TINJAUAN PUSTAKA. Barat. Jenis ikan ini merupakan salah satu andalan komoditas ikan yang dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan lentik. Jadi daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

Pertumbuhan Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) Di perairan Sungai Aek Alian Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan dampak yang merugikan bagi manusia sendiri (Mulyanto, 2007). bahan organik karena faktor terbawa arus (Widi, 2000).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

bio.unsoed.ac.id di alternatif usaha budidaya ikan air tawar. Pemeliharaan ikan di sungai memiliki BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

I. PENDAHULUAN. atau disebut juga perairan lotik dan perairan menggenang atau disebut juga perairan lentik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Tabir terletak di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin. Sungai Tabir

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

3. METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

H - H + Merupakan molekul dipolar, artinya 1 molekul memiliki 2 muatan yang berbeda yakni muatan + dan

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

MANAJEMEN KUALITAS AIR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

Indeks Gonad Somatik Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) Yang Masuk Ke Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

PERTUMBUHAN IKAN KERALI (Labocheilos falchifer) DI PERAIRAN SUNGAI LEMATANG, SUMATERA SELATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode dan Desain Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perairan sangat penting bagi semua makhluk hidup, sebab air merupakan media bagi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan rawa) dan perairan lotik yang disebut juga perairan berarus deras (misalnya

MANAJEMEN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA IKAN NILA (Orechromis niloticus) DI KOLAM AIR DERAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HIDROSFER. Lili Somantri,S.Pd Dosen Jurusan Pendidikan Geografi UPI

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai. Muhammad Rijal a, Gun Faisal b

Transkripsi:

20 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Bilih Ikan bilih adalah ikan endemik yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Jenis ikan ini merupakan salah satu andalan komoditas ikan yang dapat dieksploitasi dari danau Singkarak oleh nelayan di kabupaten Tanah Datar dan Solok propinsi Sumatera Barat. Ikan ini dijual dalam bentuk segar dan olahan pengeringan ataupun digoreng yang dikemas dalam wadah plastik. Komoditas ini mampu menopang aktifitas perekonomian di sekitar danau Singkarak (Koeshendrajana, 2010). Ikan bilih merupakan salah satu jenis ikan yang bukan aslidanau Toba, dan merupakan ikan introduksi daridanau Singkarak, Sumatera Barat. Ikan ini bersifatendemik di Danau Singkarak dan daerahpengembangannya terbatas, dan di dunia hanyaditemukan di Danau Singkarak. Oleh karena itu,danau Singkarak merupakan habitat asli dari ikanbilih (Umar, 2011). Bentuk badan ikan bilih sangat mirip dengan kerabatnya, ikan genggehek (Jawa Barat) atau wader (Jawa Tengah dan Timur), yaitu Mystacoleucus marginatus yang banyak terdapat di perairan umum sumatera, jawa dan kalimantan. Ikan ini juga mirip dengan ikan wader cakul (Jawa Tengah dan Timur), beunteur (Jawa Barat) atau pora-pora (Sumatera Utara), yaitu puntius binotatus. Ikan Bilih yang disebut masyarakat sekitar Danau Toba adalah ikan pora-pora karena bentuk tubuh yang mirip, dimana sejak tahun 1990-an ikan porapora di Danau Toba tidak pernah tertangkap lagi. Nama pora-pora yang

21 sebenarnya adalah ikan bilih terus melekat dan populer sampai sekarang(kartamihardja dan Sarnita, 2008). Mystacoleucus padangensis Bleeker nama ilmiah untuk ikan Bilih yang merupakan ikan endemik yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Sebagai ikan endemik, ikan Bilih hidup dalam geografis yang terbatas sehingga di dunia hanya ditemukan di Danau Singkarak. Oleh karena itu Danau Singkarak merupakan habitat asli dari ikan bilih. Secara sistematik, ikan Bilih termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut: Kelas Ordo Famili Sub Famili Genus Species : Actinopterygii : Cypriniformes : Cyprinidae : Cyprinidae : Mystacoleucus : Mystacoleucus padangensis Bleeker Menurut Rivai dkk., (1983) dalam Koeshendrajana dkk., (2010) ciri-ciri umum dari penggolongan ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan bertulang rawan, mempunyai sirip tunggal dan berpasangan, tubuh ditutupi oleh sisik dan berlendir serta mempunyai bagian tubuh yang jelas antara kepala, badan dan ekor. Ukuran ikan bervariasi, mulai dari kecil sampai dengan yang berukuran besar. Kebanyakan ikan berbentuk topedo, pipih dan ada yang berbentuk tidak teratur. Seperti karakteristik ikan endemik pada umumnya, ikan Bilih juga rentan terhadap kepunahan akibat kerusakan dan eksploitasi yang intensif. lkan Bilih melakukan pemijahan dengan cara menyongsong aliran sungai yang bermuara di

