BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. khususya di tingkat Pemerintah Daerah. Korupsi sebenarnya termasuk salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal tahun 2001 mulai diberlakukannya kebijakan otonomi daerah,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan bagi politik dan sistem pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah menantang pemerintah daerah untuk. mewujudkan pemerintah yang akuntabilitas dan transparan.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. ini menimbulkan peningkatan tanggung jawab penyelenggara pemerintah di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. keagenan dimana suatu pihak tertentu (principal) mendelegasikan pekerjaan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan atau berkembangnya suatu daerah adalah tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. baik ( good governance government ). Hal tersebut dapat diwujudkan melalui

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi politik di tanah air. Walaupun masih dalam batas-batas tertentu, perubahan ini

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembagalembaga

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak dan penerimaan Negara lainnya, dimana kegiatannya banyak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Ulum, 2004). (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

PENINGKATAN AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA HARUS BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dibuat untuk memberi informasi kepada pengguna internal dan

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat tersalurkan. Selain itu dalam Pemerintahan yang baik

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah teori agensi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi keuangan pemerintah yang dilaksanakan pada awal

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak mendapatkan perhatian khusus dibandingkan masa-masa sebelumnya

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organisasi nirlaba. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap audit delay. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah, yang disebut dengan Desentralisasi adalah penyerahan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

ANALISIS KELEMAHAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas, mewujudkan pemerintahan yang good governance, dan menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah tentang tata kelola pemerintahan yang baik atau good government

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaporan keuangan membantu memenuhi kewajiban pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) baik dari level atas

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan daerah dilaksanakan untuk memeratakan dan menyebarluaskan pembangunan di daerah dengan tujuan untuk menyerasikan dan menyeimbangkan atau memperkecil perbedaan tingkat laju pertumbuhan antar daerah, serta memadukan seluruh kegiatan pembangunan di daerah dalam rangka menunjang keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh (Sibero; 1985). Pembangunan ekonomi suatu daerah (region) berkaitan erat dengan potensi ekonomi dan karakteristik yang dimiliki oleh daerah serta adanya keterkaitan (linkage) kegiatan ekonomi antar daerah sekitarnya. Potensi ekonomi maupun karakteristik yang dimiliki suatu daerah pada umumnya berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya (Glasson: 1977). Pertumbuhan ekonomi menjadi penting artinya sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan di daerah atas penerapan desentralisasi fiskal, kemajuan suatu daerah bisa dilihat dari angka pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi juga sebagai cerminan atas peningkatan ketersediaan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia sebagai alat pemenuhan kebutuhan hidup, serta dapat juga menjadi barometer peningkatan standar hidup penduduk yang jumlahnya terus meningkat dari waktu ke waktu. Dengan perkataan lain, kemampuan dari suatu negara atau daerah untuk meningkatkan standar hidup penduduknya dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonominya dalam jangka panjang (long run rate of economic growth) (Muana Naga, 2005). 1

2 Era baru Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia efektif dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001. Proses pelaksanaannya juga diwarnai dengan berbagai penyempurnaan pada kedua UU yang telah ada. Pada tahun 2004 dikeluarkan UU otonomi daerah yang baru, yakni UU no. 32 tahun 2004 mengganti UU no. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah serta UU no. 33 tahun 2004 mengganti UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (PKPD). Desentralisasi fiskal merupakan peluang bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan dan membiayai sendiri kemajuan pembangunan di daerahnya masing-masing untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang semakin baik dari waktu ke waktu. Pembangunan daerah dalam bidang ekonomi diharapkan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh daerah baik dari sisi perencanaan, pembangunan serta pembiayaan agar terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Secara prinsipil, munculnya gagasan tentang desentralisasi merupakan suatu antithesis atas struktur politik yang sentralistis. Dengan kata lain, karena struktur politik yang sentralistis cenderung melakukan unifikasi kekuasaan politik pada tangan pemerintah pusat, maka sebaliknya desentralisasi mengajukan gagasan tentang pembagian kekuasaan politik, dan/atau wewenang administrasi antara pemerintah pusat dan daerah (Hidayat, 2005). Lebih jauh, mengutip pendapat Kuncoro (2004) menyatakan bahwa timbulnya perhatian pada desentralisasi tidak hanya dikaitkan dengan gagalnya perencanaan terpusat dan populernya strategi pertumbuhan dengan pemerataan (growth with equality), tetapi juga adanya kesadaran bahwa pembangunan adalah suatu proses yang kompleks dan penuh ketidakpastian yang tidak dapat dengan mudah dikendalikan dan direncanakan dari pusat. Karena itu dengan penuh keyakinan

