BAB I PENDAHULUAN. mencapai lebih dari 800 juta US$ dan meningkat menjadi lebih dari 1.2 milyar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ekonomi tinggi. Pada tahun 2014, total produksi biji kopi yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. produksi biji kopi di Indonesia (Ibrahim et al., 2012). Pada tahun 2013, produksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tanaman kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan yang penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner)

BAB I PENDAHULUAN. tahun mencapai US$ 681 juta pada tahun 2011 (FAO, 2013). Kopi memegang

PENGARUH FASE PERKEMBANGAN EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (C

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia karena mampu menjadi sumber devisa utama. Pada tahun 2007, nilai

PENGARUH SUBSTRAT TANAM TERHADAP KEBERHASILAN AKLIMATISASI EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Bagi Indonesia, kakao merupakan sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kopi merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dibudidayakan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner) Kopi merupakan salah satu tumbuhan dalam famili Rubiaceae yang

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA TERHADAP KEBERHASILAN AKLIMATISASI EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner) SECARA LANGSUNG

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Dalam

PENGARUH KONSENTRASI GIBBERELLIC ACID (GA 3 ) TERHADAP KEBERHASILAN AKLIMATISASI EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre ex A.

BAB 1 PENDAHULUAN. baku pembuatan zat pewarna β-karoten (Wulan, 2001), makanan ternak (Saputra,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner)

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perbanyakan In-Vitro Klon-Klon Unggul Lokal Kopi Bengkulu. Reny Fauziah Oetami 1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan di negara tropis. Di Indonesia, budidaya kopi dimulai di pada

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. IX di Ethiopia, dimana biji-bijian asli ditanam oleh orang Ethiopia dataran tinggi.

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1)

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS

BAB I PENDAHULUAN. Firman Allah dalam Surat Asy-Syu araa (26):7 sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah the Queen of fruits ratu dari buah- buahan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengekspor kelapa kering (desiccated coconut) sebanyak 75,9 ribu ton

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan. Tanaman ini mempunyai kualitas kayu yang sangat bagus, sangat

SKRIPSI. Persyaratan Sarjana-1. Disusun Oleh: VINA A FAKULTA

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Batang kelapa dapat digunakan untuk

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. sandang dan papan. Allah Subhanahu Wa Ta ala berfirman dalam surat Ali-Imran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

KULIAH DASAR BIOTEKNOLOGI

I. PENDAHULUAN perbanyakan tanaman secara vegetatif dan perbanyakan tanaman secara

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

EFEKTIVITAS KONSENTRASI GIBERELIN (GA3) PADA PERTUMBUHAN STEK BATANG KOPI (Coffea canephora) DALAM MEDIA CAIR

KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Melon (Cucumis melo L.)

LABORATORIUM BIAK SEL DAN MIKROPROPAGASI TANAMAN PUSAT PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN BIOINDUSTRI INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

PEMBAHASA. Proses Pengadaan Bahan Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Stevia rebaudiana Bertoni termasuk tanaman famili Asteraceae

Stratifikasi III. METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data Waktu dan Tempat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

I. PENDAHULUAN. energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya

TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Pertama BBP2TP Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua

INDUKSI EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Piere ex Froehner) DENGAN PENAMBAHAN AUKSIN DAN SITOKININ SECARA IN VITRO

(2,4-D) UNTUK MENINGKATKAN KEBERHASILAN INDUKSI EMBRIO SOMATIK SEKUNDER KAKAO

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

Materi 05 Perbanyakan Tanaman: Bahan Tanam dan Pembibitan. Benyamin Lakitan

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

Tentang Kultur Jaringan

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun

I. PENDAHULUAN. di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang

PEMBIBITAN KOPI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat mencapai derajat sarjana S-1. Oleh : RIYAN FAUJI

BAB III BAHAN DAN TATA KERJA. kotiledon dari kecambah sengon berumur 6 hari. Kecambah berasal dari biji yang