22 danau. Ikan jantan dan betina beruaya ke arah sungai dengan kecepatan arus air berkisar antara 0,3-0,6 m/s dan kedalaman 10-20 cm. Habitat pemijahan ikan Bilih adalah perairan sungai yang jernih dengan suhu yang relatif rendah serta dasar sungai yang berbatu kerikil dan atau berpasir. Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi pemijahan ikan Bilih adalah arus air dan substrat dasar. Setelah sampai di habitat pemijahan, ikan betina melepaskan telur dan pada waktu yang bersamaan ikan jantan melepaskan sperma untuk membuahi telur-telur tersebut. Telur ikan Bilih yang telah dibuahi berwarna transparan dan tenggelam di dasar sungai untuk kemudian hanyut terbawa arus air masuk ke dalam danau. Ikan Bilih memijah setiap hari sepanjang tahun mulai dari sore hari sampai pagi esok harinya. Puncak pemijahan ikan Bilih terjadi pada pagi hari mulai jam 5 sampai dengan jam 9. Pemijahan ikan Bilih bersifat parsial, yakni telur yang telah matang kelamin tidak dikeluarkan sekaligus tetapi hanya sebagian saja dalam satu kali periode pemijahan (Koeshendrajana dkk., 2010). Introduksi Ikan Bilih Introduksi ikan adalah upaya memindahkan atau menebarkan ikan dari suatu perairan ke perairan lain dimana jenis ikan yang ditebarkan semula tidak terdapat di perairan tersebut. Introduksi ikan Bilih adalah memindahkan ikan Bilih dari habitat aslinya yaitu Danau Singkarak ke habitatnya yang baru di Danau Toba. Pada awalnya ikan tersebut tidak terdapat di Danau Toba, namun masyarakat setempat menyebutnya sebagai ikan pora-pora. Ikan pora-pora sebelumnya banyak terdapat di danau ini yang mempunyai bentuk badan yang mirip dengan ikan Bilih. (Kartamihardja dan Sarnita, 2008).

23 Danau Toba merupakan danau terbesar di Indonesia dan terletak pada ketinggian 995 m di atas permukaan laut. Luas danau ini sekitar 1.129,7 km 2 dengan ukuran keliling 194 km dan panjang 87 km dan lebar 31 km serta kedalaman maksimum 455 m. Danau Toba berbentuk elips dengan jumlah teluk yang sedikit dan daerah litoral yang sempit. Keadaan ini didukung oleh pantainya yang sangat curam, dasar perairan litoral umumnya pasir berbatu dan daerah sekelilingnya merupakan daerah perbukitan yang gundul. Bagian yang landai terletak sebelah tenggara dan selatan Pulau Sumatera serta bagian barat dengan daratan Pulau Samosir. Danau Toba meliputi 7 wilayah kabupaten yaitu kabupaten Simalungun, Karo, Dairi, Tapanuli Utara, Tobasa, Samosir dan Humbang Hasundutan. Sumber air Danau Toba berasal dari puluhan sungai yang mengalir dan berasal dari tepi luar Danau Toba dan Pulau Samosir yang bermuara ke Danau Toba sebagai sumber air permukaan. Air Danau Toba mengalir ke arah Pantai Timur Pulau Sumatera melalui Sungai Asahan sepanjang 150 km (Koeshendrajana dkk., 2010). Keputusan introduksi ikan bilih dari DanauSingkarak ke Danau Toba dilakukan setelah melaluikajian ilmiah cukup panjang yang dilakukan oleh PusatRiset Perikanan Tangkap. Penelitian tentang ikan bilihmeliputi kesesuaian habitat, makanan dan kebiasaanmakan, pertumbuhan dan reproduksi ikan bilih sertapeluang kompetisi dengan ikan lain yang terdapat didanau Toba. Berdasarkan hasil kajian tersebutmenunjukkan bahwa introduksi ikan bilih mempunyaipeluang keberhasilan yang tinggi. Ikan bilih daridanau Singkarak diintroduksikan ke Danau Tobasebanyak 2.840 ekor dengan ukuran panjang total

