J. Sains & Teknologi, Desember 2014, Vol.14 No.3 : ISSN POLA REKRUTMEN KARANG SCLERACTINIA PADA KONDISI LINGKUNGAN BERBEDA

dokumen-dokumen yang mirip
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

STUDI JUVENIL KARANG YANG MENEMPEL PADA RUMPON BUATAN DI PERAIRAN PULAU MANDANGIN, KECAMATAN SAMPANG, KABUPATEN SAMPANG JAWA TIMUR

KONDISI DAN STRUKTUR KOMUNITAS REKRUITMEN KARANG BATU (SCLERACTINIA) DI TAMAN WISATA PERAIRAN (TWP) PULAU PIEH

Kajian Rekrutmen Karang Scleractinia di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DISTRIBUSI VERTIKAL KARANG BATU (SCLERACTINIA) DI PERAIRAN DESA KALASEY, KABUPATEN MINAHASA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

AFFINITAS PENEMPELAN LARVA KARANG (SCLERACTINIA) PADA SUBSTRAT KERAS

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN

Kondisi terumbu buatan berbahan beton pada beberapa perairan di Indonesia 1. Munasik

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kerapatan dan Kelulushidupan pada Rekrutmen Karang Pocillopora damicornis

CORAL RECRUITMENT ONTO CONCRETE ARTIFICIAL REEF IN HARI ISLAND, SOUTHEAST SULAWESI

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

Kajian Rekruitmen Karang Pada Substrat Keras Pasca Gempa dan Tsunami di Pulau Siopa Besar, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Propinsi Barat Sumatera Barat

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN POLA REPRODUKSI KARANG

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang

CORAL REEF CONDITION BASED ON LEVEL OF SEDIMENTATION IN KENDARI BAY

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tingginya dinamika sumberdaya ikan tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG

STUDI KOMPETISI TURF ALGAE DAN KARANG GENUS ACROPORA DI PULAU MENJANGAN KECIL, KEPULAUAN KARIMUNJAWA, KABUPATEN JEPARA

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

BISAKAH TRANSPLANTASI KARANG PERBAIKI EKOSISTEM TERUMBU KARANG?

GROWTH & REPRODUCTION

TINGKAH LAKU MEMIJAH KARANG Acropora nobilis DAN Pocillopora verrucosa DI TERUMBU KARANG TROPIK PULAU BARRANGLOMPO, MAKASSAR ABSTRACT PENDAHULUAN

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemutihan Karang di Perairan Laut Natuna Bagian Selatan tahun (Coral Bleaching at Southern Natuna Sea in 2010) Edi RUDI 1 )

Rekruitmen karang merupakan komponen yang sangat penting dalam pengelolaan terumbu karang. Perubahan

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme. mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang di dalam air dan

KELIMPAHAN SERTA PREDASI Acanthaster planci di PERAIRAN TANJUNG KELAYANG KABUPATEN BELITUNG. Anugrah Dwi Fahreza, Pujiono Wahyu P., Boedi Hendrarto*)

P R O S I D I N G ISSN: X SEMNAS BIODIVERSITAS Maret 2016 Vol.5 No.2 Hal : XXXX

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JAKARTA (22/5/2015)

3. METODE PENELITIAN

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PREFERENSI DAN DAYA PREDASI Acanthaster planci TERHADAP KARANG KERAS

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

BIOMA : JURNAL BIOLOGI MAKASSAR, 2(2) : 39-51, 2017

BAB III METODE PENELITIAN

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

POTENSI PEMULIHAN KOMUNITAS KARANG BATU PASCA GEMPA DAN TSUNAMI DI PERAIRAN PULAU NIAS, SUMATRA UTARA RIKOH MANOGAR SIRINGORINGO

Laju Penempelan Teritip pada Media dan Habitat yang Berbeda di Perairan Kalianda Lampung Selatan

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Jawa di sebelah utara, di sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa. Sebelah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

LAJU PERTUMBUHAN KARANG Porites Sp. PADA SUBSTRAT YANG BERBEDA DI PULAU GILI RAJEH KABUPATEN SUMENEP

REKRUTMEN DAN KESEHATAN KARANG (Sceleractinia) PADA SUBSTRAT BATU DI PERAIRAN GOSONG PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA NISA NURIL HUDHAYANI

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Parameter Fisik Kimia Perairan

Densitas zooxanthellae pada Karang Porites lutea sebelum dan sesudah terpapar sianida

Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua

TINGKAT REKRUTMEN KARANG PADA TIGA TIPE SUBSTRAT DI PANTAI PASIR PUTIH SITUBONDO

Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di:

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

3 METODE PENELITIAN. Pulau Barrang Lompo. Pulau Laelae. Sumber :Landsat ETM+Satellite Image Aquisition tahun 2002

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keanekaragaman dan Penutupan Terumbu Karang di Pantai Pasir Putih Situbondo, Jawa Timur

Studi Pola Arus pada Musim Planulasi Karang untuk Mendukung Keberhasilan Terumbu Karang Buatan (TKB)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN KARANG Acropora formosa DENGAN TEKNIK TRANSPLANTASI PADA UKURAN FRAGMEN YANG BERBEDA

BAB III BAHAN DAN METODE

Perbedaan Presentasi Penutupan Karang di Perairan Terbuka dengan Perairan yang Terhalang Pulau-Pulau. di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu Jakarta.

PEMETAAN KONDISI TERUMBU KARANG DI DESA SUMBERKENCONO KABUPATEN BANYUWANGI

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JurnalIlmiahPlatax Vol. 3:(2), Juli 2015 ISSN:

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI TERUMBU KARANG PADA LOKASI WISATA SNORKELING DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di:

LAJU PERTUMBUHAN KARANG Goniastrea sp PADA KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

Diversity and Condition Analysis of Coral Reef in Lahu Besar Island, Ringgung, Pesawaran District

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

Sebaran spasial karang keras (Scleractinia) di Pulau Panjang, Jawa Tengah

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

J. Sains & Teknologi, Desember 2014, Vol.14 No.3 : 209 219 ISSN 1411-4674 POLA REKRUTMEN KARANG SCLERACTINIA PADA KONDISI LINGKUNGAN BERBEDA Recruitment Pattern of Scleractinan Corals at Different Enviromental Condition Aulia Rahman, Abdul Haris, Jamaluddin Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin (E-mail: auliax2@gmail.com) ABSTRAK Analisis pola rekrutmen karang merupakan hal yang sangat penting untuk memahami mekanisme yang mengatur tentang populasi dan eksistensi suatu spesies. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola rekrutmen karang Scleractinia pada kondisi lingkungan yang berbeda berdasarkan letak pulau yaitu Pulau Barranglompo dan Pulau Laelae. Analisis pola rekrutmen karang Scleractinia menggunakan substrat kolektor dari tiga bahan berbeda yaitu semen, batu alam dan tanah liat. Substrat dipasang pada rangka besi dengan sudut 45 0, pada kedalaman 3 dan 6 m. Pemasangan substrat mengikuti kalender bulan dan setiap 1 siklus bulan substrat diangkat lalu juvenile rekrut diputihkan kemudian diidentifikasi sampai tingkat genus. Analisis data menggunakan analisis non parametric Kruskal-Wallis rank test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola rekrutmen karang pada kondisi lingkungan yang berbeda berdasarkan lokasi Pulau memiliki perbedaan yang signifikan, perbedaan yang signifikan dijumpai pada lokasi Pulau dan kedalaman berbeda tapi tidak pada jenis substrat yang berbeda. Pulau Barranglompo tercatat dijumpai 9 genera dan Pulau Laelae tercatat dijumpai 3 genera, genera karang yang rekrut yaitu Acropora, Seriatophora, Pocillopora, Stylopora, Porites, Platygyra dan Merulina, sedangkan 2 genera berikutnya diduga genus Goniastrea dan Fungia. Genus Pocillopora mendominasi jumlah karang yang berhasil rekrut sebesar 45%, genus Acropora dan Seriatopora masing-masing 19%, Stylophora 10 %, Fungia dan Platygyra masingmasing 2%, Goniastrea, Porites dan Merulina masing-masing 1%. Rata-rata kepadatan di Pulau Barranglompo sebesar 11,29 ind per substrat dan rata-rata kepadatan di Pulau Laelae sebesar 1,38 ind per substrat. Disimpulkan bahwa pola rekrutmen karang bervariasi pada kondisi lingkungan berbeda, rata-rata kepadatan karang rekrut lebih tinggi pada Pulau Barranglompo dibandingkan Pulau Laelae. Kata Kunci: Karang Scleractinia, Pola Rekrutmen, Pulau Barranglompo, Pulau Laelae ABSTRACT Analysis of coral recruitment patterns is very important to understand the mechanisms that regulate the population and the existence of species. This study aims to analyze the Scleractinian coral recruitment patterns at different environmental conditions based on the location of the island, the island are Barranglompo and Laelae. Analysis of recruitment pattern of Scleractinian corals using three different materials, namely cement, natural stone and clay. The substrate is mounted on a metal frame, at 3 and 6 m depth. Installation of the substrate following the lunar cycle and every 1 cycle of each substrate was appointed last month to recruit juvenile bleached then identified to genus level. Analyzed using non-parametric Kruskal-Wallis rank test. The results showed that coral recruitment patterns at different environmental conditions based on the location of the island has a significant difference, a significant difference found in a different location and depth of the island but not on different types of substrates. On the Barranglompo Island was recorded 9 genera and Laelae Island was recorded 3 genera, genera of coral recruit are Acropora, Seriatophora, Pocillopora, Stylopora, Porites, Platygyra dan Merulina, while the next two genera allegedly Goniastrea and Fungia. Genus Pocillopora dominated the successfully corals recruited by 45%, genus Acropora and Seriatopora respectively 19%, Stylophora 10%, Fungia and Platygyra respectively 2%, Goniastrea, Porites and Merulina respectively 1%. Average density in Barranglompo Island by 11.29 ind per substrate and in 209

