BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Tri Muah ABSTRAK. SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan

I. PENDAHULUAN. dapat ditempatkan pada siswa kelas rendah (yaitu:siswa kelas I, II dan III) KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidik) dijelaskan bahwa

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. yang di pahami dan di mengerti dengan benar. Ernawati (2003;8) mengemukakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Karakteristik Perkembangan anak usia kelas awal SD

I. PENDAHULUAN. kecerdasan, (2) pengetahuan, (3) kepribadian, (4) akhlak mulia, (5)

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS I-III

BAB III METODEI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Arti make a match adalah mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban

dengan memberi tekanan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Guru harus mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. melakukan observasi awal terhadap hasil belajar siswa di kelas IV SDN 3 Tabongo

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA TENTANG PERKALIAN BILANGAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS II SD NEGERI 2 KALITENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Peran guru yang sesungguhnya adalah membuat siswa mau dan tahu

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda tergantung pada usia

PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL MAKE A MATCH

BAB I PENDAHULUAN. tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya. Dalam pasal 1

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Make A Match 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DENGAN MATERI PEMERINTAHAN TINGKAT PUSAT MELALUI METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 2 Tatura

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Metode NHT (Numbered Head Together) Pada Pokok Bahasan Gaya Kelas V SDN 6 Tambun

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 10 NOMOR 2 OKTOBER 2014

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1).

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB IV HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. proses terjadinya perubahan prilaku sebagai dari pengalaman. kreatif, sehingga mampu memacu semangat belajar para siswa.

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL MAKE A MATCH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN.

KAJIAN PUSTAKA. mendalam mengenai makna hasil belajar, akan dibahas. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3), hasil belajar merupakan hasil dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. mendorong terjadinya belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuantujuan

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pendidikan. Hal ini sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2005 tentang

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK SISWA SD KELAS AWAL

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan sistem pendidikan diharapkan mewujudkan tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan kebutuhan. Akan tetapi, pendidikan di Indonesia masih

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pengetahuan dan keterampilan, serta manusia manusia yang

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN KELOMPOK KECIL PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS V

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3

PENERAPAN PAKEM DENGAN MEDIA INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS I SEMESTER 1 SDN TANGGUL KULON 01 TAHUN PELAJARAN 2009/2010

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH PADA PESERTA DIDIK KELAS VI SDN GUMELAR 03 BALUNG. Nanik Sudaryati 24

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. guru yang melaksanakan kegiatan pendidikan untuk orang-orang muda

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Oleh. Hamidah SDN 1 Cakranegara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan melalui kegiatan matematika. Matematika juga merupakan

PENERAPAN COOPERATIVE LEARNING TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PECAHAN DI KELAS VII A SMP NEGERI 1 PALU

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPA MELALUI METODE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VB SDN WEDARIJAKSA 02 TAHUN PELAJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. pada rumpun ilmu dimana obyeknya merupakan benda-benda alam dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya yang dilakukan guru dalam peningkatan kualitas pembelajaran yaitu

PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TEKNIK MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN SOAL CERITA DALAM MATEMATIKA

BAB 1 PENDAHULUAN. standar kompetensi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL THINK-PAIR-SHARE. Erly Pujianingsih

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Keberhasilan proses pembelajaran biologi dapat diukur dari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memberikan peranan yang sangat besar dalam menciptakan sumber daya. bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.

PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK SD. Dr. Hj. Nunuy Nurjanah, M.Pd.

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik adalah sebuah cara untuk tidak membatasi anak dalam sebuah mata pelajaran dalam mempelajari sesuatu. Misalnya, sambil belajar menyanyi seorang anak belajar alfabet. Atau sambil belajar mengenal hewan ia juga belajar mewarnai. Ketika proses pembelajaran berlangsung, peserta didik tidak merasa sedang mempelajari satu mata pelajaran saja. Hal itu diharapkan agar peserta didik dapat memperoleh berbagai pengetahuan atau keterampilan hanya dalam satu pertemuan saja. Agar tujuan dari proses pembelajaran dapat dicapai sesuai dengan yang diinginkan, maka guru sebelumnya harus benar-benar mengerti dan paham tentang model pembelajaran tematik, memahami cara menerapkan model pembelajaran tematik, mengerti konsep dari tematik, agar dalam aplikasinya tidak terjadi kekeliruan sehingga berpengaruh pada keluaran hasil bagi peserta didik. Menurut Kunandar (2007 : 315), model pembelajaran tematik memiliki beberapa kelebihan, yaitu: 1) Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik. 2) Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik. 3) Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna. 4) Mengembangkan keterampilan berpikir peserta didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi. 5) Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerjasama. 6) Memiliki sikap toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain. 7) Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik. Karena menurut Kunandar dalam Guru Profesional (2007 : 331) model pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan 7