24 4,1-5,7 cm dan berat 0,9-1,5 g per ekor. Habitatpemijahan ikan bilih cukup tersedia dan lebihbanyak/luas dari pada di Danau Singkarak(Kartamihardja dan Sarnita, 2008). Ekosistem Sungai Sungai merupakan suatu sistem yang dinamis dengan segala aktivitas yang berlangsung antara kompnen-komponen lingkungan yang terdapat di dalamnya. Adanya dinamika tersebut akan menyebabkan suatu sungai berada dalam keseimbangan ekologis sejauh sungai itu tidak menerima bahan-bahan asing dari luar. Pada batas-batas kisaran tertentu pengaruh bahan asing masih dapat ditolerir dan kondisi keseimbangan masih tetap dapat dipertahankan (Barus, 2004). Ekosistem sungai merupakan habitat bagi biota air yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungansekitarnya. Organisme air diantaranya tumbuhan air, plankton, perifiton, benthos dan ikan. Sungai dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan kegiatan, seperti kebutuhan rumah tanggam, pertanian, industri, sumber mineral dan pemanfaatan lainnya. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya, bagi mahluk hidup yang bergantung bagi sumberdaya air (Effendie, 2003 diacu oleh Sukarsih, 2013). Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 35 Tahun 1991 tentang sungai disebutkan bahwa sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Sungai juga bisa diartikan sebagai bagian permukaan bumi yang letaknya lebih rendah dari tanah disekitarnya dan menjadi tempat mengalirnya air tawar menuju ke laut, danau,

25 rawa atau ke sungai yang lain. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai. Sungai merupakan salah satu sumber mata air yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia selain danau, waduk, bendungan dan sumur. Sungai berdasarkan tempatnya di bagi menjadi tiga bagian yaitu bagian hulu, tengah dan hilir. Bagian hulu sungai memiliki ciri-ciri yaitu arusnya deras, daya erosi besar dan arah erosi nya (terutama bagian dasar sungai) vertikal. Palung sungai berbentuk V dan lerengnya cembung (convecs), kadang-kadang terdapat air terjun atau jeram dan tidak terjadi pengendapan. Bagian tengah sungai mempunyai ciri-ciri: arusnya tidak begitu deras, daya erosin ya mulai berkurang, arah erosi ke bagian dasar dan sampi ng (vertikal dan horizontal), palung sungai berbentuk U (konkaf), mulai terjadi penge ndapan (sedimentasi) dan sering terjadi meander yaitu kelokan sungai yang mencapai 180 0 atau lebih dan bagian hilir sungai memiliki ciri-ciri yaitu arusnya tenang, daya erosi kecil dengan arah ke samping (horizontal), banyak terjadi pengendapan dan di bagian muara kadangkadang terjadi delta (Saputra, 2010). Secara alami bentuk atau morfologi sungai akan berubah dengan kurun waktu yang berbeda antara sungai satu dengan lainnya. Menghindari kompleksitas dinamika morfologi sungai secara prinsip dapat dilakukan dengan cara tanpa mengusik sistem alur ataupun sistem lahan di daerah tangkapan sungai, dan dalam hal ini sangat tidak mungkin dilakukan (Jansen, 1979 diacu oleh Legono, 2000). Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke

26 danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Asdak, 1995). Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, wilayah sungai merupakan gabungan dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) (Maryono, 2005). Daerah aliran sungai merupakan suatu megasistem kompleks yang dibangun atas sistem fisik (physical systems), sistem biologis (biological systems) dan sistem manusia (human systems). Setiap sistem dan Sub-Sub sistem di dalamnya saling berinteraksi. Tiap komponen tersebut memiliki sifat yang khas dan keberadaannya tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan komponen lainnya membentuk kesatuan sistem ekologis (ekosistem). Gangguan terhadap salah satu komponen ekosistem akan dirasakan oleh komponen lainnya dengan sifat dampak yang berantai. Keseimbangan ekosistem akan terjamin apabila kondisi hubungan timbal balik antar komponen berjalan dengan baik dan optimal (Kartodihardjo, 2008 diacu oleh Jauhari, 2012). Daerah hulu merupakan daerah konservasiyang mempunyai kerapatan drainase labih tinggi dan memiliki kemiringan lahan yang besar. Sementara daerah hilir merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil dan memiliki kemiringan lahan yang kecil sampai dengan sangat kecil. DAS bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua bagian DAS yang berbeda tersebut. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang penting, karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air. (Asdak, 2002 diacu oleh Jauhari, 2012).

