BAB IV PENUTUP. dalam hal ini yaitu kota Yogyakarta bertujuan untuk melihat pola-pola yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. menengah perkotaan, mereka menyadari bahwa penampilan memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Islam menyerukan seorang wanita muslimah untuk mengulurkan jilbab-jilbab

BAB I PENDAHULUAN. kecantikan pada kulit wajah dan tubuh sudah menjadi prioritas utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tampil cantik dan modis dengan gaya elegan, feminine, atau simple kini dapat

BAB I PENDAHULUAN. bidang usaha yang sasaran utamanya untuk remaja khususnya mahasiswa, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengenakan jilbab atau kerudung sudah menjadi sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagaimana telah disebutkan dalam ayat Al-Qur an. Jilbab diambil dari bahasa

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. bergerak dalam bidang Agama, sosial dan safety fashion. (Sumber: Dokumen

BAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48).

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sekarang ini sudah menjadikan belanja atau shopping bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakatnya, terutama pada kaum perempuan. Sebagian besar kaum perempuan

BAB I PENDAHULUAN. 2016). Belakangan ini, fenomena perkembangan fashion yang sedang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup tanpa bantuan orang lain untuk melakukan hubungan atau interaksi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain papan dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam era-modernisasi negara Indonesia pada saat ini sudah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menyimpulkan inti permasalahan yang dihadapi, sebagai berikut :.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk meneliti imitasi gaya berpakaian dalam majalah Gogirl!. Majalah Gogirl!

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, semakin banyak wanita yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Semakin berkembangnya zaman di era modern kebutuhan akan dunia fashion

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan.

2015 HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWI TINGKAT AWAL DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah terkaya jika di bandingkan dengan negeri-negeri muslim lainya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. kaum hawa. Bahkan kebanyakan dari mereka merasa bangga dengan

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan pola kehidupan masyarakat yang mulai berkembang sejak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat cepat. Begitu pula dengan gaya hidup masyarakat yang juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara etimologis, dalam Oxford English Dictonary (OED),

TREND FASHION HIJAB TERHADAP KONSEP DIRI HIJABERS KOMUNITAS HIJAB MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan. mengakibatkan berbagai perilaku manusia sebagai konsumen semakin mengalami

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. IV, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu: pada masa remaja awal. Sedangkan pada subyek A memutuskan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Wanita muslim umumnya identik dengan hijab. Dalam agama Islam,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia. Sebagian besar penghuni planet bumi kita dengan berbagai latar

BAB I PENDAHULUAN. memposting foto, melakukan update saat berada di suatu tempat dan lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya komunitas hijabers dan muslimah. membuat tren berbusana tersendiri yang akhirnya menjadi happening.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang menjanjikan bagi perusahaan kosmetik. Perkembangan kosmetik di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Gaya hidup secara luas didefenisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. ( Pada zaman orde baru pemerintah melarang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki umat Islam yang berjumlah kurang lebih 87% yang

BAB I PENDAHULUAN. kehadiran Public Relations. Public Relations adalah fungsi manajemen yang

BAB I PENDAHULUAN. gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin

BAB I PENDAHULUAN. operasional perusahaan, serta modal awal usaha. Pasar yang sangat besar ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan kegiatan masyarakat yang sering mengunjungi mall atau plaza serta melakukan

BAB I PENDAHULUAN. komunitas-komunitas hijabers di Indonesia. 1. Sebagai sebuah perkumpulan, komunitas hijabers mempunyai ciri

JILBAB SEBAGAI GAYA HIDUP. (Studi Fenomenologi Tentang Alasan Perempuan Memakai Jilbab dan Aktivitas Solo Hijabers Community)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Pemasaran, Nora Media Enterprise, Kudus, 2010, hal. 3.

