64 BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi Mei 2015 Vol. 1 No. 2, p. 64-68 ISSN: 2442-2622 Keanekaragaman dan Parasitasi Parasitoid Telur Walang Sangit pada Lanskap Pertanian Berbeda di Lombok Timur Aisah Jamili 1), Hery Haryanto 2) Astam Wiresyamsi 2) Irfan Jayadi 2) Paturusi 1) 1 Fakultas Pertanian, Universitas Nahdlatul Wathan Mataram (email: qawlanhafidza@yahoo.co.id) 2 Fakultas Pertanian, Universitas Mataram Parasitoid telur walang sangit merupakan musuh alami yang efektif dalam pengendalian hama walang sangit (Leptocorisa acuta). Namun, Keefektifan musuh alami dipengaruhi oleh keanekaragaman tanaman penyusun struktur lanskap. Untuk itu perlu adanya informasi yang akurat mengenai keanekaragaman parasitoid telur walang sangit khususnya pada lanskap pertanian yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kekayaan, kelimpahan, dan keanekaragaman spesies parasitoid telur walang sangit pada lanskap pertanian yang berbeda di Lombok Timur. Penelitian ini dilakukan di empat desa terdiri atas Desa Aik Mel (lanskap pertanian sederhana), Sembalun, Keruak dan Labuhan Haji (lanskap pertanian komplek). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Pengambilan telur walang sangit dilakukan secara langsung dengan mencari kumpulan telur di masing-masing petak sampel. Hasil penelitian diperoleh bahwa kelimpahan parasitoid telur pada lanskap pertanian sederhana lebih banyak yaitu 443 ekor jika dibandingkan lanskap yang komplek yaitu 86 ekor. Kekayaan parasitod yang ditemukan ada dua spesies yaitu Hadronotus leptocorisae dan Ooencyrtus malayensis. Komposisi parasitoid telur didominasi oleh Ooencyrtus malayensis (54,63%) dan Hadronotus leptocorisae (45,36%). Persentese parasitasi tertinggi pada masing-masing desa yaitu Aik Mel (28,56%), Sembalun (0%), Keruak (5,03%) dan Labuhan Haji (19,55%). Hasil perhitungan indeks keanekaragaman (H ) secara keseluruhan antara 0,00-0,30. Indeks dominansi(c) antara 0,00-0,59. Nilai indeks kemerataan (E) berkisar 0,00 0,43. Keanekaragaman parasitoid telur tinggi pada lokasi dengan lanskap pertanian sederhana, selanjutnya akan berkurang pada lanskap pertanian komplek. Kata kunci: keanekaragaman, parasitoid telur, Leptocorisa acuta, lanskap pertanian PENDAHULUAN Berbagai usaha yang sampai saat ini sedang dilakukan untuk menekan hama walang sangit (Leptocorisa acuta) salah satunya dengan memanfaatkan parasitoid telur. Namun diperlukan banyak informasi tentang keanekaragaman species ini akibat perbedaan lanskap pertanian. Lanskap pertanian adalah sekumpulan ekosistem yang tidak hanya meliputi lahan pertanaman (agroekosistem) tetapi juga ekosistem di luarnya, seperti tumbuhan liar, jalan raya, perkampungan dan lainnya (Forman dan Gordon, 1986). Pada lanskap pertanian modern, keanekaragaman habitat dan komposisi habitat sangat bervariasi dari satu lanskap ke lanskap yang lain. Lanskap pertanian yang sangat sederhana misalnya, hanya terdiri atas satu jenis pertanaman (monokultur) dan tumbuhan liar, sedangkan lanskap pertanian yang kompleks tidak hanya terdiri atas berbagai pertanaman (polikultur), tetapi juga terdapat banyak tumbuhan liar. Keberadaan musuh alami pada ekosistem pertanian, baik itu predator maupun parasitoid, memiliki peranan yang sangat penting khususnya dalam pengaturan populasi serangga hama (Altieri 1999). Penggunaan pestisida untuk mengendalikan serangga hama, cenderung mengakibatkan penurunan atau bahkan menghilangkan keberadaan musuh alami (Wanger et al. 2010). Oleh karena itu upaya konservasi seperti manajemen habitat lahan pertanian, menjadi sangat penting dilakukan untuk mempertahankan keberadaan musuh alami tersebut (Perfecto et al. 2009). Diantara musuh alami yang penting diharapkan dalam mengendalikan populasi hama adalah
