BAB 1 PENDAHULUAN. dan telah mencapai 2 juta ha per tahun pada tahun 1996 (FWI & GWF,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Buku laporan State of the World's Forests yang diterbitkan oleh Food and

Kota, Negara Tanggal, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara tidak mampu untuk memproduksi suatu barang atau jasa

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MARI DUKUNG! I M P L E M E N T A S I P E N U H. oleh Agus Justianto

I. PENDAHULUAN. (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri

BAB I PENDAHULUAN. dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. memilikinya,melainkan juga penting bagi masyarakat dunia.

Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan

KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

KONSULTANSI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN.. xix

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembalakan liar di Indonesia dianggap sebagai salah satu pendorong

Media Briefing. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Mengingkari Undangundang Kehutanan dan Keterbukaan Informasi Publik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Buku laporan State of the World's Forests yang diterbitkan oleh Food

Keterbukan Infomasi Pintu Perbaikan Tata Kelola Hutan


DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S Manajemen Penelitian. PT. Rineka Cipta. Jakarta

PENGEMBANGAN INDUSTRI KEHUTANAN BERBASIS HUTAN TANAMAN penyempurnaan P.14/2011,P.50/2010, P.38 ttg SVLK) dan update peta P3HP.

Beberapa perkembangan Internasional sehubungan dengan produk kayu ilegal yang harus dicermati:

2 Standar Biaya Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 t

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

KERANGKA PROGRAM. Lokasi : Kab. Kuningan, Kab. Indramayu, Kab. Ciamis. Periode Waktu :

Peran Sektor Bisnis Dalam Penandatanganan Voluntary Partnership Agreement On Forest Law Enforcement Governance And Trade

K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 126 /Dik-2/2012 KURIKULUM DIKLAT PENDAMPINGAN SVLK BAGI PENYULUH

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013

dari Indonesia demi Indonesia

Pemeriksaan uji tuntas Penggunaan Kerangka Kerja Legalitas Kayu (bagi importir)

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN Nomor 78/M-DAG/PER/10/2014 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK KEHUTANAN

BAB II LANDASAN TEORI. Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/5/2008 Tentang

Indonesia dan Belanda Perkuat Kerja Sama di Bidang Perdagangan dan Pembangunan Infrastruktur Rabu, 23 November 2016

SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

FLEGT-VPA: Ringkasan. Ringkasan dan kronologis_ind_june2009.doc 1

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Jaminan Legalitas Kayu/Startegy Timber Legality and Assurance System

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.141, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Penilaian. Kinerja. Verifikasi. Legalitas. Pemegang Izin. Pedoman.

STANDARD PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI DAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1999 terjadi reformasi institusi kehutanan yang diformalisasikan dalam

SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (SVLK) SEBAGAI SYARAT EKSPOR PRODUK KAYU

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

Mengekspor dalam Lasekap Hukum yang Bergeser LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS. Kota, Negara Tanggal, 2013

BAB II LANDASAN TEORI

Rencana Strategis Pemantauan Independen Kehutanan di Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke negara-negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Analis Faktor Supply & Demand Driven Terhadap Insistensi Indonesia Dalam Mewujudkan Perjanjian Kerjasama FLEGT-VPA

Penjelasan Singkat FLEGT

DAFTAR PUSTAKA. Ali, H. Zainudin Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Peluang dan Tantangan

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penurunan kualitas dan kuantitas hutan di Indonesia sudah dirasakan

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2016, hal Online di

CATATANKEBIJAKAN. Peta Jalan Menuju EITI Sektor Kehutanan. No. 02, Memperkuat Perubahan Kebijakan Progresif Berlandaskan Bukti.

Perihal: Pengembangan Sistem Data Base dan Informasi MFP3 Referensi:

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 38/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD DAN PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 24-34

PENGUMUMAN PERUBAHAN SERTIFIKAT LEGALITAS KAYU (S-LK) DI CV SAUDARA BANGUN SEJAHTERA, KOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH

Pengumuman Hasil Sertifikasi Legalitas Kayu pada IUIPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Provinsi Kalimantan Barat oleh SUCOFINDO ICS

PENGARUH REGULASI ECO LABELLING DI UNI EROPA TERHADAP REGULASI EKSPOR PRODUK KAYU DI INDONESIA

I PENDAHULUAN Latar Belakang

K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK.75/Dik-2/2011. t e n t a n g

2015, No Nomor P.13/Menhut-II/2013 tentang Standar Biaya Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu; Men

