BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, neraca analitik,

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3 Metodologi penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Ikan alu-alu (Sphyraena barracuda) (

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni

LAMPIRAN A HASIL ANALISIS AAS. Dari analisis AAS diperoleh nilai absorbansi untuk masing masing 0,2 0,024 0,4 0,0342 0,6 0,045 0,8 0, ,0602

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Deskripsi. SINTESIS SENYAWA Mg/Al HYDROTALCITE-LIKE DARI BRINE WATER UNTUK ADSORPSI LIMBAH CAIR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

BAB III METODE PENELITIAN

Metodologi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari - Mei 2015 di Laboratorium Kimia

3. Metodologi Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai selesai. Penelitian dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Januari 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Riset (Research Laboratory),

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

ANALISIS FASA KARBON PADA PROSES PEMANASAN TEMPURUNG KELAPA

Oleh : Yanis Febri Lufiana NRP :

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. preparsai sampel dan pembakaran di furnace di Laboratorium Fisika Material

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III. (HCl), 40 gram NaOH, asam fosfat, 1M NH 4 OH, 5% asam asetat (CH 3 COOH),

Potensi Kerang Ranga sebagai Sumber Kalsium dalam Sintesis Biomaterial Substitusi Tulang

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2012 sampai Agustus 2013,

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

Sintesis ZSM-5 Mesopori menggunakan Prekursor Zeolit Nanocluster : Pengaruh Waktu Hidrotermal

BAB 3 METODE PENELITIAN

3 Metodologi Penelitian

Transkripsi:

36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Penelitian, Fakultas Teknik,, dan Laboratorium Penelitian, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Kimia, Universitas Negeri Medan. 3.2 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, neraca analitik, furnace, alat alat gelas, magnetic stirrer, hot plate, penangas air dan wadah plastik. Peralatan yang digunakan untuk analisis adalah FTIR, XRD, dan SEM EDX. Bahan bahan yang digunakan adalah tulang ayam, biji durian, akuades, asam fosfat 85% (H 3 PO 4 ), dan natrium hidroksida (NaOH) 1 M. Tulang ayam yang digunakan sebagai bahan baku utama penelitian ini berasal dari ayam potong dengan umur 6 bulan yang diperoleh dari Pasar Sei Sikambing, Medan. 3.3 Rancangan Penelitian Pada penelitian ini digunakan beberapa variabel, di antaranya: a. Penggunaan pati biji durian dan tanpa penggunaan pati biji durian b. Suhu kalsinasi (500 dan 900 ºC) c. Waktu kalsinasi (2 dan 6 jam) Kondisi yang dipertahankan adalah: 36

37 a. Massa tepung tulang ayam : 4,67 g b. ph : 10 c. Ukuran partikel tepung : 100 70 mesh d. Suhu proses presipitasi : 40 o C Untuk analisis hasil penelitian dilakukan sebagai berikut: a. Pengujian kandungan Ca pada sampel tepung tulang ayam hasil kalsinasi dengan analisis AAS. b. Pada penelitian ini akan dianalisis sampel dengan suhu dan waktu kalsinasi yang tertinggi dan terendah yaitu sampel pada suhu kalsinasi 500 o C dan 900 o C dan waktu kalsinasi 2 jam dan 6 jam. Hal ini dikarenakan HAp dengan tingkat kristalinitas yang tinggi dicapai pada suhu dan waktu yang paling tinggi sehingga pada penelitian ini akan dibandingkan karakteristik HAp antara suhu dan waktu yang terendah dan tertinggi. c. Analisis morfologi dari sampel HAp tanpa porogen dan HAp berporogen pati biji durian untuk suhu kalsinasi 500 o C dan 900 o C selama 2 jam dan 6 jam dengan analisis SEM. Diameter partikel dan luas pori dari gambar SEM dianalisis dengan software imagej. d. Analisis gugus fungsi dari sampel HAp tanpa porogen dan HAp berporogen pati biji durian dengan suhu kalsinasi 500 o C dan 900 o C selama 6 jam dengan analisis FTIR.

38 e. Analisis fasa, ukuran kristal dan kristalinitas dari sampel HAp tanpa porogen dan HAp berporogen pati biji durian untuk suhu kalsinasi 900 o C selama 6 jam dengan analisis XRD. f. Analisis rasio Ca/P untuk HAp tanpa porogen dan HAp berporogen pati biji durian untuk suhu kalsinasi 900 o C selama 6 jam dengan analisis SEM-EDX. 3.4 Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri beberapa tahapan dimulai dari persiapan bahan baku, sintesis dan karakterisasi hidroksiapatit. Berikut ini adalah prosedur sistematis dari pengerjaan masing masing tahapan. 3.4.1 Preparasi Sampel Preparasi sampel menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Rajesh et al., 2012) dengan sedikit modifikasi. Tulang ayam direbus selama 2 jam dengan tujuan untuk mempermudah lepasnya daging dan kulit pada tulang. Tulang ayam direndam dengan NaOH 1 M selama 24 jam dan kemudian dicuci dengan air sampai ph air cucian netral. Tujuan perendaman dengan NaOH dan pencucian adalah untuk menghilangkan sisa daging, kulit dan kotoran lain yang ada pada permukaan tulang. Setelah itu tulang ayam dikeringkan pada oven dengan suhu 100ºC selama kurang lebih 12 jam. Kemudian tulang ayam yang sudah kering digiling dengan menggunakan blender agar didapatkan tepung tulang ayam. Tepung yang dihasilkan dari proses pengeringan ukurannya tidak seragam. Untuk menyeragamkan ukuran

39 partikel tepung dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan ukuran 100 70 mesh. 3.4.2 Isolasi Ca dari Tulang Ayam Isolasi Ca dari tulang ayam dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Pinangsih et al., 2014) dengan sedikit modifikasi. Pada tahapan ini tulang ayam yang telah kering dikalsinasi dengan menggunakan furnace pada suhu 1000 ºC selama 5 jam dan kemudian didinginkan secara perlahan hingga suhu ruang (Pinangsih et al., 2014). Tulang ayam hasil kalsinasi kemudian diuji kadar kalsium dengan menggunakan AAS. 3.4.3 Sintesis Hidroksiapatit tanpa Porogen Pati Biji Durian Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Suryadi, 2011) dengan modifikasi. Tahapan ini dilakukan dengan menambahkan tepung tulang ayam hasil kalsinasi sebanyak 4,67 g dengan 100 ml akuades kemudian dicampurkan dengan 3,41 ml H 3 PO 4 85% yang dilarutkan dalam 100 ml akuades. Pencampuran ini dilakukan dengan cara meneteskan larutan H 3 PO 4 ke dalam larutan tepung tulang ayam melalui buret sambil dilakukan pengadukan dengan magnetic stirrer pada suhu 40ºC. Setelah penetesan larutan H 3 PO 4 85% selesai, campuran larutan diaduk selama 1 jam tanpa pemanasan. Kemudian campuran larutan diatur ph nya dengan menggunakan NaOH. Campuran larutan di aging pada suhu ruang selama 24 jam. Kemudian endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring whatman nomor 41 dan dicuci dengan akuades. Endapan yang