65 parasitoid telur walang sangit. Keberadaan parasitoid ini khususnya di berbagai lanskap pertanian belum terungkap dan masih sedikitnya informasi mengenai keanekaragaman parasitoid pada lahan pertanian dalam hubungannya dengan kondisi habitat menyebabkan parasitoid belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Potensi parasitoid telur ini dalam menekan populasi hama sudah banyak dilaporkan beberapa di antaranya. Menurut Jamili (2000) di Kotamadya Mataram ditemukan parasitoid telur pada telur Leptocorisa acuta terparasit yaitu dari genus Hadronotus. Dari hasil penelitian tersebut, parasitoid telur dapat dijadikan pertimbangan sebagai agensia pengendali hayati bagi telur Leptocorisa acuta. Informasi mengenai keanekaragaman parasitoid telur walang sangit (Leptocorisa acuta) yang berhubungan dengan struktur lanskap sangat terbatas. Padahal studi tentang struktur lanskap pertanian terhadap parasitoid telur dapat memberikan informasi untuk pengelolaan lanskap pertanian yang lebih baik dan berkelanjutan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data mengenai keanekaragaman parasitoid telur walang sangit pada pertanaman padi sebagai langkah awal dalam pengendalian hayati (biological control). METODE PENELITIAN Persiapan penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pengumpulan telur walang sangit di lapangan pada sejumlah sampel yang telah ditentukan. Penelitian telah dilakukan di pertanaman padi milik petani yang berada di empat desa yaitu Aik Mel, Sembalun, Keruak dan Labuhan Haji di Kabupaten Lombok Timur. Tahap pengambilan sampel dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2012 dan tahap identifikasi dilakukan di laboratorium Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Mataram dan laboratorium Entomologi Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada pada bulan Agustus 2012. Daerah sampel ditentukan berdasarkan struktur lanskap pertanian masing-masing daerah pertanaman padi. Lokasi pengamatan Desa Aik Mel mewakili lanskap pertanian sederhana, Desa Sembalun, Keruak dan Labuhan haji mewakili lanskap pertanian komplek. Petak sampel ditentukan secara purpossive sampling di areal pertanaman padi yang terluas, masing-masing petak sampel terdiri atas lima anak petak sampel dengan masing-masing ukuran 3 x 3 m 2 secara diagonal. Pengambilan Parasitoid Telur Pengambilan parasitoid telur dilakukan di pertanaman padi milik petani yang berada di Desa Aik Mel, Sembalun, Keruak dan Labuhan Haji. Pengambilan telur walang sangit dilakukan secara langsung di masing-masing petak sampel dengan mencari kumpulan telur pada saat munculnya bunga sampai tanaman padi masak susu di masingmasing petak sampel. Parasitoid telur diperoleh dengan cara mencari telur walang sangit yang menempel di atas daun tanaman padi. Pengambilan parasitoid telur dilakukan sebanyak 4 kali dengan berselang 7 hari. Pengumpulan Telur Walang Sangit Telur walang sangit yang didapat selanjutnya dimasukkan dalam tabung reaksi yang ditutup dengan kapas diberi label kemudian dibawa ke Laboratorium untuk dipelihara (rearing). Pemeliharaan Telur Terparasit Telur walang sangit yang diambil di