2016 PENGARUH ONLINE SHOPPING ENJOYMENT DAN KEPERCAYAAN KONSUMEN TERHADAP MINAT PEMBELIAN PRODUK FASHION HIJAB DI SOCIAL COMMERCE

BAB IV ANALISIS STRATEGI KOMUNIKASI HIJABERS SEMARANG DALAM MENSYIARKAN HIJAB PADA MUSLIMAH MUDA

BAB I PENDAHULUAN. dalam setiap aktivitasnya. Pemandangan perempuan berjilbab di Indonesia

BAB V PENUTUP. aktifitas presentasi diri Seleb Instagram Hijabers, bahwa :

BAB IV DESKRIPTIF PROSES DAN HASIL PRODUKSI. Profil Tayangan Feature Dibalik Wanita adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan sosial dalam batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Menurut Selo Soemarjan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena persaingan yang ada dalam era globalisasi akan semakin ketat untuk

RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG

FENOMENA KOMUNITAS BERJILBAB; ANTARA KETAATAN DAN FASHION Oleh: Hatim Badu Pakuna. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. keramahtamahannya. Banyak orang dari berbagai daerah di Indonesia yang merantau

BAB V PEMBAHASAN. Fenomena hijabers atau sebutan bagi orang yang mengenakan hijab secara

BAB I PENDAHULUAN. antara individu dengan individu maupun kelompok. Interaksi sosial terjadi. pada setiap usia dan gender pada manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan dari budaya terhadap perilaku konsumen adalah, budaya digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Gaya hidup secara luas didefenisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG HIJABERS SEMARANG DAN STRATEGI KOMUNIKASI DALAM MENSYIARKAN HIJAB

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang modern memberi pengaruh terhadap perilaku membeli

BAB IV. Mahasiswi Berjilbab di FKIP- PGSD UKSW Salatiga

BAB 1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha. Gambar 1.1

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini, persoalan gaya hdup menjadi sesuatu yang amat diperhatikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk yang tidak bisa hidup sendiri, manusia memiliki rasa untuk

KOMUNITAS TERHADAP PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI (Studi Deskriptif Kualitatif Komunitas Hijabers USU Terhadap Pembentukan Identitas Diri)

BAB V PENUTUP. mungkin kita kenal adalah salah satunya berupa biodata yang berisi tentang nama,

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (Bastian, 2001).Tingkatan kinerja organisasi dapat dilihat dari sejauh mana

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat yang disebabkan oleh adanya ide kreatif dan inovatif dari pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Pemasaran yang ada dalam perusahaan sangatlah penting melihat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Universitas Negeri Medan sebagai lembaga pendidikan tinggi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. di bidang keuangan. Pengertian bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III SAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN. dilakukan khususnya di lingkungan komunitas Hijabers Community

Transkripsi:

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian mengenai terjadinya variasi penggunaan hijab di masyarakat perkotaan, dalam hal ini yaitu kota Yogyakarta bertujuan untuk melihat pola-pola yang menimbulkan pembentukan kelas penikmat dalam Hijabers Community Yogyakarta. Komunitas tersebut mengusung hijab modis sebagai identitas fisik sekaligus identitas kolektif. Hijabers Community Yogyakarta menjadi komunitas pertama di Yogyakarta yang mengusung hijab sebagai dasar terbentuknya komunitas. Hal tersebut menjadikan mereka sebagai trendsetter dan menjadi icon muslimah perkotaan khususnya dalam hal pengetahuan berbusana dan penampilan muslimah. Hijab menjadi dasar mengapa komunitas tersebut terbentuk, namun di balik semua itu terdapat alasan yang kuat mengapa komunitas tersebut ada dan eksis hingga saat ini yang semata-mata bukan karena alasan hijab tersebut. Dari fenomena ini peneliti kemudian tertarik untuk melihat bagaimana bisa terjadi variasi dimana seharusnya perempuan berhijab itu sama tetapi kenyataannya ada beberapa perempuan berhijab yang membentuk komunitas. Peneliti juga tertarik melihat mengapa mereka harus membentuk komunitas dan menciptakan perbedaan terkait dengan gaya hidup yang dijalankan oleh komite padahal pada dasarnya perempuan berhijab itu sama saja. Hijabers Community Yogyakarta awalnya merupakan komunitas semi formal yang bernama Hijabi Yk. Pada awal mula terbentuknya komunitas tersebut ternyata

