BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Luar Biasa bertujuan untuk membantu peserta didik yang

dokumen-dokumen yang mirip
NIM. K BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita kategori ringan membutuhkan pendidikan sebagaimana anak

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayu Dwi Sulistiyo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

2014 PEMBELAJARAN SENI GRAFIS TEKNIK SABLON UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB ASYIFA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan anak yang mengalami gangguan dalam

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan anak terjadi mulai aspek sosial, emosional, dan intelektual. Salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan anak seoptimal mungkin dalam berbagai aspek, baik aspek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Vera Puji Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. abad kedua puluh satu ini. Dimana didalamnya sarat dengan kompetisi. yang pemenangnya sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. pembagian kemampuan berbahasa, menulis selalu diletakkan paling. akhir setelah kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca.

I. PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan bagian dari anak berkebutuhan khusus, anak

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K

STUDI TENTANG KETERAMPILAN BELAJAR PENYETELAN KARBURATOR BAGI SISWA TUNA RUNGU

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita sedang adalah anak yang tingkat kecerdasan (IQ) berkisar

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan anak yang mengalami gangguan dalam. kecerdasan yang rendah. Gangguan perkembangan tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan salah satu jenis anak berkesulitan yang

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. peraturan pemerintah No. 72 tahun 1991 pemerintah telah mengatur khusus

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN TATA BUSANA PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VII SMPLB DI SLB-B PRIMA BHAKTI MULIA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan atau mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya. Segala bentuk kebiasaan yang terjadi pada proses belajar harus. terhadap kemajuan dalam bidang pendidikan mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emay Mastiani, 2013

Oleh: Muzayyanah G

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain. Dunia pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berhitung merupakan aspek yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani adaptif merupakan luasan dari kata pendidikan jasmani

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. mentally defective, mentally handicapped, mental subnormality,

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGURANGAN BERSUSUN MELALUI MEDIA GELAS BILANGAN PADA SISWA TUNAGRAHITA. Sufiana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

ANAK TUNAGRAHITA DAN PENDIDIKANNYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kecerdasan (IQ) berkisar antara 30-50, mampu. melakukan keterampilan mengurus diri sendiri (self help), mampu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

BAB I PENDAHULUAN Desi Nurdianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat semua manusia yang ada dimuka bumi ini adalah sama. Semua manusia

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki tingkat intelektual yang berbeda. Menurut Eddy,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA

BAB VI PENUTUP. dirumuskan kesimpulan seperti di bawah ini. 1. Kondisi anak tunagrahita di SDLB-C PGRI Among Putra Ngunut,

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Kemampuan Bekerja Penyandang Tunagrahita Ringan Pasca Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. yang diciptakan oleh Tuhan yang memiliki kekurangsempurnaan baik dalam segi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari klasifikasi tunagrahita dari sudut pandang berat ringannya ketunaan. Dalam

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

BAB I PENDAHULUAN. ada perantaraan pendidikan agar perkembangannya sempurna sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasannya jauh dibawah rata rata yang ditandai oleh keterbatasan intelejensi

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Istilah yang umum dipakai dalam pendidikan luar biasa antara lain anak

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006.

BIMBINGA G N N P ADA S ISWA W DENGAN HAMBATA T N

BAB I PENDAHULUAN. seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama seperti siswa normal. Siswa SLB

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agama adalah sebagai dasar utama bagi umat muslim dan pondasi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. yang menangani anak berkebutuhan khusus, termasuk di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Galih Wiguna, 2014

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Luar Biasa bertujuan untuk membantu peserta didik yang memiliki keterbatasan dalam mengikuti proses pembelajaran karena ia menyandang kelainan fisik, psikis dan kelainan perilaku agar sebagai pribadi ataupun sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan hubungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja. Salah satu peserta didik yang mengalami penyandang kelainan psikis adalah anak tunagrahita ringan atau mampu latih. Anak tunagrahita ringan merupakan salah satu anak berkelainan mental yang tergolong ringan, mereka juga sering disebut dengan istilah moron atau debil (Muhammad Efendi, 2006: 90). Anak tunagrahita ringan adalah anak yang mengalami/memiliki keterbatasan intelegensi dimana rentang antara 50 sampai 70, sehingga anak tunagrahita ringan mengalami gangguan dalam pengembangan intelektual, tingkah laku, sosial, dan atau kepribadiannya, keadaan yang demikian menyebabkan anak sulit dalam pengembangan diri, sehingga anak tunagrahita ringan memerlukan penanganan yang sesuai, di mana anak tunagrahita ringan yang memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata maka perlu penanganan atau pelayanan secara khusus sesuai tingkat kemampuan yang dimiliki anak. Kenyataan menunjukkan banyaknya populasi penyandang tunagrahita dewasa setelah lulus dari SLB yang tidak dapat bekerja karena adanya 1