40 telah disaring, dikeringkan pada oven dengan suhu 115 ºC selama 5 jam. Selanjutnya endapan dikalsinasi dalam furnace pada variasi suhu 500 dan 900 ºC dan variasi waktu 2 dan 6 jam. Padatan hidroksiapatit ditimbang dan dicatat massanya. 3.4.4 Preparasi Pati Biji Durian Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Cornelia et al., 2013). Pati diperoleh dengan mengekstraksi pati yang terdapat pada bagian kotiledon dari biji. Biji dibersihkan dari bagian selubung luar dan kulit arinya. Selanjutnya biji dipotong mengunakan pisau, dicuci sampai bebas dari lendir, dan kemudian ditimbang. Biji durian ditambahkan air dengan perbandingan 1:10 dan kemudian dihaluskan menggunakan blender. Biji durian yang telah di blender, kemudian disaring dan diendapkan. Setelah itu dekantasi air diatas endapan. Endapan dicuci menggunakan akuades dan diendapkan kembali. Setelah itu endapan pati diletakkan dalam loyang dan dikeringkan pada oven suhu 50 o C selama 24 jam. Endapan pati yang telah kering dihaluskan menggunakan blender kering (Cornelia et al., 2013) 3.4.5 Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Pati Biji Durian Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Suryadi, 2011) dengan modifikasi. Tahapan ini dilakukan dengan menambahkan tepung tulang ayam hasil kalsinasi sebanyak 4,67 g dengan 100 ml akuades kemudian dicampurkan dengan 3,41 ml H 3 PO 4 85% yang dilarutkan dalam 100 ml akuades. Pencampuran ini dilakukan dengan penetesan dari buret sambil dilakukan

41 pengadukan dengan magnetic stirrer pada suhu 40ºC. Setelah penetesan larutan H 3 PO 4 85% selesai, campuran tersebut ditambahkan larutan pati (0,8 g dalam 70 ml) secara perlahan. Kemudian campuran larutan diaduk selama 1 jam tanpa pemanasan. Kemudian campuran larutan diatur ph nya dengan menggunakan NaOH. Campuran larutan diaging pada suhu ruang selama 24 jam. Kemudian endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring whatman no. 41 dan dicuci dengan akuades (Suryadi, 2011). Endapan yang telah disaring dikeringkan pada oven dengan suhu 115 ºC selama 5 jam. Selanjutnya endapan dikalsinasi dalam furnace pada variasi suhu 500 dan 900 ºC dan variasi waktu 2 dan 6 jam. Padatan hidroksiapatit ditimbang dan dicatat massanya. 3.5 Flowchart 3.5.1 Flowchart Preparasi Sampel Preparasi sampel menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Rajesh et al., 2012). Flowchart preparasi sampel dapat dilihat pada Gambar 3.1. Tulang ayam direbus selama 2 jam Tulang ayam direndam dengan NaOH 1M selama 24 jam A Gambar 3.1. Flowchart Preparasi Sampel

42 A Tulang ayam dicuci dengan air bersih sampai ph air cucian netral Tulang ayam dikeringkan dalam oven dengan suhu 100 o C selama ± 12 jam Penggilingan dan Pengayakan Gambar 3.1. Flowchart Preparasi Sampel (Lanjutan) 3.5.2 Flowchart Isolasi Ca dari Tulang Ayam Isolasi Ca dari tulang ayam dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Pinangsih et al., 2014) dengan sedikit modifikasi. Flowchart isolasi Ca dari tulang ayam dapat dilihat pada Gambar 3.2. Tulang ayam dikalsinasi dengan furnace pada suhu 1000 0 C selama 5 jam Tulang ayam hasil kalsinasi didinginkan hingga suhu ruang Tulang ayam ditimbang dan dicatat massanya Uji kadar Ca dari tulang ayam dengan metode Gambar 3.2. Flowchart Isolasi Ca dari Tulang Ayam

43 3.5.3 Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Tanpa Porogen Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Suryadi, 2011). Flowchart sintesis ini dilihat pada Gambar 3.3. Membuat dua jenis larutan berikut: Larutan A: Tepung tulang ayam dilarutkan dengan 100 ml akuades Larutan B: H 3 PO 4 85% dilarutkan dengan 100 ml akuades Larutan B diteteskan ke dalam larutan A dan campuran tersebut diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu 40 o C Larutan diaduk tanpa pemanasan selama 1 jam Campuran larutan di aging selama 24 jam pada suhu ruang Endapan yang terbentuk disaring dan dicuci dengan akuades Endapan dikeringkan pada oven dengan suhu 115 o C selama 5 jam Endapan dikalsinasi di furnace pada suhu T (500 dan 900 o C) selama waktu t (2 dan 6 jam) Bubuk hidroksiapatit yang terbentuk ditimbang dan dicatat massanya Bubuk hidroksiapatit dikarakterisasi dengan FTIR, XRD dan SEM-EDX B Gambar 3.3. Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Tanpa Porogen A

44 A Apakah masih ada variasi lain? Ya B Tidak Gambar 3.3. Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Tanpa Porogen (Lanjutan) 3.5.4 Flowchart Preparasi Pati Biji Durian Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Cornelia et al., 2013). Flowchart preparasi pati biji durian dilihat pada Gambar 3.4. Biji durian dibersihkan dari bagian selubung luar dan kulit ari Biji durian dipotong, dicuci sampai bebas lendir, dan ditimbang Biji durian ditambahkan air dengan perbandingan 1:10 Biji durian dihaluskan menggunakan blender Biji durian disaring dan diendapkan Gambar 3.4. Flowchart Preparasi Pati Biji Durian A

45 A Dekantasi air diatas endapan Endapan dicuci menggunakan akuades dan diendapkan kembali Endapan pati diletakkan dalam loyang dan dikeringkan pada oven suhu 50 o C selama 24 jam Endapan pati yang telah kering dihaluskan menggunakan blender kering Gambar 3.4. Flowchart Preparasi Pati Biji Durian (Lanjutan) 3.5.5 Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Pati Biji Durian Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan prosedur yang dilaporkan oleh (Suryadi, 2011) dengan sedikit modifikasi yaitu penambahan porogen pati biji durian. Flowchart sintesis hidroksiapatit berporogen pati biji durian dapat dilihat pada Gambar 3.5. Membuat dua jenis larutan berikut: Larutan A: Tepung tulang ayam dilarutkan dengan 100 ml akuades Larutan B: H 3 PO 4 85% dilarutkan dengan 100 ml akuades Gambar 3.5. Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Pati Biji Durian A

46 A Larutan B diteteskan ke dalam larutan A dan campuran tersebut diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu 40 o C Larutan pati ditambahkan secara perlahan lahan Campuran larutan diaduk tanpa pemanasan selama 1 jam Campuran larutan di aging selama 24 jam pada suhu ruang Endapan yang terbentuk disaring dan dicuci dengan akuades Endapan dikeringkan pada oven dengan suhu 115 0 C selama 5 jam Endapan dikalsinasi di furnace pada suhu T (500dan 900 o C) selama waktu t (2 dan 6 jam) Bubuk hidroksiapatit yang terbentuk ditimbang dan dicatat massanya Bubuk hidroksiapatit dikarakterisasi dengan FTIR, XRD dan SEM-EDX Apakah masih ada variasi lain? Ya Tidak Gambar 3.5. Flowchart Sintesis Hidroksiapatit Berporogen Pati Biji Durian (Lanjutan)

47 3.6 Analisis Penelitian Keberhasilan suatu penelitian diukur melalui beberapa analisa yang dilakukan terhadap suatu hasil penelitian. Berikut adalah analisa yang dilakukan dalam penelitian ini. 3.6.1 Analisis AAS Analisis AAS dilakukan dengan menggunakan alat AAS tipe AA-700. Analisis ini dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan. 3.6.2 Analisis FTIR Analisis FTIR dilakukan dengan menggunakan alat FTIR Merk Shimadzu, Tipe: IRPrestige21. Analisis ini dilakukan di Laboratorium Mineral dan Material Maju (Laboratorium Sentral) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang. 3.6.3 Analisis XRD Analisis sampel menggunakan XRD (X-ray Diffraction) dilakukan untuk mengetahui fasa yang terdapat dalam sampel, menentukan ukuran kristal dan kristalinitas. Sampel dikarakterisasi menggunakan alat XRD jenis PanAnalytical, Tipe X pert Pro. Sudut difraksi sebesar 2θ 10 o 70 o dengan sumber sinar-x jenis Cu, panjang gelombang sebesar 1,5406 Ǻ, dan pengaturan generator adalah 35 ma dan 40 kv. Analisis XRD dilakukan di Laboratorium Mineral dan Material Maju (Laboratorium Sentral) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.

