BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB II LANDASAN TEORI

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN UANG MUKA. Secara bahasa, murābahah berasal dari kata ar-ribhu ( الر بح ) yang

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

BAB III TINJAUAN UMUM AQAD MURABAHAH DALAM FIQH MUAMALAH. Kata aqad dalam kamus bahasa arab berasal dari kata ع ق د - ی ع ق د - ع ق د ا yakni

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI PERUBAHAN PENGHITUNGAN DARI SISTEM "FLAT" KE "EFEKTIF" PADA

Murabahah adalah salah satu bentuk jual beli yang bersifat amanah.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB II PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Bai Bitsaman Ajil dalam Fiqh Muamalah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

BAB II AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV. suatu transaksi. Pembiayaan yang terjadi yaitu pembiayaan mura>bah}ah bi alwaka>lah.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB II LANDASAN TEORI

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PEDAHULUAN. peluang terjadinya jual-beli dengan sistem kredit atau tidak tunai dalam

Contoh Penghitungan Murabahah (Hipotesis)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagaimana firman Allah Qs. An- Nisa ayat 29 :

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB IV ANALISIS PENENTUAN NISBAH BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DI BMT BINTORO MADANI DEMAK

Konversi Akad Murabahah

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dalam kegiatannya mengeluarkan produk-produk syari ah dan

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengawasan adalah : a. Menurut Sondang P. Siagian pengawasan adalah proses pengamatan

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PENERAPAN AKAD BAYʽ BITHAMAN AJIL DALAM PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA DI KOPONTREN NURUL HUDA BANYUATES SAMPANG MADURA

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. hukum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk

BAB III PEMBAHASAN. tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang. memberikan pelayanan terhadap konsumen yang merasa dirugikan, maka dalam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

Raja Grafindo Persada, 2016, hlm.99

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur an dan Al-Hadis. ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah.

BAB III PEMBAHASAN. adalah berasal dari kata "ribh" ( ر )yang artinya 'keuntungan'. 14. bersama tambahan keuntungan yang jelas'.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

BAB IV. Sejalan dengan tujuan dari berdirinya Pegadaian Syariah yang berkomitmen

mura>bahah terdapat berbagai formulasi definisi yang berbeda-beda

Pembiayaan Multi Jasa

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENENTUAN HAK ATAS DISKON PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT ASY-SYIFA KENDAL

(dari mengambil riba), maka bagiannya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang me

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH BIL WAKALAH DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN KESEJAHTERAAN NASABAH DI UJKS JABAL RAHMA

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:

Menurut Antonio (2001) ada beberapa syarat khusus yang mengatur. 1) Penjual memberitahukan modal kepada nasabah

DANA TALANGAN H A J I. خفظ اهلل Oleh: Ustadz Dr. Erwandi Tirmidzi, MA. Publication: 1433 H_2012 M DANA TALANGAN HAJI

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

Hijab Secara Online Menurut Hukum Islam

RESCHEDULING NASABAH DEFAULT PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH

BAB II LANDASAN TEORI. skim pembiayaan syari ah. Dibawah ini akan dijelaskan pengertian tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. syariah dianggap sangat penting khususnya dalam pengembangan sistem ekonomi

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERPANJANGAN SEWA- MENYEWA MOBIL SECARA SEPIHAK DI RETAL SEMUT JALAN STASIUN KOTA SURABAYA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Wardi dan Putri (2011) tentang Analisis

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN WAKALAH DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH. Oleh : Rega Felix, S.H.

BAB IV ANALISIS. A. Pelaksanaan Arisan Bahan Pokok Untuk Resepsi Di Desa Bunut Seberang Kecamatan Way Ratay Kabupaten Pesawaran