mendapat respon yang positif dari muslimah di Yogyakarta, terutama kaum remaja putri. Kegiatan yang diadakan pun selalu ramai diikuti oleh muslimah karena dapat dikatakan bahwa komunitas tersebut merupakan komunitas pertama yang berisikan muslimah berhijab. Terlebih gaya yan diusungnya merupakan gaya berhijab modis yang sedang menjadi trend di masyarakat. Setelah bekerjasama dengan Hijabers Community pusat, komunitas tersebut bertransformasi menjadi Hijabers Community Yogyakarta dan menjadi komunitas yang telah berbadan hukum. Komunitas tersebut semakin berkembang hingga saat ini dan memiliki banyak anggota. Dalam komunitas tersebut yang paling memiliki peran dominan yaitu komite Hijabers Community Yogyakarta, terbukti dari awal pembentukan komunitas tersebut hingga besar sampai saat ini komite menjadi pemegang peranan penting. Komite juga lah yang memiliki kewenangan untuk merekrut anggota serta menangani semua event yang diselenggarakan. Di saat muslimah pada umumnya melakukan kegiatan keagamaan seperti biasa, Hijabers Community Yogyakarta memiliki event yang berbau keagamaan tersendiri. Kegiatan tersebut mereka selenggarakan dengan tujuan menginspirasi muslimah khususnya mereka yang berhijab dalam hal penampilan baik dari segi busana muslim, gaya berhijab, maupun pilihan make up digunakan. Dilihat dari berbagai event yang diadakan oleh komite Hijabers Community Yogyakarta menunjukkan bahwa mereka berusaha menunjukkan perbedaan dengan muslimah yang tidak menjadi bagian dari komunitas. Hal tersebut menjadi salah satu alasan yang mempertegas mengapa mereka melakukan perbedaan terhadap mereka yang bukan anggota Hijabers Community Yogyakarta. Citra muslimah yang fashionable dan lekat dengan kegiatan

yang sifatnya eksklusif dan high class menjadi alasan mengapa mereka ingin membedakan diri dengan yang massa. Sebagai contoh nyata kegiatan yang mereka lakukan merupakan kegiatan yang sifatnya untuk mengisi waktu luang (leisure time) dan kurang bisa diakses untuk semua kalangan. Misalnya, kegiatan Hijab Class and Beauty Class yang diadakan mengharuskan peserta yang ikut untuk membayar dengan harga yang mahal. Kegiatan tutorial hijab dan make up dikemas menjadi kegiatan yang bersifat high class dan seakan-akan ingin mempertegas komunitas tersebut merupakan komunitas yang eksis dengan event yang berkelas. Kegiatan lain yang menjadi event yang terlihat mencolok dalam hal perbedaan dengan muslimah pada umumnya yaitu kegiatan tausyiah di café-café, fashion show, model hunt, dan bazaar. Semua kegiatan tersebut menunjukkan simbol-simbol yang menunjukkan bahwa mereka merupakan bagian dari kelas atas sekaligus sebagai kelas penikmat. Hal lain yang menunjukkan perbedaan sekaligus menjadi alasan mengapa mereka membentuk kelompok tertentu yaitu kesamaan latar belakang social dan ekonomi. Komite yang mayoritas merupakan mahasiswa di perguruan tinggi di Yogyakarta menjadikan mereka memiliki pemikiran yang sama. Terlebih dari latar belakang ekonomi yang menunjukkan bahwa mereka berasal dari kelas menengah ke atas menjadikan mereka memiliki kebiasaan yang sama, khususnya dalam hal praktik konsumsi. Praktik konsumsi tersebut dapat berupa konsumsi penampilan, konsumsi makanan, dan juga konsumsi kultural. Contoh nyata dari ketiga praktik konsumsi tersebut misalnya, kegiatan travelling, nongkrong cantik, shopping, dan sebagainya.