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman tropis yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae,

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa utama di Indonesia setelah kelapa sawit dan karet. Pada tahun 2010, total eksport kopi Indonesia mencapai lebih dari 800 juta US$ dan meningkat menjadi lebih dari 1.2 milyar US$ pada tahun 2013. Eksport kopi tersebut menyumbang hampir mencapai5 % dari total ekspor perkebunan pada tahun 2013 yang mencapai lebih dari 27 milyar US$ (BPS, 2014). Angka tersebut masih di bawah kelapa sawit (64 %) dan karet (25%). Total devisa Indonesia yang tinggi dari biji kopi tersebut dihasilkan dari produksi biji kopi yang tinggi (Anggraeni, 2006). Pada tahun 2013, produksi kopi di Indonesia mencapai hampir lebih dari 700 ribu ton per tahun dan menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil (2.9 juta ton) dan Viet Nam (1.4 juta ton). Produksi kopi Indonesia tersebut memasok mencapai lebih dari 7 % dari total produksi kopi dunia (FAO, 2015). Tingginya produksi biji kopi tersebut erat kaitannya dengan semakin luasnya perkebunan kopi di Indonesia. Pada tahun 1980, luas lahan kopi Indonesia mencapai hampir 500 ribu hektar dan meningkat lebih dari 2 kali lipat menjadi 1,3 juta hektar pada tahun 2013. Berdasarkan luas lahan tersebut, Indonesia menempati urutan kedua di dunia setelah Brazil sebagai negara dengan lahan perkebunan kopi terluas di dunia ( FAO, 2015). Namun demikian, dalam segi produktivitas lahan, produksi kopi di Indonesia per hektarnya tergolong rendah. Pada tahun 2013, negara-negara dengan produktivitas lahan tertinggi di dunia seperti Malaysia,Viet Nam, dan Sierra Leone dapat menghasilkan biji

kopi sampai 2,4 ton per hektar lahan per tahunnya, sangat jauh bila dibandingkan dengan produktivitas lahan di Indonesia yang sejak tahun 2009 sampai dengan 2013 hanya berada dikisaran 500 kg biji per hektar lahan per tahunnya. Akibatnya, dalam hal produktivitas lahan kopi tersebut, Indonesia menempati uratan ke 38 dari total 78 negara penghasil kopi di dunia (Gambar 1.1; FAO, 2015). 3750. 3000. kg/ha 2250. 1500. 750. 0. 1980 1990 2000 2010 2013 Tahun Malaysia Viet Nam Sierra Leone Indonesia Gambar 1.1 Produktivitas perkebunan kopi Indonesia dibandingkan dengan tiga negara dengan produktivitas kopi terbesar di dunia, pada tahun 2009-2013 (FAO, 2015). Salah satu penyebab yang diduga menjadi faktor utama rendahnya produktivitas kopi di Indonesia adalah kurangnya ketersediaan bibit unggul (Indra, 2011). Pada umumnya, petani di Indonesia membudidayakan kopi dengan menggunakan bibit yang berasal dari biji (Santoso & Raharjo, 2011). Meskipun pembibitan menggunakan biji termasuk teknik yang mudah dilakukan serta membutuhkan biaya yang murah (Santoso & Raharjo, 2011), namun pembibitan dengan teknik tersebut mempunyai kendala berupa bibit yang dihasilkan tidak seragam. Hal ini karena tanaman kopi robusta memiliki sifat menyerbuk silang (Pohlan & Janssens, 2010). Perbedaan genetik antara tanaman induk yang melakukan penyerbukan silang akan menimbulkan resiko meningkatnya persentase kemungkinan munculnya alel-alel resesif yang menyebabkan turunnya nilai karakteristik bibit yang dihasilkan (Hartati & Sudarsono, 2014).