48 3.6.4 Analisis SEM-EDX Analisis SEM dilakukan dengan menggunakan alat SEM Merk FEI, Type: Inspect-S50. SEM dilengkapi dengan analisis EDX. Sampel diletakkan pada plat aluminium kemudian dilapisi dengan pelapis emas setebal 48 nm. Proses selanjutnya, sampel yang telah dilapisi emas diamati menggunakan SEM dengan tegangan 15 kv dengan perbesaran 2500 kali. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui morfologi dan pori dari HAp. Pengukuran pori dilakukan dengan cara membandingkan panjang diameter pada skala foto (Suryadi, 2011). Analisis SEM dan EDX dilakukan di Laboratorium Mineral dan Material Maju (Laboratorium Sentral) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang. 3.7 Jadwal Pelaksanaan Pelaksanaan penelitian dimulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, penyusunan laporan hasil penelitian dan seminar berlangsung dari bulan Desember 2015 sampai bulan Agustus 2016. Rincian jadwal penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.

49 Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Jenis Kegiatan Persiapan Alat dan Bahan Pelaksanaan penelitian Analisis data Penyusunan Laporan Seminar Publikasi Bulan ke I II III IV V VI VII 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

50 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hidroksiapatit berasal dari tulang ayam. Sumber kalsium yang terdapat pada tulang ayam ini dimanfaatkan dalam pembuatan hidroksiapatit. 4.1 Kalsinasi Tepung Tulang Ayam Proses kalsinasi tepung tulang ayam sebanyak 266,94 g dilakukan pada suhu 1000 o C selama 5 jam dengan alat furnace merk Barnstead Thermolyne. Dari hasil kalsinasi tersebut diperoleh tepung tulang ayam sebanyak 163,45 g. Berkurangnya berat tulang ayam setelah kalsinasi disebabkan oleh pelepasan elemen pengisi tulang (kolagen dan protein) pada proses kalsinasi (Kusrini et al., 2012). Terdapat dua paramater penting yang dihasilkan dari proses kalsinasi yaitu nilai yield CaO dan warna dari produk (Al-Sokanee et al., 2009). Nilai yield CaO yang didapat pada penelitian ini sebesar 61,23%. Nilai yield CaO yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan yang didapat oleh (Al-Sokanee et al., 2009) yang melakukan kalsinasi tulang sapi pada suhu 400 o C sampai 1200 o C. Yield yang diperoleh adalah 60,41% pada suhu kalsinasi 1000 o C. Nilai yield yang diperoleh semakin menurun dengan naiknya suhu kalsinasi yaitu dari 74,11% dan konstan disekitar nilai 60,25%. Nilai yield yang rendah dipengaruhi oleh suhu kalsinasi dimana akan terjadi penurunan nilai yield dengan semakin meningkatnya suhu kalsinasi dan akan konstan pada suhu sekitar 50

51 1000 o C. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya suhu dapat menghilangkan zat organik yang tidak bisa dihilangkan pada suhu rendah (Al-Sokanee et al., 2009). Dari proses kalsinasi, terdapat perbedaan warna antara tepung tulang ayam tanpa kalsinasi dengan tepung tulang ayam hasil kalsinasi. Tepung tulang ayam tanpa kalsinasi berwarna kuning kecoklatan dan tepung tulang ayam dengan kalsinasi berwarna putih. Perbedaan warna tepung tulang ayam tanpa kalsinasi dengan tepung tulang ayam kalsinasi dapat dilihat pada Gambar 4.1. (a) (b) Gambar 4.1. Tepung Tulang Ayam (a) tanpa Kalsinasi dan (b) Kalsinasi Perbedaan warna tepung tulang ayam tanpa kalsinasi dengan tepung tulang ayam kalsinasi mengindikasikan bahwa telah terjadi penguraian zat organik seperti protein dan kolagen (Ooi et al., 2007). Tepung yang berwarna sedikit kecoklatan menunjukkan bahwa terdapatnya zat organik pada bahan baku dan tepung yang menjadi putih setelah kalsinasi menunjukkan zat organik yang terdapat pada tepung

52 telah hilang (Al-Sokanee et al., 2009). Tepung tulang ayam hasil kalsinasi diuji kadar kalsiumnya dengan analisis Atomic Absorption Spectrometer (AAS). Kadar kalsium yang didapat sebesar 29,7% dan sisanya sebesar 70,3% merupakan komponen lainnya seperti air, lemak, protein dan abu. Adapun tujuan dari proses kalsinasi ini adalah untuk menghilangkan komponen organik dan mengkonversi kalsium karbonat (CaCO 3 ) menjadi kalsium oksida (CaO) (Rujitanapanich et al., 2014). Adapun reaksinya adalah sebagai berikut. CaCO 3 CaO + CO 2 (4.1) Senyawa karbonat harus dihilangkan terlebih dahulu agar dapat terbentuk mineral CaO walaupun sebagian kecil karbonat masih terdapat pada hasil kalsinasi. Keberadaan karbonat ini akan membentuk apatit karbonat yang termasuk ke dalam kategori komposit kalsium fosfat sama seperti hidroksiapatit sehingga tidak membahayakan bagi tubuh manusia (Aoki, 1991). Selain kalsinasi berperan dalam menghilangkan kandungan zat organik (Khoo et al., 2015), patogen yang terdapat dalam tulang ayam yang berkemungkinan besar dapat menularkan penyakit ke pasien dapat dirusak atau dihilangkan dengan proses kalsinasi ini (Akram et al., 2014). Contoh patogen yang dapat menyebabkan infeksi tulang (osteomielitis) dan sumsum tulang adalah staphylococcus aureus dan escherichia coli (Al-Sokanee et al., 2009). 4.2 Hasil Karakterisasi Fourier Transform Infrared (FTIR) Analisis FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari suatu sampel. Analisis ini didasarkan pada analisis dari panjang gelombang puncak

53 puncak karakteristik dari suatu sampel. Panjang gelombang puncak puncak tersebut menunjukkan adanya gugus fungsi tertentu yang ada pada sampel, dikarenakan masing masing gugus fungsi memiliki puncak karakteristik yang spesifik untuk gugus fungsi tertentu (Pudjiastuti, 2012). 4.2.1 Tulang Ayam Hasil Kalsinasi 1000 o C Untuk mengidentifikasi CaO dari tulang ayam hasil kalsinasi dan kandungan zat organik dilakukan pengujian dengan analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR). Spektrum inframerah tulang ayam hasil kalsinasi dapat dilihat pada Gambar B.1 dan nilai bilangan gelombangnya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Bilangan Gelombang Tepung Tulang Ayam Hasil Kalsinasi Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm -1 ) Referensi (cm -1 ) OH - 3695,61 3570,24 3700 3100 (Dasli, 1985), 635 631 (Rajesh et al., 2011) 2- CO 3 1546,91, 1454,33 dan 873,75 Sekitar 1534, 1465, dan 1430 (Narasaju et al., 1996), 873 870 CaO 499,56 574,79, 3695,6, 3570,24, dan 1446,61 1417,68 (Rajendran et al., 2011) 600 250 (Gonzales et al., 2003), 3822, 3656, 3388 ( Zaki et al., 2006) dan 1700 1400 (Pattanayak et al., 2005) 3- PO 4 (v 1 ) 962,48 962 960 (Gozalian et al., 2011) 3- PO 4 (v 2 ) 474,49 474 470 (Gozalian et al., 2011) 3- PO 4 (v 3 ) 1087,85 1080 1076 dan 1049 1037 (Gozalian et al., 2011) 3- PO 4 (v 4 ) 603,72 603 601 dan 567 563 (Gozalian et al., 2011) Pengukuran FTIR tepung tulang ayam hasil kalsinasi suhu 1000 o C selama 5 jam dilakukan pada range bilangan gelombang 4000 cm -1 400 cm -1. Gugus fungsi

54 utama yang muncul adalah gugus hidroksil (OH - ) pada bilangan gelombang 3695,61 cm -1 3570,24 cm -1. Gugus OH - yang memiliki puncak yang tajam adalah karakteristik dari CaO (Ruiz et al., 2009). Gugus fungsi senyawa CaO muncul pada bilangan gelombang 499,56 574,79 cm -1, 3695,6 cm -1, 3570,24 cm -1, dan 1446,61 1417,68 cm -1. Pada hasil kalsinasi tulang ayam ini juga menghasilkan gugus fungsi CO 2-3 dan PO 3-4. Gugus CO 2-3 muncul pada bilangan gelombang 1546,91 cm -1 dan 1454,33 cm -1. Gugus PO 4 3- muncul pada bilangan gelombang 962,48 cm -1 untuk vibrasi v 1, 474,49 cm -1 untuk vibrasi v 2, 1087,85 cm -1 untuk vibrasi v 3, dan 603,72 cm -1 untuk vibrasi v 4. Dari hasil analisis FTIR ini diketahui bahwa tidak terdapat kandungan zat organik pada sampel. Hal tersebut ditandai dengan tidak munculnya gugus fungsi zat organik pada hasil spektrum inframerah. 4.2.2 Pati Biji Durian Tujuan dari uji FTIR pada pati biji durian untuk mengetahui gugus fungsi apa saja yang terdapat pada pati. Pada sampel pati biji durian, gugus OH - muncul pada bilangan gelombang antara 3400,5 cm -1 3261,63 cm -1. Gugus C=O muncul pada bilangan gelombang 1633,71 cm -1. Gugus N H muncul pada bilangan gelombang sekitar 3500 3300 cm -1. Regang ikatan C N muncul pada 1336,67 cm -1. Regang ikatan C H muncul pada bilangan gelombang 929,69 709,8 cm -1 dan 2931,8 cm -1. Gugus C O muncul pada bilangan gelombang 1153,43 1080,14 cm -1. Spektrum inframerah pati biji durian dapat dilihat pada Gambar B.2 dan nilai bilangan gelombangnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

55 Tabel 4.2. Bilangan Gelombang Pati Biji Durian Gugus fungsi Bilangan gelombang Referensi (cm -1 ) (cm -1 ) OH - 3400,5 3261,63 3700 3100 (Dasli, 1985), 635 631 (Rajesh et al., 2011) C=O 1633,71 1820 1660 (Pavia et al., 2001) C-N 1336,67 1244,09 1350 1000 (Pavia et al., 2001) C-H 929,69 709,8 dan 900 690, 3000 2850 (Pavia et 2931,8 al., 2001) C-O 1153,43 1080,14 1300 1000 (Pavia et al., 2001) N-H 3500 3300 3500 3100 (Pavia et al., 2001) Gugus OH dan C=O yang muncul mengindikasikan bahwa sampel pati biji durian mengandung karbohidrat. Sedangkan gugus C-N yang muncul mengindikasikan sampel memiliki kandungan organik. 4.2.3 Hidroksiapatit Berporogen Pati dan Tanpa Porogen Tujuan dari uji FTIR pada sampel hidroksiapatit berporogen pati dan tanpa porogen yang dikalsinasi pada suhu 500 o C dan 900 o C selama 6 jam adalah untuk mengetahui apakah terdapat gugus fungsi hidroksiapatit pada sampel. Spektrum FTIR gabungan sampel ini dapat dilihat pada Gambar 4.2. Dari keempat sampel HAp dapat dilihat spektrum inframerah yang muncul hampir sama, yang membedakannya adalah nilai transmitan (%T) dari masing masing sampel. Untuk sampel hidroksiapatit tanpa porogen, semakin tinggi suhu kalsinasi maka semakin besar nilai transmitan yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat dari transmitan gugus OH, CO 2-3, dan PO 3-4, dimana nilai transmitan pada suhu 900 o C lebih tinggi dibanding pada suhu 500 o C. Kenaikan dari nilai transmitan ini mengindikasikan bahwa konsentrasi dari gugus

56 fungsi tersebut semakin kecil dengan naiknya suhu kalsinasi. Semakin besar transmitan serapan dari spektrum maka konsentrasinya akan semakin kecil karena transmitan berbanding terbalik dengan konsentrasi. Gambar 4.2. Spektrum Inframerah HAp Berporogen Pati dan HAp tanpa Porogen yang Dikalsinasi pada Suhu 500 o C dan 900 o C Selama 6 Jam Hasil yang sama juga terjadi pada sampel hidroksiapatit berpori pada suhu 900 o C dan 500 o C. Transmitan gugus - gugus fungsi semakin tinggi dengan naiknya suhu kalsinasi. Adapun gugus fungsi yang terdapat pada keempat sampel adalah gugus hidroksil (OH - ) dengan bilangan gelombang sekitar 3580 cm -1 3174,83 cm -1, dan 630,72 cm -1. Gugus karbonat (CO 3 2 ) pada bilangan gelombang sekitar 1550,77 cm -1, 1456,36 cm -1 dan 873,75 cm -1. Kehadiran senyawa karbonat pada sampel ini

57 2 dapat menghambat terbentuknya kristal hidroksiapatit. Munculnya senyawa CO 3 dalam sampel disebabkan oleh adanya CO 2 di atmosfer selama proses sintesis (Hoonnivathan et al., 2012). CO 2 akan berkontak dengan akuades yang menjadi pelarut dalam reaksi dan menghasilkan anion karbonat (CO 2-3 ) dan masuk ke dalam kisi kristal hidroksiapatit (Suryadi, 2011). Selain karena faktor dari udara terbuka, kehadiran senyawa karbonat juga dapat disebabkan laju penambahan asam yang lambat sehingga menyebabkan bergabungnya karbonat dengan struktur apatit (Salma et al., 2005). Keberadaan senyawa karbonat dapat mengurangi kestabilan termal hidroksiapatit (Gomes et al., 2008), sehingga perlu dihilangkan dengan membuat kondisi pada saat reaksi pencampuran prekursor kalsium dan fospat menjadi inert. Lingkungan yang inert dapat dilakukan dengan cara mengalirkan gas inert (nitrogen) ke dalam reaktor (Suryadi, 2011). Gugus selanjutnya adalah gugus PO 3-4 yang bervibrasi asimetris bending (v 4 ) pada bilangan gelombang 603,72 cm -1 596 cm -1 dan 572,86 cm -1 570,93 cm -1, bervibrasi asimetris stretching (v 3 ) pada bilangan gelombang 1083,99 cm -1 1080,14 cm -1 dan 1039,63 cm -1, bervibrasi simetris stretching (v 1 ) pada bilangan gelombang 962,48 cm -1, dan bervibrasi simetris bending (v 2 ) pada bilangan gelombang 474,49 cm -1 472,56 cm -1. Keberadaan gugus OH dan PO 4 3- membuktikan bahwa hidroksiapatit telah terbentuk pada sampel. Dari hasil identifikasi gugus fungsi keempat sampel dapat dilihat bahwa pada hidroksiapatit berporogen pati tidak terlalu terlihat gugus fungsi dari pati biji durian yaitu gugus C=O dan C-N. Hal ini