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

BAB IV ANALISIS TENTANG APLIKASI PERJANJIAN SEWA SAFE DEPOSIT BOX DITINJAU DARI BNI SYARIAH HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Murabahah 1. Pengertian Murabahah Murabahah berasal dari kata ribhu yang berarti keuntungan, adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. 1 Al Quran tidak menjelaskan secara langsung mengenai murabahah meski di dalamnya terdapat acuan tentang jual beli, perdagangan, laba, dan rugi. Demikian pula dengan hadits, tampaknya tidak ada hadits yang merujuk pada murabahah. Faqih mazhab Hanafi, Marghinani (w. 593/1197), membenarkan keabsahan murabahah berdasarkan syarat-syarat yang penting bagi keabsahan suatu jual beli ada dalam murabahah, dan juga karena orang memerlukannya. Sedangkan Faqih mazhab Syafi i, Nawawi (w. 676/1277) cukup menyatakan Murabahah adalah boleh tanpa ada penolakan sedikit pun. 2 Menurut Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000, murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Dalam diktum pertama angka empat fatwa tentang murabahah di atas juga ditegaskan bahwa bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 3 Sedangkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) 10/16/PBI/2008 mendefinisikan pembiayaan murabahah adalah 1 Juhaya S. Pradja, Manajemen Pemasaran Bank Syariah, (Bandung:Pustaka Setia, 2013), hlm. 222. 2 Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group), hlm. 145. 3 Wangsawidjadja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), hlm. 202. 11

12 penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah. 2. Jenis akad Murabahah Terdapat dua jenis murabahah, yaitu: a. Murabahah dengan pesanan Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Jika bersifat mengikat, maka pembeli harus membeli barang yang dipesannya dan tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah yang telah dibeli oleh penjual, dalam murabahah pesanan mengikat, mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad. 4 b. Murabahah tanpa pesanan Dalam murabahah tanpa pesanan, barang yang diinginkan oleh pembeli (nasabah) kepada penjual (bank) sudah tersedia, jadi murabahah jenis ini tidak bersifat mengikat. 3. Rukun dan Syarat Murabahah Adapun rukun murabahah adalah sebagai berikut: a. Adanya transaktor (pihak yang bertransaksi) Pihak yang terlibat dalam transaksi murabahah yaitu penjual dan pembeli.dalam transaksi murabahah, pelaku disyaratkan sudah memiliki kompetensi aqil baligh, dan kemampuan untuk memilih secara optimal, seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa, dan lainnya. b. Ijab dan Qabul 4 Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta:Salemba Empat, 2012), hlm.171.

13 Ijab adalah ungkapan yang dilakukan terlebih dahulu dan qabul (penerima) diungkapkan kemudian. Menurut Hanafiyah, ijab ucapan sebelum qabul, baik dari pihak pemilik barang atau pihak yang akan menjadi pemilik berikutnya. 5 Ijab dan qabul merupakan pernyataan kehendak antara pihak yang bertransaksi, baik dalam bentuk tulisan maupun ucapan (lisan). Akad murabahah memuat semua hal yang berkenaan dengan posisi serta hak dan kewajiban bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Akad ini bersifat mengikat bagi kedua pihak dan mencantumkan berbagai hal, antara lain sebagai berikut: 6 1) Nama notaris serta informasi tentang waktu dan tempat penandatanganan akad; 2) Identitas pihak pertama, dalam hal ini pihak yang mewakili bank syariah (biasanya kepala cabang); 3) Identitas pihak kedua, dalam hal ini nasabah yang akan membeli barang dengan didampingi oleh suami/istri yang bersangkutan sebagai ahli waris; 4) Bentuk akad beserta penjelasan akad. Beberapa hal yang dijelaskan terkait akad murabahah adalah definisi perjanjian pembiayaan murabahah, syariah, barang, pemasok, pembiayaan, harga beli, margin keuntungan, surat pengakuan pembayaran, masa berlakunya surat pembayaran, dokumen jaminan, jangka waktu perjanjian, hari kerja bank, pembukuan pembiayaan, surat penawaran, surat permohonan realisasi pembiayaan, cidera janji, dan penggunaan fasilitas pembiayaan. 5) Kesepakatan-kesepakatan yang disepakati, meliputi kesepakatan tentang fasilitas pembiayaan dan penggunaannya, pembayaran dan jangka waktu, realisasi fasilitas pembiayaan, pengutamaan pembayaran, biaya dan pengeluaran, jaminan, syarat-syarat penarikan fasilitas pembiayaan, 5 Adiwarman A. Karim, Shalah, As Shawi, et al, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm. 26-27. 6 Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hlm. 161.