8 beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta,1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, diantaranya : 1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu 2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama. 3) Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan 4) Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa. 5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi 6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam suatu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain. 7) Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remidial, pemantapan atau pengayaan. Landasan Filosofi dalam pembelajaran sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat, yaitu (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, (3) humanism. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural) dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut

9 aliran ini, pengetahuan adalah hasil kontruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksikan pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterprestasikan sendiri oleh masingmasing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menrus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan. Kekhasan, potensinya dan motivasi yang dimilikinya. Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologis belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Landasan Yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan Yuridis tersebut adalah UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: 1) Berpusat pada siswa Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered) hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subyek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator

10 yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. 2) Memberikan pengalaman langsung Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu. 3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas, fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. 4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan seharisehari. 5) Bersikap Fleksibel Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan beban belajar dari satu mata pelajaran dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada. 6) Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. Berikut ini matrik 2.1 yang berisi standar kompetensi dasar tema peristiwa kelas II semester 1.

11 Matrik 2.1 SK dan KD Tema Peristiwa Kelas II Semester I Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Memahami peristiwa penting dalam keluarga secara kronologis Menceritakan peristiwa penting dalam keluarga secara kronologis Menceritakan pengalaman penting yang menyenangkan di rumah 2.1.2 Hasil Belajar Hasil belajar adalah segala sesuatu yang dapat dilakukan atau dikuasai siswa sebagai hasil pembelajaran (Nasution 1999), sedangkan menurut Anni et al 2005, hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada yang dipelajari oleh pembelajar. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan tujuan dari belajarnya, menurut Gagne (Sumantri, 2001 : 14 ) hasil belajar terdiri dari lima macam kemampuan yaitu : a. Keterampilan intelektual, sejumlah pengetahuan mulai dari baca, tulis, hitung sampai kepada penalaran yang rumit. b. Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang di dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah. c. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi non fakta d. Keterampilan motorik, menulis, mengetik, menggunakan peraga dsb e. Sikap dan nilai berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimulai seseorang. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan menjadi tiga kemampuan yaitu pengetahuan, Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik dan sebaliknya bila tidak belajar responya menjadi menurun sedangkan menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi limgkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapasitas baru

12 (Dimyati, 2002: 10). Sedangkan menurut kamus umum bahasa Indonesia belajar diartikan berusaha ( berlatih dsb )supaya mendapat suatu kepandaian ( Purwadarminta : 109 ) Selain itu ada satu area lagi yang menurut penulis sangat penting yaitu area yang bersifat rohani, yang menyangkut pengenalan seseorang terhadap Tuhan. Tony Buzan, seorang psikolog dari Inggris, mengatakan demikian; Pada saat seorang anak dilahirkan, ia sebetulnya benar-benar brilian. Sebab itu, adalah salah jika orangtua beranggapan anaknya bodoh. Bila ia dikatakan bodoh, maka kemungkinan ia akan menjadi bodoh. Saran yang diberikan adalah agar anak mendapatkan sebanyak mungkin latihan fisik yang menggunakan tangan dan kaki seperti merangkak, memanjat, dan sebagainya. Orangtua perlu memberi kesempatan pada anak-anak untuk belajar dari kesalahan, yaitu melalui trial and error (coba-salah). Anak-anak suka bereksperimen, mencipta, dan mencari tahu cara bekerjanya sesuatu. Mereka juga suka pada tantangan. Sebab itu penting bagi orangtua untuk memperluas dunia anak mereka, tidak terbatas hanya di rumah saja. Demikian juga seorang guru untuk tidak mengguna model pembelajaran satu arah. Teori perkembangan kognitif Piaget memberi penekanan pada faktor kematangan atau kesiapan dalam belajar, artinya ada masanya bagi seorang anak untuk belajar sesuatu. Sebab itu adalah sia-sia jika kita mengajarkan sesuatu kepada anak sebelum waktunya. Misalnya, anak yang belum memasuki tahap perkembangan kognitif praoperasional (2-7 tahun) umumnya masih akan mengalami kesulitan dalam belajar bahasa karena belum mampu menggunakan simbol-simbol. Oleh karena itu, penganut teori Piaget berpendapat bahwa adalah sia-sia mengajar bahasa (di luar bahasa ibu) kepada anak usia di bawah lima tahun. Hasil belajar adalah segala sesuatu yang dapat dilakukan atau dikuasai siswa sebagai hasil pembelajaran (Nasution 1999), sedangkan menurut Anni et al 2005, hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada yang dipelajari oleh pembelajar.

