BAB I PENDAHULUAN. adalah kemampuan berpikir analitik. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang termasuk pada level rendah berdasarkan benchmark internasional

BAB II KAJIAN TEORITIK

apa yang dirumuskan dalam NCTM (National Council of Teachers of isi atau materi (mathematical content) dan standar proses (mathematical

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah investasi untuk masa depan. Kemakmuran Indonesia di

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Permendikbud nomor 58 tahun 2014 matematika merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem

BAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir

PERTEMUAN 3 MENGEMBANGKAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pondok Pesantren Daar el-qolam merupakan salah satu pondok pesantren

BAB I PENDAHULUAN. Dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 bahwa, pendidikan

Pertemuan 3 MENGEMBANGKAN DIRI

BAB I PENDAHULUAN. prasarana pendidikan, sistem penilaian dan pengelolaan pendidikan. Pembenahan semua komponen pendidikan, pada tahun terakhir ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam kemajuan suatu bangsa, salah satu aspek yang dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi saat ini, bangsa Indonesia dihadapkan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Wajib belajar 9 tahun menjadi kebutuhan mendasar bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi segala jenis tantangan di era modern dewasa ini. Lebih lanjut

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika, Inggris dan Jerman menempatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan

BAB V PENUTUP A. Simpulan

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA SMP MELALUI PERTANYAAN-PERTANYAAN INOVATIF PADA POKOK BAHASAN LINGKARAN (PTK

sehingga siswa perlu mengembangkan kemampuan penalarannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Al-Qur an. Oleh karena itu, beruntunglah bagi orang-orang yang dapat menjaga

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari, seperti perhitungan dalam jual-beli, menghitung kecepatan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar sampai perguruan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dianugerahi kemampuan dan kekuatan berpikir. Berpikir

BAB I PENDAHULUAN dalam tahun-2006.pdf diakses 25 Februari 2013.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karunia Eka Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keahlian dan kemampuan yang unggul. Salah satu upaya pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan medis (McGuire, Hasskarl, Bode, Klingmann, & Zahn, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang. dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada diri individu. Peningkatan mutu pendidikan terus diupayakan demi

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan tenaga kerja di Indonesia akhir-akhir ini semakin kompleks.

Hubungan antara Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memajukan daya pikir manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara Indonesia. Pendidikan merupakan salah satu cara yang. ditempuh agar tujuan tersebut dapat tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan yang dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN 2010), 22.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting. Karena

Tri Muah ABSTRAK. SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang

IDENTIFIKASI BERPIKIR LOGIS MAHASISWA TIPE CLIMBER DAN QUITTER DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI. FKIP, Universitas PGRI Madiun

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dengan kita minum obat pahit, sangat diperlukan, tetapi benar-benar tidak

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan. pendidikan dalam berbagai bidang, diantaranya matematika.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan bidang ilmu yang memiliki kedudukan penting

BAB I PENDAHULUAN. Grup, 2010), hlm Russefendi, Pengantar Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. A. Simpulan

ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan inti dari sistem pendidikan nasional, di

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. persaingan global. Dengan pendidikan akan lahir generasi-generasi penerus yang

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penelitian ini adalah teori perilaku terencana yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

BAB I PENDAHULUAN. ranah kognitif, sehingga ranah-ranah yang lain menjadi terabaikan. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar dalam memajukan suatu negara. Majunya suatu negara tercermin dari pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat

BAB II KAJIAN TEORETIK

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Disusun oleh:

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BABI PENDAHULUAN. Tuntutan dalam dunia pendidikan telah mengalami banyak perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, karena

BAB I PENDAHULUAN. terapan maupun aspek penalarannya mendukung kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. didik dengan tujuan membentuk kepribadian unggul, yaitu kepribadian yang bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

I. PENDAHULUAN. kehidupan bangsa. Melalui pendidikan, kualitas sumber daya. nasional. Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 3 Undang-Undang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika. dengan bantuan intuitif untuk mencapai kesimpulan.