14 peristiwa cidera janji, pernyataan dan jaminan, kesepakatan untuk tidak berbuat sesuatu, penggunaan fasilitas pembiayaan, pajak-pajak, dan penyelesaian sengketa. Murabahah mempunyai beberapa ciri-ciri yang menjadi karakteristik tersendiri. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut: 7 a) Si pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya yang terkait dan tentang harga asli barang, dan batas laba harus ditetapkan dalam bentuk persentase dari total harga plus biaya-biayanya; b) Apa yang dijual adalah barang atau komoditas dan dibayar dengan uang; c) Apa yang diperjualbelikan harus ada dan dimiliki oleh si penjual dan si penjual harus mampu menyerahkan barang itu kepada pembeli; d) Pembayarannya ditangguhkan. hlm. 120. 7 Abdullah Saeed, penerjemah ArifMaftuhin, Menyoal Bank Syariah, (Jakarta: Paramadina, 2004),

15 4. Alur Transaksi Murabahah. 8 Gambar 2.1 1. Negosiasi BANK SYARIAH (PENJUAL ) 6. Bayar 5. Kirim Dokumen 2. Akad Murabahah NASABAH (PEMBELI ) 3.Beli Barang PEMASOK/SUPPLIER 4. Kirim Barang Penjelasan dari gambar di atas adalah sebagai berikut: 1) Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan pembelian barang kepada bank. Pada saat itu, nasabah menegosiasikan harga barang, margin, jangka waktu pembayaran, dan besar angsuran per bulan; 2) Bank sebagai penjual selanjutnya mempelajari kemampuan nasabah dalam membayar piutang murabahah. Apabila rencana pembelian barang tersebut disepakati oleh kedua belah pihak, maka dibuatlah akad murabahah. Isi akad murabahah setidaknya mencakup berbagai hal agar rukun murabahah dipenuhi dalam transaksi jual beli yang dilakukan; 8 Ibid. hlm. 163.

16 3) Setelah akad disepakati, bank selanjutnya melakukan pembelian barang kepada pemasok; 4) Barang yang diinginkan oleh pembeli selanjutnya diantar oleh pemasok kepada nasabah pembeli; 5) Setelah menerima barang, nasabah pembeli selanjutnya membayar kepada bank. Pembayaran kepada bank biasanya dilakukan dengan cara mencicil sejumlah uang tertentu selama jangka waktu yang disepakati. Penjual dapat meminta pembeli untuk mewakilinya membeli barang yang dibutuhkan pembeli sehingga barang yang dibeli sesuai dengan keinginannya. Akad murabahah terjadi setelah barang tersebut menjadi milik si penjual (bank). Alasannya karena akad tidak sah jika penjual tidak memiliki barang yang dijualnya. 9 5. Tujuan Murabahah Ada beberapa tujuan murabahah menurut beberapa ahli fiqh, diantaranya: Menurut Al Marghinani, tujuan dari murabahah adalah untuk melindungi konsumen yang tidak berdaya terhadap tipu muslihat para pedagang yang curang karena konsumen tersebut tidak memiliki keahlian untuk dapat melakukan jual beli. Seseorang yang tidak memiliki ketrampilan untuk melakukan pembelian di pasar dengan cara musawamah, seyogianya menghubungi seorang dealer murabahah yang dikenal kejujurannya dan membeli barang yang dibutuhkannya dari dealer tersebut dengan membayar harga perolehan dealer tersebut atas barang itu ditambah dengan keuntungan. Dengan cara seperti ini, konsumen tersebut akan terpuaskan dan terlindung dari kecurangan. 10 9 Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah Di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2012), hlm. 169. 10 Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek Hukumnya, (Jakarta:Prenamedia Group, 2014), hlm. 226.

17 Imam Ahmad lebih memilih musawamah, yaitu jual beli biasa, karena musawamah lebih mudah daripada murabahah. Menurut Imam Ahmad, murabahah lebih rumit pelaksanannya daripada musawamah, karena menghendaki perlunya bagi pembeli untuk mengetahui keterangan perinci dari barang yang akan dibeli. 11 6. Pokok-pokok Aturan Pembiayaan Murabahah dalam Fatwa DSN MUI dan PBI & SEBI. 12 Gambar 2.2 Pelaku FATWA DSN-MUI SEBI 10/14/2008 a. Bank membeli barang Bank bertindak sebagai yang diperlukan pihak penyedia dana nasabah atas nama bank dalam rangka sendiri dan pembelian membelikan barang ini harus sah dan bebas terkait dengan kegiatan riba. (Fatwa No. transaksi murabahah 04/IV/2000 Ps 1:4) dengan nasabah sebagai b. Bank kemudian pihak pembeli barang. menjual barang tersebut (III.3.1.a) kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. (Fatwa 11 Ibid, hlm. 227. 12 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 475-477.

