BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kulit merupakan organ tubuh tunggal yang terbesar, yaitu persen dari total

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit (Schwartz et al.,

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga merupakan masalah bagi dokter. Bagi pasien-pasien keloid. dapat menyebabkan tidak percaya diri, keterbatasan dalam

BAB I PENDAHULUAN UKDW. proliferasi, dan remodeling jaringan (Van Beurden et al, 2005). Fase proliferasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dibagi dalam dua jenis, yaitu trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan salah satu aspek yang dapat menurunkan nilai estetika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

E. Keaslian Penelitian (Tabel.1) No Penulis Judul Hasil

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. penyembuhan luka secara umum dikenal dengan istilah cutaneous fibrosis (CF).

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah basalioma. Insidensi diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kerusakan secara selular dan diskontinyu anatomis pada suatu

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

BAB I PENDAHULUAN UKDW. 2013; Wasitaatmadja, 2011). Terjadinya luka pada kulit dapat mengganggu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diagnosis (Melrose dkk., 2007 sit. Avon dan Klieb, 2012). Biopsi merupakan

b) Luka bakar derajat II

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

Profil keloid di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2011-Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. jika dihitung tanpa lemak, maka beratnya berkisar 16% dari berat badan

BAB I PENDAHULUAN. tubuh lain sehingga menimbulkan efek yang traumatis (Ismail 2009 cit Kozier

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. obat tersebut. Di India, tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlebihan (Rohmawati, 2008). Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai indra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan suatu diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN. yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Luka bakar merupakan masalah pada kulit yang sering terjadi di

UJI SITOTOKSISITAS SENYAWA HASIL ISOLASI AKAR PASAK BUMI

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim

I. PENDAHULUAN. yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

Luka dan Proses Penyembuhannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah sebuah permasalahan umum yang ada pada masyarakat. 1 Luka

BAB I PENDAHULUAN. dengan luka terbuka sebesar 25,4%, dan prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. obat-obatan kimia. Khasiat obat tradisional pada umumnya dipercaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Kafein adalah kristal putih, alkaloid pahit, dengan rumus kimia C 8 H 10 N 4 O 2

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa

BAB I. PENDAHULUAN. Luka yang sulit sembuh merupakan salah satu komplikasi pada penderita

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meliputi empat fase, yakni : fase inflamasi, fase destruktif, fase proliferasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap

Tissue Repair: Regeneration, Healing, and Fibrosis. Alphania Rahniayu Nila Kurniasari Dept/ SMF Patologi Anatomi FK UNAIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kongenital. Diperkirakan ada kasus baru pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ulkus yang terdapat di mukosa mulut merupakan lesi oral yang umum

BAB I PENDAHULUAN. suhu yang tinggi, syok listrik, atau bahan kimia ke kulit. 1, 2

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dari tubuh manusia. Kulit merupakan organ tubuh tunggal yang terbesar, yaitu 15-20 persen dari total berat badan dewasa yang memiliki luas permukaan 1,5 hingga 2 m 2. Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan epidermis, dermis dan subkutan atau hypodermis (Mescher, 2011). Kulit berperan dalam menjaga homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi yang mendukung peran tersebut di antaranya proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh dan pembentukan vitamin D (Djuanda, 2007). Kulit dapat mengalami luka kapanpun dikarenakan kulit selalu berkontak langsung dengan lingkungan. Luka dapat mengakibatkan disrupsi pada kulit yang normal (Taylor & Johnson, 1999). Kerusakan yang timbul dapat berupa diskontinuitas kulit, membran mukosa dan atau organ tubuh yang lain (Berman & Kozier, 2008). Penyebab luka bermacam-macam seperti trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan. Luka yang paling sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari adalah luka yang mengenai jaringan kulit seperti luka lecet dan luka iris (Sjamsuhidajat, 2010). 1

2 Proses penyembuhan luka terbagi menjadi tiga fase yaitu fase inflammasi, fase proliferasi dan fase remodeling (Rajan and Murray, 2017). Fase inflammasi dapat berlangsung dari hari pertama hingga hari ketiga, fase proliferasi dapat berlangsung dari hari ketiga hingga hari keempat belas (Reddy et al., 2012) serta fase remodeling jaringan dapat dimulai sejak hari kedelapan hingga satu tahun setelahnya (Broughton et al., 2006). Luka dapat meninggalkan bekas berupa jaringan parut permanen (Lowell Goldsmith. et al., 2007). Jaringan parut pada kulit merupakan gangguan makroskopis struktur serta fungsi normal arsitektur kulit yang bermanifestasi berupa daerah yang meninggi atau melekuk dengan perubahan pada tekstur, warna, vaskularisasi, asupan saraf dan sifat biomekanis kulit (Hay & Ashbee, 2016).Salah satu tipe jaringan parut adalah keloid. Keloid berasal dari bahasa Yunani yaitu chele yang artinya cakar kepiting. Keloid merupakan pertumbuhan jaringan ikat padat yang menginvasi ke luar batas luka yang sebenarnya. Keloid merupakan lesi kulit dengan ciri-ciri lesi menonjol, terfiksasi, seringkali terasa gatal dan nyeri, dan tidak regresi spontan (Chike-Obi et al., 2009). Pada jaringan parut keloid terdapat fase inflammasi yang memanjang disertai infiltrasi sel imun sehingga aktivitas fibroblas lebih besar dan lebih banyak matriks ekstraseluler yang terdeposisi (Brown & Bayat, 2009). Saat ini terdapat banyak metode untuk terapi keloid, di antaranya eksisi bedah, injeksi intralesi dan krioterapi, terapi penekanan, radioterapi, terapi laser dan gel silikon (Gauglitz, 2013). Walaupun sekarang ini banyak pilihan modalitas terapi dalam penatalaksanaan keloid namun belum memberikan hasil yang memuaskan

