BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu kelebihan manusia dari pada makhluk lainnya di muka bumi ini. Semua orang menyadari betapa pentingnya peranan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa adalah sistem lambang yang berwujud bunyi atau bunyi ujar. Sebagai lambang tertentu ada yang di lambangkan. Maka, yang dilambangkan adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu (Abdul Chaer,1995; 3). Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat yang digunakan seseorang untuk melahirkan pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan dalam perasaan. Ia berfungsi sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat sebagai pemakai bahasa, sehingga saling menginformasikan gagasan dan perasaannya dari informasi tersebut. Gorys Keraf (1980: 16) mengatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi, suara yang dihasilkan oleh alat ucap. Jadi, dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan seseorang atau lebih berupa lambang bunyi, suara untuk menyampaikan informasi, sehingga menginformasikan gagasan dan perasaannya.
Karena lambang-lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide, atau pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai suatu makna. Lambang-lambang bunyi bahasa yang bermakna itu di dalam bahasa berupa satuan-satuan bahasa yang berwujud morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Semua satuan tersebut mempunyai makna. Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang lain dan berperan dalam perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia (Sutedi, 2003: 2). Sehingga perkembangan yang terjadi dalam aspek-aspek kehidupan manusia mempengaruhi perkembangan suatu bahasa. Dengan demikian fungsi bahasa adalah media untuk menyampaikan makna kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis serta media dalam perkembangan berbagai aspek kehidupan manusia. Bahasa di dunia ini sangat beragam, hal ini dikarenakan anggota penutur bahasa. Sehingga kita banyak mengenal bahasa asing selain bahasa ibu. Dalam mempelajari suatu bahasa, diperlukan pemahaman tentang aturan atau kaidah-kaidah yang terdapat dalam bahasa tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan bahasa yang komunikatif. Salah satu bahasa yang ada di dunia ini adalah bahasa Jepang, bahasa Jepang adalah bahasa yang dipakai sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat diseluruh pelosok Negara Jepang. Bahasa Jepang dipakai sebagai bahasa resmi, bahasa penghubung antar anggota masyarakat Jepang. Dipakai sebagai bahasa
pengantar disemua lembaga pendidikan di Jepang, sejak sekolah taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Dengan demikian bahasa Jepang dapat dikatakan sebagai bahasa yang dipakai oleh sekelompok masyarakat penutur yang berada disuatu wilayah atau suatu Negara. Akhir-akhir ini bahasa Jepang banyak juga dipelajari oleh masyarakat dunia. Hal itu sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi bahasa Jepang yang bisa dikatakan terdepan di Asia. Oleh karena itu banyak masyarakat dunia yang tertarik untuk mempelajari bahasa Jepang sebagai bahasa asing dan bahasa pergaulan dalam berbagai situasi dan kesempatan. Berdasarkan fungsinya, bahasa dapat dikaji secara internal dan eksternal. Yang dimaksud kajian secara interal adalah pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja, struktur fonologis, morfologis, sintaksis, dan semantik. Selanjutnya, kajian ini akan menghasilkan varian-varian bahasa tanpa berkaitan dengan masalah di luar bahasa. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan teori-teori dan norma atau prosedur yang telah ada di dalam disiplin linguistik. Semantik (imiron) merupakan salah satu cabang linguistik (gengogaku) yang mengkaji tentang makna. Dalam cabang linguistik, semantik memegang peranan penting, karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain hanya untuk menyampaikan suatu makna. Misalnya seseorang menyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicara dapat memahami apa yang dimaksud, karena ia bisa menyerap makna yang disampaikan. Setiap jenis penelitian yang berhubungan
dengan bahasa, apakah struktur kalimat, kosakata, ataupun bunyi-bunyi bahasa, pada hakikatnya tidak terlepas dari makna. Berdasakan karakter gramatikal, kosakata memiliki kelas kata atau jenis kata, dalam bahasa Jepang disebut dengan hinshi. Klasifikasi kata tersebut yaitu, verba (doushi), adjektiva-i (keiyoushi), adjektiva-na (keiyoudoushi), nomina (meishi), prenomia (rentaishi), adverbial (fukushi), interjeksi (kandoushi), konjungsi (setsuzokushi), verba bantu (jodoushi), dan partikel (joushi) (Sudjianto, 2004: 98). Dalam bahasa Jepang, kelas kata nomina biasa disebut dengan meishi. Dan kelas kata nomina digunakan untuk menyatakan orang, benda, peristiwa, dan sebagainya, tidak mengalami konjugasi, dan dapat dilanjutkan dengan kakujoshi (Matsuoka, 2000 : 342). Nomina dalam bahasa Jepang dapat disebut juga dengan taigen, di dalam suatu kalimat ia dapat menjadi subjek, predikat, kata keterangan, dan sebagainya (Hirai, 1989 : 148). Setelah melihat uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai nomina tomodachi, yuujin, dan nakama, yang memiliki pengertian yang sama, yaitu teman, tetapi berbeda cara penggunaannya dalam kalimat. Contoh : 1. 私たちはすぐに友達になりました kami segera menjadi kawan. (Kamus Jepang-Indonesia, 1994 : 1091)
