BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan yang setinggitingginya mungkin dapat dicapai pada suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat. Upaya kesehatan harus selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus agar masyarakat yang sehat sebagai investasi dalam pembangunan dan dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU Kesehatan No.36 Tahun 2009, Pasal 3). Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pekerja juga berhak mendapatkan derajat kesehatan yang setingi-tingginya, salah satunya yaitu dengan melakukan perlindungan tenaga kerja. Perlindungan bertujuan agar tenaga kerja aman melakukan pekerjaan sehari-hari, untuk meningkatkan produksi dan produktivitas nasional (Dainur, 1995). Berbagai aktivitas dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kesejahteraan hidupnya dengan memproduksi makanan dan minuman dan barang lain dari sumber daya alam. Aktivitas tersebut juga menghasilkan bahan buangan yang sudah tidak dibutuhkan oleh manusia yang disebut sampah (Chandra, 2007). Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan
manusia dan dibuang. Sampah erat kaitannya dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah-sampah tersebut akan hidup berbagai mikro organisme penyebab penyakit (bacteri patogen) (Notoatmodjo, 2007). Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan. Penyakit bawaan sampah sangat luas, dan dapat berupa penyakit menular, tidak menular, dapat juga berupa akibat kebakaran, keracunan, dan lain-lain. Penyebabnya dapat berupa bakteri, jamur, cacing dan zat kimia (Slamet, 2009). Salah satu penyakit menular yang diakibatkan oleh sampah dapat terinfeksi melalui kulit. Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit juga merupakan organ yang esensial dan sensitif terhadap berbagai macam penyakit. Bakteri, virus dan jamur penginfeksi kulit sangat umum terjadi dan dapat merusak kulit tetapi tidak pernah sampai mematikan (Zulkoni, 2010). Selain menginfeksi kulit, penyakit bawaan sampah dapat berupa infeksi cacing. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Di Indonesia, penyakit cacing adalah penyakit rakyat umum, infeksinya pun dapat terjadi secara simultan oleh beberapa jenis cacing sekaligus. Diperkirakan lebih dari 60% anak-anak di Indonesia menderita suatu infeksi cacing, rendahnya mutu sanitasi menjadi penyebabnya. Pada anak-anak, cacingan akan berdampak pada gangguan kemampuan untuk belajar, dan pada orang dewasa akan menurunnya produktivitas kerja. Dalam jangka panjang, hal ini akan berakibat menurunnya produktivitas kerja dan menurunnya kualitas sumber daya manusia (Zulkoni, 2010).
Permasalahan sampah dapat ditangani dengan mengelolanya secara tepat dan benar. Dengan adanya tenaga kerja dalam mengatasi masalah tersebut diharapkan mampu untuk memberi yang terbaik untuk menurunkan akibat-akibat kesehatan yang ditimbulkan oleh sampah. Namun, tenaga kerja dalam hal ini juga perlu untuk dilindungi. Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, antara lain perlindungan keselamatan kerja dan kesehatan. Maksud perlindungan ini ialah agar tenaga kerja secara umum melaksanakan pekerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi, karena itu keselamatan kerja merupakan segi penting dari perlindungan tenaga kerja. Penggunaan alat pelindung diri seperti pakaian kerja yang sesuai akan mengurangi kemungkinan terjadi kecelakaan atau luka-luka (Daryanto, 2003). Menurut OSHA atau Occupational Safety and Health Administration, personal protective equipment atau Alat Pelindung Diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya. Alat pelindung diri adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekeliling. Silalahi (2010) menunjukkan bahwa sebagian besar (51,5%) petugas pengelola sampah mengalami keluhan gangguan kulit di TPA Namo Bintang yaitu sebanyak 32 orang. Menurut hasil penelitian Rizki (2008) menunjukkan ada hubungan bermakna antara hygiene perorangan dengan infeksi kecacingan pada anak SD Negeri di Kecamatan Sibolga Kota yaitu sebesar 55,8%.
Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar merupakan satu instansi pemerintah yang belum lama terbentuk, dimana sebelumnya proses pengangkutan sampah dikelola oleh setiap kecamatan yang ada di Kota Pematangsiantar. Menurut survei awal yang telah dilakukan peneliti, petugas pengangkut sampah Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar berjumlah 81 orang dimana hasil observasi diperoleh bahwa petugas pengangkut sampah kurang menjaga hygiene perorangannya ketika bekerja antara lain tidak menggunakan alat pelindung kaki/ alas kaki tertutup, tidak menggunakan sarung tangan. Di samping itu, juga kurang tersedianya sarana sanitasi di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar. Oleh karena itu petugas pengangkut sampah sangat berisiko terkena penyakit yang berkaitan dengan hygiene perorangan. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui hubungan hygiene perorangan dan pemakaian alat pelindung diri dengan keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas 1.2. Perumusan Masalah Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan seperti gangguan kulit dan kecacingan. Salah satu orang yang berisiko terkena gangguan kulit dan kecacingan adalah petugas pengangkut sampah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti apakah terdapat hubungan hygiene perorangan dan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan hygiene perorangan dan pemakaian alat pelindung diri dengan keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik responden petugas pengangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar. 2. Untuk mengetahui hygiene perorangan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar. 3. Untuk mengetahui pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada petugas 4. Untuk mengetahui keluhan gangguan kulit pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar. 5. Untuk mengetahui kejadian kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar. 6. Untuk mengetahui hubungan hygiene perorangan dengan keluhan gangguan kulit pada petugas 7. Untuk mengetahui hubungan hygiene perorangan dengan kecacingan pada petugas 8. Untuk mengetahui hubungan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan keluhan gangguan kulit pada petugas
9. Untuk mengetahui hubungan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) dengan kecacingan pada petugas 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi petugas pengangkut sampah agar memperhatikan hygiene perorangan agar tidak terkena penyakit yang berhubungan dengan sampah. 2. Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi pihak Dinas Kebersihan agar lebih meningkatkan sarana sanitasi dan menyediakan alat pelindung diri kepada petugas pengelola sampah. 3. Sebagai bahan masukan bagi pihak Dinas Kebersihan agar membuat program penyuluhan kepada petugas pengangkut sampah tentang hygiene perorangan. 4. Untuk menambah wawasan bagi penulis tentang keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas 5. Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya.