1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Realitas dinamika kehidupan pada masa lalu, telah meninggalkan jejak dalam bentuk nama tempat yang menggambarkan tentang kondisi tempat berdasarkan sudut filosofi, sejarah, tatanan sosial, ataupun vegetasi pada masanya, atau lebih sering disebut dengan toponim (Sumintarsih, 2007). Cara pandang manusia terhadap alam akan menentukan bagaimana manusia bersikap terhadap lingkungannya (Rais dkk, 2008). Manusia akan cenderung memberikan sebutan atau nama bagi semua unsur alam yang dilihat di sekitarnya, terutama bila unsur tersebut sangat mempengaruhi dalam kehidupannya. Unsur di muka bumi diberi nama oleh manusia sejak manusia ingin mengidentifikasi lingkungan fisiknya di muka bumi untuk tujuan komunikasi sesama antar manusia berdasarkan kondisi alam yang menonjol/berpengaruh dan akhirnya menjadi nama desa/kampung yang mudah dikenali (Rais dkk., 2008). Pemberian nama pada unsur geografi atau yang disebut dengan toponim tersebut dilakukan untuk mempermudah masyarakat dalam mengidentifikasi sesuatu unsur khususnya dalam berkomunikasi terhadap sesama. Mashadi (2014) menjelaskan bahwa toponim merupakan suatu fenomena bahasa pada suatu bentanglahan yang dipengaruhi oleh aspek bahasa, budaya lokal, sejarah, lingkungan dan politik. Pembentukan toponim menjadi salah suatu visualisasi dari masyarakat untuk mengidentifikasi daerahnya. Dimana interpretasi toponim dapat membantu menggambarkan keanekaragaman daerah yang saling berhubungan berdasarkan sejarah untuk mengetahui perubahan lingkungan dari masa lampau hingga masa kini (Grootaers, 2003). Toponim dapat merekam kondisi lingkungan dan sistem pemahaman lokal yang ada pada suatu daerah (Hartmann, 2007). Pengakajian toponim dapat menunjukkan bagaimana kondisi suatu daerah dan keterkaitannya terhadap daerah lain untuk dapat menunjukkan bagaimana fenomena dan unsur dilingkungan sekitarnya. Fenomena geografis daerah tercermin dalam nama geografis dan dapat 1
menjadi salah satu upaya dalam memahami kondisi daerahnya (Mashadi, 2014). Oleh sebab itu, Chen (2014) berpendapat bahwa identifikasi toponim dan persebaran spasialnya dapat membantu dalam mengetahui karakteristik spasial dari bentanglahan nama geografi. Toponim dapat dipengaruhi oleh karakteristik wilayah dan antar lingkungan dapat saling terpengaruh. Atas hal tersebut kondisi lingkungan dapat mempengaruhi dalam pembentukan toponim pada suatu wilayah. Objek kajian utama dalam perkembangan geografi terdiri dari geografi fisik dan geografi sosial. Kajian tersebut mencerminkan dari karakteristik wilayah. Objek kajian geografi fisik (bentang alami) ditenekanan pada bentuklahan, sedangkan geografi sosial mendasarkan pada bentang budaya. Identifikasi karakteristik wilayah dilakukan dengan pendekatan geomorfologi yang dapat diketahui dengan interpretasi data penginderaan jauh. Verstappen (2014) berpendapat bahwa geomorfologi kelingkungan memanfaatkan teknik penginderaan jauh untuk menggambarkan bentuklahan dalam konteks lingkungannya dan perkembangannya menjadi perhatian yang perlu dikaji. Data penginderaan jauh menyajikan semua fenomena yang ada dipermukaan bumi secara alami maupun buatan. Fenomena yang ada tersebut dapat dianalisis secara spasial, tanpa adanya kontak langsung dengan objek. Teknologi penginderaan jauh perkembangannya sangat cepat, yang dapat dibedakan berdasarkan resolusi spasial, spektral, temporal dan radiometrik. Hal tersebut didukung pula oleh perkembangan teknologi pengolah data penginderaan jauh sehingga ekstraksi informasi dari data penginderaan jauh lebih optimal. Karakteristik wilayah dapat diketahui dengan pendekatan interpretasi geomorfologi berdasarkan bentuklahan, hal tersebut akan lebih efektif didapatkan dengan interpretasi dari data penginderaan jauh sebagai salah satu data primer. Data penginderaan jauh yang mampu dimanfaatkan untuk merepresentasikan topografi wilayah sehingga mampu merepresentasikan karakteristik wilayah, contohnya yaitu citra Landsat 8 dan Alos-1 Palsar. Citra Landsat 8 memiliki resolusi spektral hingga 11 saluran yang dapat mempermudah dalam identifikasi objek dengan pemilihan komposit 2