Penjelasan : Pengertian teman pada kalimat tersebut, untuk menyatakan teman pada umumnya, dan dapat kita pakai pada siapa saja yang telah kita kenal, meskipun orang tersebut baru kita kenal. 2. 30 年来の友人 Kawan sejak tiga puluh tahun. (kamus Jepang-Indonesia, 1994: 1197) Penjelasan : pengertian teman pada kalimat tersebut, di pakai hanya pada orang tertentu saja. Orang yang sudah kita kenal lama, dan kita merasa sudah sangat dekat kepadanya. 3. 従業員中間 Teman sesama karyawan. (Kamus Jepang-Indonesia, 1994: 688) Penjelasan : Pengertian teman pada kalimat tersebut, dapat dipakai ketika kita sedang berbicara tentang teman kerja. Dari ketiga contoh di atas dapat dikatakan bahwa kata tomodachi, yuujin, dan nakama tersebut mengandung makna teman dalam bahasa Indonesia, tetapi makna
teman dapat diketahui dari nomina apa yang akan digunakannya di dalam kalimat. Dengan demikian, dalam pemakaian dari kata tomodachi, yuujin, dan nakama harus disesuaikan dengan situasinya, sehingga ini menimbulkan adanya pemilihan bahasa yang tepat yang sesuai dari kalimat tersebut. Dengan alasan tersebut penulis tertarik sekali untuk menganalisis kata tersebut yang akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul Analisis Makna Kata Tomodachi, Yuujin, Dan Nakama Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Ditinjau Dari Segi Semantik). 1.2 Perumusan Masalah Masalah pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah pemaparan secara deskripsi nomina tomodachi, yuujin, dan nakama yang dilihat dari segi semantik. Dalam kamus bahasa Indonesia (1990: 548), semantik adalah (1) arti, makna (2) maksud pembicaraan dan penulis, pengertian yang diberikan kepada satu bentuk pembahasan. Diatas telah dikemukakan bahwa nomina tomodachi, yuujin, dan nakama memiliki makna yang hampir sama atau bersinonim, yaitu teman di dalam bahasa Indonesia, tetapi masing-masing kata berbeda penggunaannya di dalam kalimat. Dan yang membedakan makna tersebut adalah situasi dan kontekstual pada nuansa yang mempengaruhi dari kata tersebut. Oleh sebab itu, pembelajar bahasa Jepang menemui kesulitan pada saat menggunakannya dalam kalimat.
Untuk membahas masalah kata yang memiliki makna yang sama namun berbeda nuansanya dalam kalimat, maka penulis merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut : 1. Bagaimana makna kata tomodachi, yuujin, dan nakama secara etimologi. 2. Bagaimana pemakaian kata tomodachi, yuujin, dan nakama dalam kalimat bahasa Jepang. 3. Bagaimana perbedaan dan persamaan kata tomodachi, yuujin, dan nakama dalam kalimat bahasa Jepang. 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi ruang lingkup pembahasannya hanya pada analisis terhadap perbedaan pemakaian kata tomodachi, yuujin, dan nakama yang sama-sama memiliki makna teman di dalam kalimat bahasa Jepang. Ketiga kata tersebut diatas, tidak dapat digunakan begitu saja, karena harus disesuaikan dengan kondisi yang tepat pada sebuah kalimat. Analisis lebih difokuskan pada penjelasan mengenai bagaimana perbedaan nuansa makna dari kata tomodachi, yuujin, dan nakama, yang digunakan dalam kalimat bahasa Jepang. Agar pembahasan terhadap permasalahan dalam skripsi ini lebih jelas, logis dan akurat, sebelum membahas inti permasalahan, penulis perlu menjelaskan pula
pengertian nomina, jenis nomina, pengertian nomina tomodachi, yuujin, dan nakama, jenis makna dalam semantik, manfaat mempelajari semantik, dan pilihan bahasa. 1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka Fokus dari penelitian ini adalah menganalisis pemakaian kata tomodachi, yuujin, dan nakama serta perbedaannya. Untuk itu, penulis menggunakan konsep atau definisi yang berkaitan dengan linguistik, terutama dalam bidang semantik. Linguistik adalah ilmu yang mengkaji tentang seluk beluk bahasa pada umumnya, bahasa yang menjadi alat interaksi sosial milik manusia. Sementara (Abdul Chaer, 1994: 1), menyatakan linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang mengkaji bahasa sebagai subjek kajiannya. Biasanya bahasa yang kita gunakan diungkapkan dalam bentuk kata, kalimat - kalimat dan predikat dalam sebuah kalimat merupakan bagian yang terpenting. Jenis kata yang mengisi unsur jabatan ini adalah kata nomina. Nomina adalah kata nama (Hamzon Situmorang, 2007: 34). Nomina juga adalah kata-kata yang menyatakan nama suatu perkara, benda, barang, kejadian atau peristiwa, keadaan, dan sebagainya yang tidak megalami konjugasi (Sudjianto, 2004: 156).
