BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

KAJIAN UNSUR INTRINSIK DAN NILAI PENDIDIKAN CERITA CEKAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena. kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009: 1).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yakni prosa (fiksi), puisi, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah dulce at utile. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik itu puisi maupun prosa (cerita pendek dan novel). Pemilihan sumber bacaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN. untuk diteladani. Berdasarkan isi karya sastra itu, banyak karya sastra yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan kreativitas seseorang terhadap ide, pikiran, dan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi atau

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan apa yang sedang dipikirkannya. Dengan demikian manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

I. PENDAHULUAN. diajarkan agar siswa dapat menguasai dan menggunakannya dalam berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. sistem sosial kehidupan. Iswanto (dalam Jabrohim, 2001:59) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat adalah novel. Menurut Esten (1993:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah kesusastraan. Kata kesusastraan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin

BAB I PENDAHULUAN. dan segala problematikanya yang begitu beragam. Fenomena-fenomena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik. Dengan demikian, melalui pengajaran sastra, peserta didik. memiliki kemampuan memahami dan menghargai seni budaya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. bukan hanya cerita khayal atau angan-angan dari pengarangnya, melainkan wujud

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra Jawa UI, Universitas Indonesia Analisis amanat..., Dyah Ayu Sarah Sakinah, FIB UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura.

BAB I PENDAHULUAN. Jepang juga dikenal sebagai negara penghasil karya sastra, baik itu karya sastra

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN APRESIASI CERPEN DENGAN MEDIA AUDIO PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 JATIPURO KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2008/ 2009

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial, dan karya sastra memiliki kaitan yang sangat erat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh masyarakat (Damono, 2002: 1). Selain dimanfaatkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini, akan diuraikan beberapa hal sebagai berikut: (1)

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah sebuah proses, pada proses tersebut adanya perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan sebuah karya yang bersifat imajinatif yang mengandung nilai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN. Karya sastra sengaja dibuat untuk menggambarkan keadaan sosial

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah bagi siswa. intelektual, emosional maupun budi pekerti.

BAB I PENDAHULUAN. Sastra tumbuh, hidup, dan berkembang seiring dengan kemajuan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1993:14) bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sastra memiliki kekhasan dari pengarangnya masing-masing. Hal inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. realitas, dan sebagainya. Sarana yang paling vital untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan kelas dunia. Begitu banyak karya sastra Jepang yang telah di

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra lahir dari hasil kreatifitas dan imajinasi manusia, serta pemikiran dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra, sebagai bagian dari proses zaman, dapat mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

kemanusiaan, nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai kebudayaan dan meningkatkan

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS UNSUR-UNSUR INTRINSIK DALAM CERITA CEKAK DONGENGE PAKDHE BAB LENDHUT LAPINDO

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yakni sas- dan -tra. Sas- dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi dan tra memiliki arti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran (Teeuw, 1984: 23). Dapat diartikan bahwa sastra merupakan alat atau buku petunjuk yang digunakan untuk mengajar. Wellek & Warren (2014: 12) menyatakan bahwa sastra merupakan sebuah karya imajinatif. Sebagai karya imajinatif, sastra bukanlah hasil lamunan belaka, tetapi pengarang merefleksikan kehidupan berdasarkan perenungan dengan penuh tanggung jawab. Hal tersebut seperti dikatakan oleh Nurgiyantoro (2013: 3) bahwa sastra walaupun berupa hasil imajinasi, tidak benar jika dianggap sebagai hasil lamunan belaka, melainkan penghayatan dan perenungan mengenai hakikat hidup dan kehidupan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Berbicara mengenai sastra tentu tidak lepas dari bahasa. Segala bentuk karya sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya, seperti dikatakan oleh Ratna (2010: 446) bahwa medium utama karya sastra adalah bahasa. Unsur bahasa menjadi hal yang penting dalam karya sastra karena keindahan karya sastra tidak lepas dari aspek bahasa yang digunakan. Bahasa sastra tentu berbeda dengan bahasa ilmiah. Nurgiyantoro (2013: 365) menjelaskan bahwa bahasa sastra dicirikan sebagai bahasa yang mengandung unsur emotif dan bersifat konotatif sebagai kebalikan dari bahasa nonsastra, khususnya bahasa ilmiah yang rasional dan denotatif. Selain mengandung unsur emotif dan bersifat konotatif, bahasa sastra juga mampu memengaruhi para pembaca. Hal tersebut dipertegas dengan pendapat Wellek & Warren (2014: 14) yang menyatakan bahwa bahasa sastra berusaha memengaruhi, membujuk, dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca. Sastra memiliki dua fungsi yakni dulce (indah) dan utile (berguna/bermanfaat) (Wellek & commit Warren, to user 2014: 23). Maksud dari kata dulce 1