27 Walaupun pemahaman terhadap komponen lingkungan hidup di sekitar sungai (tepian sungai) sama pengertiannya dalam DAS, akan tetapi jangkauan wilayahnya lebih sempit, yaitu antara 100-500 meter pada kanan dan kiri badan sungai. Pengertian komponen lingkungan hidup pada tepian sungai meliputi (a) badan sungai, (b) bantaran sungai, dan (c) hamparan lahan sejauh minimal 100 meter dari kanan dan kiri sungai(waryono, 2004 diacu oleh Jauhari, 2012). Pola Pertumbuhan Pertumbuhan adalah perubahan ukuran, berupa panjang atau berat dalam waktu tertentu, lebih lanjut dijelaskan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu faktor dalam yang sukar dikontrol seperti keturunan seks, umur, parasit, dan penyakit serta faktor luar yang mencakup makanan dan suhu perairan. Kondisi lingkungan yang kurang tepat, suatu jenis ikan akan mencapai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan kondisi yang optimal, demikian pula di daerahberiklim panas, pertumbuhan ikan lebih cepat bila dibandingkan dengan di daerah dingin (Effendie, 1979). Pertumbuhan adalah manifestasi dari kelebihan energi yang diperoleh melalui makanan, setelah dikurangi dengan pemakaian dalam aktivitas-aktivitas kehidupan sehari-hariyang meliputi biotik dan abiotik (Huet, 1971 diacu oleh Desrita, 2007). Setiap hewan mengalami pertumbuhan dalam panjang dan berat, hubungan diantara keduanya sangatlah penting. Perbandingan hubungan panjangdan berat dapat menunjukkan perubahan bentuk atau kondisi dari hewan tersebut (Royce, 1973 diacu oleh Desrita, 2007)

28 Hubungan Panjang Berat Analisis hubungan bobot panjang bertujuan untuk menyatakan hubungan matematis antara panjang dan bobot ikan, sehingga dapat dikonversi dari panjang ke bobot dan sebaliknya. Selain itu, analisis ini juga dapat digunakan untuk mengukur variasi bobot harapan ikan untuk suatu ukuran panjang tertentu, baik secara individu maupun secara berkelompok, sebagai suatu petunjuk tentang kemontokan ikan, kesehatan ikan, perkembangan gonad, dan sebaginya (Ayoade dan Ikulala, 2007 diacu oleh Biring, 2011 ). Menurut Effendi (1997) bahwa hubungan dan bobot ikan tidak mengikuti hukum kubik (berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya), karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Perbedaan tersebut karena adanya faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, yaitu: (1) temperatur dan kualitas air; (2) ukuran; (3) umur dan jenis ikan itu sendiri; (4) jumlah ikan-ikan lain yang memanfaatkan sumber yang sama. Selain faktor-faktor yang di atas pertumbuhan juga dipengaruhi kematangan gonad ikan itu sendiri. Ikan selalu tumbuh sehingga panjang dan berat selalu berubah sehingga digunakan rumus adalah W = al b Keterangan: W = bobot ikan (g), L = panjang ikan (mm), a dan b = konstanta. Logaritma persamaan tersebut yaitu: Log W=log a + b Log L, keterangan b menunjukkan bentuk pertumbuhan ikan. (Hile, 1963 dalam Effendie, 1997) menyatakan bahwa salah satu nilai yang dapat dilihat dari adanya hubungan panjang bobot ikan adalah bentuk atau tipe pertumbuhannya. Apabila b = 3 maka dinamakan isometrik yang menunjukkan ikan tidak berubah bentuknya dan pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan bobotnya. Apabila b <3