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA-JEPANG PERIODE : JANUARI NOVEMBER A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Jepang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 31/Menhut-II/2010 TENTANG

Identitas LV-LK : Identitas Auditee :

SERTIFIKASI HUTAN DAN PERAN ORGANISASI NON PEMERINTAH (ORNOP) MATERI DASAR DISIAPKAN OLEH DR. AGUS SETYARSO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR GORONTALO KEPUTUSAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 252 / 17 / VI /2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. ekspor, serta 17% sisanya digunakan untuk penggunaan lainnya. 1

PT MUTUAGUNG LESTARI RESUME HASIL VERIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan membuat banyak pihak berlomba-lomba membuat kebijakan

PERKEMBANGAN LOI RI-NORWAY DINAS KEHUTANAN PROVINSI RIAU

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

Kesepakatan Kemitraan Sukarela FLEGT antara Indonesia dan Uni Eropa

2 Mengingat : kembali penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin atau pada hutan hak; c. ba

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I

PT MUTUAGUNG LESTARI RESUME HASIL VERIFIKASI

PENGUMUMAN PERUBAHAN SERTIFIKAT LEGALITAS KAYU (S-LK) DI PT MUROCO, KOTAMADYA JAKARTA BARAT PROVINSI DKI JAKARTA

PR MENTERI LKH: TUTUP CELAH KORUPSI MELALUI REVISI REGULASI SEKTOR KEHUTANAN

SOSIALISASI PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 97/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

TANGGAPAN DAN KLARIFIKASI TERHADAP LAPORAN JPIK DAN EIA

EVALUASI SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (SVLK) DAN PRAKTEK LOKAL DI HUTAN RAKYAT

SURAT KEPUTUSAN. Nomor : 027/EQC-KEP.Cert/Rev/XII/2013. Tentang

Standard Operating Procedure

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENERAPAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU DI INDUSTRI. Agustus 2010

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK INDUSTRI KEHUTANAN (PIK) By. Hanik Rustiningsih

Newsletter. Jaringan Pemantau Independen Kehutanan. Pemberlakuan Lisensi FLEGT harus Menjadi Tonggak Keberlanjutan Perbaikan Tata Kelola Hutan...

CATATANKEBIJAKAN. Transparansi Penerimaan Negara Sektor Kehutanan. No. 01, Memperkuat Perubahan Kebijakan Progresif Berlandaskan Bukti

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN KEHUTANAN BIDANG BINA PRODUKSI KEHUTANAN (Jakarta, 14 Juli 2010)

Catatan Pengarahan FLEGT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 35/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PENERBITAN REKOMENDASI EKSPOR PRODUK KAYU ULIN OLAHAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG

ANALISIS DAMPAK VPA TERHADAP PERDAGANGAN KAYU INDONESIA

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju deforestasi di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980 laju deforestasi sekitar 1 juta hektar per tahun, kemudian meningkat menjadi 1.7 juta hektar per tahun di awal tahun 1990, dan telah mencapai 2 juta ha per tahun pada tahun 1996 (FWI & GWF, 2002). Pada tahun 2009, areal hutan yang hilang di Indonesia diperkirakan mencapai 33.4 juta hektar (Prasetyo et al., 2012). Penyebab utama adanya peningkatan deforestasi di Indonesia adalah illegal logging dan trading. Oleh karena itu muncul inisiatif pemerintah untuk memberantas praktik penebangan dan perdagangan kayu liar. Pada tingkat nasional, pemerintah telah memberlakukan Instruksi Presiden RI No.4/2005 dan Permenhut No. P.65/Menhut-II/2006 (Brown et al., 2009; Setianingsih, 2009). Di tingkat internasional, beberapa kesepakatan terkait pemberantasan illegal logging telah ditandatangani dengan Inggris pada April 2002, dengan Cina pada Desember 2002, dengan Jepang pada Juni 2003, dan dengan Amerika Serikat pada November 2006. Selanjutnya, Indonesia telah melakukan usaha yang sama dengan Eropa di bawah naungan The Action Plan of Forest Law Enforcement, Governance, and Trade Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-VPA) sejak Mei 2003. Tetapi, berbagai inisiatif tersebut belum sukses dalam memerangi illegal 1