Alternatif lain yang dapat digunakan oleh petani untuk menyediakan bibit kopi yang unggul adalah dengan perbanyakan secara vegetatif seperti stek, okulasi, maupun sambung pucuk. Bibit yang dihasilkan dari perbanyakan secara vegetatif tersebut mempunyai keunggulan antara lain sifat genetika yang sama dengan induknya (Prastowo et al., 2010). Namun demikian, perbanyakan secara vegetatif memiliki beberapa kendala seperti terbatasnya jumlah bibit tanaman yang dihasilkan (Priyono & Danimihardja, 1991) dan dapat merusak tanaman induk (Oktavia et al., 2003). Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk memproduksi bibit kopi yang unggul adalah dengan menggunakan teknik kultur jaringan, khususnya dengan teknik embriogenesis somatik. Embriogenesis somatik adalah teknik memperbanyak tanaman dengan cara menginduksi embrio yang spesifik dari sel somatik pada lingkungan yang aseptik (Purnamaningsih, 2002). Teknik tersebut mampu menghasilkan bibit kopi identik secara genetika dengan induknya karena diperbanyak dari sel somatik.disamping itu teknik tersebut mampu memproduksi bibit secara masal karena dapat dihasilkan jutaan bibit dengan menggunakan sehelai daun, serta tidak merusak tanaman induknya (Oktavia et al., 2003). Keunggulan lain dari teknik embriogenesis somatik dibandingkan dengan teknik kultur jaringan yang lain adalahpada saat embrio somatik telah masak maka terbentuk pula jaringan meristem akar dan pucuk. Dengan demikian, embrio somatik memiliki bentuk anatomi dan sifat yang serupa dengan embrio zigotik benih biasa (Deo et al., 2010). Oleh karena itu, bibit yang dihasilkan dari teknik embriogenesis somatik memiliki sifat seperti perbanyakan vegetatif secara umum, namun memiliki keunggulan dihasilkan bibit dengan akar tunggang seperti bibit yang dihasilkan melalui biji (Deo et al., 2010)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengaplikasikan teknik embriogenesis somatik untuk produksi bibit kopi yang unggul. De Rezende et al. (2012); Arimarsetyowati (2011); Lubabali (2014); Ibrahim et al. (2013); Oktavia et al. (2003); Murni (2010); maupun Ismail et al. (2003) telah menggunakan eksplan daun untuk menginduksi pembentukan embrio somatik kopi. Berbagai eksplan yang lain juga telah dicoba untuk digunakan untuk diinduksi pembentukan embrio seperti batang (Priyono&Danimihardja,1991), eksplan anther dan polen (Carneiro, 1999), eksplan axillary bud (Carneiro, 1999; Ismail et al., 2003), eksplan meristem apikal (Carneiro, 1999; Ismail et al., 2003), eksplan epikotil (Oktavia et al., 2003), eksplan hipokotil (Oktavia et al., 2003), eksplan akar (Oktavia et al., 2003), maupun protoplas (Ismail et al., 2003). Sampai saat ini, persentase keberhasilan induksi embriogenesis somatik kopi juga sudah cukup tinggi. Pada induksi kalus, tingkat keberhasilannya mencapai hampir 100 % (Murni, 2010), sedangkan tingkat keberhasilan pada tahap induksi embrio mencapai sekitar 75 % (Priyono, 2004). Pada tahap perkecambahan juga menunjukkan hasil yang cukup baik, yaitu menunjukkan persentase keberhasilan mencapai 75 % (Oktavia et al., 2003). Sedangkan pada tahap paling akhir dari teknik embriogenesis somatik kopi yaitu aklimatisasi juga menunjukan keberhasilan yang tinggi 90 % (Priyono et al., 2000). Salah satu kendala yang dihadapi dalam mengaplikasikan teknik embriogenesis somatik untuk produksi bibit kopi adalah biaya produksi yang relatif mahal. Teknik konvensional dengan menggunakan biji hanya membutuhkan biaya sekitar Rp4.000,00 / tanaman, sedangkan biaya produksi bibit kopi dengan menggunakan teknik

