ANALISIS KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

dokumen-dokumen yang mirip
LITERASI KUANTITATIF SISWA DITINJAU DARI ASPEK QUANTITY DI KELAS VII A SMPN 03 PONTIANAK

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DIKAJI DARI TEORI BRUNER DALAM MATERI TRIGONOMETRI DI SMA

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN SISWA PADA MATERI SEGI EMPAT DI SMP

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA DENGAN WAWANCARA KLINIS PADA PEMECAHAN MASALAH ARITMETIKA SOSIAL KELAS VIII SMP

KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP DALAM MATERI BANGUN RUANG

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI PECAHAN DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATEMATIKA

Agung Wijaya Arifandi et al., Analisis Struktur Hasil Belajar Siswa dalam Menyelesaikan Soal...

RESPONS SISWA TERHADAP SAJIAN SIMBOL, TABEL, GRAFIK DAN DIAGRAM DALAM MATERI LOGARITMA DI SMA

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI KELAS VIII SMP

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA PADA MATERI SEGITIGA DI KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA PADA MATERI BANGUN DATAR DI SMP

R. Azmil Musthafa et al., Analisis Tingkat Kemampuan Penalaran Siswa dalam...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STRUKTUR ALJABAR II (TEORI GELANGGANG)

Titi Solfitri 1, Yenita Roza 2. Program Studi Pendidikan Matematika ABSTRACT

PENGARUH METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA. Bahrudin 1, Rini Asnawati 2, Pentatito Gunowibowo 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

POLA PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MATERI BILANGAN BULAT DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

KEMAMPUAN KONEKSI SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN ANALOGI MATEMATIS DALAM MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR

PENALARAN MATEMATIS DALAM MENYELESAIKAN SOAL PISA PADA SISWA USIA 15 TAHUN DI SMA NEGERI 1 JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

ANALYSIS OF STUDENT REASONING ABILITY BY FLAT SHAPE FOR PROBLEM SOLVING ABILITY ON MATERIAL PLANEON STUDENTS OF PGSD SLAMET RIYADI UNIVERSITY

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII MTsN TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA ASPEK INFERENCE DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA TEOREMA PYTHAGORAS

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X MA DINIYAH PUTERI PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu membekali diri dengan pendidikan. Terdapat pengertian pendidikan menurut

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH I PATUK PADA POKOK BAHASAN PELUANG JURNAL SKRIPSI

HUBUNGAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF DENGAN PEMAHAMAN KONSEP PADA MATERI OPERASI HITUNG PECAHAN DI SMP

DISPOSISI MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH BERBENTUK OPEN START DI SMP NEGERI 10 PONTIANAK

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA BERDASARKAN ASPEK INTERPRETATION DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA

Asmaul Husna. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNRIKA Batam Korespondensi: ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA. Ardiyanti 1), Haninda Bharata 2), Tina Yunarti 2)

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MTs

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

PEMANFAATAN DIAGRAM DALAM PENYELESAIAN SOAL CERITA MATERI PECAHAN KELAS VII SMP NEGERI 6 PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

Desi Suryaningsih et al., Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khaeratun Nisa, 2013

PENERAPAN TEORI BRUNER BERBANTUAN KARTU SAPURA PADA PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT DI SMP

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Study (TIMSS) merupakan penilaian internasional terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF CONFIDENCE

ANALISIS KESALAHAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL LUAS PERMUKAAN SERTA VOLUME BANGUN RUANG SISI DATAR DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

Karakteristik Soal TIMSS

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

LITERASI MATEMATIS SISWA PADA KONTEN QUANTITY DI SMP NEGERI 02 PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya peradaban dunia membawa perubahan terhadap budaya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS ASPEK ANALYSIS SISWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

HUBUNGAN KEBIASAAN MEMBACA KARYA SASTRA DENGAN KEMAMPUAN SISWA MENGAPRESIASI CERPEN DI SMP

Indah Purnama *) Kartini dan Susda Heleni **) Progam Studi Pendidikan Matematika FKIP UR HP :