Aulia Rahman ISSN 1411-4674 Laelae Island 1.38 ind per substrate. Concluded that coral recruitment patterns varied in different environmental conditions, the average density of coral recruits on the island Barranglompo higher than Laelae Island. Keywords: Scleractinian Corals, Recruitment Pattern, Barranglompo Island, Laelae Island PENDAHULUAN Perubahan kondisi lingkungan sebagai akibat dari berbagai aktivitas manusia maupun oleh fenomena alam telah memberikan dampak kerusakan bagi terumbu karang dalam skala luas. Aktifitas manusia dalam mengeksploitasi ekosistem terumbu karang, Climate change, polusi perairan, peningkatan run off dan overfishing merupakan beberapa faktor ancaman bagi kelangsungan terumbu karang dimasa depan, perkiraan global hampir 70% terumbu karang Dunia berada pada level sangat terancam akibat kepadatan populasi manuasia di dekat ekosistem terumbu karang (Obura & Grimsditch, 2009; Burke et al., 2011; Riegl et al., 2012). Berdasarkan pengamatan oleh LIPI antara tahun 1993 dan 2007 diseluruh perairan Indonesia, diketahui bahwa 32,05% terumbu karang Indonesia dalam kondisi buruk, 37,33% sedang, 25,11% baik, dan hanya 5,51% dalam kondisi sangat baik (Suharsono, 2008). Data Pusat Penelitian Oseanografi LIPI tahun 2011, terumbu karang yang rusak sebesar 31,5% (COREMAP, 2011) sedangkan pada tahun 2012, keadaan terumbu karang yang rusak meningkat menjadi 33%. Kepadatan koloni karang muda dapat digunakan sebagai standar untuk mengukur tingkat rekrutmen karang pada suatu ekosistem terumbu karang (Abrar et al., 2011). Potensi rekrutmen yang tinggi ternyata tidak diikuti oleh peningkatan tutupan karang hidup sebagai indikasi pemulihan. Hasil monitoring reguler yang dilakukan oleh CRITC COREMAP pada 14 lokasi di wilayah barat dan timur perairan Indonesia selama periode 2004-2007 menunjukan kecenderungan penurunan tutupan karang hidup yaitu berkisar antara 2,6-7,2% (Sukarno, 2008). Hal ini memberikan gambaran bahwa rekrutmen hewan karang yang telah menempel tidak mampu bertahan hidup sampai menjadi koloni karang dewasa dengan kata lain proses rekrutmen mengalami kegagalan. Keberadaan ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Barranglompo sangat dipengaruhi oleh aktifitas antropogenik yang terjadi di kawasan Pulau Barranglompo, aktifitas ini dapat mengancam kelestarian dan kelangsungan hidup terumbu karang di wilayah perairan Pulau Barranglompo. Pulau Laelae yang berada persisi di depan kota Makassar dan berhadapan langsung dengan pelabuhan, menjadikan wilayah perairan Pulau Laelae sebagai jalur lalu lintas kapal, sehingga menjadikan kondisi perairan pulau Laelae cukup ekstrim untuk pertumbuhan karang, namun di perairan pulau Laelae masih ditemui beberapa jenis terumbu karang yang hidup. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rudi (2008) di Kepulauan Seribu (P. Lancang, P. Pari dan P. Payung) mengenai Rekrutmen Karang Scleractinia, mendapatkan hasil jumlah karang rekrut yang signifikan diantara lokasi. Rekrutmen tinggi dijumpai pada bagian luar Kepulauan Seribu, rekrutmen juga terjadi sepanjang tahun tapi jumlah rekrut bervariasi sepanjang musim dan kedalaman, pada musim barat dan kedalaman 5 m memiliki kelimpahan tertinggi. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Abrar et al., (2011), mengenai rekrutmen karang, kelangsungan hidup dan pertumbuhan karang di Kepulauan Seribu, mendapatkan hasil keanekaragaman moderat, laju pertumbuhan bervariasi menurut bentuk koloni dan kelas ukuruan. Kepadatan rekrutment 210

