BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju deforestasi di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980 laju deforestasi sekitar 1 juta hektar per tahun, kemudian meningkat menjadi 1.7 juta hektar per tahun di awal tahun 1990, dan telah mencapai 2 juta ha per tahun pada tahun 1996 (FWI & GWF, 2002). Pada tahun 2009, areal hutan yang hilang di Indonesia diperkirakan mencapai 33.4 juta hektar (Prasetyo et al., 2012). Penyebab utama adanya peningkatan deforestasi di Indonesia adalah illegal logging dan trading. Oleh karena itu muncul inisiatif pemerintah untuk memberantas praktik penebangan dan perdagangan kayu liar. Pada tingkat nasional, pemerintah telah memberlakukan Instruksi Presiden RI No.4/2005 dan Permenhut No. P.65/Menhut-II/2006 (Brown et al., 2009; Setianingsih, 2009). Di tingkat internasional, beberapa kesepakatan terkait pemberantasan illegal logging telah ditandatangani dengan Inggris pada April 2002, dengan Cina pada Desember 2002, dengan Jepang pada Juni 2003, dan dengan Amerika Serikat pada November 2006. Selanjutnya, Indonesia telah melakukan usaha yang sama dengan Eropa di bawah naungan The Action Plan of Forest Law Enforcement, Governance, and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) sejak Mei 2003. Tetapi, berbagai inisiatif tersebut belum sukses dalam memerangi illegal 1
logging dan tidak membuat jera para penebang dan pedagang kayu liar (Setianingsih, 2009). Pada tahun 2003 Indonesia menjadi salah satu negara yang terikat FLEGT-VPA dan harus memenuhi dua komponen penting, yaitu pemahaman bersama terhadap pengertian kayu legal dan memiliki The Timber Legality Assurance System (TLAS) (Simula et al., 2009). Selain itu, sistem ini diadopsi menjadi skema verifikasi legalitas kayu yang wajib, yang disebut sebagai The Indonesian Timber Legality Assurance System (Indo- TLAS) atau Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) (Wiersum & Elands, 2012). Kemudian diatur dalam Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009 yang meliputi penilaian kinerja PHPL dan VLK (Prasetyo et al., 2012). Komponen utama dari SVLK adalah definisi kayu legal, alur transportasi kayu, verifikasi independen, dan sistem monitoring (Prasetyo et al., 2012; Simula et al., 2009). Skema verifikasi legalitas kayu bersifat mandatoy ditandai munculnya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 38 Tahun 2009 sampai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 30 Tahun 2016 tentang standar dan pedoman penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan legalitas kayu pemenuhan standar SVLK atas produk-produk kayu kehutanan menjadi suatu keharusan. Kebijakan SVLK harus diterapkan pada semua unit manajemen hutan di Indonesia antara lain hutan milik negara, hutan milik negara yang dikelola oleh masyarakat, industri kayu skala kecil dan menengah, pemegang izin pemanfaatan kayu, dan hutan rakyat, di mana hutan tersebut secara pribadi dimiliki oleh 2
masyarakat lokal (MoF, 2009). Ketentuan tersebut berarti mewajibkan pemegang izin usaha pemanfaatan dan industri kayu yang ada di Kabupaten Magelang untuk memenuhi standar, kriteria dan indikator pengelolaan hutan produksi lestari dan legalitas kayu. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Magelang sampai dengan akhir 2014 ada sekitar 43 Izin Usaha Industri Primer dan terpadu Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) yang terdaftar. Pemegang izin usaha hasil hutan kayu meliputi jenis produksi berupa, penggergajian, barecore, blockboard, fingerjoint, board laminated, gergajian, triplek dan floring. Berdasarkan kapasitas produksi terbagi dalam 32 industri dengan kapasitas produksi <2000 m 3, 2 industri dengan kapasitas produksi 2000-6000 m 3 dan 9 industri dengan kapasitas produksi >6000 m 3. Pelaksanaan SVLK di Kabupaten Magelang bagi industri kapasitas >6000 m 3 tidak terlalu menjadi masalah yang besar terutama dalam segi pembiayaan. Hal tersebut dilihat dari banyaknya jumlah industri kapasitas >6000 m 3 semuanya sudah memiliki SVLK yaitu sejumlah 9 industri. Untuk kepemilikan SVLK pada industri 2000-6000 m 3 sejumlah 1 industri sedangkan pada IUIPHHK kapasitas <2000 m 3 baru 5 industri. Dari latar belakang persoalan tersebut penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana implementasi SVLK di Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah. 3
1.2 Rumusan Masalah Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sebuah peraturan yang dibuat dengan tujuan membrantas praktik penebangan liar dan perdagangannya. Akan tetapi, dalam implementasi peraturan ini di Kabupaten Magelang masih dihadapi kendala. Dari total 43 Industri yang memiliki izin, baru 15 Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu yang memiliki SVLK. Hal tersebut memperlihatkan implementasi SVLK di lapangan masih memiliki banyak kendala, meskipun beberapa industri sudah memiliki SVLK. Oleh karena itu, berdasarkan gambaran umum implementasi SVLK di Kabupaten Magelang yang belum sepenuhnya berjalan dengan baik peneliti ingin mengkaji lebih lanjut mengenai: 1. Bagaimana implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu di Kabupaten Magelang? 2. Kendala dan manfaat apa yang dihadapi oleh Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu di Kabupaten Magelang dalam implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)? 3. Bagaimana strategi yang harus dilakukan untuk mempercepat implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu di Kabupaten Magelang? 4
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu di Kabupaten Magelang. 2. Mengetahui manfaat dan kendala apa yang dihadapi oleh Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu di Kabupaten Magelang dalam implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). 3. Merumuskan strategi untuk mempercepat Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu di Kabupaten Magelang. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Memberikan wawasan mengenai SVLK dan sejauh mana implementasi SVLK di Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu di Kabupaten Magelang 2. Bagi Pemerintah Memberikan masukan mengenai strategi yang tepat dalam pelaksanaan SVLK pada industri kayu skala kecil 5