Dalam penelitian ini penulis akan menjelaskan kata tomodachi, yuujin, dan nakama yang memiliki makna yang hampir sama tetapi berbeda cara penggunaannya dalam kalimat. Hal ini berkaitan dengan tataran linguistik yaitu bidang semantik. Semantik adalah salah satu cabang lingustik yang mengkaji tentang makna. Objek kajian semantik antara lain kata, relasi, makna antar suku kata dengan kata lainnya, makna frase dalam sebuah idiom, dan makna kalimat. Sementara didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 548 ) adalah (1) arti : makna (2) maksud pembicara dan penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. 2. Kerangka Teori Dalam penulisan skripsi ini penulis mempergunakan kerangka teori berdasarkan pendapat-pendapat pakar yang diperoleh dari sumber pustaka yang dibaca oleh penulis. Menurut Ferdinand de Saussure, makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Menurut Henri Guntur Tarigan (1985: 18) bahwa secara etimologis kata semantik berasal dari bahasa Yunani semanticos penting, berarti yang diturunkan pula dari semainein memperlihatkan, menyatakan yang berasal pula dari sema tanda, yang terdapat pada kata semaphore yang berarti tiang sinyal yang dipergunakan sebagai tanda oleh kereta api. Jadi
semantik adalah telaah makna. Semantik menelaah lambang-lambang atau tandatanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Nomina tomodachi, yuujin, dan nakama memiliki makna yang berbeda, maka untuk menganalisis ketiga kata tersebut, penulis menggunakan teori pemakaian dari makna. Teori ini dikembangkan oleh Filisuf Jerman Wittgenstein (1830 dan 1858), ia berpendapat kata tidak mungkin dipakai dan bermakna untuk semua konteks, karena konteks itu selalu berubah dari waktu ke waktu. Maka tidak mantap diluar kerangka pemakaiannya. Wittgenstein juga memberi nasehat: Jangan menanyakan makna sebuah kata, tanyakanlah pemakainnya. Lahirlah suatu pengertian tentang makna: Maka sebuah ujaran ditentukan oleh pemakainnya dalam masyarakat bahasa. Wittgenstein dalam J.D Parera (1990: 18). Menurut Chaer (1994: 59) makna itu terbagi atas dua, yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Dalam bahasa Jepang makna leksikal disebut makna kamus (jisho teki imi) atau makna kata (goi teki imi) yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indera dan terlepas dari unsur gramatikalnya, atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli suatu kata. Sedangkan makna gramatikalnya yang dalam bahasa Jepang disebut makna kalimat (bunpo teki imi) yaitu makna yang muncul akibat dari proses gramatikalnya (Sutedi, 2003: 105-106). Nomina tomodachi, yuujin, dan nakama memiliki makna atau pengertian yang sedikit berbeda.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui makna kata tomodachi, yuujin, dan nakama secara etimologi. 2. Untuk mengetahui pemakaian kata tomodachi, yuujin, dan nakama dalam bahasa Jepang. 3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan kata tomodachi, yuujin, dan nakama dalam bahasa Jepang. 2. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menambah referensi yang berhubungan dengan linguistik. 2. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca akan pengetahuan tentang nomina bahasa Jepang, khususnya pengertian, perbedaan, persamaan dan pemakaian nomina tomodachi, yuujin, dan nakama dalam konteks bahasa Jepang. 1.6 Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu pemaparan dan penjelasan yang dikembangkan sendiri oleh penulis dengan tetap mengacu kepada
sumber informasi dan fakta-fakta yang berkaitan dengan pembahasan yang diangkat dalam skripsi ini. Selain itu, penulis menggunakan metode kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan data dan membaca referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang dipilih penulis. Serta merangkainya menjadi sebuah informasi yang mendukung tulisan ini. Winarno Surachman dalam bukunya Pengantar Metodologi Ilmiyah (1988: 5) menerangkan metode penelitian deskriptif lebih merupakan istilah umum yang mencakup berbagai teknik deskriptif. Diantaranya adalah penyelidikan yang menuturkan, menganalisa dan mengklasifikasikan. Dan pelaksanaan metode deskriptif tidak terbatas hanya sampai pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data ini. Selain menganalisis data-data, dilanjutkan dengan membaca buku-buku teks berbahasa Jepang. Kemudian mencari, mengumpulkan, dan mengklasifikasikan katakatanya. Tahap berikutnya adalah merangkum dan menyusun data-data dalam satuansatuan untuk dikelompokkan dalam setiap bab dan anak bab. Dan terakhir berupa penarikan kesimpulan berdasarkan data-data yang telah diteliti, lalu dari kesimpulan yang ada dapat diberikan saran-saran yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bahasa Jepang