Karang Scleractinia, Pola Rekrutmen, Pulau Barranglompo, Pulau Laelae ISSN 1411-4674 karang mencapai 7,3 koloni m -2 dan termasuk dalam kategori resiliensi tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kelulusan hidup rekrutmen karang masif lebih tinggi dibanding rekrutmen karang bercabang, sedangkan kelulusan hidup rekrutmen karang dengan kelas ukuran medium lebih rendah dibanding kelas ukuran lainnya. Mengukur pola rekrutmen karang merupakan hal sangat penting untuk memahami mekanisme yang mengatur tentang populasi dan keeksistensi suatu spesies (Underwood dan Fairweather 1989 dalam Babcock et al., 2003). Selain memahami dinamika populasi, pengetahuan pola rekrutmen merupakan prasyarat manajemen ekosistem laut yang efektif, sehingga memberikan respon terhadap informasi gangguan, seperti ledakan populasi biota predator karang, bleaching dan fenomena alam lainnya. Pentingnya pemantauan proses rekrutmen bukan hanya dalam hal populasi tapi juga memahami bagaimana fungsi ekosistem terumbu karang tersebut. Mengukur perubahan dalam pola rekrutmen dapat memberikan peringatan dini potensi kerusakan terumbu atau dampak pada ketahanan terumbu setelah mengalami gangguan. Informasi mengenai pola rekrutmen karang ini sangat penting dalam siklus hidup karang karang, karena rekrutmen merupakan tahapan awal dari siklus hidup tersebut. Oleh karena itu penelitian tentang pola rekrutmen karang pada substrat buatan ini sangat penting untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola rekrutmen karang Scleractinia pada kondisi lingkungan yang berbeda berdasarkan letak pulau yaitu Pulau Barranglompo dan Pulau Laelae. Hasil penelitian ini dapat menyediakan informasi ilmiah mengenai pola rekrutmen karang pada kondisi lingkungan yang berbeda, yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam pengembangan metode rehabilitasi dan restorasi terumbu karang. BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada daerah terumbu karang Pulau Barranglompo dan Pulau Lelae (Gambar 1). Pulau Barranglompo yang berjarak 11 km dari Kota Makassar memiliki kondisi lingkungan yang lebih baik dibandingkan dengan Pulau Laelae yang hanya berjarak 1 km dari Kota Makassar, selain itu Pulau Laelae berada pada jalur lalu lintas kapal dan dekat dengan pelabuhan peti kemas. Walaupun demikian di Pulau Laelae masih dijumpai terumbu karang. Desain Penelitian Penelitian berlangsung pada bulan Januari 2014-April 2014. Tiga jenis substrat dari bahan yang berbeda digunakan sebagai substrak kolektor. Bahan substrat adalah batu alam, semen dan tanah liat, ukuran masing-masing substrat 20 cm x 10 cm x 1 cm. Seluruh permukaan substrat dianggap memiliki tingkat kekasaran yang sama. Substrat di rangkai pada sebuah rangka besi yang berbentuk prisma sama sisi dengan sudut 45 0 (Gambar 2), sebelum diletakkan dilokasi sampling, substrat diaklimatisasi terlebih dahulu selama 1 minggu di sekitar lokasi sampling dengan tujuan agar substrat dilapisi oleh lapisan biofilm. Waktu pemasangan substrat mengikuti kalender bulan, substrat diaklimatisasi satu minggu sebelum bulan purnama yaitu pada 7 hari bulan, kemudian pada 14 hari bulan substrat dipasang pada kerangka besi pada kedalaman 3 m dan 6 m. Parameter kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan karang diukur secara in-situ dan analisis di laboratorium pada setiap stasiun yang telah ditentukan. Pengukuran dilakukan sebanyak 6 kali selama priode penelitian yaitu pada saat pemasangan substrat, 2 minggu setelah pemasangan dan pada saat pengambilan substrat. Parameter lingkungan yang diukur meliputi suhu, ph, salinitas, kecepatan arus dan intensitas cahaya. 211

Aulia Rahman ISSN 1411-4674 Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Gambar 2. Kerangka Besi dan Substrat Pengumpulan Data Substrat kolektor yang ditanam setelah 1 siklus bulan kemudian diangkat dengan menggunakan keranjang, setiap substrat dilapisi dengan busa agar setiap permukaan substrat tidak saling bersentuhan dan merusak karang rkerut. Substrat yang diangkat lalu diganti dengan substrat baru, proses ini berlangsung selama 3 priode penelitian, 212

Karang Scleractinia, Pola Rekrutmen, Pulau Barranglompo, Pulau Laelae ISSN 1411-4674 yaitu priode Januari-Februari, Februari- Maret dan Maret-April. Substrat yang telah diangkat lalu dibawa ke laboratorium. Identifikasi dan Perhitungan Karang Rekrut Substrat yang diangkat kemudian dibawa ke laboratorium untuk pengamatan selanjutnya. Substrat di rendam dalam wadah yang telah diberi pemutih ( Natrium hypoklorit) yang diencerkan dengan aquades dengan perbandingan 30 ml pemutih diencerkan dalam 2 liter aquades, selama 24 jam dengan tujuan agar rangka juvenile karang rekrut mengalami bleaching sehingga memudahkan dalam pengamatan. Juvenile karang rekrut lalu diamati di bawah makroskop dengan pembesaran 50 kali. Gambar karang rekrut diambil menggunakan fotomakroskop. Identifikasi karang rekrut dilakukan sampai tingkatan genus dengan mengacu kepada English et al., (1998); Veron (2000); Babcock et al., (2003) seluruh juvenil karang yang rekrut dicatat jumlah dan jenisnya. Analisis Data Pola rekrutmen karang untuk kondisi lingkungan yang berbeda berdasarkan lokasi pulau dianalisis menggunkan uji statistik non parametric Kruskal-Wallis rank test, proses perhitungan menggunakan program SPSS 22. HASIL Pengukuran parameter lingkungan di kedua lokasi penelitian menunjukkan kisaran suhu di pulau Barranglompo 28,5-29,75 0 C, ph 7,8-7,9, salinitas 29,5-30,5, kecepatan arus 0,108-0,127 m s -1, intensitas cahaya 5x10 7-5x10 8 lux dan rata-rata nilai kekeruhan 0,28-0,415 NTU. Selanjutnya hasil pengukuran parameter oseanografi di pulau Laelae, menunjukkan kisaran rata-rata suhu 28,95-29,35, ph 7,5-7,6, salinitas 28,5-30, kecepatan arus 0,043-0,054 m s -1, intensitas cahaya 8x10 5-9x10 5 lux dan rata-rata kekeruhan 1,225-1,305 NTU. Kondisi lingkungan di Pulau Laelae lebih buruk dibandingkan kondisi lingkungan di Pulau Barrang Lompo. Berdasarkan hasil analisis non parametric Kruskal-Wallis pada taraf kepercayaan 95% (P<0,05), pola rekrutmen karang pada kondisi lingkungan yang berbeda berdasarkan lokasi pulau menunjukkan nilai signifikansi 0,012. Hasil analisis menunjukkuan nilai signifikansi lebih kecil dari nilai alpha 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pola rekrutmen karang pada kondisi lingkungan yang berbeda berdasarkan lokasi Pulau memiliki perbedaan yang signifikan, perbedaan yang signifikan dijumpai pada lokasi Pulau dan kedalaman berbeda tapi tidak pada jenis substrat yang berbeda. Kelimpahan karang rekrut yang tercatat selama priode penelitian sebanyak 304 karang rekrut (Tabel 1 dan Gambar 3). Pulau Barranglompo tercatat dijumpai 9 Genus dan Pulau Laelae tercatat dijumpai 3 genus, genera karang yang rekrut yaitu Acropora, Seriatophora, Pocillopora, Stylophora, Porites, Platygyra dan Merulina, sedangkan 2 genera berikutnya diduga genus Goniastrea dan Fungiai. Genus Pocillopora mendominasi jumlah karang yang berhasil rekrut sebesar 45%, kemudian diikuti berturut-turut genus Acropora dan Seriatopora masingmasing 19%, Stylophora 10 %, Fungia dan Platygyra masing-masing 2%, Goniastrea, Porites dan Merulina masing-masing 1%. Substrat yang tidak ada karang rekrut sebanyak 33% yang terdiri dari 8% di Pulau Barranglompo dan 25% substrat di Pulau Laelae. Ratarata kepadatan di Pulau Barranglompo sebesar 11,29 ind per substrat dan ratarata kepadatan di Pulau Laelae sebesar 1,38 ind per substrat. 213