58 membuktikan bahwa kalsinasi pada suhu 500 o C dan 900 o C selama 6 jam telah menghilangkan pati biji durian. Rangkuman nilai bilangan gelombang spektrum inframerah HAp berporogen pati dan HAp tanpa porogen yang dikalsinasi pada suhu 500 o C dan 900 o C selama 6 jam dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Rangkuman Bilangan Gelombang HAp Berporogen Pati dan HAp Tanpa Porogen yang Dikalsinasi Selama 6 Jam Gugus Fungsi HAp 500 o C HAp 900 o C Bilangan Gelombang (cm -1 ) HAp/Pati 500 o C HAp/Pati 900 o C Referensi (cm -1 ) OH - 3570,24 3174,83 dan 630,72 CO 3 2- PO 4 3- (v 1 ) PO 4 3- (v 2 ) PO 4 3- (v 3 ) PO 4 3- (v 4 ) 1409,96 dan 881,47 3580 3550, dan 630,72 1456,26 dan 873,75 3570,24 dan 632,65 1550,77, 1456,26 dan 873,75 3580 dan 630,72 1456,26 dan 873,75 3700 3100 (Dasli, 1985), 635 631 (Rajesh et al., 2011) Sekitar 1534, 1465, dan 1430 (Narasaraju dan Phebe, 1996), 873 870 (Rajendran et al., 2011) 962,48 962,48 962,48 962,48 962 960 (Gozalian et al., 2011) 474,49 474,49 472,56 472,56 474 470 (Gozalian et al., 2011) 1083,99 dan 1037,7 596 dan 578,64 1039,63 1083,99 1080,14 1080 1076 dan 1049 1037 (Gozalian et al., 2011) 570,93 dan 601,79 599,86 dan 572,86 603,72 dan 572,86 603 601 dan 567 563 (Gozalian et al., 2011)

59 Dari hasil analisis FTIR untuk keempat sampel hidroksiapatit diatas, sampel yang memiliki tingkat kemurnian yang paling tinggi adalah sampel hidroksiapatit berporogen pati pada suhu kalsinasi 900 o C selama 6 jam. Hal tersebut dikarenakan kandungan karbonat yang terdapat pada sampel hidroksiapatit berporogen pati pada suhu kalsinasi 900 o C selama 6 jam lebih rendah dibandingkan sampel lainnya. Rendahnya kandungan karbonat ditandai dengan rendahnya niai transmitan dari gugus CO 2-3. 4.3 Hasil X-ray Diffraction (XRD) Fasa dan kemurnian dari hidroksiapatit dapat diketahui melalui analisis XRD (Venkatesan dan Kim, 2010). Sampel hidroksiapatit yang diuji pada analisis XRD adalah hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu dan waktu paling tinggi yaitu hidroksiapatit (900 o C, 6 jam) dan hidroksiapatit berpori (900 o C, 6 jam). Hasil XRD yang diperoleh, dibandingkan dengan hidroksiapatit standar dari data Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS) nomor 01-084-1998. 4.3.1 Hasil XRD Hidroksiapatit Tanpa Porogen (900 o C, 6 jam) Hasil Uji XRD sampel hidroksiapatit tanpa porogen (900 o C, 6 jam) dapat dilihat pada Lampiran C. Dari hasil analisis XRD dengan sofware x pert highscore, fasa yang terbentuk pada sampel adalah fasa hidroksiapatit (Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ) sebesar 77% dan fasa sodium kalsium magnesium fosfat (Ca 9 MgNa(PO 4 ) 7 ) sebesar 23%. Munculnya fasa lain selain hidroksiapatit mengindikasikan bahwa hidroksiapatit yang dihasilkan pada penelitian ini masih belum murni. Ca 9 MgNa(PO 4 ) 7 dapat terbentuk

60 karena adanya reaksi antara sodium, kalsium, magnesium dengan asam fospat murni (EMFEMA, 2011). Penyebab lain disebabkan oleh pencucian presipitat dari proses penuaan (aging) belum menghilangkan impurities. Ca 9 MgNa(PO 4 ) 7 tidak bersifat racun (EMFEMA, 2011). Kemungkinan besar penyebab munculnya magnesium pada sampel adalah karena pada tulang ayam hasil kalsinasi mengandung sejumlah besar magnesium, karena dari hasil uji AAS jumlah kalsium yang terdapat pada tulang ayam hanya 29,7%. Magnesium tidak berbahaya jika digunakan untuk aplikasi bidang medis, karena magnesium juga digunakan untuk bahan implan (Syaflida, 2012). Karakteristik puncak dari sampel hidroksiapatit memiliki kemiripan dengan hidroksiapatit standar (JCPDS 01-084-1998), dimana puncak puncak dengan intensitas tertinggi diperoleh pada sudut 2θ adalah 31,7919 o, 32,9141 o, 32,1972 o, 25,9336 o, dan 46,7226 o. Sedangkan puncak puncak dari hidroksiapatit standar (JCPDS 01-084-1998) pada sudut 2θ adalah 31,791 o, 32,923 o, 32,218 o, 25,900 o, 49,527 o. Perbandingan puncak puncak ini dapat dilihat pada Gambar 4.3. Peak List Hidroksiapatit hasil sintesis 01-084-1998 Hidroksiapatit standar JCPDS 00-045-0136 Ca 9 MgNa(PO 4 ) 7 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Position [ 2Theta] Gambar 4.3. Perbandingan Puncak HAp Hasil Sintesis dengan HAp Standar JCPDS

61 Puncak puncak tertinggi dari hidroksiapatit hasil sintesis beserta nilai d- spacing, intensitas dan Full Width Half Maximum (FWHM) dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Puncak Puncak Tertinggi Hidroksiapatit Hasil Sintesis No 2θ d-spacing Intensitas FWHM 1 25,9336 3,4357 39,40 0,1378 2 31,7919 2,8147 100 0,1574 3 32,1972 2,7802 46,13 0,0590 4 32,9141 2,7213 64,84 0,0787 5 46,7226 1,9442 33,79 0,0787 Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa semakin besar sudut 2θ maka semakin kecil nilai d-spacing atau jarak antara dua bidang kisi. Nilai FWHM atau lebar setengah puncak pada Tabel 4.4 berhubungan dengan ukuran kristal dimana semakin besar nilai FWHM maka semakin kecil ukuran kristal pada sampel (Nurmawati, 2007). 4.3.2 Hasil XRD Hidroksiapatit Berporogen Pati (900 o C, 6 jam) Hasil Uji XRD hidroksiapatit berporogen pati (900 o C, 6 jam) seperti yang ditunjukkan pada Lampiran C menghasilkan fasa yang sama dengan hidroksiapatit tanpa porogen yaitu fasa hidroksiapatit (Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 ) sebesar 73% dan fasa sodium kalsium magnesium fosfat (Ca 9 MgNa(PO 4 ) 7 ) sebesar 27%. Seperti pembahasan sebelumnya, fasa Ca 9 MgNa(PO 4 ) 7 dapat terbentuk karena adanya reaksi antara sodium, kalsium, magnesium dengan asam fospat murni dan dapat disebabkan oleh pencucian presipitat dari proses penuaan (aging) belum menghilangkan

62 impurities. Munculnya magnesium mungkin disebabkan karena pada tulang ayam hasil kalsinasi mengandung sejumlah besar magnesium sehingga fasa Ca 9 MgNa(PO 4 ) 7 dapat terbentuk. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya Ca 9 MgNa(PO 4 ) 7 tidak bersifat racun. Menurut (Akram et al., 2014), ion Na + dan Mg 2+ memegang peranan penting dalam pertumbuhan tulang dan gigi. Tidak adanya ion ion tersebut dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh. Karakteristik puncak dari hidroksiapatit berporogen pati (900 o C, 6 jam) ini memiliki kemiripan dengan hidroksiapatit standar (JCPDS 01-084-1998), dimana puncak puncak dengan intensitas tertinggi diperoleh pada sudut 2θ adalah 31,8024 o, 32,9591 o, 32,1979 o, 25,8954 o, dan 49,5116 o. Sedangkan puncak puncak hidroksiapatit standar (JCPDS 01-084-1998) pada sudut 2θ adalah 31,791 o, 32,923 o, 32,218 o, 25,900 o, dan 49,527 o. Perbandingan puncak puncak ini dapat dilihat pada Gambar 4.4. Peak List Hidroksiapatit berporogen hasil sintesis 01-084-1998 Hidroksiapatit standar JCPDS 00-045-0136 Ca 9 MgNa(PO 4 ) 7 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Position [ 2Theta] Gambar 4.4. Perbandingan Puncak HAp Berpori Hasil Sintesis dengan HAp Standar JCPDS Puncak puncak tertinggi dari hidroksiapatit berporogen pati hasil sintesis dapat dilihat pada Tabel 4.5. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar sudut 2θ maka semakin besar nilai d-spacing.