ANALISIS MODEL PEMBELAJARAN PEER LESSON DAN TTW DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MENEMUKAN RUMUS BARISAN ARITMATIKA BERBANTUAN ALAT PERAGA SEDERHANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH TINGKAT KECEMASAN MATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

KEMAMPUAN SISWA MEMECAHKAN MASALAH DENGAN METODE MIND MAPPING DI KELAS BILINGUAL SMP NEGERI 1 PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

Pengembangan Soal Matematika Tipe TIMSS Menggunakan Konteks Kerajaan Sriwijaya di SMP

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS X IPA 1 SMA NEGERI 1 MARABAHAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Premiere Educandum Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBING-PROMPTING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

KEMAMPUAN PENALARAN ADAPTIF SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH KELAS VIII SMP PONTIANAK

Linda K. et al., Identifikasi Berpikir Kritis Siswa dalam Pemecahan Masalah...

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI NUMBER SENSE PADA MATERI BILANGAN DI SMP NEGERI 8 SINGKAWANG

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

PENERAPAN STRATEGI PREVIEW, QUESTION, READ, REFLECT, RECITE, REVIEW

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DITINJAU DARI ANALOGI SISWA DALAM MATERI ALJABAR DI SMP

a. Kemampuan komunikasi matematika siswa dikatakan meningkat jika >60% siswa mengalami peningkatan dari pertemuan I dan pertemuan II.

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENURUT GAYA KOGNITIF MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA PADA MATA KULIAH MATEMATIKA EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TENTANG PECAHAN SISWA KELAS IV SD

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR PADA MATERI FUNGSI KUADRAT DI SMA

LITERASI MATEMATIS SISWA DALAM MENYEDERHANAKAN EKSPRESI ALJABAR

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI AKTIF TIPE TRUE OR FALSE STATEMENT TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMPN 2 BATANG ANAI ABSTRAK

Analisis Deskriptif Soal-Soal Dalam Buku Pelajaran Matematika SMP Kelas VIII Semester 1 Ditinjau dari Domain Kognitif TIMSS 2011

Transkripsi:

P ANALISIS KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Paskalina Aprilita, Ade Mirza, Asep Nursangaji Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan, Pontianak Email : Paskalina_Aprilita@rocketmail.com Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan generalisasi matematis siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitian studi survey. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 03 Pontianak dengan subjek sebanyak 30 siswa. Berdasarkan hasil analisis terhadap data tes generalisasi matematis dan wawancara diperoleh bahwa dari 30 siswa, empat siswa (13,3%) tergolong dalam kategori generalisasi matematis tinggi, 21 siswa (70%) tergolong dalam kategori generalisasi matematis sedang, dan lima siswa (16,7%) tergolong dalam kategori generalisasi matematis rendah. Siswa yang tergolong dalam kategori kemampuan generalisasi matematis tinggi sudah mampu menguasai tiga aspek generalisasi matematis yaitu Perception of generality, Expression of generality, Symbolic of generality. Sedangkan kemampuan siswa kategori generalisasi matematis sedang hanya mampu menguasai sampai aspek Expression of generality dan kemampuan siswa dalam kategori generalisasi matematis rendah mengalami banyak kesulitan untuk setiap aspek. Kata Kunci: Analisis, generalisasi matematis, kemampuan siswa Abstract : The purpose of this research was to know and description the students mathematic generalization ability by using descriptive method within survey studies. This research was conducted at Junior High School 03 Pontianak with 30 students as subjects. The results of mathematic generalization test and interview analyzed showed that four students(13,3%) classified in high category, 21 students (70%) classified in medium category, and five students (16,7%) classified in low category. The students in high categories has been able three aspect of mathematic generalization, such as perception of generality, expression of generality, symbolic of generality. The ability of students in medium can only until expression of generality aspect and low catagories had many difficulties in every aspect. Keywords: Analysis, mathematical generalization, student ability enalaran merupakan kemampuan berpikir secara logis dan sistematis. Penalaran menjadi satu di antara keterampilan yang berperan penting dalam pembelajaran matematika sehingga perlu dikuasai. Pentingnya penalaran bagi siswa sekolah telah tertulis dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang merupakan tujuan mata pelajaran 1