lapangan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya dilakukan pengamatan selama 15 hari dengan mencatat berapa jumlah nimpa dan parasitoid yang menetas tiap harinya. Telur inang yang terparasit berwarna hitam dan setelah 10-13 hari akan muncul parasitoid sedangkan dari telur yang tidak terparasit akan muncul nimpa walang sangit. Setelah 15 hari pengamatan ternyata masih ada telur yang belum menetas maka dilakukan pembedahan di bawah mikroskop untuk memastikan telur berisi nimpa walang sangit atau parasitoid. Telur yang berisi nimpa walang sangit setelah pembedahan ditandai dengan adanya bangkai berwarna oranye dengan lubang bekas gerekan yang besar di bagian pinggirnya sedangkan telur yang berisi parasitoid ditandai dengan ada bangkai parasitoid berwarna hitam dengan lubang bekas gerekan yang lebih kecil di bagian pinggirnya. Identifikasi dan Deskripsi Pengamatan di laboratorium meliputi identifikasi dan determinasi serangga parasitoid yang dihasilkan dari koleksi di lapangan dan dapat diamati karakter-karakter morfologi dari parasitoid dengan bantuan mikroskop binokuler atau menggunakan lup (kaca pembesar). Karakterkarakter morfologi itu dibandingkan dan diidentifikasi berdasarkan buku-buku identifikasi sebagai penunjang seperti: Boror, et al (1992); Kalshoven (1981); Boror & White (1970). Tahap identifikasi dilakukan sampai genus yang dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian Universitas Mataram dan identifikasi species dilakukan di Laboratorium Entomologi
66 Dasar Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Analisis Data dari spesies Hadronotus leptocorisae (Gambar 1.) dan Ooencyrtus malayensis (Gambar 2.). Komposisi Parasitoid Telur Walang Sangit Pengamatan komposisi parasitoid telur walang sangit berguna untuk mengetahui jumlah masingmasing jenis parasitoid telur pada seluruh petak sampel. Persentase Telur Walang Sangit Terparasit Pengamatan persentase telur walang sangit terparasit berguna untuk mengetahui jumlah telur walang sangit yang terparasit oleh parasitoid. Indeks Keanekaragaman Shannon - Wienner (H ) Keanekaragaman (H ) species dapat diartikan sebagai keheterogenitas species dan merupakan ciri khas struktur komunitas. Dapat dihitung dengan menggunakan rumus Krebs, (1972) : Gambar 1. Hadronotus leptocorisae perbesaran 4x10 S H = Pi log Pi i=1 Keterangan: H : Indeks keanekaragaman Shannon- Wienner Pi : ni/n ni : Total individu species ke-i N : Total jumlah individu dalam komunitas S : Jumlah species Indeks Keseragaman Pielou (E) Keseragaman Pielou (E) merupakan komposisi individu tiap species yang terdapat dalam komunitas. Dapat dihitung dengan rumus Pielou, (1975): Gambar 2. Ooencyrtus malayensis perbesaran 10x40 Komposisi Parasitoid Telur Walang Sangit Komposisi imago parasitoid yang muncul dari kelompok telur walang sangit yang dikumpulkan menunjukkan bahwa, Ooencyrtus malayensis (54,63%) merupakan parasitoid dominan jika dibandingkan dengan Hadronotus leptocorisae (45,36%) lihat Gambar 3. E = H ln S Keterangan: E : Indeks keseragaman Pielou H : Indeks keanekaragaman Shannon- Wienner S : Jumlah species HASIL PENELITIAN Ooencyrtus malayensis 55% Hadronotus leptocorisae 45% Jenis parasitoid telur Berdasarkan hasil pemeliharaan telur walang sangit terkoleksi ditemukan dua jenis parasitoid telur yang berada di berbagai lanskap pertanian yanga ada di Lombok Timur yaitu parasitoid telur Gambar 3. Komposisi parasitoid telur walang sangit pada lanskap pertanian berbeda di Lombok Timur
