Jurnal Teknologi Proses Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia 4(2) Juli 2005 : 34 39 ISSN 1412-7814 Epoksidasi Minyak Sawit dengan Proses In-Situ Mersi Suriani Sinaga Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan 20155 Abstrak Dalam upaya mengantisipasi produksi minyak sawit dan persaingan pemasaran minyak sawit dengan minyak nabati lainnya yang semakin lama semakin meningkat, sehingga untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan diversifikasi produk agar mendapat nilai tambah. Salah satu upaya diversifikasi tersebut adalah dengan membuat minyak sawit menjadi minyak sawit epoksi yang merupakan bahan baku polyol dan plasticizer. Minyak sawit epoksi dapat diperoleh dengan cara proses in-situ epoksidasi dengan menggunakan pelarut benzena dan katalis resin penukar ion. Dengan teknik in-situ, epoksidasi dapat menghasilkan 82% minyak sawit epoksi dengan bilangan yod 0,80. Kata kunci: epoksi, iodine value, temperatur operasi, waktu operasi. Pendahuluan Produksi minyak sawit Indonesia dewasa ini meningkat secara drastis, di lain pihak harganya berfluktuasi bahkan cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh adanya persaingan dengan jenis minyak nabati lainnya, seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka perlu diupayakan diversifikasi produk guna mendapatkan nilai tambah. Salah satu cara adalah dengan mengolah minyak sawit menjadi minyak sawit epoksi. Minyak sawit mengandung 45-60% gugus ikatan rangkap tak jenuh, sehingga pada suhu dan tekanan tertentu dengan bantuan katalis memungkinkan terjadinya reaksi epoksidasi yang menghasilkan minyak sawit epoksi. Kandungan oksigen oksiren teoritik minyak sawit adalah 3,9. Selama ini kebutuhan epoksi sebagai bahan dasar plasticizer masih terbuat dari safflower oil, rice oil, menhaden oil, asetilasi monogliserida lard oil, oleic acid, cotton seed oil dan soybean oil (3). Minyak sawit epoksi dapat digunakan sebagai plasticizer dan polyol. Dewasa ini kebutuhan plasticizer dan polyol dalam industri kimia semakin meningkat, sehingga industri pembuatan epoksi dari minyak sawit mempunyai peluang untuk dikembangakan. Plasticizer merupakan bahan yang cukup penting dalam industri karet dan plastik polyvynil chlorida (PVC). Apabila plasticizer ditambahkan ke dalam resin PVC maka akumulasi gaya intermolekular pada rantai panjang akan menurun sehingga kelunakan (softness), kelenturan (flexibility), dan elongation bertambah serta tensile strength menjadi turun. Polyol adalah poly alkohol yang mengandung dua atau lebih gugus hidroksi dan merupakan produk polimerisasi yang dapat disintesa dari asam karboksilat. Kegunaan polyol dalam industri adalah sebagai penstabil busa (foam stabilisers),
Mersi Suriani Sinaga / Jurnal Teknologi Proses 4(2) Januari 2005 : 34 39 35 pengemulsi (emulsifier), dan viscosity builder. Polyol merupakan bahan utama di dalam industri poly urethrane yang digunakan sebagai rigid foam (insulator panas untuk refrigerator, freezer, container dan bangunan), rim foam (bumper, sandaran kepala dan stir mobil), busa terlentur (tilam dan jok mobil) dan elastomer (adhesive dan coating). Bahan dan Metode Proses pembuatan minyak kelapa sawit epoksi dilakukan dengan metode Gall dan Greenspan (2) yang telah dimodifikasi. Katalis dan pelarut yang digunakan masingmasing adalah resin penukar kation Amberlit dan benzena. Reaksi tersebut dilakukan selama beberapa jam dan setiap jam diamati perubahan bilangan iodnya. Produk yang diperoleh dicuci dengan air panas beberapa kali sampai bersih dan air yang tertinggal dalam epoksi diserap dengan potasium karbonat. Penentuan oxyrane oxygen ditentukan dengan cara titrasi. Hasil