2 masalah untuk menyalurkan mereka ke tempat pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Namun beberapa penelitian menyimpulkan bahwa tidak sedikit pula para penyandang tunagrahita dewasa yang dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan atau berat dan ringannya ketunagrahitaan yang disandang. Kecerdasannya paling tinggi penyandang tunagrahita sama dengan anak normal yang berusia 12 tahun walaupun ia telah mencapai usia dewasa. Dalam hal pekerjaan mereka dapat mengerjakan halhal yang sifatnya semi-skilled. Pekerjaan-pekerjaan tertentu dapat dijadikan bekal hidupnya. Masalah kemandirian tunagrahita setelah lulus dari SLB tersebut perlu diatasi dengan program-program khusus di SLB yang diarahkan pada keterampilan kerja. Kondisi intelegensi yang dimiliki anak tunagrahita di bawah rata-rata, sehingga tidak memungkinkan bagi anak untuk diberikan pembelajaran yang sifatnya akademis, maka sebaiknya diarahkan pada pola pembelajaran keterampilan yang tidak banyak memerlukan teknik dan bersifat sederhana seperti keterampilan berternak ayam, menyablon, mencuci sepeda motor, membuat jahe wangi, membuat conblok dan sebagainya. Keterampilan membuat conblok pada anak tunagrahita ringan perlu adanya bimbingan secara khusus, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal sesuai kemampuan anak, untuk mendapatkan keberhasilan pembelajaran keterampilan membuat conblok pada anak tunagrahita ringan tidak semudah memberikan pembelajaran pada anak normal karena anak tunagrahita ringan memiliki intelegensi di bawah rata-rata, sehingga tidak jarang anak

3 tunagrahita ringan juga terganggu motoriknya, selain itu anak tunagrahita ringan juga memiliki tingkat kebosanan yang tinggi padahal bila keterampilan yang didapat apabila tidak diulang-ulang akan mudah lupa. Selain itu perilaku belajar siswa secara mandiri dengan rasa tanggung jawab belum tertanam dalam diri siswa, mengakibatkan pengetahuan dan keterampilannya sulit bertambah dan pemahaman atas materi pelajaran yang disampaikan guru tidak optimal. Program khusus pembelajaran keterampilan membuat conblok juga dilaksanakan di SLB Negeri Temanggung Jawa Tengah pada anak tunagrahita sebagai upaya meningkatkan kemandirian anak didik setelah lulus dari sekolah. Namun proses pembelajaran keterampilan membuat conblok di SLB Negeri Temanggung Jawa Tengah perlu untuk dikaji secara lebih mendalam mulai dari proses awal hingga akhir tujuan pembelajaran membuat conblok secara keseluruhan, baik input atau kemampuan awal yang dimiliki anak, output (kemampuan setelah mendapat pembelajan dan pelatihan keterampilan membuat conblok). Metode dan strategi apa dan bagaimana yang diterapkan, media atau alat bantu apa saja yang diperlukan, dukungan berupa apa saja yang dapat mendorong keberhasilan program keterampilan membuat conblok ini dan bagaimana tindak lanjut sekolah setelah keterampilan membuat conblok ini dikuasai anak. Selama ini guru cenderung menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pelajaran ketrampilan sehingga siswa sulit memahami apa yang dijelaskan guru. Oleh karena itu pentingnya dilakukan