matematika yaitu agar peserta didik mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika (Depdiknas, 2006: 346). Kemampuan penalaran sangat berhubungan dengan pola berfikir logis, analitis, dan kritis. Melalui penalaran yang baik, seseorang akan dapat mengambil kesimpulan atau keputusan yang berhubungan dengan kehidupannya sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Keraf (dalam Shadiq, 2004: 4) yang menyatakan bahwa penalaran merupakan proses bepikir yang menghubungkan fakta-fakta atau keterangan-keterangan yang diketahui menuju kepada tercapainya suatu kesimpulan. Seseorang dengan kemampuan penalaran yang rendah akan selalu mengalami kesulitan dalam menghadapi berbagai persoalan, karena ketidakmampuan menghubungkan fakta-fakta untuk sampai pada suatu kesimpulan. Oleh karena itu, sudah seyogyanya penalaran perlu dikembangkan pada setiap individu. Di Indonesia sendiri, kemampuan penalaran siswa masih tergolong rendah. Laporan The Trends in International Mathematics and Science Study tahun 2011 (dalam Mullis et al, 2012) menunjukkan bahwa presentase kelulusan kemampuan matematis siswa Indonesia khususnya pada kemampuan penalaran (reasoning) hanya mampu mencapai 17% sedangkan presentase tersebut sangat jauh dibawah rata-rata persentase kelulusan international yaitu 30% untuk penalaran (reasoning). Namun, penilaian yang dilakukan oleh TIMSS mengenai penalaran masih bersifat umum kerena masih belum diketahui secara spesifik letak kelemahan penalaran siswa Indonesia. Penalaran sendiri terdiri dari dua jenis, menurut Copi (dalam Shadiq, 2014: 17) jenis-jenis penalaran yaitu penalaran induktif dan deduktif. Pada dasarnya, kedua jenis penalaran masing-masing memiliki peranan penting dan saling berkaitan satu sama lain. Begitu juga dengan aspek-aspek yang dimiliki setiap jenis penalaran tersebut. Akan tetapi, di antara aspek yang dimiliki oleh kedua jenis penalaran ini terdapat satu aspek yang merupakan bagian esensial dalam proses berfikir matematis yaitu generalisasi, karena dengan menggunakan generalisasi dapat menjadi aspek penting dalam membangun pemahaman konsep matematika yang baik, hal ini serupa dengan pendapat Hudojo (1988: 76) yang mengungkapkan bahwa berpikir matematis merupakan kegiatan mental yang dalam prosesnya menggunakan generalisasi. Kekeliruan siswa dalam menggunakan generalisasi dapat menyebabkan sulitnya siswa dalam menemukan konsep-konsep matematika dengan baik. Kekeliruan menggeneralisasi ini senada dengan pendapat Venner (dalam Priatna, 2003: 3) bahwa kesalahan siswa dalam memahami konsep matematika disebabkan karena penggunaan generalisasi yang tidak tepat. Oleh karena itu, generalisasi matematis merupakan proses berfikir matematis yang menjadi modal dasar dalam memahami konsep matematika. Generalisasi sendiri dapat dikembangkan dan dilatih melalui materi pola bilangan, dengan mengamati suatu pola dapat menantang siswa untuk menggunakan keterampilan berfikir mereka terutama pada kemampuan generalisasinya. Untuk memahami generalisasi ini setidaknya seseorang tersebut mampu menguasai tiga aspek dalam menggeneralisasi yaitu perception of 2