67 Dua spesies parasitoid telur tersebut tersebar di semua lokasi pengamatan, kecuali di Sembalun. Fakta ini menunjukkan kedua spesies parasitoid ini mampu berkembang dan beradaftasi dengan lanskap pertanian yang ada di Lombok Timur Persentase parasitasi parasitoid telur walang sangit Pada Gambar 4. Persentase parasitasi berdasarkan lanskap pertanian tanaman padi menunjukkan tingkat parasitasi yang berbeda. Pada lokasi Aik Mel yang merupakan lanskap pertanian sederhana menunjukkan nilai parasitasi yang lebih tinggi yaitu 28, 56 %, selanjutnya mulai berkurang pada lanskap pertanian yang komplek yaitu Labuhan haji 19,55%, Keruak 5,03% dan Sembalun 0%. Gambar 4. Persentase parasitasi parasitoid telur walang sangit pada lanskap pertanian berbeda di Lombok Timur 28,56 % 0,00 % 5,03 % 19,55 % Aik Mel Sembalun Keruak Labuhan Haji Hal ini disebabkan karena lokasi dengan lanskap pertanian sederhana banyak menerapkan sistem tanam monokultur, dimana akan ditemukan populasi inang yang lebih tinggi jika dibandingkan populasi inang pada lanskap pertanian yang komplek dengan sistem tanam polikultur. Ketersediaan inang yang lebih banyak memberikan peluang yang tinggi kepada spesies parasitoid untuk menemukan inangnya (host finding). Pada sistem pertanaman padi polikultur yaitu pertanaman dengan vegetasi yang tinggi. Keanekaragamn vegetasi yang lebih tinggi pada polikultur berpengaruh terhadap penyediaan sumber pakan (nectar dan polen) yang lebih banyak bagi parasitoid dan walang sangit. Kondisi ini menarik parasitoid untuk datang pada petanaman tersebut (host habitat location) yang selanjutnya berakibat pada penemuan inang (host location) dan terjadinya parasitisasi. Dengan demikian factor kepadatan inang dan keanekaragaman vegetasi berpengaruh dalam menarik parasitoid untuk mendatangi dan menimbulkan mortalitas pada suatu agroekosistem. Indek keanekaragaman (H ), kemerataan (E) dan dominansi (C) parasitoid telur Tabel 1. Data kelimpahan, Kekayaan (S), keanekaragaman (H ), dominansi (C) dan kemerataan (E) parasitoid telur walang sangit pada berbagai lanskap pertanian di Lombok Timur Kelimpahan No Lokasi S H C E (ekor) 1. Aikmel 443 2 0,30 0,50 0,43 2. Sembalun 0 0 0,00 0,00 0,00 3. Keruak 28 2 0,26 0,50 0,43 4. Labuhan H 130 2 0,27 0,56 0,39 Pada Tabel I. Dapat dilihat Aik Mel dengan lanskap sederhana yang terdiri atas ekosistem padi monokultur memiliki kelimpahan parasitoid telur yang lebih banyak yaitu 443 ekor jika dibandingkan lanskap yang komplek meliputi Labuhan haji (130 ekor), Keruak (28 ekor) dan Sembalun (0). Keadaan ini pun berpengaruh pada kekayaan spesies parasitoid. Jumlah spesies parasitoid yang ditemukan pada lanskap sederhana ada dua spesies parasitoid dari dua famili, sedangkan di lokasi lanskap pertanian komplek bervariasi dari 2 spesies dan ada lokasi yang tidak ditemukan sama sekali S = nol. Beragamnya jumlah spesies dilokasi lanskap yang komplek kemungkinan karena variasi keadaan lanskap. Munculnya nol spesies khususnya di daerah Sembalun disebabkan karena praktik pertanian yang telah dilakukan menggunakan insektisida yang lebih intensif, sedangkan khusus di lokasi sembalun dapat disebakan karena jauhnya lokasi dari permukaan laut dan suhu yang ektrim di lokasi tersebut. Keanekaragaman spesies parasitoid pada Aik Mel dengan lanskap sederhana yang terdiri atas ekosistem padi monokultur memiliki keanekaragaman parasitoid telur yang lebih banyak yaitu 0,30 jika dibandingkan lanskap yang komplek