Aulia Rahman ISSN 1411-4674 Tabel 1. Jumlah, Persentase Komposisi dan rata-rata kepadatan (per substrat) Karang Rekrut di Pulau Barranglompo dan Pulau Laelae Genera Barrang Lompo Laelae Barranglompo dan Laelae N % Mean N % Mean N % Mean Acropora 51 19 2,13 11 33 0,46 62 20% 1,29 Seriatopora 51 19 2,13 6 18 0,25 57 19% 1,19 Pocillopora 121 45 5,04 16 48 0,67 137 45% 2,85 Stylophora 27 10 1,13 27 9% 0,56 Goniastrea* 4 1 0,17 4 1% 0,08 Fungia* 6 2 0,25 6 2% 0,13 Porites 4 1 0,17 4 1% 0,08 Platygyra 5 2 0,21 5 2% 0,10 Merulina 2 1 0,08 2 1% 0,04 Total 271 11,29 33 1,38 304 6,33 *dugaan Sumber : Data Primer, 2014 Pola dan Kelimpahan di Pulau Barranglompo 3 m 6 m Kelimpahan (Per Substrat) 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Januari-Februari Februari-Maret Maret-April Pola dan Kelimpahan di Pulau Laelae 3 m 6 m 14 Kelimpahan (Per Substrat) 12 10 8 6 4 2 0 Januari-Februari Februari-Maret Maret-April Gambar 3. Pola dan Kelimpahan Karang Rekrut di Pulau Barranglompo dan Pulau Laelae 214