63 Tabel 4.5. Puncak Puncak Tertinggi Hidroksiapatit Berporogen Pati Hasil Sintesis No 2θ d-spacing (A) Intensitas FWHM 1 25,8954 3,4407 35,57 0,0984 2 31,8024 2,8138 100 0,1181 3 32,1979 2,7801 41,97 0,0984 4 32,9591 2,7176 63,76 0,0984 5 49,5116 1,8410 28,30 0,0787 4.3.3 Ukuran Kristal dan Tingkat Kristalinitas Ukuran kristal dan tingkat kristalinitas dari sampel hidroksiapatit berporogen pati dan tanpa porogen dapat dilihat pada Tabel 4.6. Ukuran kristal dihitung dengan persamaan scherrer dan tingkat kristalinitas dihitung dengan persamaan kristalinitas yang terdapat pada (Manalu et al., 2015). Tabel 4.6. Ukuran Kristal dan Tingkat Kristalinitas No Keterangan Ukuran Kristal (nm) Rasio Ca/P Kristalinitas (%) 1 HAp/pati 900 o C 6 jam 83,976 1,485 90,34 2 HAp 900 o C 6 jam 63,021 1,566 87,30 Dari Tabel 4.6 diatas, ukuran kristal dan tingkat kristalinitas dari hidroksiapatit tanpa porogen lebih kecil dibandingkan hidroksiapatit berporogen pati. Rendahnya ukuran kristal dan tingkat kristalinitas ini dapat disebabkan oleh senyawa karbonat yang terdapat dalam hidroksiapatit tanpa porogen lebih banyak dibandingkan dengan hidroksiapatit berporogen pati. Hal ini dapat dibuktikan lewat spektrum inframerah dari hidroksiapatit tanpa porogen (Gambar B.3) yang mempunyai nilai transmitan gugus CO 3 2- lebih rendah dibandingkan dengan nilai transmitan gugus CO 3 2- dari hidroksiapatit berporogen pati. Rendahnya nilai

64 transmitan ini menunjukkan bahwa konsentrasi dari senyawa karbonat pada hidroksiapatit tanpa porogen lebih tinggi dibandingkan hidroksiapatit berporogen pati. Konsentrasi senyawa karbonat yang tinggi dapat menghambat pembentukan kristal dari hidroksiapatit, sehingga akan menghasilkan tingkat kristalinitas dan ukuran kristal yang rendah (Al-Sokanee et al., 2009). Menurut (Afshar et al., 2003), ion karbonat yang masuk ke dalam kisi kristal akan menggantikan ion hidroksil atau fospat dan menghasilkan carbonated HAp (CHA). Ukuran kristal berbanding terbalik dengan nilai FWHM. Semakin kecil nilai FWHM, maka semakin besar ukuran kristal yang diperoleh. Nilai FWHM hidroksiapatit berporogen pati pada intensitas tertinggi adalah 0,1181. Nilai FWHM ini lebih kecil dibanding hidroksiapatit tanpa porogen, yaitu 0,1574. Kristalinitas dari hidroksiapatit berbanding lurus terhadap ukuran kristal. Semakin besar ukuran kristal maka semakin besar tingkat kristalinitasnya. Hal ini dapat dilihat pada hidroksiapatit berporogen pati yang ukuran kristalnya lebih besar memiliki tingkat kristalinitas sebesar 90,34%. Nilai ini lebih besar dibanding tingkat kristalinitas hidroksiapatit tanpa porogen yaitu 87,30%. Peningkatan kristalinitas juga dapat dilihat dari lebar puncak XRD. Puncak dari hidroksiapatit berporogen pati lebih sempit dibanding hidroksiapatit tanpa porogen. Lebar puncak yang mengecil atau semakin sempit mengindikasikan peningkatan kristalinitas dari hidroksiapatit dan intensitas dari puncak meningkat ketika lebar puncak mengecil (Lin et al., 2011). Penyempitan puncak XRD ini akan mempengaruhi nilai rasio Ca/P dimana rasio Ca/P akan semakin rendah. Nilai Ca/P ini akan mempengaruhi ukuran kristal dimana semakin

65 besar rasio Ca/P maka semakin kecil ukuran kristal yang dihasilkan (Putri et al., 2015). Hidroksiapatit berporogen pati yang ukuran kristalnya lebih besar, memiliki rasio Ca/P yang lebih kecil dibanding hidroksiapatit tanpa porogen yang ukuran kristalnya lebih kecil. Rasio Ca/P hidroksiapatit berporogen pati adalah 1,485 dan rasio Ca/P hidroksiapatit tanpa porogen adalah 1,566. Dari hasil analisis XRD diatas, kedua sampel tidak terlalu menunjukkan perbedaan hasil analisis secara signifikan. Sampel hidroksiapatit berporogen pati pada suhu 900 o C selama 6 jam memiliki hasil yang lebih baik dibanding hidroksiapatit tanpa porogen pada suhu 900 o C selama 6 jam. Hal tersebut dikarenakan ukuran kristal dan tingkat kristalinitasnya lebih besar dibanding hidroksiapatit tanpa porogen yaitu 83,975 nm dan 90,34%. Hidroksiapatit dengan tingkat kristalinitas yang tinggi sangat cocok diaplikasikan pada bidang medis. 4.4 Hasil Scanning Electromagnetic Microscopy dan Energy Dispersive X Ray (SEM EDX) Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dari hidroksiapatit yang disintesis. Data digital berupa gambar dapat diolah lebih lanjut untuk menentukan distribusi ukuran partikel dengan menggunakan software ImageJ (Kurniawan et al., 2011). ImageJ adalah software gatis untuk pengolahan gambar digital berbasis Java yang dibuat oleh Wayne Rasband dari Research Services Branch, National Institute of Mental Health, Bethesda, Maryland, USA (Podlasov dan Ageenko, 2003). Penggunaan ImageJ dalam analisis gambar digital telah digunakan secara luas dalam

66 bidang kesehatan dan biologi (Kurniawan et al., 2011). ImageJ yang digunakan adalah versi 1.50i. 4.4.1 Pengaruh Suhu dan Waktu Kalsinasi Terhadap Morfologi HAp tanpa Porogen 0,482 nm 0,949 nm 0,226 nm 0,857 nm 0,671 nm 1,002 nm Partikel HAp Partikel HAp (a) Gambar 4.5. Hidroksiapatit dari Tulang Ayam Selama 2 Jam pada Perbesaran SEM 25000 Kali dengan Suhu Kalsinasi (a) 500 o C dan (b) 900 o C Suhu sangat berpengaruh terhadap morfologi suatu partikel. Pada waktu kalsinasi 2 jam, terdapat perbedaan morfologi partikel antara hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu 500 o C (Gambar 4.5a) dengan hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu 900 o C (Gambar 4.5b). Hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu 500 o C selama 2 jam memiliki morfologi partikel yang kecil dan tidak seragam dengan diameter partikel rata-rata 0,743 μm. Sedangkan pada suhu kalsinasi 900 o C selama 2 jam, morfologi partikel menjadi lebih besar dengan diameter partikel rata-rata 1,017 μm. Untuk waktu kalsinasi 6 jam, morfologi partikel hidroksiapatit yang dikalsinasi (b)