13 Hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan tujuan dari belajarnya, menurut Gagne (Sumantri, 2001 : 14 ) hasil belajar terdiri dari lima macam kemampuan yaitu : a. Keterampilan intelektual, sejumlah pengetahuan mulai dari baca, tulis, hitung sampai kepada penalaran yang rumit. b. Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang di dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah. c. Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi non fakta d. Keterampilan motorik, menulis, mengetik, menggunakan peraga dsb e. Sikap dan nilai berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimulai seseorang. Dari keterangan di atas hasil belajar yang dicapai siswa dapat disimpulkan menjadi tiga kemampuan yaitu : pengetahuan, keterampilan dan sikap. 2.1.3 Model Pembelajaran Tipe Make A Match. Menurut Agus Suprijono (2010: 94) hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan make a match adalah kartu-kartu. Kartukartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Jadi dari pendapat tersebut dapat kita simpulkan make a match merupakan cara belajar dengan mencari pasang yang cocok dengan kartu yang dipegang, karena dalam pembelajaran ini, siswa ada yang memegang kartu jawaban dan ada yang memegang pertanyaan pertanyaan. Langkah-langkah make a match dalam proses belajar mengajar (Anita Lee, 2010: 55) yaitu: 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian). 2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu. 3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. 4) Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok.

14 Adapun langkah-langkah make a match dalam (Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, 2009: 46) yaitu: 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi reviuw, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 2) Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu. 3) Setiap peserta didik memikirkan jawaban atas soal dari kartu yang dipegang. 4) Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban). 5) Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 6) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. 7) Kesimpulan. Sugandi dalam Tukiran T,dkk,( 2011 : 55 ) model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerjasama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Pengertian make a match atau mencari pasangan adalah model pembelajaran kooperatif dengan cara mencari pasangan soal/jawaban yang tepat, siswa yang sudah menemukan pasangannya sebelum batas waktu akan mendapat poin. Pasangan-pasangan yang sudah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan-jabawan dan dibacakan di depan kelas. Langkah-langkah model pembelajaran tipe make a match 1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaiknya satu bagian kartu berisi soal dan bagian lainnya berisi jawaban. 2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu. 3) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. 4) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 5) Setetelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. 6) Demikian seterusnya.

15 7) Kesimpulan /penutup Lorna Cuuran, 1994 Proses cooperative learning tipe make a match yang dapat meningkatkan minat belajar siswa sebagai berikut : (a). Siswa dikelompokkan secara heterogen, setiap kelompok terdiri dari empat orang dan diberi LKS untuk didiskusikan; (b) Sebagai sesi review, setiap siswa memperoleh dua buah kartu yang berisi kartu soal dan kartu jawab yang bukan pasangannya, setiap siswa mencari kartu jawaban dari kartu soal yang dipegang yang berada pada teman satu kelompik atau dua kelompok lain yang telah ditentukan sebelumnya, jika seluruh anggota kelompok telah menemukan pasangan kartu yang cocok, maka kelompok tersebut memberi tanda, jika ada siswa yang tidak dapat mencocokkan kartunya, akan mendapat hukuman yang telah disepakati bersama, siswa juga boleh bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok. Tahapan-tahapan dalam pembelajaran model pembelajaran coopertive learning tipe make a match (Lorna Cuuran,1994). 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu 3. Tiap siswa memikirkan satu jawaban soal setiap siswa yang dipegang 4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban) 5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin 6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. 7. Demikian seterusnya 8. Kesimpulam/penutup. Adapun kelebihan dan kekurangan make a match yaitu; Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe make a match adalah 1) Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan.