generality, expression of generality, symbolic expression of generality (Rahman, 2004: 14). Kendati demikian, sekolah yang dijadikan sampel dalam penelitian TIMSS tidak diinformasikan dengan jelas. Padahal banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang memiliki siswa berprestasi terutama sekolah-sekolah unggulan. Di Kalimantan Barat sendiri terdapat beberapa sekolah unggulan. Diantaranya adalah SMPN 03 Pontianak yang biasanya menduduki peringkat pertama dalam ujian nasional se-kalimantan Barat. Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji bagaimana kemampuan generalisasi siswa di sekolah tersebut? METODE Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan bentuk studi survey. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII E SMPN 03 Pontianak yang berjumlah 30 orang. Penelitian ini berusaha mengungkapkan bagaimana kemampuan generalisasi matematis siswa yang kajiannya mencakup tiga aspek generalisasi yaitu perception of generality, expression of generality dan symbolic of generality pada siswa SMPN 3 Pontianak berkaitan dengan materi pola bilangan. Pada pengumpulan data digunakan teknik pengukuran dengan alat pengumpulan data berupa tes tertulis dan wawancara. Soal tes yang diberikan bertujuan untuk mengukur dan mendeskripsikan kemampuan generalisasi matematis siswa yang didasarkan pada perolehan skor siswa untuk setiap kompetensi yang diukur.adapun soal tes berjumlah 3 soal setelah divalidasi oleh 3 orang ahli, yaitu 1 dosen Pendidikan Matematika dan 2 guru matematika. Selanjutnya, pada hari Senin, 24 Februari 2016 dilakukan uji coba soal di SMPN 10 Pontianak untuk mengukur validitas butir soal dan reliabilitas soal. Validitas butir soal nomor 1, 2 dan 3 tergolong tinggi, dengan koefisien validitas butir soal berturut-turut sebesar 0,601, 0,745 dan 0,734. Reliabilitas soal tergolong tinggi dengan koefisien sebesar 0,66. Hasil pekerjaan siswa dinilai dari tiga aspek generalisasi, yaitu Perception of generality, Expression of generality, dan Symbolic expression of generality. Sedangkan wawancara dilakukan untuk menggali informasi lebih lanjut mengenai kemampuan generalisasi matematis siswa yang tidak tergali melalui tes tertulis. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak terstruktur. Hasil pekerjaan siswa dikoreksi dan diberi skor, disajikan dalam bentuk tabel, kemudian digolongkan dalam tiga kategori, yaitu: 1) tinggi, jika siswa memperolehskor x + SD; 2) sedang, jika siswa memperoleh x SD skor < x + SD; dan 3 )Rendah, jika siswa memperoleh skor < x SD. Keterangan: x = Rata-rata skor SD = Standar Deviasi 3

HASIL DAN PEMBAHSAN Hasil Dari data hasil tes generalisasi matematis diketahui bahwa skor rata-rata dari seluruh siswa adalah 15,9 dengan standar deviasinya sebesar 4,2. Pengkategorian generalisasi matematis siswa selanjutnya dilakukan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu generalisasi matematis tinggi (perolehan skor: skor x + SD), sedang (perolehan skor: x SD skor < x + SD), rendah (perolehan skor: skor < x SD). Oleh karena itu, siswa yang berada pada kategori tinggi adalah siswa dengan perolehan skor 20,1. Siswa yang berada pada kategori sedang adalah siswa dengan perolehan 11,7 skor 20,1. Sedangkan, siswa yang berada pada kategori rendah adalah siswa dengan perolehan skor di bawah 11,7 Rata-rata pencapaian skor untuk setiap aspek disajikan dalam diagram di bawah ini. 10,0 9,0 Rata-Rata Skor 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 7,3 7,4 6,0 6,0 Perception expression symbolic Seluruh Siswa Tinggi Sedang Rendah 6,2 3,0 2,6 2,5 0,6 Diagram 1 Rata-Rata Pencapaian Skor Untuk Setiap Aspek Generalisasi Matematis siswa Rata-rata skor menunjukkan bahwa siswa kategori generalisasi matematis tinggi memiliki pencapaian yang memuaskan untuk setiap aspek generalisasi matematis dengan memperoleh skor maksimal. Sedangkan siswa kategori generalisasi matematis sedang hanya mampu menguasai sampai aspek expression saja. Siswa dengan kategori generalisasi matematis rendah sangat banyak melakukan kekeliruan untuk setiap aspeknya. Setelah data terkumpul dan diolah secara kuantitatif, langkah selanjutnya adalah menganalisis data hasil tes tertulis secara kualitatif. Berikut disajikan analisis hasil jawaban siswa dalam tes tertulis yang diwakili oleh 1 siswa untuk masing-masing kategori generalisasi matematis. Siswa kategori generalisasi matematis tinggi diwakili oleh NA. Siswa kategori 4