18 Objek Harga No. 04/IV/2000 Ps 1:6). a. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam. (Fatwa No. 04/IV/2000 Ps 1:2) b. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. (Fatwa No. 04/IV/2000 Ps 1:3). a. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. Bank kemudian menjual a. Barang adalah objek jual beli yang diketahui secara jeas kuantitas, kualitas, harga perolehan, dan spesifikasinya. (III.3.1.b) b. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. (III.3.1.e) c. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah. (III.3.1.f). Kesepakatan atas marjin ditentukan hanya satu kali pada awal pembiayaan atas dasar murabahah dan tidak berubah selama periode pembiayaan.

19 Jangka Waktu Akad barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya (Fatwa No. 04/IV/2000 Ps 1:6) b. Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan (Fatwa No. 16/IX/2000, Os 1:2). Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. (Fatwa No. 04/IX/2000, Ps 1:7) a. Jika bank menerima permohonan nasabah, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang (Fatwa No. 04/IV/2000 Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah. (III.3.1.i). Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar murabahah. (III.3.1.h)

20 Uang Muka Ps 2:2) b. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerimanya (membelinya) sesuai dengan perjanjian yang disepakati, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. (Fatwa No. 04/IV/2000 Ps 2:9) c. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. (Fatwa No. 04/IV/2000 Ps 1:9) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta

21 Jaminan Diskon nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan (Fatwa No. 04/IV/2000 Ps 2:4) Jaminan dalam murabahah dibolehkan agar nasabah serius dengan pesanannya (Fatwa No. 04/IV/2000 Ps 3:1) a. Jika dalam hal jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon, karena itu diskon adalah hak nasabah. (Fatwa No. 16/IX/2000 Ps 1:3). b. Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad Bank dapat memberikan potongan dalam besaran yang wajar dengan tanpa di perjanjian di muka (III.3.2).

22 (Fatwa No. 16/IX/2000, Ps 1:4). Pelunasan Dini a. Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad. (Fatwa No. 23/III/2002 Ps 1:1). b. Besar potongan sebagaimana dimaksud diatas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan LKS. (Fatwa No. 23/III/2002 Ps 1:2)

23 Denda/sanksi a. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar utangnya boleh dikenakan sanksi. b. Sanksi didasarkan pada prinsip ta zir yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. c. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. d. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (Fatwa no. 17/IX/2000 Ps 1:3-6).

24 7. Landasan Hukum Pembiayaan Murabahah a. Landasan hukum murabahah dalam Fatwa DSN: 1) No.04/DSN-MUI/IV/2000, Tanggal 1 April 2000, tentang Murabahah; 2) No. 13/DSN-MUI/IX/2000, Tanggal 16 September 2000, tentang Uang Muka Dalam Murabahah; 3) No. 16/DSN-MUI/IX/2000, Tanggal 16 September 2000, tentang Diskon dalam Murabahah; 4) No. 17/DSN-MUI/IX/2000, Tanggal 16 September 2000, tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran; 5) No. 43/DSN-MUI/VIII/2004, Tanggal 11 Agustus 2004, tentang Ganti Rugi (Ta widh). b. Landasan hukum murabahah dalam Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia: 1) PBI 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah; 2) PBI 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI 9/19/PBI/2007; 3) SEBI 14/10/DPbS tanggal 17 Maret 2008 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. c. Landasan hukum Murabahah menurut Al Qur an dan Hadits 1) Firman Allah dalam QS. An Nisaa [4]:29 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