16 2) Materi pembelajaran yang disampaikan kepada siswa lebih menarik perhatian. 3) Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal. Kekurangan make a match adalah: 1) Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan. 2) Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa bermain-main dalam pembelajaran. 3) Guru perlu persiapan alat dan bahan yang memadai. Pembelajaran terpusat pada guru sampai saat ini masih menemukan beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dilihat pada saat berlangsungnya proses pembelajaran di kelas, interaksi aktif antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa jarang terjadi. Siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang konsep yang diajarkan. Siswa kurang bisa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan. Mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Pengetahuan yang didapat bukan dibangun sendiri secara bertahap oleh siswa atas dasar pemahaman sendiri. Karena siswa jarang menemukan jawaban atas permasalahan atau konsep yang dipelajari. Untuk memperbaiki hal tersebut perlu disusun suatu pendekatan dalam pembelajaran yang lebih komprehensip dan dapat mengaitkan materi teori dengan kenyataan yang ada di lingkungan sekitarnya. Atas dasar itulah penelitian ini mencoba mengembangkan pendekatan kooperatif dalam pembelajaran dengan tipe make a match. 2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Penelitian dari Raehanun, 2011 dengan judul penerapan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe make a macth dapat meningkatkan prestasi belajar IPS siswa kelas IV SDN 1 Sukarara 2010/2011. Hal ini, ditunjukkan dengan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II. Tampak peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar

17 76,59 menjadi 84,04. Dengan peningkatan perosentasi ketuntasan secara klasikal sebesar 71,43% menjadi 90,48%. Adapun penelitian ini adalah penelitian yang digunakan untuk memecahkan permasalahan pembelajaran IPS di SD Negeri 3 Sukarara dan melengkapi penelitian yang telah ada sebelumnya. Penelitian yang menggunakan model pembelajaran make a match pernah dilakukan oleh Ninik Hartati (2011) Penerapan Model pembelajaran Cooperative make a Match dalam upaya meningkatkan hasil belajar tematik kelas 2 sekolah inklusi SD I Karangbener. Pendidikan inklusi merupakan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Pelaksanaan pembelajaran memiliki metode belajar yang berbeda dengan sekolah reguler yaitu menyesuaikan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik. Sedangkan pada pembelajaran tematik, siswa diharapkan aktif sehingga berdampak pada ingatan siswa tentang apa yang dipelajari. Teknik analisis data menggunakan teknik kuantitatif dan presentase. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh hasil Pra sikulus, dengan rata-rata nilai pra siklus yaitu 61,7. Pada ketuntasan nilai belajar terdapat peningkatan yakni pada pra siklus 36,36%, siklus I 48,48%, siklus II 84,84%, dan siklus III mencapai 100%. Disamping meningkatkan hasil belajar metode pembelajaran ini juga mampu meningkatkan aktifitas siswa serta interaksi antara guru dan siswa. Ayu Febriana (2011) *Penerapan Model Pembelajaran Cooperatif Tipe Make A Match untuk meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPS Pada Siswa Kelas V SD III Karangbener, Bae, Kudus. Hasil penelitian yang dilakukan Sulistyarini ini menunjukkan rata-rata skor keterampilan guru siklus II 3,7 dengan kategori sangat baik dan siklus III rata-rata skor keterampilan guru 3,9 kategori sangat baik. Hasil rata-rata aktifitas siswa pada siklus I 3,0 dengan kategori baik, hasil rata-rata aktifitas siswa siklus II 3,7 dengan kategori sangat baik, dan pada siklus III aktifitas siswa memperoleh rata-rata 3,8 dengan kategori sangat baik. Ketuntasan hasil belajar sisa pada siklus I, siklus II dan siklus III mengalami peningkatan. Ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal hanya 2 dari 48 siswa yang mencapai KKM (65). Rata-rata hasil belajar yang diperoleh pada pembelajaran IPS dengan menerapkan model