generalisasi matematis sedang diwakili oleh DRK. Siswa kategori generalisasi matematis rendah diwakili oleh BW Kategori Generalisasi Matematis Tinggi. Pada soal nomor 1, siswa dengan kode nama NA untuk setiap aspeknya mendapatkan skor maksimal. NA mampu menuliskan secara jelas dan benar informasi yang diperoleh dari soal. Kemudian, NA juga mampu menggunakan informasi yang diperolehnya untuk menentukan pola selanjutnya. Dengan diperolehnya pola selanjutnya dari informasi yang digunakann NA mampu menentukan secara tepat pola umum yang memenuhi jawaban pada soal tersebut. Hasil dan proses penyelesaian masalah pada soal nomor 1 yang dilakukan oleh NA sepenuhnya menyiratkan bahwa NA sudah memiliki mampu menguasai aspek-aspek yang digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai generalisasi matematis. Demikian pula dengan soal nomor 2, dan 3 NA mampu mencapai skor maksimal untuk setiap aspek. Kategori Generalisasi Matematis Sedang. Pada soal nomor 1, DRK mampu memperception soal dengan menuliskan secara lengkap informasi kedalam tabel. Pada aspek perception ini DRK memperoleh skor 3. Tetapi pada penyelesaian selanjutnya DRK hanya menuliskan jawaban saja. Meskipun jawaban yang tercantum pada hasil pekerjaanya benar DRK tidak menggunakan informasi yang diperolehnya sehingga tidak terlihat langkah untuk memperoleh jawaban yang dituliskan. Sehingga pada tahap selanjutnya DRK juga banyak mengabaikan berbagai langkah yang seharusnya dikerjakan. Berbeda dengan soal nomor 1, pada soal nomor 2 DRK hanya menuliskan sedikit informasi tetapi dia mampu memperoleh langkah yang relevan untuk menentukan pola selanjutnya. Hanya saja pada saat menentukan pola umum DRK masih mengalami kesulitan. Pada soal nomor 3, DRK banyak mengabaikan informasi yang seharusnya digunakan untuk memperoleh langkah selanjutnya sehingga langkah-langkah yang digunakan tidak relevan dalam penyelesaian soal yang diminta. Kategori Generalisasi Matematis Rendah. Pada soal nomor 1, BW masih mampu menentukan informasi yang akan digunakan. Tetapi BW tidak mampu menggunakan informasi tersebut untuk menyelesaian masalah selanjutkan sehongga BW kesulitan untuk menemukan jawaban. Begitu juga pada soal nomor 2 dan 3 BW hanya hanya dapat mengidentifikasi sedikit informasi, informasi yang diperolehpun tidak relevan untuk penyelesaian masalah. Analisis Wawancara Dari wawancara yang dilakukan kepada seluruh siswa, diperoleh informasiinformasi sebagai berikut. 1. Siswa kategori kemampuan generalisasi matematis tinggi sudah mampu menetapkan seluruh informasi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, mampu menguraikan hasil perception (informasi yang diperoleh) serta mampu menentukan pola selanjutnya dari masalah yang diberikan, kemudian menghasilkan sebuah pola umum secara simbolik berdasarkan informasi yang diperoleh dan hasil analisis bentuk pola. Siswa yang tergolong pada kategori 5