Karang Scleractinia, Pola Rekrutmen, Pulau Barranglompo, Pulau Laelae ISSN 1411-4674 PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi perbedaan signifikan rekrutmen karang antara Pulau Barranglompo dan Pulau Laelae. Kepadatan rata-rata karang rekrut di Pulau Barranglompo 97% lebih tinggi di banding dengan rata-rata kepadatan rekrut di pulau Laelae. Pulau Barranglompo yang berjarak 11 km dari daratan utama Kota Makassar memiliki kondisi lingkungan perairan yang lebih baik bagi kelangsungan hidup karang, sementara Pulau Laelae yang berjarak hanya 1 km dari daratan utama Kota Makassar berdampak pada kualitas perairannya sehingga kurang mendukung untuk kehidupan karang. Perbedaan kelimpahan yang signifikan ini terjadi akibat kondisi kualitas perairan ke dua pulau yang jauh berbeda, Pulau Laelae yang sangat dekat dengan daratan utama Kota Makassar mengakibatkan perairan pulau Laelae banyak menerima masukan nutrient dari daratan utama Kota Makassar. Penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2010) di Pulau Laelae, menunjukkan bahwa masukan nutrient terutama nitrat dan fosfat akan meicu pertumbuhan alga dan menyebabkan karang tidak berkembang dengan baik. Dalam penelitian ini terbukti dengan banyaknya alga, teritip dan organisme lain yang menempel pada substrat khususnya di Pulau Laelae, sehingga mengakibatkan kompetisi ruang bagi juvenil karang untuk melakukan rekrutmen pada substrat tersebut. Kelimpahan makro alga dapat menurunkan dan memperlambat pertumbuhan, fekunditas dan kelulus hidupan karang, menekan rekrutmen dan kelangsungan hidup karang muda (Burkepile et al., 2006; Huges et al., 2007). Selanjutnya Burke et al., (2011) menyatakan penebangan hutan, perubahan tata guna lahan dan praktek pertanian yang buruk, semuanya menyebabkan peningkatan sedimentasi dan masuknya unsur hara ke daerah tangkapan air. Sedimen di kolom air dapat sangat mempengaruhi pertumbuhan karang atau bahkan menyebabkan kematian karang. Sedimentasi yang tinggi akan menutupi permukaan substrat sehingga juvenil karang tidak dapat melaukan rekrut pada substrat tersebut. Pola rekrutmen karang sangat berkaitan dengan faktor-faktor pembatas optimal bagi karang seperti cahaya matahari, Pulau Laelae memiliki nilai kekeruhan yang tinggi yaitu 1,225-1,305 NTU, tingginya nilai kekeruhan ini berpengaruh terhadap penetrasi cahaya matahari dan sedimentasi. Intensitas cahaya berpengaruh langsung terhadap tingkah laku larva dalam menemukan dan memilih substrat (Mundy et al., 1998), hubungan antara intensitas cahaya dan rekrutmen karang bervariasi menurut spesies (Suzuki et al., 2006), isyarat cahaya selama proses rekrutment karang dapat mengoptimalkan pelekatan dan meminimalkan sedimentasi atau pertumbuhan alga yang berlebihan (Gleason et al., 2006; Vermeij et al., 2008), larva planula akan memilih intensitas cahaya yang sesuai untuk proses rekrutmen (Gleason et al., 2009). Hal ini terlihat dari kelimpahan karang rekrut lebih tinggi di perairan Pulau Barranglompo yang lebih jernih sehingga sinar matahari bisa tembus hingga ke dasar perairan yang lebih dalam. Menurut Supriharyono (2000) dalam Prasetia (2013), cahaya matahari bersama-sama dengan zooxanthellae merupakan faktor lingkungan yang mengontrol distribusi vertical karang dan laju pembentukan atau kalsifikasi terumbu karang oleh individu dari setiap koloni. Cahaya matahari diperlukan untuk fotosintesis alga simbion zooxanthellae yang produksinya kemudian disumbangkan kepada hewan karang yang menjadi inangnya, selanjutnya Suzuki et al., (2006) menemukan 50% karang rekrut pada intensitas cahaya terang. Dalam penelitian ini 88% karang rekrut di jumpai pada kedalaman 3 m, hal ini mengindikasikan larva karang tersebut mengikuti pola sebaran spasial dari induk mereka yang hidup pada kondisi cahaya 215

Aulia Rahman ISSN 1411-4674 yang lebih terang atau habitat yang dangkal. Tingginya kecepatan arus pada pula Barranglompo berkaitan dengan berlangsungnya munson barat dari bulan Desember-Februari yang didominasi oleh angin yang bertiup dari barat laut dan barat dengan kecepatan angin berkisar 0-24 knot. Pola arus permukaan air pasang di laut lepas dari selatan dengan kecepatan mencapai 0,16 m s -1 menuju ke utara dengan kecepatan yang semakin menurun yakni 0,03 m s -1 (Jalil et al., 2013). tara itu kecepatan arus di perairan Pulau Laelae tergolong lemah (0,043-0,054 m s -1 ), menurut Jalil et al., (2013) hal ini disebabkan oleh letak Pulau Laelae yang dekat dengan daratan utama, sehingga arus dari selat makassar mengalami pelemahan. Kecepatan dan arah arus penting bagi populasi karang terutama pemencaran larva dan rekrutmen karang pada substrat (Richmond, 1997; Veron, 2000; Munasik et al., 2006). Selanjutnya Sukarno (2008), menjelaskan lebih dalam bahwa pergerakan air atau arus sangat penting untuk transportasi zat hara, larva dan partikel sedimen. Arus penting untuk penggelontoran dan pencucian limbah serta untuk mempertahankan pola penggerusan dan penimbunan. Arus dapat memeberikan oksigen yang cukup, oleh sebab itu pertumbuhan karang lebih baik pada daerah yang mengalami gelombang yang besar daripada daerah yang tenang dan terlindung. Pocillopora merupakan genus karang yang menonjol dalam penelitian ini (45%), hal yang sama ditemukan juga dalam penelitian yang dilakukan oleh Soong et al., (2003), Lee et al., (2009), Price (2010) dan Nozawa et al., (2011). Lee et al., (2009), dalam penelitiannya menemukan bahwa P. domicornis rekrut setelah 3 hari pelepasan larva oleh induknya, planusai P. domicornis mengikuti siklus bulan dan pelepasan larva terjadi setelah bulan baru. Karang dari anggota Pocilloporidae merupakan salah satu karang perintis di ekosistem terumbu karang, keberadaannya sangat menentukan keberhasilan rekrutmen karang jenis lainnya (Veron, 2000), Pocilloporidae mampu mengkolonisasi substrat sesegera mungkin, sehingga anggota family ini merupakan jenis pionir dalam mengkolonisasi substrat baru (Baird et al., 2004; Petersen et al, 2005). Selain itu, anggota Pocilloporidae dilaporkan mampu memijah sepanjang tahun, sehingga keberadaanya di komunitas karang dewasa yang sudah mantap sering mendominasi (Richmond, 1997; Golbuu et al., 2007). Rekrutmen pada jenis substrat yang berbeda menunjukkan pola yang hampir sama, baik dalam hal kelimpahan maupun komposisi jenisnya (Gambar 3). Kemiripan pola rekrutmen ditunjukkan oleh substrat batu alam dan tanah liat, namun pada substrat semen kelimpahan karang rekrutnya lebih rendah terutama dibandingkan dengan kelimpahan karang rekrut pada substrat batu alam. Kelimpahan karang rekrut berkaitan erat dengan keberadaan substrat yang baik bagi kesuksesan rekrut, tingkat rekrutment pada semua jenis bahan substrat tinggi, hal ini dikarenakan substrat yang digunakan memiliki tingkat kestabilan yang tinggi dan sudah mengalami proses pelapisan biofilm. Pada habitat terumbu karang, substrat yang cocok untuk pelekatan larva karang ditentukan menurut bahan biokimia di permukaan substrat seperti biofilm algae, diatomae dan atau bakteri (Baird et al., 2004). Hasil penenlitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Golbuu et al., (2007) dan Lee et al., (2009) yaitu tingkat rekrutmen dipengaruhi oleh keadaan substrat dimana planula cenderung akan rekrut pada substrat yang lebih stabil dan telah dilapisi oleh lapisan biofilm. Lapisan biofilm terbentuk dari bakteri sehingga mampu menstimulasi pengendapan dan berpengaruh terhadap kepadatan larva planula (Negri et al., 2001). Lebih dalam Harrington et al., (2004) menjelaskan bahan biokimiawi 216

