya terdapat berbagai macam cara siswa dalam menyelesaikan permasalahan. Siswa memiliki tingkat ketahanan tersendiri dalam menghadapi suatu permaslahan. Stoltz (2000) menyebutkan bahwa kecerdasan dalam menghadapi masalah biasa disebut denganadversity Quotient. Adversity Quotient sendiri dibedakan menjadi 3 kategori yaitu Climbers (Adversity Quotient tinggi), Campers (Adversity Quotient sedang), dan Quitters (Adversity Quotient rendah). Climbers dikenal sebagai para pendaki. Climbers secara umum merupakan kelompok orang yang memilih untuk terus bertahan untuk berjuang menghadapi berbagai macam hal yang akan terus menerjang, baik itu dapat berupa masalah, tantangan, hambatan, serta hal-hal lain yang terus didapat setiap harinya. Campers dikenal sebagai mereka yang berkemah. Campers merupakan kelomok orang yang sudah memiliki kemauan untuk berusaha menghadapi masalah dan tantangan yang ada namun mereka berhenti karena mersa sudah tidak mampu lagi. Quitters dikenal sebagai mereka yang berhenti. Quitters merupakan kelompok orang yang kurang memiliki kemauan untuk menerima tantangan dalam hidupnya. Adversity Quotient dapat menunjang kemampuan berpikir analitik siswa. Hal ini dikarenakan siswa dengan Adversity Quotient tinggi akan lebih mampu mengendalikan diri, mengidentifikasi penyebab kesulitan, menilai kesalahan yang dilakukan, memperbaiki kesalahan yang dilakukan, membatasi kesulitan yang dihadapi, tahan dalam menghadapi kesulitan
4 sehingga akan mempengaruhi inisiasi dan ketahanan diri dalammelaksanakan tugas. Hal ini sesuai pendapat Stoltz (2000) yang menyatakan bahwa individu dengan Adversity Quotient yang baik ketika mengalami kesulitan cenderung merasakan bertanggung jawab (ownership) atas masalah yang dihadapinya, mampu mengontrol masalah dan cermat dalam mencari pemecahan masalah dari masalah yang dihadapinya tersebut serta fokus terhadap solusi. Setiap siswa tidak dapat menghindari dari kesulitan dalam belajar matematika. Perlu disadari oleh siswa bahwa pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika dengan tingkat kesulitannya yang berbeda-beda. Ada siswa yang merasa kesulitan pada pokok bahasan tertentu, ada juga siswa yang merasakan kesulitan pada bidang matematika tertentu, dan ada juga merasa kesulitan untuk seluruh materi matematika.sehingga dapat dipastikan setiap siswa yang belajar matematika pernah mengalami kesulitan.disinilah potensi Adversity Quotient sangat dibutuhkan dalam belajar matematika. Belajar pada dasarnya adalah mengatasi kesulitan. Mengalami kesulitan, berarti seseorang masih diberi kesempatan untuk mengasah kembali kepekaan perasaan, ketajaman pikiran, dan kecerdasan. Bukankah seseorang bertahan sampai saat ini, salah satunya disebabkan karena telah menghadapi banyak sekali tantangan hidup di masa lalu. SMP Negeri 1 Kalibagor terletak di Jl. Suwarjono No. 162 Kalibagor, kecamatan Kalibagor, kabupaten Banyumas. Sebagian besar siswa SMP Negeri 1 Kalibagor tergolong memiliki tingkat Adversity Quotient yang
5 tinggi, hal ini terlihat dari tugas-tugas yang diberikan guru diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Jika siswa menemukan masalah matematika yang sulit dikerjakan, maka mereka berusaha semaksimal mungkin sampai mereka dapat menyelesaikannya. Siswa juga memiliki keberanian dan disiplin tinggi.hal ini menandakan siswa memiliki kemampuan untuk bertahan dan terus berjuang dengan gigih ketika dihadapkan pada suatu problematika hidup, penuh motivasi, antusiasme, dorongan, ambisi, semangat, serta kegigihan yang tinggi. Tingginya Adversity Quotient siswa ini akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analitik matematis. Oleh karena itu, peran utama guru yaitu membantu setiap siswa disamping memiliki potensi dibidang non akademis tapi juga dapat mengembangkan potensi atau kemampuannya dalam bidang akademis khususnya dalam belajar matematika, dengan melihat bagaimana karakterisik yang dimiliki siswa dalam belajar. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Deskripsi Kemampuan Berpikir Analitik Matematis Siswa SMP Negeri 1 Kalibagor ditinjau dari Adversity Quotient. B. Fokus Penelitian Agar penelitian ini lebih terarah dan mendalam serta tidak jauh jangkauannya, maka penelitian ini terbatas pada deskripsi kemampuan berpikir analitik matematis siswa SMP Negeri 1 Kalibagor ditinjau dari Adversity Quotient.
6 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir analitik matematis siswa SMP Negeri 1 Kalibagor ditinjau dari Adversity Quotient. D. Manfaat Hasil Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dari peneliti : 1. Bagi Sekolah Sekolah dapat mengetahui siswa yang memiliki tingkat Adversity Quotient yang berbeda-beda, sehingga dalam proses berpikir pun berbeda, sekolah dapat membantu mengoptimalkan tingkat Adversity Quotient siswa dan memberi motivasi kepada siswa agar memiliki ketahanan dalam menghadapi permasalahan dan juga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 2. Bagi Guru a. Guru mendapatkan informasi kemampuan berpikir analitik matematis siswa dalam menyelesaikan masalah matematika sesuai dengan materi ditinjau dari Adversity Quotient yang dimiliki oleh masing-masing siswa. b. Guru dapat memberikan motivasi kepada siswa, sehingga siswa yang mempunyai kategori Adversity Quotient tinggi, sedang dan rendah dapat berusaha mengoptimalkan kemampuannya dalam menghadapi masalah.
7 3. Bagi Siswa Siswa dapat mengoptimalkan kemampuan berpikir analitiknya dengan Adversity Quotient yang dimiliki untuk membantu dalam belajar matematika di sekolah. 4. Bagi Peneliti Manfaat bagi peneliti adalah untuk mengetahui secara langsung gambaran berpikir analitik siswa dalam menyelesaikan masalah matematika, selain itu peneliti dapat mengetahui apa yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan tingkat Adversity Quotient siswa. Peneliti juga dapat mengasah kemampuan Adversity Quotient yang dimiliki dalam menyelesaikan skripsi.