29 dinamakan alometrik negatif, bila pertambahan panjangnya lebih cepat dibanding pertambahan bobotnya, jika b > 3 dinamakan alometrik positif yang menunjukkan bahwa pertambahan bobotnya lebih cepat dibanding dengan pertambahan panjangnya. Nisbah kelamin Nisbah kelamin merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dan jumlah ikan betina yang dinyatakan dalam persen dari jumlah total individu. Nisbah kelamin menunjukkan banyaknya individu yang menyusun suatu populasi (Fonteneau dan Marcilla, 1993 diacu oleh Jayadi, 2011). Seksualitas ikan perlu diketahui karena dapat digunakan untuk membedakan antara ikan jantan dengan ikan betina. Ikan jantan adalah ikan yang dapat menghasilkan spermatozoa, sedangkan ikan betina adalah ikan yang dapat menghasilkan sel telur atau ovum (Effendie, 1997). Ikan jantan dapat dibedakan dari ikan betina dengan melihat ciri-ciri seksual primer dan sekunder. Ciri seksual primer adalah organ yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi. Ciri-ciri seksual sekunder adalah dengan melihat warna tubuh (sexual dichromastism), morfologi dan bentuk tubuh (sexual dimorphism) yang digunakan untuk membedakan jenis kelamin pada ikan. Testis beserta salurannya merupakan ciri seksual primer ikan jantan, sedangkan ovari beserta salurannya merupakan ciri seksual primer ikan betina (Effendie, 1997). Nisbah ikan jantan dan ikan betina diperkirakan mendekati 1 : 1, berarti jumlah ikan jantan yang tertangkap relatif sama banyaknya dengan jumlah ikan betina yang tertangkap (Andi Omar, 2004 diacu oleh Jayadi, 2011).

30 Faktor Kondisi Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan dengan angka dan nilai yang dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, makanan, dan tingkat kematangan gonad (TKG). Dimana perhitungannya berdasarkan kepada panjang dan berat ikan (Effendie, 1997). Faktor kondisi dari suatu jenis ikan tidak tetap sifatnya. Apabila dalam suatu perairan terjadi perubahan yang mendadak dari kondisi ikan dapat mempengaruhi ikan tersebut. Bila kondisinya kurang baik, mungkin disebabkan populasi ikan terlalu padat dan sebaliknya bila kondisinya baik,maka kemungkinan terjadi pengurangan populasi atau ketersediaan makanan di perairan cukup melimpah (Masriwaty, 2002 diacu oleh Biring, 2011). Effendie (1997) menyatakan bahwa berat ikan di anggap ideal jika sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan itu berlaku untuk ikan kecil dan besar. Bila tidak terdapat perubahan berat tanpa diikuti oleh perubahan panjang atau sebaliknya, akan menyebabkan perubahan nilai perbandingan tersebut. Nilai faktor kondisi akan mengalami perubahan jika terjadi perubahan kondisi perairan dan biologi ikan. Bila faktor kondisi berkisar antara 3-4 menunjukkan tubuh ikan agak pipih dan bila berkisar 1-2 menunjukkan tubuh ikan kurang pipih. Parameter Fisika Kimia Perairan 1. Suhu Air mempunyai kapasitas panas yang lebih tinggi. Dalam setiap penelitian pada ekosistem air, pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem air sangat dipengaruhi

31 oleh temperatur. Menurut hokum Van t Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10 o C (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan metabolism dari organisma sebesar 2 3 kali lipat (Barus, 2004). Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi (Brehm & Meijering, 1990). Diperairan tropis variasi suhu optimalperairan berkisar antara 27 o C dan 32 o C. Kisaran suhu ini adalah normal untuk kehidupan biota di perairan. Suhu alami tertinggi diperairan tropis berada dekat ambang batas penyebab kematian biota. Oleh karena itu, peningkatan suhu yang kecil saja dari alam dapat menimbulkan kematian atau paling tidak mengakibatkan gangguan fisiologis biota (Haryono, 1984). 2. Arus Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada perairan lotik maupun pada perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisma, gas-gas terlarut, dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat turbulen, yaitu arus air yang bergerak ke segala arah sehingga air akan berdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut. Selain, itu dikenal arus laminar, yaitu arus air yang bergerak ke satu arah tertentu saja. Meskipun demikian sangat sulit untuk membuat suatu batasan mengenai kecepatan arus, karena kecepatan arus di suatu ekosistem air sangat berfluktuasi dari waktu ke

32 waktu tergantung dari fluktuasi debit, aliran air, dan kondisi substrat yang ada (Barus, 2004). 3. Kelarutan Oksigen (Dissolved Oxygen) Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air., terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisma air. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari fotosintesis. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6 8 mg/l (Barus, 2004). Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh faktor temperatur dan oleh jumlah garam terlarut dalam air. Pada ekosistem air tawar, pengaruh temperatur menjadi sangat dominan (Baur, 1987). 4. ph (Derajat Keasaman) Nilai ph menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan. Organisma air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai ph netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai ph yang ideal bagi kehidupan organisma air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8.5. Kondisi perairan dengan ph tetentu mempengaruhi metabolisma dan respirasi bagi kelangsungan hidup organisma (Barus, 2004)