3 para pelopor desentralisasi mengajukan sederet panjang alasan dan argumen tentang pentingnya desentralisasi dalam perencanaan dan administrasi di negara dunia ketiga. Perhatian pada desentralisasi fiskal sebagai mesin pertumbuhan ekonomi ini tidak hanya terbatas pada negara-negara berkembang, tetapi juga muncul dan menjadi agenda utama negara-negara OECD (Vazquez and McNab, 2001). Desentralisasi fiskal meningkatkan pendapatan dan meningkatkan efisiensi dalam sektor publik dan memotong defisit anggaran, serta menaikkan pertumbuhan ekonomi (Bird, 1993; Bird, Wallich, 1993; dan Bahl, Linn, 1992). Menurut Vazquez and McNab (2001) dua alasan mengenai efisiensi desentralisasi fiskal adalah, pertama, apabila pemerintah lokalnya cerdas dan mampu membaca keinginan konstituennya maka akan mudah dalam mengadaptasi kebijakan pengeluarannya, sehingga dengan hal tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan individu (consumer efficiency). Kedua, pembelanjaan dana di tingkat lokal akan mendorong producer efficiency akibat pelayanan yang lebih murah dalam penyediaan infrastruktur. Hasil studi desentralisasi fiskal seringkali tidak menghasilkan kesimpulan yang sama diantara para peneliti dan peminat desentralisasi. Ada beberapa perbedaan pendapat dengan masing-masing pihak memiliki argumentasi logis serta telah membuktikannya secara empiris. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, hasil studi dari beberapa ahli seperti Davoodi and Zou (1998) serta Woller dan Phillips (1998) menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal tidak mempunyai dampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. Zhang and Zou (1998) serta Xie, Zou, and Davoodi (1999) mendapatkan hasil bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan kurang menguntungkan bagi pembangunan. Sebaliknya, hasil studi Iimi (2005) dan Malik, Hassan, dan Hussein

4 (2006) menunjukkan hasil berbeda, yakni bahwa desentralisasi fiskal mempunyai pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Atas fenomena ini, Breuss and Eller (2004) menyatakan bahwa ada efek embivalen dalam hubungan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi, sehingga sulit untuk menarik rekomendasi yang tepat tentang bagaimana desentralisasi yang optimal. Lebih lanjut Breuss and Eller menyimpulkan bahwa tidak ada kejelasan, atau hubungan otomatis desentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi. Adanya perbedaan hasil penelitian desentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi menunjukkan kemungkinan adanya faktor lain dalam pengaruh desentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi. Pada penelitian ini, akan ditambahkan variabel akuntabilitas pelaporan keuangan sebagai variabel pemoderasi. Pemerintah daerah harus mengelola dan melaporkan keuangannya secara akuntabel dan transparan. UU No. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara yang kemudian diikuti dengan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 yang disempurnakan dengan PP No. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) mewajibkan pemerintah pada setiap level baik pusat maupun daerah untuk menyusun laporan keuangan. Laporan keuangan ini kemudian akan diperiksa oleh auditor eksternal pemerintah yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara berkala. Penyusunan dan pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) merupakan langkah untuk mewujudkan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan pemerintah. Desentralisasi fiskal juga harus didukung dengan mekanisme good public governance khususnya dalam konteks pemerintahan atau tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Beberapa tujuan utama penerapan good governance dalam sektor pemerintahan adalah meningkatkan akuntabilitas, partisipasi, transparansi dan

5 kinerja publik dalam urusan pemerintahan (Kapucu, 2009). Otonomi daerah pada dasarnya diberikan kepada daerah agar pemerintah daerah dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pemerintah daerah untuk tercapainya good governance. (Mardiasmo, 2009). Namun menurut Rinaldi, Purnomo, dan Damayanti (2007) sejak diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan UU no. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah di tahun 2001 telah terjadi kecenderungan korupsi di pemerintah daerah yang meningkat. Terciptanya suatu pemerintah daerah yang akuntabel menjadi suatu harapan tersendiri bagi masyarakat, sehingga tercipta suatu sistem pertanggungjawaban pemerintah daerah sebagai entitas yang mengelola dan bertanggung jawab atas penggunaan kekayaan daerah. Pelaksanaan otonomi daerah yang diikuti dengan transfer kekuasaan dan wewenang pengelolaan beberapa urusan pemerintah pusat ke daerah mengharuskan reformasi pengelolaan pemerintah pada berbagai aspek termasuk pengelolaan keuangan daerah (Carnegie, 2005). Pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan dan pelaporan keuangan pemerintahnya. Hasil penelitian Huther dan Shah (1998) di 80 negara menunjukkan bahwa desentralisasi memiliki korelasi positif dengan kualitas pemerintahan (Mardiasmo, 2009). Terciptanya suatu pemerintah daerah yang akuntabel menjadi suatu harapan tersendiri bagi masyarakat, sehingga tercipta suatu sistem pertanggungjawaban pemerintah daerah sebagai entitas yang mengelola dan bertanggung jawab atas penggunaan kekayaan daerah. Menurut Mardiasmo (2009) akuntabilitas pada organisasi sektor publik, mempunyai arti bahwa pada pengelolaan pemerintah daerah terdapat hubungan keagenan (teori keagenan) antara masyarakat sebagai principal dan pemerintah sebagai agent.