2 (indah) dalam fungsi sastra adalah menciptakan kesenangan bagi para penikmat sastra. Kesenangan tersebut memiliki makna menghibur dan tidak membosankan. Sedangkan utile (berguna/bermanfaat) memiliki maksud bahwa sastra menekankan aspek kebermanfaatan bagi para pembaca. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebuah karya sastra tidak hanya memberikan hiburan bagi pembaca, tetapi juga mengandung nilai-nilai didaktis. Nurgiyantoro (2013: 433) menjelaskan manfaat yang diberikan sastra diantaranya dapat melibatkan berbagai aspek kehidupan yang menunjang atau memengaruhi cara berpikir, bersikap, berperasaan, bertindak secara verbal atau nonverbal. Karya sastra Jawa modern yang ada dalam masyarakat terdiri atas tiga genre yakni geguritan (puisi), gancaran (prosa), dan sandiwara (drama). Seiring berjalannya waktu, karya sastra Jawa modern mengalami perkembangan. Sejak abad ke-19 karya sastra tidak hanya diterbitkan dalam bentuk buku tetapi juga diterbitkan dalam media massa majalah. Suripan Sadi Hutomo dalam Astuti (2013: 3) menjelaskan bahwa karya sastra Jawa mulai banyak dimuat di majalah atau media massa pada periode sastra majalah yakni tahun 1966. Pada masa itu banyak karya sastra Jawa berbentuk cerita cekak, cerita sambung, dan geguritan dimuat di beberapa majalah Jawa, seperti majalah Kajawen, Panjebar Semangat, Jaya Baya, Swara Tama dan Pusaka Surakarta. Cerita cekak (selanjutnya disingkat cerkak) merupakan salah satu bentuk karya sastra Jawa yang bergenre prosa. Di dalam istilah kesusastraan Indonesia cerkak sama dengan cerita pendek (cerpen). Cerpen merupakan salah satu bentuk prosa pendek yang dapat selesai dibaca dalam waktu sekali duduk. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Poe dalam Purba (2010: 50) bahwa cerpen adalah karya sastra yang tidak panjang cukup dibaca dalam waktu sekali duduk, bertitik berat pada satu masalah, dan memberi kesan tunggal. Cerkak yang dijadikan sebagai bahan ajar haruslah cerkak dengan tema yang sesuai dengan usia siswa, menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa, dan mengandung isi yang sesuai atau bermanfaat bagi diri para siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Semi (1993: 199) bahwa pemilihan karya sastra