67 pada suhu 500 o C (Gambar 4.6a) memiliki morfologi partikel yang berbentuk tidak beraturan dan lebih seragam dengan diameter partikel rata-rata 0,996 μm. 0,995 nm 1,182 nm 1,355 nm 0,495 nm 0,648 nm 2,102 nm Partikel HAp Partikel HAp (a) (b) Gambar 4.6. Hidroksiapatit dari Tulang Ayam Selama 6 Jam pada Perbesaran SEM 25000 Kali dengan Suhu Kalsinasi (a) 500 o C dan (b) 900 o C Ukuran partikel dari hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu 500 o C selama 6 jam ini lebih besar dibanding suhu kalsinasi 500 o C selama 2 jam. Sedangkan morfologi partikel hidroksiapatit yang dikalsinasi pada suhu 900 o C selama 6 jam (Gambar 4.6b) juga berbentuk tidak beraturan, dan memiliki partikel yang lebih seragam dengan diameter partikel rata-rata 1,584 μm. Pada waktu kalsinasi 6 jam juga terjadi perubahan partikel yang menjadi lebih besar dari suhu 500 o C ke suhu 900 o C. Meningkatnya ukuran partikel hidroksiapatit menjadi lebih besar dari suhu 500 o C ke suhu 900 o C untuk waktu 2 jam dan 6 jam sesuai dengan hasil yang dilaporkan oleh (Elhendawi et al., 2014) yaitu ukuran partikel meningkat dengan

68 semakin besarnya suhu. Suhu yang tinggi akan meningkatkan energi kinetik atom atom penyusun sehingga terjadi difusi dengan partikel senyawa apatit yang berdekatan atau bersinggungan satu sama lain dan terjadi pengikatan partikel bersama (teraglomerasi). Hal inilah yang menyebabkan ukuran dari partikel senyawa apatit tersebut semakin besar. Ilustrasi dari proses perubahan struktur partikel dapat dilihat pada Gambar 4.7. Gambar 4.7. Perubahan Struktur Partikel (Ramlan dan Bama, 2011) Selain dari pengaruh suhu, morfologi hidroksiapatit juga dipengaruhi oleh waktu kalsinasi. Hidroksiapatit yang dikalsinasi pada waktu 6 jam (Gambar 4.6a dan Gambar 4.6b memiliki morfologi partikelnya lebih jelas, menyerupai bentuk kristal dibanding dengan hidroksiapatit pada waktu kalsinasi 2 jam (Gambar 4.5a dan Gambar 4.5b). Menurut (Achton, 2013), pengaruh dari waktu kalsinasi sebanding dengan pengaruh dari suhu kalsinasi. Semakin lama waktu kalsinasi tingkat kristalinitas akan semakin baik. Tingkat kristalinitas yang semakin baik disebabkan susunan atom dalam sampel semakin teratur sehingga semakin banyak kristal yang terbentuk. Dengan adanya pemanasan maka terjadi ikatan partikel senyawa apatit yang semakin lama daerah kontaknya semakin membesar. Partikel tersebut akan bergabung membentuk batas butir pada daerah kontak sehingga dengan adanya waktu

69 kalsinasi yang semakin lama akan menyebabkan dua partikel bergabung menjadi satu partikel yang besar. 4.4.2 Pengaruh Suhu dan Waktu Kalsinasi Terhadap Morfologi HAp Berporogen Pati Biji Durian Morfologi partikel hidroksiapatit berporogen pati menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan morfologi hidroksiapatit tanpa porogen. Pori yang terbentuk pada hidroksiapatit dengan penambahan porogen pati berada diantara ganular ganular dan berada dalam ganular. Pori terbentuk karena pati terjebak diantara partikel partikel HAp. Pati akan menghilang pada saat proses pemanasan suhu tinggi dan terlepas dari partikel HAp sehingga meninggalkan jejak berupa pori. Pembentukan struktur pori pada hidroksiapatit dengan proses pemanasan suhu tinggi dapat menghasilkan ukuran pori pada rentang 0,1 5000 µm (Sopyan et al., 2007). Hidroksiapatit berporogen pati dengan suhu kalsinasi 500 o C selama 2 jam (Gambar 4.8a) memiliki morfologi partikel berbentuk tidak beraturan, partikel kecil dan halus dengan diameter partikel rata-rata 0,826 μm dan luas pori rata-rata sekitar 0,046 μm 2. Sedangkan pada suhu 900 o C selama 2 jam (Gambar 4.8b), diameter partikel rata-rata menjadi lebih besar yaitu 1,265 μm dengan luas pori rata-rata sekitar 0,403 μm 2, dan berbentuk tidak beraturan. Kecilnya luas pori dari hidroksiapatit berporogen pati pada suhu kalsinasi 500 o C selama 2 jam ini, kemungkinan besar disebabkan terlalu singkatnya waktu kalsinasi yaitu 2 jam. Sehingga pati tidak terbakar secara sempurna dan mengakibatkan pori yang terbentuk hanya sedikit.

70 Sedangkan pada suhu kalsinasi yang lebih tinggi yaitu 900 o C, pati biji durian terbakar secara sempurna dan membentuk pori yang lebih besar. 0,315 nm 1,599 nm Pori HAp Pori HAp 0,573 nm 0,698 nm (a) (b) Gambar 4.8. Hidroksiapatit dari Tulang Ayam Berporogen Pati Biji Durian Selama 2 Jam pada Perbesaran SEM 25000 Kali dengan Suhu Kalsinasi (a) 500 o C dan (b) 900 o C 1,090 nm Pori HAp Pori HAp 1,288 nm 1,159 nm 1,889 nm (a) Gambar 4.9. Hidroksiapatit dari Tulang Ayam Berporogen Pati Biji Durian Selama 6 Jam pada Perbesaran SEM 25000 Kali dengan Suhu Kalsinasi (a) 500 o C dan (b) 900 o C (b)

71 Untuk waktu kalsinasi 6 jam, hidroksiapatit berporogen pati yang dikalsinasi pada suhu 500 o C (Gambar 4.9a) menunjukkan partikel berukuran kecil yaitu dengan diameter partikel rata-rata 1,046 μm dan luas pori rata-rata sekitar 0,337 μm 2, bentuk tidak beraturan, dan ukuran partikel seragam. Pori pada suhu 500 o C dengan waktu kalsinasi 6 jam ini lebih besar dibandingkan pori pada suhu 500 o C dengan waktu kalsinasi 2 jam. Hal ini mungkin disebabkan pati telah terbakar sempurna dan membentuk pori yang lebih besar. Hidroksiapatit berporogen pati yang dikalsinasi pada suhu 900 o C (Gambar 4.9b) menunjukkan morfologi partikel yang susunannya lebih teratur dan ukuran partikel lebih seragam dengan diameter partikel rata-rata 1,674 μm dan luas pori rata-rata yang dihasilkan sekitar 0,208 μm 2. Pada waktu kalsinasi 6 jam, luas pori dari suhu 500 o C lebih besar dibanding luas pori pada suhu 900 o C. Hal ini dapat disebabkan pada proses kalsinasi terjadi penumbuhan partikel sehingga terjadi ikatan yang kuat antara masing masing partikel. Hal ini menyebabkan material menjadi lebih padat dan pori pori akan menjadi lebih kecil (Nurmanta et al., 2014). Selain itu menurut (Nisa dan Munasir, 2015) semakin besar suhu kalsinasi maka semakin kecil volume pori yang terbentuk. Hal ini dikarenakan suhu kalsinasi menyebabkan partikel mengembang sehingga batas butir antar partikel semakin tidak terlihat, sehingga beraglomerasi membentuk partikel yang lebih besar dan memperkecil ukuran pori. Ukuran pori hasil sintesis HAp berpori dalam penelitian ini masih belum termasuk ke dalam ukuran pori yang efektif untuk perumbuhan tulang yaitu berada pada range 100 400 μm (Sopyan et al., 2007). Selain itu distribusi pori yang dihasilkan masih kurang seragam.