25 Danjanganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. 13 Kandungan ayat diatas terkait dengan murabahah adalah sebagai berikut: Ayat ini menjelaskan terkait hukum transaksi secara global, dan lebih spesifiknya pada transaksi jual beli atau perdagangan. Pada ayat sebelumnya, telah diterangkan transaksi muamalah yang berhubungan dengan harta. Dalam ayat ini, Allah melarang/mengharamkan orangorang beriman untuk memakan, memanfaatkan, menggunakan (dan segala bentuk transaksi lainnya) harta orang lain dengan cara yang batil, yaitu cara yang tidak dibenarkan oleh hukum Islam (syariat). Kita boleh melakukan transaksi terhadap harta orang lain dengan jalan perdagangan/jual beli dengan asas saling ridha dan ikhlas. 2) Firman Allah dalam QS. Al Baqarah [2] : 275 Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka 13 QS. An Nisaa [4]:29

26 baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. 14 Kandungan ayat diatas terkait dengan murabahah adalah sebagai berikut: Allah menegaskan bahwa telah dihalalkan jual beli dan diharamkan riba.orang-orang yang membolehkan riba dapat ditafsirkan sebagai pembantahan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Riba yang dahulu telah dimakan sebelum turun firmannya Allah ini, apabila pelakunya bertaubat, tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya dan dimaafkan oleh Allah. Sedangkan bagi siapa saja yang kembali lagi kepada riba setelah menerima larangan dari Allah, maka mereka adalah penghuni neraka dan mereka kekal di dalamnya. 3) Firman Allah dalam QS. Al Maidah [5] : 1 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-nya. Kandungan ayat diatas terkait dengan murabahah adalah sebagai berikut: 14 QS. Al Baqarah [2]:275

27 Dalam surat ini, Allah memerintahkan kepada hamba-hambanya yang mukmin untuk memenuhi janji, yaitu dengan menyempurnakannya, melengkapinya, tidak membatalkan dan tidak mengurangi. Salah satunya dalam akad jual beli (murabahah). Dalam hal jual beli, Allah memerintahkan untuk menyempurnakan akad antara pihak-pihak yang bertransaksi. 4) Firman Allah dalam QS. Al Baqarah [2] : 280 Artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. 15 Kandungan ayat diatas terkait dengan murabahah adalah sebagai berikut: Dalam surat ini, Allah memerintahkan kepada hambanya untuk memberikan tangguhan kepada orang yang berhutang salah satunya dalam konteks jual beli. Apabila orang yang berhutang tersebut sedang dalam kondisi yang benar-benar sukar, maka berilah perpanjangan waktu pembayaran, jika sudah tidak sanggup lagi untuk memenuhi tanggungan yang menjadi kewajibannya itu, maka Allah menyarankan kepada hambanya agar menyedekahkan sebagian atau seluruh dari jumlah hutang yang ia berikan, dan hal itu akan sangatlah baik di Mata Allah. 5) Hadits Nabi SAW: 15 QS. Al Baqarah [2]:280

28 ع ي ا ب ي س ع ي د ال خ د ر ي ر ض ي ه للا ع ا هى ر س ى ل للا ص لهي للا ع ل ي و اآل و س ل ن ق ال : ا و ا ال ب ي ع ي ت ر اض, )روا البيهقي واب ىواج وصحح ابي حباى( ع Artinya: Dari Abu Said Al Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka (HR. Al Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban). Maksud hadits diatas terkait dengan jual beli yaitu di dalam suatu transaksi jual beli haruslah ada keridhaan antara kedua belah pihak yang terlibat.jangan sampai ada salah satu pihak yang merasa terpaksa dalam pelaksanaan jual beli tersebut. Jadi, dalam konteks jual beli, rasa saling suka sama suka/saling ridha itu akan menjadikan jual beli tersebut menjadi transaksi yang berkah. 16 6) Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah: ا ى ا هب هي ص لهي للا ع ل ي و اآل و س لهن ق ال : ث ل ث ف ي ه هي ال ب ر ك ة : ا ل ب ي ع إ ل ي ا ج ل, و ال و ق ار ض ة, و خ ل ط ال ب ر ب اا هشع ي ر ل ل ب ي ت ل ل ل ب ي ع )روا ابي هاج عي صهيب( Artinya: Nabi bersabda ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah dan Shuhaib) Maksud dari hadits di atas terkait dengan murabahah yaitu bahwasannya Allah memperbolehkan jual beli tidak secara tunai, yaitu membayar dengan sistem cicil sepanjang waktu yang telah disepakati. B. Konsep Wakalah 1. Pengertian Wakalah 16 Wawancara dengan K. M Saifurrochman pemilik Pondok Pesantren Al I tihad, Kelurahan Jurang Temanggung, pada 30 April 2017, pukul 10.00 WIB.