dan Pembahasan Hubungan Antara Suhu Reaksi dengan Hubungan antara suhu reaksi dengan bilangan iod minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 1. TABEL 1: Hubungan antara suhu reaksi dengan bilangan iod Suhu ( o C) : 25-30 : 4,89 35-45 : 2,98 60-65 : 0,80 65-70 : 0,82 Reaksi minyak sawit dengan peroksi asetat memberikan konversi yang terkecil pada suhu 25-30 o C. Hal ini terlihat dari penurunan bilangan iod CPO dari 42,1 menjadi 4,89 sehingga minyak sawit yang bereaksi adalah 88%. Penurunan bilangan iod CPO dari 42,1 menjadi 0,8 terjadi pada suhu sekitar 60-65 o C. Ini berarti minyak sawit yang bereaksi adalah 98%. Pada kurun waktu yang sama, energi yang dihasilkan pada suhu 60-65 o C lebih tinggi dibandingkan pada suhu 25-30 o C, sehingga lebih banyak terjadi pemutusan ikatan rangkap. Hal ini mengakibatkan konversi terbesar terjadi pada suhu 60-65 o C. Dengan demikian kondisi operasi yang optimum untuk pembuatan minyak kelapa sawit epoksi dapat dilakukan pada suhu sekitar 60-65 o C. Hubungan Antara Waktu Reaksi dengan Hubungan antara waktu reaksi dengan bilangan iod minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2. TABEL 2: Hubungan antara waktu reaksi dengan bilangan iod Waktu (jam) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 : : 42,10 : 24,49 : 10,51 : 2,73 : 1,22 : 1,03 : 0,88 : 0,80 : 0,80
36 Mersi Suriani Sinaga / Jurnal Teknologi Proses 4(2) Januari 2005 : 34 39 50 45 40 35 30 25 20 15 43,0880 Y= 0,69343 x R 2 = 0,98594 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Waktu (jam) GAMBAR 1: Hubungan antara bilangan iod dengan waktu reaksi Pada gambar 1 terlihat bahwa bilangan iod dari minyak sawit pada kondisi dan percobaan yang sama menurun terhadap waktu. Bilangan yod menurun secara drastis selama 3 jam pertama, kemudian 5 jam berikutnya menurun secara lambat. Hal ini berarti pada 3 jam pertama terjadi pemutusan ikatan rangkap yang cepat, sedangkan 5 jam berikutnya pemutusan ikatan rangkap terjadi dengan lambat karena minyak sawit epoksi sudah terbentuk dan gugus ikatan rangkap pada minyak sawit sudah hampir jenuh. Pada percobaan ini bilangan iod yang optimum diperoleh setelah 7 jam. Bedasarkan hasil perhitungan minyak sawit yang dapat bereaksi dengan gugus peroksi adalah 98%. Dengan demikian pada percobaan ini dapat ditentukan bahwa waktu reaksi adalah 7 jam. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa warna merah dari karoten minyak sawit, setelah diepoksidasi berubah menjadi putih. Begitu juga perubahan warna bahan baku pada crude olein dari merah (20 R 9.9Y) menjadi kuning bening (0,6R 2Y). Hal ini disebabkan oleh terurainya karoten oleh asam (4,5). Bilangan iod crude olein berubah dari 54,52 menjadi 2,5. Hal ini berarti crude olein yang dapat bereaksi dengan gugus peroksiasetat adalah 95%, sedangkan bilangan iod RBD olein turun dari 43,31 menjadi 18,57 yang berarti RBD olein yang dapat bereaksi dengan gugus peroksi-asetat adalah 57%. Konversi yang rendah ini mungkin disebabkan oleh adanya ikatan rangkap yang tidak bereaksi dengan gugus oksigen, karena terbentuknya hidroperoksida tak jenuh yang bersifat tidak stabil dan mudah terurai oleh proses isomerisasi atau polimerisasi, sehingga menghasilkan persenyawaan dengan berat molekul yang lebih rendah. Spesifikasi Produk Hasil in-situ epoksidasi CPO, olein, RBD olein dengan 1,1 Mol hidrogen peroksida dan 0,5 Mol asetat glasial pada suhu 60-65 o C ditunjukkan pada tabel 3. Analisis Spektrum Infra-merah Analisis secara spektrum infra-merah dapat digunakan untuk menganalisis produk yang terbentuk. Pada spektrum infra-merah ini gugus-gugus senyawa organik yang terbentuk dapat dianalisis sesuai tabel 4.
