BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini banyak permasalahan sosial yang muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial budaya serta krisis ekonomi yang tidak kunjung usai. Hal ini akan semakin memicu atau meningkatkan berbagai gangguan kejiwaan di masyarakat, dari gangguan jiwa yang ringan hingga gangguan jiwa yang tergolong berat (Puslitbang Depkes, 2007). Salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi adalah skizofrenia, dimana hingga saat ini penanganannya belum memuaskan. Hal ini terutama terjadi di negara-negara yang sedang berkembang karena ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa ini (Hawari, 2003). American Psychiatric Association (1995), menyebutkan bahwa 1 % populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Berdasarkan data kesehatan jiwa Puslitbang Depkes RI tahun 2007, sebanyak 0,46% masyarakat Indonesia mengalami gangguan jiwa berat. Penderita Skizofrenia di Indonesia biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita Skizofrenia. Menurut hasil penelitian di Indonesia, terdapat sekitar 1-2 % atau
sebesar 2-4 juta jiwa menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita Skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di RS jiwa di Indonesia adalah penderita Skizofrenia. Gejala-gejala Skizofrenia mengalami penurunan fungsi/ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat terlambat produktifitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain ( Arif, 2006). Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini, menurut data Departemen Kesehatan tahun 2007 mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 11,6 persen dari populasi dan 0.46 persen menderita gangguan jiwa berat (Purba, 2011). Masalah keperawatan yang paling sering ditemukan di RS Jiwa adalah perilaku kekerasan, halusinasi, menarik diri, harga diri rendah, waham, bunuh diri, ketergantungan napza, dan defisit perawatan diri. Dari delapan masalah keperawatan diatas akan mempunyai manifestasi yang berbeda, proses terjadinya masalah yang berbeda dan sehingga dibutuhkan penanganan yang berbeda pula. Kedelapan masalah itu dipandang sama pentingnya, antara masalah satu dengan lainnya. (Depkes, 2006). Namun, pada setiap masalah keperawatan jiwa diatas, yang selalu dan bahkan dapat terjadi pada tiap pasien yang mengalami gangguan jiwa adalah defisit perawatan diri. Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi, berpakaian, makan, BAK/BAB (Fitria, 2009).
Keterbatasan perawatan diri biasanya diakibatkan karena stressor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh pasien, sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, berhias, makan, maupun BAB dan BAK. Bila tidak dilakukan intervensi oleh perawat (Fitria, 2009). Keterbatasan tersebut akan terus berlanjut dalam pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. Setiap makhluk hidup mempunyai kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam. Namun, pada hakikatnya setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar yang sama. Kebutuhan tersebut bersifat manusiawi dan menjadi syarat untuk keberlangsungan hidup manusia. Siapapun orangnya pasti memerlukan pemenuhan kebutuhan dasar (Asmadi, 2008). Kegagalan pemenuhan kebutuhan dasar menimbulkan kondisi yang tidak seimbang, sehingga diperlukan bantuan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar tersebut. Disinilah pentingnya peranan perawat sebagai profesi kesehatan dimana salah satu tujuan pelayananan keperawatan adalah membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Jenis-jenis kebutuhan dasar manusia yang menjadi lingkup pelayanan keperawatan bersifat holistik yang mencakup kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual (Asmadi, 2008). Dalam keadaan sakitpun, kebutuhan dasar harus terpenuhi, pasien dengan kondisi gangguan jiwa, terutama defisit perawatan diri, akan sangat tidak peduli dengan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi, kecuali kebutuhan
fisiologis seperti makan dan minum, tetapi dalam pemenuhan kebutuhan makan dan minum tersebut, pasien tidak peduli apa dan bagaimana jenis makanan dan minum tersebut, dan juga tidak peduli bagaimana cara makan dan minum yang benar. Berdasarkan pantauan peneliti langsung di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, sebagian pasien dapat dikategorikan defisit perawatan diri, karena peneliti melihat bahwa pasien-pasien tersebut defisit perawatan diri dalam hal kebersihan diri, untuk hal makan dan minum terpenuhi tetapi cara makan pasien tersebut kurang baik karena makan masih berantakan dan tidak pada tempatnya, untuk eliminasi pasien disediakan kamar mandi, tetapi ada juga pasien yang mengalami gangguan dalam eliminasi, serta gangguan dalam pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. Pasien yang mengalami defisit perawatan diri, harus didukung dan dibantu agar pasien tersebut dapat memenuhi kebutuhan dirinya secara mandiri tanpa ketergantungan oleh orang lain. Di rumah sakit jiwa yang sangat berperan dalam memberikan asuhan adalah perawat, khususnya perawat jiwa. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup menjalankan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya (Sulistiawati, 2005).
Peran perawat kesehatan jiwa menurut Weiss (1947) yang dikutip Stuart & Sundeen dalam Principles and Practice of Psychiatric Nursing Care (1995) dalam (Kusumawati, 2010) bahwa peran perawat adalah sebagai Attitude Therapy, yaitu mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau menetap yang terjadi pada pasien, mendemonstrasikan penerimaan, respek, memahami pasien dan mempromosikan ketertarikan pasien dan berpartisipasi dalam interaksi. Sedangkan menurut Clinton dan Nelson perawat jiwa harus berusaha menemukan dan memenuhi kebutuhan dasar klien yang terganggu seperti kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan mencintai dan disayangi, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Pasien defisit perawatan diri umumnya terjadi gangguan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya terutama kebutuhan fisiologis pasien, kebutuhan fisiologis akan mempengaruhi kebutuhan dasar lainnya, jika kebutuhan fisiologis pasien terganggu, selanjutnya seluruh kebutuhan menjadi terganggu sebagai dampak terganggunya kebutuhan psikologis. Oleh karena itu, perawat harus berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan menjalin rasa percaya dan berusaha memahami apa yang dirasakan oleh pasien. Dengan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul Gambaran Peran Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien Gangguan Jiwa Dengan Defisit Perawatan Diri di RSJ Pemprovsu Medan.
1.2 Rumusan Masalah Bagaimana Gambaran Peran Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien Gangguan Jiwa Dengan Defisit Keperawatan Diri di RSJ Pemprovsu Medan. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui Gambaran Peran Perawat dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Pasien Gangguan Jiwa Dengan Defisit Keperawatan Diri di RSJ Pemprovsu Medan. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Praktek Keperawatan Dalam praktek keperawatan, hasil penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan perawat yang adekuat dalam pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien defisit perawatan diri dan dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terutama pada tahap intervensi pemenuhan kebutuhan pada pasien jiwa dengan defisit perawatan diri dalam rangka mempercepat proses penyembuhan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kemajuan profesi keperawatan pada umumnya.
1.4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan Dalam bidang pendidikan keperawatan, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perawat pendidik untuk mengembangkan metode pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien defisit perawatan diri dan mempersiapkan mahasiswa untuk menerapkannya dalam pemberian asuhan keperawatan. 1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi peneliti, sehingga dapat menerapkan pengetahuan ilmiah yang diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai gambaran perawat dalam pemenuhan kebutuhan dasar pasien jiwa dengan defisit perawatan diri.