6 Menurut Lane (2000) dalam organisasi publik, teori keagenan dapat juga diterapkan. Dari konsep teori keagenan inilah bisa terjadi information asymmetry antara pihak pemerintah (agent) yang memiliki akses langsung pada informasi dengan pihak masyarakat (principal). Karena terjadi information asymmetry bisa menyebabkan terjadinya korupsi atau penyelewengan oleh agent (pemerintah). Untuk menghindari terjadinya korupsi di pemerintahan daerah, maka pengelolaan pemerintah daerah harus akuntabel dan diperlukan sistem pengawasan yang handal. Dengan terciptanya pemerintah daerah yang akuntabel berarti semakin sedikit terjadinya permasalahan information asymmetry, sehingga semakin sedikit peluang terjadinya penyelewengan atau korupsi oleh pihak pemerintah daerah (agent). LKPD menggambarkan tingkat akuntabilitas keuangan pemerintah daerah yang menjadi kebutuhan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah, sehingga untuk mengetahui akuntabilitas laporan keuangan pemerintah daerah sangat penting untuk selalu dilakukan audit atas LKPD oleh pihak independen (BPK RI) (Heriningsih dan Marita, 2013). Laporan hasil audit oleh BPK RI dapat berupa opini auditor, diantaranya terdapat lima jenis pendapat auditor (BPK). Apabila opini auditor unqualified opinion dan unqualified opinion with modified wording maka menunjukkan akuntabilitas suatu pemeritah daerah semakin bagus dan diharapkan akan mengurangi terjadinya korupsi. Sedangkan jika opini qualified opinion, adverse opinion, dan disclaimer opinion, maka masih ada kemungkinan terjadi salah saji yang material sehingga dapat juga mengindikasikan bisa terjadi korupsi. Dari penjelasan tersebut di atas dapat diartikan bahwa jika desentralisasi fiskal yang didukung dengan pelaporan keuangan suatu daerah yang akuntabel maka aliran dana untuk pembangunan daerah tersebut sudah teralokasi dengan benar yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah

7 tersebut, tetapi jika pelaporan keuangan daerah tersebut tidak akuntabel maka aliran dana untuk pembangunan daerah tersebut tidak teralokasi dengan benar yang akan menurunkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tersebut. Berdasarkan uraian diatas, fokus penelitian ini untuk mengetahui kemampuan akuntabilitas pelaporan keuangan dalam memperkuat pengaruh desentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan desentralisasi fiskal dengan merujuk penelitian Musgrave dan Musgrave (1991: 68) pada (Halim dan Damayanti, 2007), yang diukur dengan derajat desentralisasi fiskal dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Total Penerimaan Daerah (TPD), Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak (BHPBP) pada Total Penerimaan Daerah (TPD), dan Total Pengeluaran Pemerintah Daerah pada Total Penerimaan Daerah (TPD). Akuntabilitas pelaporan keuangan yang merupakan cerminan pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat dalam mengelola sumber daya publik yang diukur dengan opini audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diduga dapat memperkuat desentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diukur dengan peningkatan PDRB setiap tahunnya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut: 1) Apakah desentralisasi fiskal berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi? 2) Apakah akuntabilitas pelaporan keuangan memoderasi desentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi?

8 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Berdasarkan uraian latar belakang secara umum tujuan penelitian ini untuk mendapatkan bukti pengaruh desentralisasi fiskal kabupaten/kota di Provinsi Bali pada peningkatan pertumbuhan ekonomi sebagai upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 1.3.2 Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini membahas pengaruh desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi dalam konteks otonomi daerah, untuk: 1) Mendapatkan bukti empiris pengaruh desentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi. 2) Mendapatkan bukti empiris kemampuan akuntabilitas pelaporan keuangan dalam memoderasi desentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis Sebagai bahan masukan dan rekomendasi bagi pembuat kebijakan yakni pemerintah pusat dan pemerintah daerah, khususnya daerah Provinsi Bali sebagai objek penelitian dalam upaya mendorong perekonomian daerah sehingga proses kebijakan desentralisasi ke daerah dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan yang disesuaikan dengan kemampuan manajemen pengelolaan keuangan Provinsi Bali untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mengawasi penggunaan dana yang digunakan untuk pembangunan daerah agar pengelolaannya lebih akuntabel.

9 1.4.2 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian untuk pengembangan teori kontinjensi dalam hubungan desentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi serta menjadi bahan bacaan bagi penelitian lebih lanjut dengan topik yang sama.