Karang Scleractinia, Pola Rekrutmen, Pulau Barranglompo, Pulau Laelae ISSN 1411-4674 tersebut terkandung oleh Crustose Coraline Algae (CCA) dan Red Coraline Algae (RCA) sehingga mampu berfungsi sebagai substrat bagi pengendapan dan pelekatan larva planula. CCA juga memberikan ruang atau mikrohabitat bagi larva karang yang sesuai dengan kebutuhan proses metamorfosis terutama pengendapan dan penempelan larva. Komposisi biofilm bervariasi menurut letak, kedalaman dan waktu (Erwin et al., 2008). Selama proses rekrutmen pada substrat, larva cenderung memilih substrat yang bercelah dan kasar memiliki preferensi yang lebih baik dibanding substrat yang permukaannya halus, hal ini dimungkinkan untuk mempertahankan rekrutmen dan menghindari predasi (Thamrin, 2006; Lee et al., 2009; Price, 2010). Planula secara individu maupaun populasi memiliki kapasitas untuk menentukan apakah melanjutkan proses rekrutmen terhadap substrat yang sudah dijejaki atau kembali berenang untuk mencari substrat yang lain (Thamrin, 2006). KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pola rekrutmen karang pada kondisi lingkungan yang berbeda berdasarkan lokasi Pulau memiliki perbedaan yang signifikan, perbedaan yang signifikan dijumpai pada lokasi Pulau dan kedalaman berbeda tapi tidak pada jenis substrat yang berbeda. Ratarata kepadatan karang rekrut lebih tinggi pada Pulau Barranglompo dibandingkan Pulau Laelae. Perlu dilakukan kajian mengenai tingkah laku rekrutmen terhadap perubahan lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Abrar, M., Zamani, N. & Wayan, I., (2011). Coral Recruitment, Survival and Growth of Coral Species at Pari Island, Thousand Islands, Jakarta : A Case Study of Coral Resilience. Journal of Indonesian Coral Reefs, 1(1), pp. 7-14. Babcock, R. et al., (2003). Identification of Scleractinian Coral Recruits from Indo-Pacific Reefs. Zoological Studies, 42(1), pp. 211-226. Baird, A. H. & Morse, A., (2004). Induction of Metamorphosis in Larvae of Brooding Corals Acropora palifera and Stylophora pistillata. Mar Freshw Res, Volume 55, pp. 469-472. Burke, L., Reytar, K., Spalding, M. & Perry, A., (2011). Reef at Risk Revisited. Washington DC: World Res Institute. Burkepile, D. E. & Hay, M. E., (2006). Herbivore vs. Nutrient Control of Marine Primary Producers: Context- Dependent Effects. Ecology, Volume 87, pp. 3128-3139. COREMAP, (2011). Sepertiga Terumbu Karang Indonesia Rusak. Diakses 21 Oktober 2013. Available at: http://coremap.or.id/berita/article.ph p?id=982 English, S., Wilkinson, C. & Baker, V., (1998). Survey manual for tropical marine resources. Townsville: Australian Institute of Marine Science. Erwin, P. M., Song, B. & Szmant, A. M., (2008). Chemical effects of macroalgae on larval settlement of the broadcast spawning coral Acropora millepora. Marine Ecology Progres Series, 362(362), pp. 129-137. Gleason, D. F., Danilowicz, B. R. & Nolan, C. J., (2009). Reef Water Stimulate Subtratum Exploration in Planulae From Brooding Caribean Corals. Coral Reefs, Volume 28, pp. 549-554. Gleason, D. F., Edmunds, P. J. & Gates, R. D., (2006). Ultraviolet Radiation Effect on the Behavior and Recruitment of Larvae from the Reef Coral Porites astreoides. Mar Biol, Volume 148, pp. 503-512. Golbuu, Y. & Richmond, R. H., 2007. Substratum Preferences in Planula Larvae of Two Species of Scleractinian Corals, Goniastrea 217