yang sesuai. Keunggulan dari citra Alos-1 Palsar mampu merepresentatifkan data elevasi model sehingga kenampakan ketinggian tergambarkan dengan jelas. Kabupaten Klaten merupakan salah satu kabupaten yang memiliki keberagaman topografi. Terletak di antara Gunung Merapi dan Pegunungan Seribu yang terbagi menjadi wilayah Lereng Gunung Merapi di bagian utara areal miring, wilayah datar dan berbukit di bagian selatan. Kecamatan Bayat merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Klaten yang berbatasan langsung dengan Pegunungan Seribu di Kabupaten Gunungkidul. Kondisi topografi Kecamatan Bayat berupa daerah berbukit dan datar, hal tersebut dikarena pada daerah tersebut memiliki jenis dan umur satuan batuan yang beragam yang dapat terlihat dari peta geologi. Keberagaman topografi akan menunjukkan perbedaan bentuklahan yang dapat digunakan untuk inti kajian karakteristik alami. Adanya interaksi manusia dengan bentang alami atau karakteristik alami akan memunculkan gejala sosial. Salah satu gejala sosial yang terjadi ketika manusia berkomunikasi dalam mengidentifikasi wilayahnya dengan nama geografis atau toponim di daerah sekitarnya. Terdapat beberapa toponim desa di Kecamatan Bayat yang secara tersurat berhubungan langsung dengan kondisi fisik yang ada seperti Dusun Krikilan dan Dusun Gamping, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya keterkaitan antara toponim dusun dengan karakteristik wilayahnya. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diambil perumusan permasalahan yaitu: 1. Toponim mampu merepresentasikan kondisi pada masa lampau, mengingat penamaan yang diberikan oleh masyarakat terkait unsur yang berpengaruh terhadap wilayah tersebut. Unsur yang berpengaruh di suatu wilayah direpresentasikan dalam fenomena dan unsur geografi. Kabupaten Klaten memiliki karakteristik wilayah yang beragam. Beberapa toponim desa dan dukuh secara tersurat berhubungan langsung dengan kondisi fisik yang ada 3
seperti Desa Krikilan, Desa Gununggajah, Dukuh Gamping, Dukuh Lemahmiring dan sebagainya, sehingga dimungkinkan adanya keterkaitan toponim dengan karakteristik wilayahnya. Identifikasi dan inventarisasi toponim perlu dilakukan untuk dapat mengetahui makna yang terkandung dalam toponim tersebut sehingga dapat diketahui pengelompokan toponim terhadap unsur geografi. 2. Ketersediaan data penginderaan jauh dalam berbagai resolusi spasial, spektral, radiometrik dan temporal sangat memungkinkan untuk digunakan dalam berbagai macam penelitian. Data penginderaan jauh yang dapat dimanfaatkan untuk merepresentasikan topografi wilayah, contohnya seperti citra Landsat 8 dan Alos-1 Palsar. Interpretasi karakteristik wilayah dilakukan dengan pendekatan geomorfologi yang identifikasi data penginderaan jauh dengan pendekatan visual untuk membuat klasifikasi bentuklahan, namun dalam pemanfaatanya masih terbatas dalam data ekstraksi informasi karakteristik wilayah. Pemanfaatan citra penginderaan jauh perlu dilakukan untuk menganalisis bagaimana karakteristik wilayah di daerah penelitian dengan pendekatan geomorfologi sehingga dapat diketahui keterkaitannya dengan toponim setempat. 3. Hasil identifikasi dan inventarisasi toponim menghasilkan penjelasan terkait makna yang terkandung di setiap nama dukuh di daerah penelitian. Analisa bentuklahan dapat menjelaskan karakteristik bentuklahan yang merujuk terhadap kondisi di setiap wilayah tertentu yang tercangkup dalam daerah penelitian. Identifikasi karakteristik wilayah dapat menunjukkan adanya ciri yang terkandung dalam makna toponim begitupula sebaliknya. Adanya hubungan antara keduanya perlu diketahui bagaimana keterkaitan yang terbentuk dari toponim dengan karakteristik wilayah di daerah penelitian. 4
1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut didapatkan pertanyaan penelitian yang meliputi: 1. Bagaimana mengetahui makna toponim dan mengelompokan toponim berdasarkan unsur geografi di daerah penelitian? 2. Bagaimana memetakan karakteristik wilayah dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh di daerah penelitian? 3. Bagaimana keterkaitan toponim dengan karakteristik wilayah di daerah penelitian? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui makna toponim dan mengelompokan toponim berdasarkan kategori unsur geografi di Kecamatan Bayat. 2. Memetakan karakteristik wilayah Kecamatan Bayat dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh. 3. Mengkaji keterkaitan toponim dengan karakteristik wilayah di Kecamatan Bayat. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis maupun teoritis, untuk: 1. Memperkaya ilmu pendidikan khususnya mengemukakan sejarah daerah dari identifikasi toponim dan mengetahui keterkaitannya dengan karakteristik wilayah. 2. Bagi masyarakat dan pemerintah agar dapat memahami sejarah daerah yang tercermin dari toponim dan mengetahui keterkaitannya dengan kondisi daerahnya. 5