ini mampu menuliskan secara jelas informasi yang relevan, dari informasi ini siswa mampu menentukan pola selanjutnya dengan menyertai alasan yang sesuai dengan proses penyelesaian. Saat siswa menggunakan informasi dan serta melakukan analisis yang tepat terhadap informasi yang tersedia siswa juga secara tepat menghasilksn pola umum secara simbolik yang disertai alasan dalam pemilihan jawaban yang diberikan. 2. Siswa kategori kemampuan generalisasi matematis sedang hanya mampu menuliskan sebagian informasi dari soal yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, akibatnya analisis terhadap informasipun menjadi tidak maksimal sehingga terjadi kekeliruan saat membuat pola umum. Siswa yang tergolong pada kategori ini beralasan bahwa mereka mengabaikan beberapa informasi pada soal, karena mereka menganggap informasi tersebut tidak diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dan menganggap jika jawaban sudah benar saja sudah cukup, mereka juga tidak terbiasa menyelesaikan soal yang menuntut proses penyelesaian yang lebih spesifik dan belum terlatih dalam membuat kesimpulan umum dari suatu masalah. 3. Siswa kategori kemampuan generalisasi rendah hanya mampu menuliskan sedikit informasi untuk menyelesaikan masalah. Informasi-informasi tersebutpun kurang relevan dengan penyelesaian masalah yang seharusnya. Akibatnya proses penyelesaian masalah dalam menentukan pola selanjutnya yang mereka lakukan juga tidak tepat sehingga tidak mampu menentukan pola umumnya. Siswa yang tergolong dalam kategori kemampuan generalisasi rendah ini beralasan bahwa soal yang diberikan terlalu susah yang mengakibatkam proses penyelesaian yang tidak maksimal. Pembahasan Berikut ini akan dibahas mengenai kemampuan generalisasi matematis siswa SMPN 03 Pontianak. Aspek generalisasi matematis yang dinilai yaitu perception of generality, expression of generality, symbolic of generality, 1. Aspek Perception Of Generality Siswa dalam kategori kemampuan generalisasi tinggi terlihat dalam diagram kemampuan perception siswa untuk kategori ini memperoleh skor yang tinggi, dari hasil analisis data dan wawancara diperoleh informasi bahwa pada aspek ini siswa dalam kategori kemampuan generalisasi tinggi sudah mampu menuliskan informasi dari soal secara lengkap dan relevan yang kemudian digunakan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Sedangkan siswa dalam ketegori kemampuan generalisasi matematis sedang secara keseluruhan, pada soal nomor 1, semua siswa kategori kemampuan generalisasi sedang mampu menuliskan seluruh informasi dari soal yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan secara lengkap dan relevan. Sedangkan pada soal nomor 2, jumlah siswa yang mampu menuliskan seluruh informasi dari soal yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan ada sebanyak 9 orang, selebihnya 12 siswa hanya dapat menuliskan sebagian informasi dari soal yang dapat 6