embriogenesis somatik mencapai sekitar Rp20.000,00 / tanaman atau lima kali lipat lebih mahal dibandingkan dengan teknik konvensional (Etienneet al., 2010). Salah satu penyebab tingginya biaya produksi bibit kopi menggunakan teknik embriogenesis somatik (Etienne et al., 2010) adalah lamanya proses pembibitan yang dilakukan dalam kondisi in vitro. Produksi bibit kopi melalui embriogenesis somatik membutuhkan waktu kultur di kondisi in vitro yang relatif lama, yaitu minimal 12 bulan, yang terdiri atas 1 bulan untuk induksi kalus (Murni, 2010), sekitar 8 bulan untuk induksi embrio (Ibrahim, 2013) serta kurang lebih 3 bulan untuk perkecambahan embrio secara in vitro (Murni, 2010). Kondisi in vitro yang relatif lama tersebut mengakibatkan resiko kontaminasi yang lebih tinggi sehingga menimbulkan kegagalan produksi yang tinggi (Savangikar, 2004). Disamping itu, medium yang digunakan untuk memelihara embrio juga lebih banyak (Ahloowalia & Prakash, 2004), dengan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk subkultur juga relatif banyak, serta konsumsi listrik untuk menjaga kondisi lingkungan juga yang lebih tinggi (Ahloowalia & Savangikar, 2004). Salah satu alternatif yang mulai dikembangkan untuk menurunkan biaya produksi bibit kopi melalui teknik embriogenesis somatik adalah dengan cara mengaklimatisasikan embrio somatik secara langsung ke dalam kondisi ex vitro (direct sowing) (Etienne et al., 2010). Teknik aklimatisasi secara langsung memiliki beberapa keuntungan sehubungan dengan peningkatan fisiologi plantlet (biological aspect) dan aspek meringkas tahapan kultur dikondisi in vitro (Kubota, 2002). Pada umumnya kultur embriogenesis somatik melalui 4 tahap, yaitu induksi kalus, induksi embrio somatik, perkecambahan dan aklimatisasi, namun dengan teknik direct sowing, tahapan kultur dapat diringkas menjadi tiga tahap, yaitu tahap induksi kalus, tahap induksi

embrio somatik serta tahap perkecambahan yang dilakukan bersamaan dengan tahap aklimatisasi pada kondisi ex vitro. Teknik direct sowing sudah banyak diaplikasikan pada berbagai tanaman seperti pada Theobroma cacao L. (Niemenak et al., 2008), Kalopanax septemlobus (Kim et al., 2011) dan Magnolia pyramidata (Merkle et al., 1994). Pada tanaman Magnolia pyramidata, teknik tersebut mampu mengurangi lamanya kultur dari 11 minggu menjadi 5 minggu (Merkle et al., 1994). Pada tanaman kopi arabika (Coffea arabica L.), teknik aklimatisasi embrio secara langsung (direct sowing) juga sudah dicobakan untuk mempersingkat waktu kultur. Teknik tersebut dapat mempersingkat lamanya kultur 13% lebih cepat dibandingkan teknik embriogenesis somatik secara konvesional (Barry-Etienneet al., 1999). Namun demikian, persentasi keberhasilan direct sowing sampai saat ini masih dibilang kurang memuaskan. Niemenak et al. (2008) melaporkan presentasi keberhasilan direct sowing pada tanaman Theobroma cacao L., masih dibilang rendah yaitu sebesar 10% (Niemenak et al., 2008). Persentase keberhasilan yang lebih baik dilaporkan pada tanaman Kalopanax septemlobus yaitu mencapai lebih dari 70 % (Kim et al., 2011). Pada tanaman kopi arabika, persentase keberhasilan teknik direct sowing menunjukkan hasil yang belum memuaskan yaitu kurang dari 80 %. Media yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu medium campuran tanah : pasir : bubur batang (pulp) kopi dengan perbandingan 2 : 1 : 1 (Barry-Etienne et al., 1999). Pada tanaman kopi robusta, persentase keberhasilan direct showing juga menunjukkan angka yangmasih rendah yaitu sekitar 50 % (Yenitasari et al., 2015).Media yang digunakan