Aulia Rahman ISSN 1411-4674 rotiformis and Stylaraea punctata. Marine Biology, 152(3), pp. 639-644. Harrington, L., Fabricus, K., De'Ath, G. & Negri, A., (2004). Regnition and Selection of Settlement Substrata Determine Post Settlement Survival in Corals. Ecology, Volume 85, pp. 3428-3437. Huges, T. P. et al., (2007). Phase Shift, Herbivory and the Resilience of Coral Reef to Climate Change. Curr Biol, Volume 17, pp. 360-365. Ismail, (2010). Kajian Kepadatan Zooxanthellae di Dalam Jaringan Polip Karang Pada Tingkat Eutrofikasi Yang Berbeda di Kepulauan Spermonde Kota Makassar, Bogor: (T esis Tidak di Terbitkan). Jalil, A. R. & Ibrahim, (2013). Spermonde Kondisi Oseanografi Versus Ikan Pelagis. 1 ed. Makassar: Masagena Press. Lee, C. S., Walford, J. & Goh, B. P., (2009). Adding coral rubble to substrata enhances settlement of Pocillopora damicornis larvae. Coral Reefs, 28(2), pp. 529-533. Munasik, et al., (2006). Pola Arus dan Kelimpahan Karang Pocillopora damicornis di Pulau Panjang, Jawa Tengah. Ilmu Kelautan, 11(1), pp. 11-18. Mundy, C. N. & Babcock, R. C., (1998). Role of light intensity and spectral quality in coral settlement : implications for depth dependent settlement. Exp Mar Biol, Volume 233, pp. 235-255. Negri, A. P., Webster, N. S., Hill, R. T. & Heyward, A. J., (2001). Metamorphosis of broadcast spawning corals in response to bacteria from crustose algae. Mar Biol, Volume 408, pp. 42-57. Nozawa, Y., Tanaka, K. & Reimer, J. D., (2011). Reconsideration of the Surface Structure of Settlement Plates Used in Coral Recruitment Studies. Zoological Studies, 50(1), pp. 53-60. Obura, D. & Grimsditch, G., (2009). Resilience assessment of coral reefs: Rapid assessment protocol for coral reefs, focusing on coral bleaching and thermal stress. IUCN. Petersen, D. L. & Schuhmacher, H., (2005). Spatial and Temporal Variation in Larval Settlement of Reef Building Corals in Mariculture. Aquaculture, Volume 249, pp. 317-327. Prasetia, I. N. D., (2013). Kajian Jenis dan Kelimpahan Rekrutment Karang di Pesisir Desa Kalibukbuk, Singaraja, Bali. Jurnal Bumi Lestari, 13(1), pp. 69-78. Price, N., (2010). Habitat Selection, Facilitation and Biotic Settlement Cues Affect Distribution and Performance of Coral Recruits in French Polynesia. Oecologia, 163(3), pp. 747-758. Richmond, R. H., (1997). Reproduction and recruitment in corals: Critical links in the persistence of reef. In: C. &. Hall, ed. Birkeland (ed). Life and death of coral reefs. New York: s.n. Riegl, B., Sheppard, C. & Purkis, S., (2012). Human impact on atolls leads to coral loss and community homogenisation : a modeling study. PLos One, p. e36921. Rudi, E., (2008). Kajian Rekrutmen Karang Scleractinia di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Study of Scleractinia coral reef recruitment in Kepulauan Seribu, Jakarta. Biodiversitas, Volume 9, pp. 39-43. Soong, K. et al., (2003). Spatial and temporal variation of coral recruitment in Taiwan. Coral Reefs, 22(3), pp. 224-228. Suharsono, (2008). Sustainable Harvest of Stony Corals. Bogor, Coremap II Departemen Kelautan dan Perikanan. 218

Karang Scleractinia, Pola Rekrutmen, Pulau Barranglompo, Pulau Laelae ISSN 1411-4674 Sukarno, (2008). Penentuan kecepatan pemulihan (recovery rate) terumbu karang di Indonesia dan masalahnya, Jakarta: CRITC-COREMAP LIPI. Suzuki, G. & Hayashibara, T., (2006). Inhibition of settlement and metamorphosis in Acropora (Anthozoa, Scleractinia) larvae by high-intensity light. s.l., Proc. Of 10th International Coral Reef Symposium. Thamrin, (2006). Karang Biologi Reproduksi & Ekologi. Pekanbaru: Minamandiri Pres. Vermeij, M. A. & Sandin, S. A., (2008). Density-Dependent Settlement and Mortality Structure the Earliest Life Phase of a Coral Population. Ecology, Volume 89, pp. 1994-2004. Veron, J., (2000). Corals Of the World. 1 ed. Townsville: Australian Institute of Marine Science. 219