digunakan untuk menyelesaikan masalah tetapi kurang relevan untuk menyelesaikan masalah. Pada soal nomor 3, jumlah siswa yang mampu menuliskan seluruh informasi dari soal yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah terdapat 11 orang sedangkan jumlah 10 siswa hanya dapat menuliskan sebagian informasi yang terdapat pada soal tetapi kurang relevan untuk menyelesaikan masalah. Berdasarkan hasil wawancara kepada 2 siswa terpilih sebagai perwakilan kategori kemampuan generalisasi sedang, mereka sebenarnya memahami informasi yang seharusnya mereka peroleh, hanya saja mereka mengabaikan proses itu karena selama dalam rutinitas belajar sehari-hari mereka tidak terlalu dituntut untuk memperlihatkan proses penyelesaian dalam hasil pekerjaan mereka terhadap soal. Kendati demikian, pada pertanyaan mengapa soal nomor 1 hampir semua siswa dalam aspek perception ini lebih banyak yang mampu menuliskan informasi yang terdapat pada soal secara lengkap dibandingkan pada soal nomor 2 dan 3. Hal ini dikarenakan nomor 1 merupakan soal rutin yang sering mereka lihat dibandingkan soal nomor 2 dan 3. Untuk nomor 1, 2 dan 3, Siswa kategori kemampuan generalisasi matematis rendah hanya mampu menuliskan sedikit informasi untuk menyelesaikan masalah. Informasi-informasi tersebutpun kurang relevan dengan penyelesaian masalah yang seharusnya. Siswa kategori kemampuan generalisasi rendah tentu saja sama halnya dengan kemampuan generalisasi matematis kategori sedang dalam aspek perception ini yaitu karena mereka tidak dituntut untuk memperlihatkan proses penyelesaian dalam hasil pekerjaan mereka terhadap soal. 2. Aspek Expression of Generality semua siswa dalam kategori kemampuan generalisasi tinggi mampu menggunakan informasi yang diperoleh untuk menentukan pola selanjutnya dan disertai alasan yang relevan. sedangkan pada soal nomor 1 siswa dengan kategori kemampuan generalisasi sedang yang mampu menentukan pola selanjutnya dan disertai alasan yang relevan terdapat 12 orang. Sedangkan siswa yang penyelesaiannya kurang lengkap baik kurang menjelaskan proses pengerjaan atau alasan yang digunakan kurang relevan terdapat 9 orang. Pada soal nomor 2, siswa yang mampu menentukan pola selanjutnya dan disertai alasan yang relevan dalam penyelesaiannya terdapat hanya 2 orang dan terdapat 19 siswa lainnya yang penyelesaiannya kurang lengkap baik kurang menjelaskan proses pengerjaan atau alasan yang digunakan kurang relevan.pada soal nomor 3, terdapat 5 siswa yang dapat menentukan pola selanjutnya dan disertai alasan yang relevan serta 16 siswa yang penyelesaiannya kurang lengkap baik kurang menjelaskan proses pengerjaan atau alasan yang digunakan kurang relevan. Dalam hasil wawancara yang dilakukan kepada 2 orang perwakilan terpilih untuk ketegori kemampuan generalisasi sedang, mereka lebih dominan menjawab dengan penyelesaiannya yang kurang lengkap baik kurang menjelaskan proses pengerjaan atau alasan yang digunakan kurang relevan. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar mereka sehari-hari mereka tidak terlalu dituntut untuk menyertakan alasan atau proses penyelesaian yang relavan dalam 7

menyelesaikan soal. kendati demikian, siswa tersebut mampu menjelaskan bagaimana dia memperoleh gambaran pola selanjutnya. Untuk nomor 1, 2 dan 3, Siswa kategori kemampuan generalisasi matematis rendah hanya mampu menuliskan sedikit informasi untuk menyelesaikan masalah. Informasi-informasi tersebutpun kurang relevan dengan penyelesaian masalah yang seharusnya. Siswa kategori kemampuan generalisasi rendah tentu saja mempunyai alasan yang sama dengan siswa kemampuan generalisasi matematis kategori sedang pada aspek perception ini yaitu karena mereka tidak dituntut untuk memperlihatkan proses penyelesaian dalam hasil pekerjaan mereka terhadap soal. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh, bahwa mereka lebih dominan menjawab dengan penyelesaiannya yang kurang lengkap baik kurang menjelaskan proses pengerjaan atau alasan yang digunakan kurang relevan. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar mereka sehari-hari mereka tidak terlalu dituntut untuk menyertakan alasan atau proses penyelesaian yang relavan dalam menyelesaikan soal. kendati demikian, siswa tersebut mampu menjelaskan bagaimana dia memperoleh gambaran pola selanjutnya 3. Aspek Symbolic Of Generality Siswa dalam kategori kemampuan generalisasi matematis tinggi mampu menentukan pola umum secara simbolik. Mereka menggunakan informasi yang diperoleh untuk mendapatkan pola dan disertai alasan yang relevan. sedangkan siswa dalam kategori kemampuan generalisasi matematis sedang ditemukan pada soal nomor 1 untuk siswa kategori kemampuan generalisasi matematis sedang terdapat 14 siswa mampu menentukan pola umum secara simbolik. Untuk soal nomor 2, hanya 3 yang orang yang mampu menentukan pola umumnya dan pada soal nomor 3 terdapat 7 siswa yang mampu menentukan pola umum secara simbolik. Berdasarkan hasil wawancara kepada siswa untuk aspek Symbolic ini, ternyata mereka tidak terlatih untuk membuat kesimpulan umum saat proses belajar maupun menyelesaikan soal. Terdapat juga alasan bahwa mereka jarang mendapatkan soal yang berkaitan dengan pola dan membuat pola umum secara simbolik sehingga banyak dari mereka yang tidak mengerti dalam proses menyelesaikan soal karena tidak terbiasa dengan model soal yang diberikan serta kurang relevannya informasi yang mereka gunakan untuk menyelesaikan masalah. Siswa kategori kemampuan generalisasi rendah. Mereka mengalami kesulitan lantaran alasan mereka yang mengatakan soal terlalu sulit. Dari bagian perception mereka sudah mengalami kesulitan untuk melihat sifat khusus yang terdapat pada soal sehingga informasi yang diperoleh mereka kurang relevan, hal ini mengakibatkan alasan atau cara mereka untuk menemukan pola selanjutnya yang diminta pada soal menjadi kurang tepat sehingga untuk hasil akhir yang mereka peroleh untuk menentukan pola umum secara simbolikpun menjadi tidak relevan dan tidak tepat. 8