4 kajian lebih lanjut tentang pembelajaran keterampilan membuat conblok pada anak tunagrhaita ringan kelas VII di SLB Negeri Temanggung Jawa tengah. Hal ini dimaksudkan agar proses pembelajaran keterampilan membuat conblok di SLB Negeri Temanggung Jawa Tengah dapat ditingkatkan kualitasnya sehingga diharapkan lulusan yang didapatkan nantinya juga meningkat keterampilannya. Berdasarkan uraian di atas maka penulis mengangkat judul penelitian: Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan Membuat Conblok pada Anak Tunagrahita Ringan Kelas VII di SLB di SLB Negeri Temanggung Jawa Tengah. B. Identifikasi Masalah Bertolak dari latar belakang yang penulis kemukakan di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah yang diambil diantaranya : 1. Dalam keterampilan membuat conblok pada anak tunagrahita ringan perlu adanya bimbingan secara khusus, sehingga mendapatkan hasil yang maksimal sesuai kemampuan anak. 2. Anak tunagrahita ringan memiliki tingkat kebosanan yang tinggi, dan apabila pembelajaran keterampilan tidak diulang-ulang, maka akan mudah lupa. 3. Guru cenderung menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pelajaran ketrampilan, sehingga siswa sulit memahami apa yang dijelaskan guru.

5 4. Belum dideskripsikannya tentang pelaksanaan pembelajaran keterampilan membuta conblok pada anak tunagrahita ringan kelas VII SLB Negeri Temanggung Jawa Tengah. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, banyak permasalahan yang timbul dalam proses pembelajaran keterampilan membuat conblok di SLB Negeri Temanggung Jawa Tengah. Dalam penelitian ini penulis ingin membatasi permasalahan pada belum dideskripsikannya tentang pelaksanaan pembelajaran keterampilan membuta conblok pada anak tunagrahita ringan kelas VII SLB Negeri Temanggung Jawa Tengah. D. Rumusan Masalah Dalam batasan masalah yang penulis kemukakan di atas maka penulis merumuskan permasalah-permasalahan yang bakal di kaji dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimanakah proses pembelajaran keterampilan membuat conblok pada anak tunagrahita ringan kelas VII di SLB Negeri Temanggung Jawa Tengah? 2. Hambatan apa saja yang ada dalam pembelajaran keterampilam membuat conblok pada anak tunagrahita ringan kelas VII di SLB Negeri Temanggung Jawa Tengah?

6 3. Bagaimana mengatasi hambatan yang dihadapi dalam pembelajaran keterampilan membuat conblok pada anak tunagrahita ringan kelas VII di SLB Negeri Temanggung Jawa Tengah? E. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui bagaimanakah proses pembelajaran keterampilan membuat conblok pada anak tunagrahita ringan kelas VII di SLB Negeri Temanggung Jawa Tengah. 2. Mengetahui hambatan apa saja yang ada dalam pembelajaran keterampilam membuat conblok pada anak tunagrahita ringan kelas VII di SLB Negeri Temanggung Jawa Tengah. 3. Mengetahui cara mengatasi hambatan dalam pembelajaran keterampilan membuat conblok pada pada anak tunagrahita ringan kelas VII di SLB Negeri Temanggung Jawa Tengah. F. Manfaat Penelitian 1. Bagi beberapa Pendidikan SLB a. Sebagai masukan dan pertimbangan bagi sekolah-sekolah PLB yang belum ada pembelajaran keterampilan membuat conblok. b. Hasil penelitian ini dapat menambah kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran keterampilan bagi sekolah-sekolah yang tidak melaksanakan pembelajaran keterampilan membuat conblok dalam hal:

7 1) Metode pembelajaran. 2) Menganalisis kesulitan/hambatan yang dihadapi dalam pembelajaran membuat conblok pada PLB. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini dapat sebagai bahan tambahan referensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama keterampilan membuat conblok pada PLB. 3. Bagi Orang Tua Siswa a. Dapat membangkitkan semangat orang tua dan meningkatkan kesadaran orang tua agar merasa ikut beranggung jawab terhadap pendidikan anaknya. b. Menambah kepercayaan bahwa anaknya memiliki keterampilan yang dapat berguna dan menghasilkan produk yang bermanfaat. c. Mendorong anaknya dalam pembelajaran membuat conblok. G. Batasan Istilah 1. Pembelajaran keterampilan pembuatan conblok pada anak tunagrahita adalah suatu usaha dalam mengupayakan proses perubahan, pengembangan dan peningkatan keterampilan pembuatan bata berlubang yang dibuat dengan cara pemadatan pada anak yang mengalami keterlambatan belajar yang memiliki rentang IQ 55 70. 2. Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kelainan meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata, yaitu rentang IQ 55 70 berdasarkan tes dan muncul sebelum usia 16 tahun.