29 Kata wakalah huruf wawunya dibaca dengan fathah dan atau dlammah, menurut bahasa artinya pasrah. Sedangkan menurut pengertian syara wakalah yaitu usaha seseorang dalam menguasakan sesuatu yang boleh baginya melakukan sendiri dari barang yang dapat memperoleh penggantian dengan orang lain, agar orang lain itu melakukan sesuatu tersebut ketika dia masih hidup. 17 Iqbal dan Mirakhor mengartikan akad wikalah/wakalah berarti menunjuk seseorang atau suatu badan hukum untuk bertindak atas nama orang lain atau sebagai perwakilan seseorang. 18 Akad wakalah memberikan kuasa atau penugasan sebagai kuasa kepada suatu perantara keuangan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu (Iqbal & Mirakhor, 2007:105). Secara lebih rinci, wakalah didefinisikan sebagai permohonan seseorang kepada orang lain untuk menggantikan dirinya untuk suatu urusan dalam urusan-urusan yang boleh digantikan, seperti menjual, membeli, mengadakan pertentangan, dan sebagainya. 19 Secara harfiah wakalah berarti memelihara, menjaga, menggunakan keterampilan, atau merawat sesuatu untuk dan atas nama orang lain. Dari sini bisa dijabarkan bahwasannya wakalah berarti menunjuk seseorang untuk menjaga sesuatu dan juga untuk melimpahkan tugas kepada orang lain. Wakalah juga dapat diartikan sebagai suatu tanggung jawab (responsibility). 2. Dasar Hukum Wakalah dalam Al Quran dan Hadits a. Firman Allah dalam QS. Al Kahfi [18] : 19 17 Imron Abu Amar (penerjemah), Fat-hul Qarib Jilid 1, (Kudus: Menara Kudus, 1982), hlm. 270. 18 Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek Hukumnya, (Jakarta:Prenamedia Group, 2014), hlm. 392. 19 Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 111.

30 Artinya: Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. 20 Dalam kalimat terakhir surat ini suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu dari kalimat ini bisa dijelaskan bahwasnnya wakalah itu diperbolehkan, asalkan sesuatu yang diwakilkan pada wakil oleh muwakkil adalah sesuatu yang baik (yang diperbolehkan menurut syara ). Kemudian apabila si wakil sudah diberi kepercayaan oleh muwakkil, maka hendaknya si wakil harus menjaga kepercayaan muwakkil atas dirinya. b. Hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf ا لص ل ح ج اء ز ب ي ي ال و س ل و ي ي إ ه ل ص ل ح ا ح هرم ح ل ل أ و أ ح هل ح ر اه ا و ال و س ل و ى ى ع لي ش ر و ط ه ن إ ه ل ش ر ط ا ح هرم ح ل ل و أ ح هل ح ر اه ا. 20 QS. Al Kahfi [18] : 19

31 Artinya: Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Maksud hadits diatas terkait dengan wakalah yaitu apabila seorang wakil sudah diberi syarat atas pelimpahan kuasa oleh muwakkil, maka hendaknya si wakil dapat menjalankan syarat-syarat tersebut sesuai dengan syariat (halal), yaitu tidak mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram. 3. Jenis-jenis Wakalah Adapun jenis-jenis wakalah adalah sebagai berikut: 21 a. Wakil bil kusomah (untuk menyelesaikan berbagai sengketa/perkara atas nama pemberi tugas); b. Wakil bil taqazi al dayn (untuk melakukan penerimaan utang); c. Wakil bil qabaza al dayn (untuk melakukan pengurusan utang); d. Wakil bil bai (untuk melakukan jual beli); e. Wakil bil shira (untuk melakukan pembelian barang). 4. Rukun dan Syarat Wakalah Dalam konteks akad wakalah, yang menjadi rukun yaitu ijab qabul. Oleh karena itu, ijab qabul dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Ijab qabul secara lisan ini hanya cocok untuk pemberian kuasa untuk urusan yang sederhana, sedangkan apabila urusan yang akan dikuasakan kepada orang lain adalah urusan yang kompleks, maka sebaiknya dibuat dalam bentuk tertulis. 22 Adapun syarat-syarat pelaksanaan akad wakalah adalah sebagai berikut: 21 Ibid. hlm. 395. 22 M. S Budi Utomo, Perbankan Syariah: Dasar-dasar dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia), (Jakarta: PT Grafindo Persada), hlm. 171.