logging dan tidak membuat jera para penebang dan pedagang kayu liar (Setianingsih, 2009). Pada tahun 2003 Indonesia menjadi salah satu negara yang terikat FLEGT-VPA dan harus memenuhi dua komponen penting, yaitu pemahaman bersama terhadap pengertian kayu legal dan memiliki The Timber Legality Assurance System (TLAS) (Simula et al., 2009). Selain itu, sistem ini diadopsi menjadi skema verifikasi legalitas kayu yang wajib, yang disebut sebagai The Indonesian Timber Legality Assurance System (Indo- TLAS) atau Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) (Wiersum & Elands, 2012). Kemudian diatur dalam Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009 yang meliputi penilaian kinerja PHPL dan VLK (Prasetyo et al., 2012). Komponen utama dari SVLK adalah definisi kayu legal, alur transportasi kayu, verifikasi independen, dan sistem monitoring (Prasetyo et al., 2012; Simula et al., 2009). Skema verifikasi legalitas kayu bersifat mandatoy ditandai munculnya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 38 Tahun 2009 sampai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 30 Tahun 2016 tentang standar dan pedoman penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan legalitas kayu pemenuhan standar SVLK atas produk-produk kayu kehutanan menjadi suatu keharusan. Kebijakan SVLK harus diterapkan pada semua unit manajemen hutan di Indonesia antara lain hutan milik negara, hutan milik negara yang dikelola oleh masyarakat, industri kayu skala kecil dan menengah, pemegang izin pemanfaatan kayu, dan hutan rakyat, di mana hutan tersebut secara pribadi dimiliki oleh 2

masyarakat lokal (MoF, 2009). Ketentuan tersebut berarti mewajibkan pemegang izin usaha pemanfaatan dan industri kayu yang ada di Kabupaten Magelang untuk memenuhi standar, kriteria dan indikator pengelolaan hutan produksi lestari dan legalitas kayu. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Magelang sampai dengan akhir 2014 ada sekitar 43 Izin Usaha Industri Primer dan terpadu Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) yang terdaftar. Pemegang izin usaha hasil hutan kayu meliputi jenis produksi berupa, penggergajian, barecore, blockboard, fingerjoint, board laminated, gergajian, triplek dan floring. Berdasarkan kapasitas produksi terbagi dalam 32 industri dengan kapasitas produksi <2000 m 3, 2 industri dengan kapasitas produksi 2000-6000 m 3 dan 9 industri dengan kapasitas produksi >6000 m 3. Pelaksanaan SVLK di Kabupaten Magelang bagi industri kapasitas >6000 m 3 tidak terlalu menjadi masalah yang besar terutama dalam segi pembiayaan. Hal tersebut dilihat dari banyaknya jumlah industri kapasitas >6000 m 3 semuanya sudah memiliki SVLK yaitu sejumlah 9 industri. Untuk kepemilikan SVLK pada industri 2000-6000 m 3 sejumlah 1 industri sedangkan pada IUIPHHK kapasitas <2000 m 3 baru 5 industri. Dari latar belakang persoalan tersebut penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana implementasi SVLK di Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah. 3

1.2 Rumusan Masalah Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sebuah peraturan yang dibuat dengan tujuan membrantas praktik penebangan liar dan perdagangannya. Akan tetapi, dalam implementasi peraturan ini di Kabupaten Magelang masih dihadapi kendala. Dari total 43 Industri yang memiliki izin, baru 15 Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu yang memiliki SVLK. Hal tersebut memperlihatkan implementasi SVLK di lapangan masih memiliki banyak kendala, meskipun beberapa industri sudah memiliki SVLK. Oleh karena itu, berdasarkan gambaran umum implementasi SVLK di Kabupaten Magelang yang belum sepenuhnya berjalan dengan baik peneliti ingin mengkaji lebih lanjut mengenai: 1. Bagaimana implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu di Kabupaten Magelang? 2. Kendala dan manfaat apa yang dihadapi oleh Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu di Kabupaten Magelang dalam implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)? 3. Bagaimana strategi yang harus dilakukan untuk mempercepat implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu di Kabupaten Magelang? 4

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu di Kabupaten Magelang. 2. Mengetahui manfaat dan kendala apa yang dihadapi oleh Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu di Kabupaten Magelang dalam implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). 3. Merumuskan strategi untuk mempercepat Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu di Kabupaten Magelang. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Memberikan wawasan mengenai SVLK dan sejauh mana implementasi SVLK di Industri Primer dan Terpadu Hasil Hutan Kayu di Kabupaten Magelang 2. Bagi Pemerintah Memberikan masukan mengenai strategi yang tepat dalam pelaksanaan SVLK pada industri kayu skala kecil 5