18 pembelajaran kooperatif tipe Make A Match siklus I adalah 62,27 dan 26 dari 48 siswa mengalami ketuntasan belajar dengan presentase 54,16 %. Pada siklus II rata-rata hasil belajar adalah 71,46 dan 36 dari 48 siswa mengalami ketuntasan belajar dengan prosentase 75 %. Pada siklus III rata-rata hasil belajar adalah 79,90 dan 41 dari 48 sisw mengalami ketuntasan belajar dengan presentase 85,41 %. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran cooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan keterampilan guru, siswa dan hasil belajar sehingga berdampak pada peningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas V SD 3 Karangbener, Bae, Kudus. Eurika Adinda (2011), *Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Untuk Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SDN 3 Gondangmanis, Bae, Kudus. Dari hasil penelitian Eurika Adinda ini menunjukkan bahwa penerapan model Make A Match dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa kelas IV. Ini terbukti pada siklus I skor rata-rata aktifitas siswa sebesar 63 dan pada siklus II skor rata-rata aktifitas siswa meningkat menjadi 91. pada hasil belajar siklus I, skor ratarata hasil belajar siswa 68 % dengan 19 (46 %) siswa yang mengalami tuntas belajar dan 14 (22 %) siswa yang belajar siklus II mengalami peningkatan pada skor rata-rata siswa yaitu 87 % dengan 33 (87 %) siswa mengalami tuntas belajar secara klasikal. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang relevan di atas akhirnya, maka penelitian yang akan dilakukan adalah mengembangkan model pembelajaan Make A Match, agar hasil belajar tematik pendidikan siswa kelas II SD 5 Karangbener, Bae, Kudus meningkat. 2.3 Kerangka Berpikir Dalam proses belajar mengajar IPS di SDN 5 Karangbener kecamatan Bae Kudus siswa lebih banyak menjadi pendengar atau bersifat pasif. Disamping itu metode yang digunakan masih dominal menggunakan metode ceramah yaitu guru menjelaskan di depan kelas dan siswa mendengarkan. Setelah guru menjelaskan, siswa disuruh mengerjakan latihan dan siswa disuruh menghapal apa yang sudah dipelajari hari itu, serta kadang-kadang pemberian tugas pekerjaan rumah (PR). Pembelajaran seperti ini dilakukan secara monoton dan kurang bervariasi sehingga

19 peran guru lebih dominal yang menyebabkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran kurang. Dalam proses belajar mengajar khususnya pelajaran IPS, guru dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran IPS. Karena metode yang kurang baik akan menyebabkan rendahnya aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran IPS yang didapat berdampak pada prestasi belajar IPS siswa. Untuk dapat meningkatkan keterlibatan langsung siswa dalam belajar salah satunya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match yang menuntun keterlibatan siswa secara aktif dan guru sebagai fasilitator. Pembelajaran dengan kooperatif tipe make a match, dalam pembelajaran ini siswa belajar secara kelompok. Dimana siswa disediakan kartu soal dan jawaban, setiap siswa memegang satu buah kartu dan mereka akan mencari pasangan yang cocok dari kartu yang dipegangnya. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif tipe make a match akan mengajarkan siswa untuk belajar dalam kelompok dan berperan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga dalam proses belajar diharapkan aktivitas siswa dapat meningkat dan berakibat terhadap prestasi siswa yang meningkat pula. Dalam pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe make a match, melibatkan sisa secara langsung dengan langkah-langkah, guru membagikan kartu kepada setiap siswa. Ada siswa yang menerima kartu soal dan ada yang mnerima kartu jawaban. Setelah masing-masing siswa menerima kartu, selanjutnya masing-masing siswa mencari pasangan yang cocok antara soal dan jawaban tersebut. Pasangan yang cepat terbentuk diberi point. Pembelajaran ini menarik bagi siswa, karena ingin segera mendapatkan poin (hadiah). Pada saat pasangan terbentuk, guru segera memberikan skor, dan setelah kegiatan ini selesai, diadakan tes formatif. Skor pasangan dan skor tes digabung menjadi hasil belajar. Dengan cara seperti ini, hasil belajar siswa di atas KKM sehingga ada peningkatan hasil belajar.

20 Gambar. 2.1 Alur kerangka berpikir pembelajaran konvensional dengan ( metode ceramah ) ke pembelajaran PAIKEM ( pendekatan model cooperative learning tipe make a match) PBM Pembelajar Konvensional dengan metode ceramah (berpusat pada guru) Pola berpikir siswa abstrak ke konkret Perbaikan pembelajaran dengan PAIKEM(pendekatan model cooperative learning tipe make a match Hasil belajar dibawah KKM Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe make a match 1. Setiap siswa mendapat satu buah kartu tentang peristiwa 2. Memikirkan jawaban soal setiap siswa yang dipegang 3. Mencari pasangan yang cocok 4. Mendapat poin. 5. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya Observasi Penilaian proses belajar Tes Formatif Penilaian hasil belajar Hasil belajar KKM > 70 dan ketuntasan klasikal 80 %

21 2.4 Hipotesis Tindakan Bedasarkan uraian kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah: Melalui penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPS tema peristiwa siswa kelas II SD 5 Karangbener Kecamatan Bae Kabupaten Kudus pada semester I tahun pelajaran 2012/2013.