32 a. Tugas 1) Perbuatan yang ditugaskan/dikuasakan oleh pemberi tugas/kuasa untuk dilaksanakan oleh wakil harus diketahui atau diperinci dengan jelas. Dalam hal penugasan tersebut, misalnya, adalah untuk membeli suatu barang, maka jenis, kualitas, dan banyaknya barang tersebut harus disebutkan dengan perinci; 2) Wakil tidak boleh ditugasi untuk melakukan hal-hal yang dilarang menurut ketentuan syariah, misalnya dilarang untuk mencuri, merampas barang yang bukan haknya, atau melakukan transaksi bisnis yang berbasis riba. Wakil haruslah seseorang yang berakal dan bukan anak kecil. Anak kecil dan orang gila hukumnya tidak sah mewakilkan, dan menjadi wakil. 23 3) Wakil juga tidak boleh ditugasi untuk melakukan perbuatan yang harus dikerjakan sendiri oleh pemberi tugas/kuasa, misalnya melakukan shalat, puasa, memberikan bukti, atau bersumpah. 5. Ruang Lingkup Tugas a. Akad wakalah dapat bersifat umum atau khusus, misalnya bank dapat menunjuk seorang kuasa untuk membeli suatu barang. Wakalah yang demikian ini termasuk wakalah yang umum, apabila bank menugasi seorang kuasa untuk menjual suatu aset tertentu dengan harga tertentu dan sesuai dengan perintah bank tersebut, maka hal tersebut merupakan wakalah yang spesifik. b. Dalam wakalah yang bersifat umum, pekerjaan yang harus dilaksanakan itu harus ditentukan dengan jelas untuk menghindari sengketa di kemudian hari. 23 Imron Abu Amar (penerjemah), Fat-hul Qarib Jilid 1, (Kudus: Menara Kudus, 1982), hlm. 271.

33 6. Pelaksanaan Tugas Wakil a. Wakil harus melaksanakan tugasnya dengan niat yang baik; b. Wakil harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah pemberi kuasa, tidak boleh menyimpang dari perintah tersebut, atau melebihinya; c. Wakil harus melaksanakan tugasnya dengan penuh kehati-hatian dan sesuai dengan keahlian yang dimilikinya; d. Wakil harus menghindari terjadinya benturan kepentingan, misalnya wakil tidak boleh menjual barang miliknya sendiri kepada pemberi kuasa tanpa wakil mengungkapkan dengan terus terang kepada pemberi kuasa bahwa barang tersebut adalah miliknya. 7. Konsekuensi Pelaksanaan Tugas bagi Pemberi Kuasa a. Perbuatan yang dilakukan oleh wakil atas nama pemberi kuasa mengikat pemberi kuasa; b. Menurut pandangan hukum khususnya Syafi I dan Hanbali, kepemilikan barang yang dibeli oleh wakil beralih langsung dari penjual kepada pemberi kuasa tanpa terlebih dulu melalui perpindahan kepemilikan kepada wakil; c. Dalam suatu tugas yang dilaksanakan oleh wakil tidak sesuai dengan kewenangan yang jelas, berkenaan dengan hal tersebut, pandangan yang dianut sebagian besar para ahli hukum Islam adalah bahwa perbuatan wakil tersebut hanya sah apabila diratifikasi oleh pemberi kuasa. 8. Berakhirnya Akad Wakalah Akad wakalah akan berakhir karena sebab-sebab seperti berikut: a. Atas persetujuan para pihak yang terlibat; b. Diakhiri oleh kedua belah pihak; c. Barang yang menjadi tujuan objek dalam akad wakalah mengalami kerusakan; d. Meninggalnya salah seorang diantara pemberi kuasa dan penerima kuasa; e. Ketidakmampuan salah satu pihak untuk melakukan perbuatan hukum.