Mersi Suriani Sinaga / Jurnal Teknologi Proses 4(2) Januari 2005 : 34 39 37 Pada gambar 2 dan 3 terlihat puncak IR terjadi pada panjang gelombang 1130 cm -1. Berdasarkan tabel 4 terlihat data bahwa bila puncak IR terjadi pada panjang gelombang 1080-1300 cm -1 maka puncak IR ini menunjukkan adanya gugus C-O dari senyawa epoksida (8,10). Hal ini menunjukkan bahwa minyak epoksi sudah terbentuk. TABEL 3: Sifat kimia fisik hasil in-situ epoksidasi CPO, Olein, dan RBD olein Parameter : Minyak Sawit : Crude Olein : RBD Olein Bilangan Asam Oxyrane Oxygen Warna Spesific Gravity : 7,30 : 0,77 : 3,20 : 0.2R 1Y 0.3B : 0,9021 : 7,58 : 2,5 : 2,06 : 4R 20Y : 0,9086 : 4,1 : 18,57 : 2,7 : 2R 12Y : 0,9153 TABEL 4: Karakteristik frekuensi absorpsi infra-merah Ikatan : Jenis Senyawa : Frekuensi cm -1 C H : Alkanes : 2850-2960 : 1350-1470 C H : Alkenes : 3020-3080 : 675-1000 C H : Aromatic rings : 3000-3100 : 675-870 C H C = C C H C = C C O : 3300 : 1640-1680 : 2100-2260 : 1500, 1600 : 1080-130 C = O O H N-H C-N C N - NO 2 : Alkynes : Alkenes : Alkynes : Aromatic rings : Alcohols, ethers, carboxylic acids, esters : Aldehydes, ketones, carboxylic acids, esters : Monomeric alcohols, phenols : Hydrogen-bonded alcohols, phenols : Corboxylic acids : Amines : Amines : Nitriles : Nitro compounds : 1690-1760 : 3610-3640 : 3200-3600 : 2500-3000 : 1180-1360 : 2210-2260 : 1515-1560 : 1345-1385
38 Mersi Suriani Sinaga / Jurnal Teknologi Proses 4(2) Januari 2005 : 34 39 GAMBAR 2: Grafik spektrum infra-merah epoksi dari CPO. GAMBAR 3: Grafik spektrum infra-merah epoksi dari RBD Olein. Kesimpulan Perlakuan suhu dan waktu reaksi epoksidasi untuk pembentukan epoksi minyak sawit optimum terjadi pada suhu 60-65 o C selama 7 jam. Proses in-situ epoksidasi dapat menghasilkan minyak sawit epoksi dengan bilangan iod 0,8. Perolehan minyak sawit epoksi yang dapat dicapai adalah 82% dengan kandungan oksigen oksiran 3,2. Daftar Pustaka Am. Oil chem. Soc. 1979. Official method, sampling and analysis of commercial fats and oils, 959 hal. Greenspan, P.F. and R. J. Gall. 1956. Epoxy compounds from unsaturated fatty acids esters, ind. Eng. Chemistry 47: 147-148. Greenspan, P.F. and R.J. Gall. 1956. Epoxy fatty acids ester plasticizer. JAOCS. 33: 393-394.
Mersi Suriani Sinaga / Jurnal Teknologi Proses 4(2) Januari 2005 : 34 39 39 Ketaren,s. 1986. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. Penerbit Universitas Indonesia, 315 hal. Kirk-othmer. 1947. Epoxidation and peroxy compound, Encyclopedia of Polymer Science & Technology. vol. 3. New York: Intercience Encyclopedia Inc. Lee, H and K. Neville. 1956. Epoxy Resins, Their Applicatoin and Technology. New York: Mcgraw Hill. Magne, F.C. And R.R. Mod. 1953. The acetoglyceride as plasticizer for vinyl resin. JAOCS. 30: 269-271. Morison, R.T. and R.N. Boyd. 1973. Organic chemistry. 3 rd ed., New Delhi: Prentice Hall. p.562-593. Mutreja, L.K. and R.K. Gupta. 1950. Pvc Product and Processing, SBP New Delhi: Roop Nagar.