72 Peningkatan ukuran partikel juga terjadi pada hidroksiapatit berporogen pati dari suhu 500 o C ke 900 o C untuk waktu kalsinasi 2 jam dan 6 jam. Sama seperti alasan sebelumnya meningkatnya ukuran partikel disebabkan oleh meningkatnya suhu kalsinasi (Elhendawi et al., 2014). Kristalinitas dari partikel yang semakin baik dari waktu 2 jam ke 6 jam juga dipengaruhi oleh waktu kalsinasi. Sama seperti pembahasan sebelumnya, semakin lama waktu kalsinasi akan membuat semakin lamanya kontak antara partikel senyawa apatit dan menghasilkan partikel yang lebih besar. Semakin lama waktu kalsinasi akan menghasilkan kristalinitas yang tinggi (Reli et al., 2012). Dari hasil analisis morfologi partikel dengan SEM pada sampel diatas dapat disimpulkan kondisi terbaik diperoleh pada sampel hidroksiapatit berporogen pati biji durian dengan suhu kalsinasi 900 o C selama 6 jam yang mana mempunyai morfologi partikel yang paling teratur dan seragam dengan ukuran diameter rata rata 1,674 μm. Sedangkan kondisi terbaik dalam pembentukan pori dengan porogen pati biji durian adalah pada sampel hidroksiapatit berporogen pati biji durian dengan suhu kalsinasi 900 o C selama 2 jam dengan luas pori rata rata 0,403 μm 2. 4.4.3 Hasil Analisis EDX Analisis EDX digunakan untuk menganalisis elemen atau komposisi kimia dari suatu sampel. Dari hasil analisis EDX ini dapat ditentukan nilai rasio Ca/P seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.7.

73 Tabel 4.7 Rasio Ca/P Hidroksiapatit Tanpa Porogen dan Hidroksiapatit Berporogen Pati Biji Durian pada Suhu 900 o C Selama 6 Jam. Keterangan Ca/P HAp Tanpa Porogen Ca/P HAp Berporogen Pati Biji Durian Spot 1 1,577 1,443 Spot 2 1,658 1,578 Spot 3 1,461 1,433 Rata - rata 1,566 1,485 Analisis EDX dilakukan pada tiga spot atau tempat yang berbeda. Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa untuk hidroksiapatit tanpa porogen memiliki rasio Ca/P sebesar 1,566, sedangkan hidroksiapatit berporogen pati memiliki rasio Ca/P sebesar 1,485. Rasio Ca/P hidroksiapatit berporogen pati lebih kecil dibanding hidroksiapatit tanpa porogen. Hal ini mungkin disebabkan pengaruh dari fasa Ca 9 MgNa(PO 4 ) 7 yang terdapat pada hidroksiapatit berporogen pati lebih banyak dibandingkan hidroksiapatit tanpa porogen. Menurut hasil XRD yang dianalisis menggunakan software highscore, pada hidroksiapatit berporogen pati diperoleh kandungan senyawa hidroksiapatit sebesar 73% dan Ca 9 MgNa(PO 4 ) 7 sebesar 27%. Sedangkan pada hidroksiapatit tanpa porogen diperoleh kandungan senyawa hidroksiapatit sebesar 77% dan Ca 9 MgNa(PO 4 ) 7 sebesar 23%. Selain itu penurunan nilai Ca/P dapat dilihat dari semakin sempitnya puncak. Hidroksiapatit berporogen pati memiliki puncak yang lebih sempit dibanding hidroksiapatit tanpa porogen. Hal ini dapat dilihat dari nilai FWHM dimana nilai FWHM hidrokiapatit berporogen pati lebih kecil dibanding hidroksiapatit tanpa porogen. Sehingga nilai rasio Ca/P nya lebih kecil dibanding hidroksiapatit tanpa porogen.

74 Dari hasil analisis EDX, rasio Ca/P yang diperoleh pada penelitian ini nilainya dibawah rasio Ca/P hidroksiapatit standar yaitu 1,67. Nilai rasio Ca/P terbaik yang diperoleh adalah 1,566 yang terdapat pada sampel hidroksiapatit tanpa porogen dengan suhu kalsinasi 900 o C selama 6 jam. Menurut (Suryadi, 2011), rasio molar Ca/P berpengaruh terhadap kekuatan dari hidroksiapatit. Semakin besar rasio Ca/P maka semakin meningkat kekuatan dari hidroksiapatit. Kekuatan ini akan mencapai nilai maksimum di sekitar rasio Ca/P ~1,67 dan kekuatannya akan menurun jika rasio Ca/P besar dari 1,67 (Suryadi, 2011).

75 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Hidroksiapatit (HAp) dapat disintesis dari tulang ayam dengan metode presipitasi. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil dari FTIR yang menunjukkan terdapatnya gugus fungsi utama dari HAp yaitu OH - dan PO 3-4. Namun tingkat kemurnian HAp hasil sintesis masih rendah karena terdapatnya gugus CO 2-3 dan dari hasil XRD menunjukkan terdapat fasa lain selain HAp yaitu sodium kalsium magnesium fospat. 2. Waktu dan suhu kalsinasi mempengaruhi morfologi partikel HAp dimana semakin tinggi suhu dan waktu kalsinasi, susunan partikel akan semakin teratur, ukuran kristal dan tingkat kristalinitas akan semakin tinggi. 3. Pengaruh porogen pati biji durian terhadap luas pori bergantung pada suhu dan waktu kalsinasi yaitu semakin tinggi suhu dan waktu kalsinasi, luas pori akan semakin kecil. 4. Kondisi terbaik yang diperoleh untuk pembuatan HAp pada penelitian ini adalah pada HAp dengan menggunakan porogen pati biji durian dengan suhu kalsinasi 900 o C selama 6 jam, dimana diameter kristalnya 83,975 nm, tingkat kristalinitas 90,34%, dan diameter partikel rata-rata 1,674 μm. 75

76 5. Rasio Ca/P yang diperoleh pada penelitian ini nilainya dibawah rasio Ca/P HAp standar yaitu 1,67. Nilai rasio Ca/P terbaik adalah 1,566 yang terdapat pada sampel HAp tanpa porogen dengan suhu kalsinasi 900 o C selama 6 jam. 6. Hasil sintesis HAp berporogen pati dalam penelitian ini belum dapat diaplikasikan untuk aplikasi medis khususnya bone filler karena ukuran pori yang dihasilkan terlalu kecil dan distribusi pori kurang seragam. Luas pori rata rata yang paling besar diperoleh pada suhu kalsinasi 900 o C selama 2 jam yaitu 0,403 μm 2. 5.2 Saran Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah: 1. Perlu dilakukan proses pemisahan kalsium dari zat lain yang terdapat dalam tepung tulang ayam supaya bahan baku yang digunakan untuk proses pembuatan HAp benar benar kalsium murni dan tidak ada pengotor. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik hidroksiapatit seperti diamater pori dengan uji BET supaya hasilnya lebih akurat, uji impact untuk mengetahui kekuatan dari HAp, uji in vivo dan in vitro perlu untuk mengetahui pengaplikasian HAp dalam tubuh serta membuktikan bahwa HAp tidak beracun, memiliki sifat bioaktifitas, dan biokompatibilitas yang baik. 3. Disarankan pada proses pencampuran antara HAp dengan pati biji durian dilakukan pencampuran yang lebih homogen lagi supaya diperoleh pori yang seragam. Selain itu disarankan jumlah pati yang ditambahkan lebih banyak

77 supaya pori yang terbentuk mempunyai ukuran pori yang sesuai dengan ukuran pori untuk pertumbuhan tulang yaitu 100 400 nm. 4. Disarankan untuk penelitian selanjutnya tidak melaksanakan penelitian di udara terbuka supaya sampel tidak terkontaminasi oleh CO 2. Selain itu perlu membuat kondisi lingkungan yang inert dengan cara mengalirkan gas nitrogen ke dalam reaktor.