3 yang dibaca siswa harus memperhatikan unsur minat, kecocokan dengan tingkat pendidikan dan umur, serta memperhitungkan faktor psikologis dan intelektual. Peneliti melakukan pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran apresiasi sastra Jawa cerkak di sebuah sekolah dalam kegiatan program pengalaman lapangan. Guru menggunakan cerkak yang terdapat dalam lembar kerja siswa tahun ajaran sebelumnya, padahal sekolah tersebut berlangganan majalah-majalah berbahasa Jawa yang di dalamnya terdapat cerkak. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru kurang memanfaatkan bahan ajar yang ada. Pemanfaatan cerkak yang terdapat dalam media massa dirasa relevan untuk digunakan oleh guru dalam pembelajaran apresiasi karya sastra di sekolah. Majalah merupakan salah satu media massa cetak yang terbit secara berkala. Dengan menggunakan cerkak dalam media massa yang terbit secara berkala, maka peluang guru dalam memilah dan memilih cerkak untuk digunakan sebagai bahan ajar apresiasi sastra Jawa menjadi besar. Hal tersebut dapat dipotensikan sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu majalah Jawa yang memuat cerkak adalah majalah Jaya Baya. Majalah Jaya Baya merupakan majalah mingguan yang diterbitkan oleh PT Jayabaya Prabu Gendrayana dengan alamat Ruko Taman Bungurasih Blok A 02 Sidoarjo 61256. Usia Majalah Jaya Baya sudah cukup tua, pertama terbit pada tanggal 1 Desember 1945. Sebuah media massa yang mampu bertahan dan eksis dalam waktu yang begitu lama tentu telah memiliki pengalaman yang banyak dalam hal penggunaan bahasa. Tidak hanya dari segi penggunaan bahasa, rubrikrubrik yang disajikan pun semakin baik dan disesuaikan dengan kalangan pembaca. Cerkak dalam majalah Jaya Baya mayoritas adalah cerkak-cerkak yang menceritakan problematika kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa. Siswa akan lebih mudah memahami maksud yang terkandung dalam cerkak tersebut karena merupakan refleksi dan cerminan dari realita kehidupan siswa yang memang berada dalam lingkungan masyarakat Jawa. Untuk dapat memahami maksud dan isi cerkak secara keseluruhan, siswa commit perlu to mengidentifikasi user unsur-unsur intrinsik

4 yang terdapat dalam cerkak terlebih dahulu. Hal tersebut seperti dinyatakan oleh Teeuw dalam Jabrohim (2001: 54) bahwa untuk memahami makna dari suatu karya sastra harus dikaji berdasarkan strukturnya sendiri, lepas dari latar belakang sejarah, lepas dari diri dan niat penulis. Cerkak yang dimuat dalam majalah Jaya Baya memang banyak, namun tidak semua cerkak-cerkak tersebut mengandung nilai pendidikan. Cerkak yang mengandung nilai-nilai pendidikan dirasa lebih tepat untuk digunakan sebagai bahan ajar apresiasi sastra Jawa di sekolah. Nilai-nilai pendidikan dalam cerkak lambat laun akan dapat berpengaruh terhadap karakter yang baik pada diri siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wardani (2009: 14) yang menyatakan bahwa fiksi yang baik menggambarkan kehidupan yang mengundang simpati pembaca, mengundang tanggapan pembaca, dan mendidik moral pembaca. Beberapa cerkak dalam majalah Jaya Baya yang mengandung nilai pendidikan dirasa sesuai untuk dijadikan sebagai materi ajar apresiasi sastra Jawa. Cerkak dalam majalah Jaya Baya edisi Agustus Oktober 2014 banyak mengandung nilai-nilai pendidikan yang relevan untuk diajarkan pada siswa. Kedua belas cerkak dalam edisi tersebut kemudian diseleksi berdasarkan kemiripan tema. Melalui proses pembacaan cerkak secara berulang-ulang, diperoleh enam cerkak yang mengangkat cerita dengan tema yang hampir sama. Keenam cerkak tersebut memuat tema mengenai perilaku yang dilakukan oleh seseorang dengan disertai akibat atau resiko dari perilaku tersebut. Melalui perilaku dan akibat yang digambarkan oleh pengarang dalam cerita, siswa akan lebih paham mengenai perilaku baik yang dapat dicontoh dan perilaku buruk yang harus dijauhi. Siswa harus paham bahwa pitutur atau ajaran tidak selamanya bersifat himbauan berbuat baik, tetapi juga dapat berupa larangan untuk tidak berbuat yang tidak baik. Hal tersebut seperti dikatakan oleh Ratna (2010: 438) bahwa pemahaman dalam karya sastra merupakan pemahaman terhadap nasihat dan peraturan, larangan dan anjuran, kebenaran yang harus ditiru, jenis-jenis kejahatan yang harus ditolak, dan sebagainya. Di dalam Kurikulum 2013 Muatan Lokal Bahasa Jawa SMA/SMALB/SMK/MA/MAK Provinsi Jawa Tengah, pada tingkat X semester