Semua praktik konsumsi yang komite jalankan secara personal memiliki kesamaan yaitu menunjukkan adanya gaya hidup yang bermewah-mewahan. Dari kesamaan konsumsi secara personal tersebut yang nantinya akan membentuk identitas kolektif. Identitas kolektif yang terbentuk pun merupakan identitas berdasarkan kesamaan praktik konsumsi, bukan pada identitas fisik semata yang tercipta dari penggunaan hijab. Adanya pengelompokan kelas berdasarkan praktik konsumsi yang dijalankan menimbulkan adanya kelas-kelas konsumsi. Dengan demikian identitas social yang terbentuk yaitu Hijabers Community Yogyakarta sebagai kelas penikmat. Hal tersebut juga yang menjadi alasan mengapa mereka membentuk komunitas sehingga terjadi variasi dalam penggunaan hijab di masyarakat, dimana terdapat muslimah berhijab yang membentuk komunitas padahal pada umumnya muslimah berhijab itu sama saja. B. Catatan Kritis Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa terbentuknya komunitas secara tidak langsung disebabkan karena ada sekelompok individu yang ingin membentuk kelas social tertentu yang lebih eksklusif dan melakukan pembedaan dengan mereka yang massa. Faktor yang menunjukkan terjadinya eksklusifitas dalam komunitas tersebut yaitu karena alasan latar belakang pendidikan dan ekonomi serta relasi pertemanan yang semakin menguat dari waktu ke waktu di antara para komite Hijabers Community Yogyakarta.

Pergaulan ataupun relasi pertemanan memang menjadi salah satu hal yang membuat para komite Hijabers Community Yogyakarta sulit terlepas dari praktik konsumsi. Kesamaan praktik konsumsi baik konsumsi penampilan, makanan, dan kultural semakin menguatkan relasi pertemanan yang terjalin antar komite. Secara tidak langsung setiap mereka melakukan gathering maka praktik tersebut akan terus dilakukan dan bahkan semakin berkembang. Terlebih didukung kesamaan selera akan benda-benda yang branded dan berbau high class semakin menunjukkan praktik gaya hidup yang mewah dan lekat dengan unsur bersenang-senang. Komunitas tersebut terbentuk tidak semata-mata berdasar pada hijab. Akan tetapi di balik semua itu terdapat alasan-alasan lain yang menunjukkan bahwa Hijabers Community Yogyakarta ada dan semakin solid karena persamaan gaya hidup yang dijalankan. Konsumsi menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, demikian pula dengan pergaulan dan interaksi antar individu. Disini Hijabers Community Yogyakarta, khususnya para komitenya, menunjukkan bahwa praktik konsumsi yang berkembang yang ditengarai terjangkit konsumerisme tidak dapat terlepas dari relasi pertemanan. Dengan siapa seseorang berteman maka dapat menunjukkan selera serta gaya hidup yang dijalankan. Pada intinya, relasi pertemanan yang eksklusif dapat menimbulkan pengelompokan-pengelompokan tertentu dalam masyarakat sehingga terciptalah kelas-kelas social. Kelas social tersebut menunjukkan ada kelompok yang ingin menciptakan jarak dengan kelompok lain. Mereka berusaha menyamakan diri dengan yang serupa dan membedakan diri dengan yang massa. Hijabers Community Yogyakarta dengan segala keunikan dan eksklusifitasnya menjadi salah satu bukti nyata dari kelompok tersebut.

Namun dari semua uraian mengenai Hijabers Community Yogyakarta di atas terdapat hal positif yang ditunjukkan oleh kemunculan komunitas tersebut. Hijabers Community Yogyakarta yang merupakan komunitas keagamaan dimana aktivitas di dalamnya terlihat lebih mengutamakan hal yang bersifat duniawi/profane namun pada faktanya tetap mempertimbangkan hal yang agamis, walaupun dalam porsi yang sangat kecil. Misalnya saja aturan mengenai no legging, no jeans, and no tight, yang menunjukkan bahwa mereka berusaha berpenampilan syar i secara fisik. Selain itu peserta yang dapat mengikuti semua event Hijabers Community Yogyakarta hanyalah perempuan (muslimah), yang menunjukkan bahwa mereka tetap menjaga jarak dengan lawan jenis sesuai syariat Islam. Penceramah yang diundang pun hanya ustadzah sebagai bentuk komitmen mereka bahwa lawan jenis tidak dapat menjadi bagian dari event mereka. Pada akhirnya penelitian ini sangat menarik untuk dilanjutkan menggunakan pendekatan-pendekatan lainnya sekaligus untuk melengkapi penelitian yang telah ada sebelumnya. Isu mengenai kelas-kelas social dan konsumerisme yang diangkat dalam penelitian ini masih dirasa belum dapat menjelaskan secara lebih lengkap dan terperinci mengenai persoalan-persoalan yang ada dalam Hijabers Community Yogyakarta. Namun dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan referensi pengetahuan bagi kajian yang terkait dengan isu kelas dan konsumerisme.