BAB I PENDAHULUAN. kreatif. Khususnya berpikir kritis, sangat diperlukan bagi kehidupan mereka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan matematika bagi siswa di kehidupan yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika. Namun, sampai saat ini masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional terdapat penjelasan mengenai standar nasional. dan afektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern sehingga mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI GARIS SINGGUNG LINGKARAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 KOTA GORONTALO

I. PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Oleh karena itu, dalam Permendiknas tahun

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kemampuan berpikir yang penting dikuasai oleh siswa adalah kemampuan berpikir analitik. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 mengenai Standar Kompetensi Kelulusan pada mata pelajaran matematika untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), telah dipaparkan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran matematika adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan berpikir secara analitik (analytical thinking). Hal ini diperlukan terutama dalam memecahkan suatu masalah. Saat mengajarkan penyelesaian masalah, siswa dituntut untuk berpikir analitik di dalam mengambil keputusan. Oleh sebab itu, sangat penting bagi siswa untuk memiliki kemampuan analitik untuk dapat memahami dan mengusai pembelajaran. Kemampuan berpikir analitik merupakan suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan berpikir analitik tidak mungkin dicapai siswa apabila siswa tersebut tidak mengusai aspek-aspek kognitif sebelumnya. Menurut Marini (2014), berpikir analitik adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan dan memperinciinformasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan. Untuk dapat 1

2 berpikir analitik diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap suatu situasi.kemampuan berpikir analitik penting dimiliki siswa karena siswa akan mampumendudukan situasi, masalah, subyek, atau keputusan pada pemeriksaan yangmendalam. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir analitik dapat menguji pernyataanberdasarkan standar objektif dan dapat menemukan akar permasalahan. Siswajuga dapat menimbang dan memutuskan atas dasar logika. Siswa dengankemampuan berpikir analitik mampu membedakan hasil pemikiran analitiknya denganperasaan dan prasangka yang ada pada dalam dirinya. Siswa yang memilikikemampuan berpikir analitik dapat tekun, jujur, empati dan mengakui keterbatasan diriatas pengetahuan. Menurut Rose & Nicholl(2002), Ciri pemikir analitik adalah dapat bertahan dalam melakukan tindakan(tidak mudah menyerah). Kebertahanan ini dimiliki oleh Alexander Graham Bell(yang para pengritiknya menyatakan bahwa telepon tidak diperlukan karena tidakada satu orang pun memilki selain dirinya) begitu juga dengan mesin fotocopipertama Xerox (yang tidak mendapat dukungan keuangan selama empat tahun).colombus memerlukan waktu 14 tahun untuk menyakinkan istana Spayol agarmenginginkan dia kembali melakukan penjelajahan dan bahkan kemudian diasampai di tujuan yang benar-benar berbeda. Berdasarkanpernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat bertahan di abad ke-21,siswa harus memiliki kemampuan berpikir analitik berkualitas tinggi.

3 Permasalahan matematika yang dialami siswa bukan hanya kemampuan berpikir saja yang dapat dinilai tetapi juga usaha masing-masing siswa dalam menyelesaikan masalah, tentunya terdapat berbagai macam cara siswa dalam menyelesaikan permasalahan. Siswa memiliki tingkat ketahanan tersendiri dalam menghadapi suatu permaslahan. Stoltz (2000) menyebutkan bahwa kecerdasan dalam menghadapi masalah biasa disebut denganadversity Quotient. Adversity Quotient sendiri dibedakan menjadi 3 kategori yaitu Climbers (Adversity Quotient tinggi), Campers (Adversity Quotient sedang), dan Quitters (Adversity Quotient rendah). Climbers dikenal sebagai para pendaki. Climbers secara umum merupakan kelompok orang yang memilih untuk terus bertahan untuk berjuang menghadapi berbagai macam hal yang akan terus menerjang, baik itu dapat berupa masalah, tantangan, hambatan, serta hal-hal lain yang terus didapat setiap harinya. Campers dikenal sebagai mereka yang berkemah. Campers merupakan kelomok orang yang sudah memiliki kemauan untuk berusaha menghadapi masalah dan tantangan yang ada namun mereka berhenti karena mersa sudah tidak mampu lagi. Quitters dikenal sebagai mereka yang berhenti. Quitters merupakan kelompok orang yang kurang memiliki kemauan untuk menerima tantangan dalam hidupnya. Adversity Quotient dapat menunjang kemampuan berpikir analitik siswa. Hal ini dikarenakan siswa dengan Adversity Quotient tinggi akan lebih mampu mengendalikan diri, mengidentifikasi penyebab kesulitan, menilai kesalahan yang dilakukan, memperbaiki kesalahan yang dilakukan, membatasi kesulitan yang dihadapi, tahan dalam menghadapi kesulitan

4 sehingga akan mempengaruhi inisiasi dan ketahanan diri dalammelaksanakan tugas. Hal ini sesuai pendapat Stoltz (2000) yang menyatakan bahwa individu dengan Adversity Quotient yang baik ketika mengalami kesulitan cenderung merasakan bertanggung jawab (ownership) atas masalah yang dihadapinya, mampu mengontrol masalah dan cermat dalam mencari pemecahan masalah dari masalah yang dihadapinya tersebut serta fokus terhadap solusi. Setiap siswa tidak dapat menghindari dari kesulitan dalam belajar matematika. Perlu disadari oleh siswa bahwa pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika dengan tingkat kesulitannya yang berbeda-beda. Ada siswa yang merasa kesulitan pada pokok bahasan tertentu, ada juga siswa yang merasakan kesulitan pada bidang matematika tertentu, dan ada juga merasa kesulitan untuk seluruh materi matematika.sehingga dapat dipastikan setiap siswa yang belajar matematika pernah mengalami kesulitan.disinilah potensi Adversity Quotient sangat dibutuhkan dalam belajar matematika. Belajar pada dasarnya adalah mengatasi kesulitan. Mengalami kesulitan, berarti seseorang masih diberi kesempatan untuk mengasah kembali kepekaan perasaan, ketajaman pikiran, dan kecerdasan. Bukankah seseorang bertahan sampai saat ini, salah satunya disebabkan karena telah menghadapi banyak sekali tantangan hidup di masa lalu. SMP Negeri 1 Kalibagor terletak di Jl. Suwarjono No. 162 Kalibagor, kecamatan Kalibagor, kabupaten Banyumas. Sebagian besar siswa SMP Negeri 1 Kalibagor tergolong memiliki tingkat Adversity Quotient yang

5 tinggi, hal ini terlihat dari tugas-tugas yang diberikan guru diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Jika siswa menemukan masalah matematika yang sulit dikerjakan, maka mereka berusaha semaksimal mungkin sampai mereka dapat menyelesaikannya. Siswa juga memiliki keberanian dan disiplin tinggi.hal ini menandakan siswa memiliki kemampuan untuk bertahan dan terus berjuang dengan gigih ketika dihadapkan pada suatu problematika hidup, penuh motivasi, antusiasme, dorongan, ambisi, semangat, serta kegigihan yang tinggi. Tingginya Adversity Quotient siswa ini akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analitik matematis. Oleh karena itu, peran utama guru yaitu membantu setiap siswa disamping memiliki potensi dibidang non akademis tapi juga dapat mengembangkan potensi atau kemampuannya dalam bidang akademis khususnya dalam belajar matematika, dengan melihat bagaimana karakterisik yang dimiliki siswa dalam belajar. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Deskripsi Kemampuan Berpikir Analitik Matematis Siswa SMP Negeri 1 Kalibagor ditinjau dari Adversity Quotient. B. Fokus Penelitian Agar penelitian ini lebih terarah dan mendalam serta tidak jauh jangkauannya, maka penelitian ini terbatas pada deskripsi kemampuan berpikir analitik matematis siswa SMP Negeri 1 Kalibagor ditinjau dari Adversity Quotient.

6 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir analitik matematis siswa SMP Negeri 1 Kalibagor ditinjau dari Adversity Quotient. D. Manfaat Hasil Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dari peneliti : 1. Bagi Sekolah Sekolah dapat mengetahui siswa yang memiliki tingkat Adversity Quotient yang berbeda-beda, sehingga dalam proses berpikir pun berbeda, sekolah dapat membantu mengoptimalkan tingkat Adversity Quotient siswa dan memberi motivasi kepada siswa agar memiliki ketahanan dalam menghadapi permasalahan dan juga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 2. Bagi Guru a. Guru mendapatkan informasi kemampuan berpikir analitik matematis siswa dalam menyelesaikan masalah matematika sesuai dengan materi ditinjau dari Adversity Quotient yang dimiliki oleh masing-masing siswa. b. Guru dapat memberikan motivasi kepada siswa, sehingga siswa yang mempunyai kategori Adversity Quotient tinggi, sedang dan rendah dapat berusaha mengoptimalkan kemampuannya dalam menghadapi masalah.

7 3. Bagi Siswa Siswa dapat mengoptimalkan kemampuan berpikir analitiknya dengan Adversity Quotient yang dimiliki untuk membantu dalam belajar matematika di sekolah. 4. Bagi Peneliti Manfaat bagi peneliti adalah untuk mengetahui secara langsung gambaran berpikir analitik siswa dalam menyelesaikan masalah matematika, selain itu peneliti dapat mengetahui apa yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan tingkat Adversity Quotient siswa. Peneliti juga dapat mengasah kemampuan Adversity Quotient yang dimiliki dalam menyelesaikan skripsi.