3 dan sering didapatkan respon yang kurang maupun kekambuhan yang masih tinggi (Kelly, 1991 ; Burton dan Lovell, 1998; Lowell Goldsmith. et al., 2007). Sehingga penelitian terus dilakukan khususnya dalam bidang herbal yang diyakini mampu menghasilkan obat poten dengan efek samping minimal sampai tidak ada efek samping sama sekali (Arno et al., 2014). Saat ini banyak penelitian dikembangkan untuk mencari alternatif pengobatan keloid agar dapat menyembuhkan serta meminimalisir rekurensi dan menekan efek samping obat. Salah satu bahan alam yang banyak diteliti manfaatnya adalah tanaman kembang mentega (Nerium indicum Mill.) (Chaudhuri & Dey, 2014). Penelitian mengenai tanaman kembang mentega (Nerium indicum) sebagai anti mitotik telah dilakukan oleh Tarkowska (2009) yang melaporkan adanya aktivitas anti mitotik dari campuran kompleks glikosida yang didapat dari Nerium oleander, ujung akar Allium cepa dan endosperma Haemanthus katherinae. Efisiensi Nerium indicum sebagai anti kanker juga telah dilakukan Newman et al. (2007) yang melaporkan efisiensi dari Oleandrin glikosida besar pada sel-sel tumor pankreas manusia Panc-1, Oleandrin menstimulasi kematian Panc-1 melalui proses apoptosis. Penelitian oleh Turan et al. (2006) membuktikan bahwa ekstrak tanaman Nerium indicum memiliki efek anti leukemik pada cell line H560 dan K562, indeks sitotoksik ekstrak daun, batang dan akar secara berurutan pada sel K 562 adalah 66,22%, 57,82%, 58,10% sedangkan pada sel HL60 adalah 69,33%, 66,50%, dan 62,81%. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Dachlan (2015) memperlihatkan kandungan mayor dari Nerium indicum yaitu 5α-Oleandrin.Isolat

4 ini diketahui memiliki aktivitas dapat menghambat proliferasi fibroblas keloid, menghambat aktivitas migrasi fibroblas keloid, menghambat timbunan kolagen fibroblas keloid dan menghambat sintesis TGF-ß1 fibroblas keloid. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji apakah ekstrak Etanol Nerium indicum terstandar 5α-Oleandrin dapat menghambat proliferasi fibroblas keloid secara in vitro? B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah ekstrak Etanol Nerium indicum terstandar 5α-Oleandrin dapat menghambat proliferasi kultur fibroblas keloid? C. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji aktivitas antifibrotik ekstrak Etanol Nerium indicum terstandar 5α-Oleandrin. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji efek ekstrak Etanol Nerium indicum terstandar 5α-Oleandrin terhadap proliferasi kultur fibroblas keloid dengan MTT Assay. D. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai tanaman kembang mentega (Nerium indicum) sebagai anti mitotik telah dilakukan oleh Tarkowska (2009) yang melaporkan adanya

5 aktivitas anti mitotik dari campuran kompleks glikosida yang didapat dari Nerium oleander, ujung akar Allium cepa dan endosperma Haemanthus katherinae. Efisiensi Nerium indicum sebagai anti kanker juga telah dilakukan Newman et al. (2007) yang melaporkan efisiensi dari Oleandrin glikosida besar pada sel-sel tumor pankreas manusia Panc-1, Oleandrin menstimulasi kematian Panc-1 melalui proses apoptosis. Penelitian oleh Turan et al. (2006) membuktikan bahwa ekstrak tanaman Nerium indicum memiliki efek anti leukemik pada cell line H560 dan K562, indeks sitotoksik ekstrak daun, batang dan akar secara berurutan pada sel K 562 adalah 66,22%, 57,82%, 58,10% sedangkan pada sel HL60 adalah 69,33%, 66,50%, and 62,81%. Penelitian sebelumnya yang telah dilaporkan oleh Dachlan (2015) memperlihatkan kandungan mayor dari Nerium indicum yaitu 5α-Oleandrin. Isolat ini diketahui memiliki aktivitas dapat menghambat proliferasi fibroblas keloid, menghambat aktivitas migrasi fibroblas keloid, menghambat timbunan kolagen fibroblas keloid dan menghambat sintesis TGF-ß1 fibroblas keloid. Saat ini terdapat banyak metode untuk terapi keloid, di antaranya eksisi bedah, injeksi intralesi dan krioterapi, terapi penekanan, radioterapi, terapi laser dan gel silikon (Gauglitz, 2013). Penelitian lain menyebutkan bahwa kombinasi antara eksisi bedah dengan injeksi kortikosteroid intralesi dapat digunakan sebagai terapi lini pertama keloid daun telinga (Jung et al., 2009). Berbagai penelitian yang berhubungan telah banyak dilakukan seperti yang telah disebutkan di atas. Belum ada penelitian tentang efek ekstrak Etanol Nerium indicum terhadap keloid.

6 E. Manfaat Penelitian 1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan data ilmiah yang membantu mengembangkan penelitian dan ilmu pengetahuan tentang daun kembang mentega (Nerium indicum). 2. Mampu menjadi dasar acuan bagi penelitian lebih lanjut tentang potensi daun kembang mentega (Nerium indicum) sebagai anti keloid.