pada penelitian tersebut yaitu arang sekam steril yang disiram dengan medium makro dan mikronutrien MS (Murashige dan Skoog, 1962) dengan penambahan zat pengatur tumbuh indole butyric acid (IBA) dan furfuryl amino purin (kinetin). Salah satu kendala yang dihadapi adalah belum ditemukannya fase perkembangan embrio yang tepat untuk dapat diaklimatisasikan secara langsung (Ducos et al., 2007).Syarat fase perkembangan embrio somatik yang tepat adalah embrio somatik yang mampu bertahan pada lingkungan ex vitro (Afreent et al., 2002a). Banyak penelitian melaporkan adanya kemampuan yang berbeda pada setiap fase perkembangan embrio somatik terhadap kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan ex vitro seperti pada kopi arabika (Barry-Etienneet al., 1999), kopi arabusta (Unoet al., 2003; Afreent et al., 2002a; Afreent et al., 2002b; Afreent et al., 2005;). Pada tanaman kopi arabika(barry-etienneet al., 1999), embrio pada fase kecambah dengan daun membuka memiliki kemampuan beradaptasi pada kondisi ex vitro dengan persentasi cukup tinggi (40 %), berbeda dengan embrio pada fase torpedo yang memiliki tingkat keberhasilan yang relatif rendah (10%). Hal yang hampir sama juga dilaporkan pada tanaman kopi arabusta (Unoet al., 2003), embrio pada fase kotiledon menunjukan keberhasilan yang cukup tinggi yaitu 60 %, sedangkan embrio pada fase torpedo menunjukan keberhasilan yang juga relatif rendah (20 %). Sampai saat ini, fase perkembangan embrio somatik kopi robusta (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner) yang tepat untuk diaklimatisasikan secara langsung belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilaporkan hasil penelitian tentang pengaruh fase perkembangan embrio somatik kopi robusta (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner) terhadap keberhasilan perkecambahan dan aklimatisasi.

1.2 Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah : Menguji pengaruh fase perkembangan embrio somatik kopi robusta (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner) terhadap keberhasilan perkecambahan dan aklimatisasi secara langsung. 1.3 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1) Bagi ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang fase perkembangan embrio kopi robusta (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner) yang tepat yang dapat diaklimatisasi secara langsung. 2) Bagi petani Penelitian ini diharapkan dapat membantu petani memperoleh bibit kopi robusta (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner) yang unggul, dalam jumlah masal dan dengan harga yang tidak terlalu mahal bila dibandingkan dengan bibit yang berasal dari teknik konvensional. Dengan dihasilkan bibit unggul dengan harga yang relatif terjangkau dan dalam jumlah masal, diharapkan sebagian besar petani kopi di Indonesia yang menggunakan bibit yang berasal dari teknik konvensional (Nasir, 2013), dapat beralih menggunakan bibit yang berasal dari hasil kultur embriogenesis somatik. Dengan digunakannya bibit unggul oleh petani, diharapkan produktivitas lahan perkebunan kopi di Indonesia akan meningkat dari tahun ke tahun. 3) Bagi Penulis Penelitian ini bertujuan untuk menambah wawasan penulis dalam bidang kultur jaringanserta untuk mengetahui fase perkembangan embrio somatik kopi

robusta(coffea canephora Pierre ex A. Froehner) yang tepat untuk diaklimatisasikan secara langsung ke kondisi ex vitro. Selain itu, penelitian ini juga digunakan sebagai syarat memperoleh gelar sarjana di Universitas Muhammadiyah Purwokerto.