meliputi Labuhan haji (0,27), Keruak (0,26) dan Sembalun (0). yang terdiri atas ekosistem tanaman padi, palawija, sayuran, sungai, pegunungan, perkampungan. Begitupun indeks kemerataanya lebih banyak yaitu 0,30 sedangkan lanskap yang komplek yaitu 0,00-0,30. Hal ini dikarenakan populasi telur walang sangit lebih tinggi di lanskap sederhana, sehingga banyak pesies parasitoid yang dapat dikoleksi. Hasil penelitian Settle et al., (1996) di pulau Jawa menunjukkan bahwa tingkat parasitasi (kekayaan dan kelimpahan parasitoid) bertautan padat dengan
68 populasi inang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman dan populasi parasitoid selain dipengaruhi oleh keanekaragaman habitat juga dipengaruhi oleh populasi inangnya. Selain itu proses penemuan inang oleh parasitoid dipengaruhi juga oleh kompleksitas struktur tanaman. Inang yang terdapat pada struktur tanaman yang sederhana lebih mudah ditemukan dibandingkan dengan inang pada struktur tanaman yang lebih kompleks (Gingras et al., 2003). KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut yaitu: 1. Berdasarkan hasil identifikasi didapatkan dua species yaitu Hadronotus leptocorisae dan Ooencyrtus malayensis. Komposisi parasitoid telur didapatkan 45,36% dari spesies Hadronotus leptocorisae dan 54,63% dari spesies Ooencyrtus malayensis. 2. Persentase parasitasi parasitoid telur tertinggi secara berurutan didapatkan di Aik Mel (28,56%), Labuhan Haji (19,55%), Keruak,(5,03%) dan Sembalun (0,00%) 3. Perbedaan lanskap pertanian yang sederhana memiliki keanekaragaman dan kelimpahan yang lebih tinggi dan kecendrungan berkurang pada lanskap yang komplek di lokasi Lombok Timur. DAFTAR PUSTAKA Altieri, MA. 1999. The ecological role of biodiversity in agroecosystems. Agriculture Ecosystems & Environment 74:19-31. Borror, D. J., and Richard E. W. 1970.A Field Guide to The Insect of America North of Mexico Houghton. Miffli Company. Boston. 404 p. Borror, D. J, Triplehom CA, Johnson NF. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Partosoedjono, S & Brotowidjoyo MD. Penerjemah Yosyukanta. Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to the study of in insects. Yogyakarta. Forman, R.T.T. & M. Godron. 1986. Landscape ecology. John Willey and Sons. New York. 619 p. Gingras D, Dutilleul P, Boivin G. (2003) Effect of plant struktur on host finding capacity of lepidoptereus pest of crucifers by two Trichogramma parasitoid. Biol control 27:25-31. Jamili, A. (2000). Studi keragaman parasitoid telur pada pertanaman padi di Kotamadya Mataram. Skripsi Fakultas Pertanian, UniversitasMataram. 57 h. Kalshoven, L.G.E. (1981). The pest of crop in Indonesia (Resived and Translated by P.A. Van Der Laan). PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta. Krebs, C. J., 1972. Ecology, the Experimental Analysis of Distribution and Abudance Haper and Row Publ. New York. 496 p. Pielou, E.C., 1975. Ecology Diversity. John Wipley & Sonts, Inc. New York. Perfecto I, Vandermeer JH. Dan Wright AL. 2009. Nature's Matrix: Linking Agriculture, Conservation And Food Sovereignty. London: Earthscan. Seetle, W.H., Ariawan, H., Astuti, R.T., cahaya W., hakim, A.L., Hindayana, D., lestari, A.S., dan Panjarningsih. (1996). Managing trophical rice pest through conservation of generalist natural enemies and alternative prey. Ecology 77 (7); 1975-1988. Wanger TC, Rauf A, Schwarze S. 2010. Pesticides And Tropical Biodiversity. Frontiers In Ecology And The Environment 8:178-17