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data (berupa hasil tes generalisasi matematis) dan wawancara diperoleh bahwa dari 30 siswa, sebanyak 5 siswa (16,7%) tergolong dalam kategori kemampuan generalisasi matematis rendah. Kemudian sebanyak 21 siswa (70 %) tergolong dalam kategori kemampuan generalisasi matematis sedang. Selanjutnya 4 siswa (13,3%) tergolong dalam kategori kemampuan generalisasi matematis tinggi. Untuk setiap aspek generalisasi matematis diperoleh kesimpulan bahwa siswa dalam kategori kemampuan generalisasi matematis tinggi sudah mampu menguasai ketiga aspek generalisasi yaitu aspek perception, expression, dan symbolic of generality. Kemudian siswa kategori kemampuan generalisasi matematis sedang hanya mampu memenuhi dua aspek generalisasi saja yaitu perception dan expression saja, dengan kata lain siswa dalam kemaampunan ini mampu menuliskan informasi yang diperoleh dari soal dan mampu menguraikan informasi untuk menentukan pola selanjutnya. Tetapi pada tahap symbolic, siswa cendrung menuliskan jawaban yang kurang relevan dengan penyelesaian yang diberikan. Sedangkan, Siswa berkemampuan generalisasi rendah belum mampu memenuhi ketiga aspek generalisasi. Siswa dengan kategori ini hanya mampu menuliskan sedikit informasi untuk menyelesaikan masalah. Informasi-informasi tersebutpun kurang relevan dengan penyelesaian masalah yang seharusnya. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan keterbatasan dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran kepada peneliti yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan generalisasi matematis sebagai berikut: (a) sebaiknya dalam pengambilan sampel siswa untuk wawancara peneliti sebaiknya memilah dengan teliti hasil tes siswa agar saat wawancara informasi yang diperoleh lebih maksimal. (b) sebaiknya untuk waktu wawancara peneliti mencari waktu luang dimana siswa tidak dalam keadaan sedang belajar agar wawancara dilakukan dengan kondisi tenang sehingga informasi yang diperolehpun tercapai. DAFTAR RUJUKAN Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas Hudojo, H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud. Mullis, I.V.S., Martin, M.O., Foy, P., & Arora, A. (2012). Chestnut Hill, MA: TIMSS & PIRLS International Study Center, Boston College Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 SLTP di Kota Bandung. Disertasi. Bandung: tidak diterbitkan 9

Rahman, A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Generalisasi Siswa SMA melalui pembelajaran Berbalik. Tesis. Bandung: tidak diterbitkan. Shadiq, Fadjar. (2004), Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi, Widyaiswara PPPG Matenatika Yogyakarta. Shadiq, Fadjar. (2014). Pembelajaran Matematika Cara Meningkatkan Kemampuan Berfikir Siswa. Yogyakarta : Graha Ilmu. 10