5 gasal, terdapat kompetensi dasar 3.2 Menelaah teks cerita cekak. Sehubungan dengan berpotensinya cerkak dalam majalah Jaya Baya untuk dapat digunakan sebagai alternatif materi pembelajaran apresiasi sastra, maka peneliti merasa perlu untuk mengkaji cerkak majalah Jaya Baya. Adapun penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan struktural dan dikaitkan dengan nilai pendidikan. Sepengetahuan peneliti belum banyak penelitian terhadap cerkak yang dikaitkan dengan nilai pendidikan sebagai alternatif bahan ajar apresiasi sastra Jawa di sekolah. Oleh karena itu, peneliti mengkaji cerkak majalah Jaya Baya edisi Agustus Oktober 2014 dalam bentuk penelitian deskriptif kualitatif dengan judul Kajian Unsur Intrinsik dan Nilai Pendidikan Cerita Cekak dalam Majalah Jaya Baya serta Relevansinya sebagai Bahan Ajar Apresiasi Sastra Jawa Kelas X Sekolah Menengah Atas B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah unsur intrinsik dalam cerkak majalah Jaya Baya edisi Agustus Oktober 2014? 2. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan dalam cerkak majalah Jaya Baya edisi Agustus Oktober 2014? 3. Bagaimanakah relevansi unsur intrinsik dan nilai-nilai pendidikan cerkak dalam majalah Jaya Baya edisi Agustus Oktober 2014 sebagai bahan ajar apresiasi sastra Jawa kelas X sekolah menengah atas? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Mendeskripsikan unsur intrinsik dalam cerkak majalah Jaya Baya edisi Agustus Oktober 2014. 2. Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan dalam cerkak majalah Jaya Baya edisi Agustus Oktober 2014.

6 3. Mendeskripsikan relevansi unsur intrinsik dan nilai-nilai pendidikan cerkak dalam majalah Jaya Baya edisi Agustus Oktober 2014 sebagai bahan ajar apresiasi sastra Jawa kelas X sekolah menengah atas. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian deskriptif kualitatif ini terdiri atas manfaat teoretis dan manfaat praktis, yaitu: 1. Manfaat Teoretis a. Secara teori, penelitian deskriptif kualitatif ini memiliki manfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam pembelajaran apresiasi sastra Jawa, khususnya pembelajaran apresiasi prosa fiksi yakni mengenai unsur intrinsik dan nilai-nilai pendidikan dalam cerkak. b. Menambah wawasan bahwa cerkak tidak hanya memiliki peran sebagai sebuah karya sastra, namun juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran apresiasi sastra Jawa di sekolah. c. Hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bahan rujukan untuk penelitian lebih lanjut mengenai unsur intrinsik dan nilainilai pendidikan dalam sebuah karya sastra, terutama karya sastra yang berbentuk cerkak. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis meliputi manfaat penelitian bagi para siswa, guru, sekolah, dan peneliti lain. a. Bagi siswa 1) Meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran bahasa Jawa dengan menggunakan bahan ajar cerkak dalam majalah berbahasa Jawa yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. 2) Meningkatkan moral dan karakter para siswa melalui nilai-nilai pendidikan serta pitutur luhur yang terkandung dalam cerkak majalah berbahasa Jawa.

7 b. Bagi guru 1) Memberikan tambahan wawasan pada guru bahwa bahan ajar cerkak dalam media massa dapat dijadikan sebagai alternatif bahan ajar di sekolah, seperti halnya cerkak dalam majalah Jaya Baya. 2) Memberikan tambahan wawasan pada guru dalam memilah, memilih dan menentukan cerkak yang digunakan sebagai bahan ajar apresiasi sastra Jawa, khususnya bahan ajar materi menelaah cerkak. 3) Meningkatkan kreativitas guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran apresiasi sastra Jawa dengan menggunakan cerkak dalam majalah Jawa. c. Bagi sekolah 1) Meningkatkan proses kegiatan pembelajaran di sekolah, yakni pembelajaran yang lebih inovatif dengan penggunaan bahan ajar dari media massa dalam kegiatan pembelajaran apresiasi sastra Jawa. 2) Meningkatkan kualitas pendidik di sekolah, yakni pendidik yang mampu memilih serta memilah penggunaan bahan ajar cerkak dalam proses kegiatan pembelajaran. d. Bagi peneliti Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peneliti mengenai unsur intrinsik dan nilai-nilai pendidikan dalam karya sastra prosa yang berbentuk cerkak dalam majalah Jaya Baya serta relevansinya sebagai bahan ajar siswa sekolah menengah atas.