BAB II EKSPERIMEN 2 RANGKAIAN TIGA FASA SERTA HUBUNGAN Y (BINTANG) DAN DELTA ( )

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TRANSFORMATOR. magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.

BAB II TRANSFORMATOR. elektromagnet. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti yang terbuat

BAB I DASAR TEORI I. TRANSFORMATOR

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II PRINSIP DASAR TRANSFORMATOR

BAB II TRANSFORMATOR

BAB II TRANSFORMATOR

BAB II TEORI DASAR. Universitas Sumatera Utara

PENGUJIAN TAPPING TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 20

BAB II DASAR TEORI. melalui gandengan magnet dan prinsip induksi elektromagnetik [1].

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET RANGKAIAN LISTRIK. Sambungan Bintang Segitiga dan Semester I

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen

KERJA DAERAH PROGRAM MEDAN. Menyelesaikan. oleh

BAB III. Transformator

BAB II TRANSFORMATOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA BERBAGAI HUBUNGAN BELITAN TRANSFORMATOR 3 PHASA DALAM KEADAAN BEBAN LEBIH (APLIKASI PADA LABORATORIUM KONVERSI ENERGI LISTRIK FT.

BAB III METODE PENENTUAN VECTOR GROUP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENYEARAH TEGANGAN 3 FASA

BAB II TRANSFORMATOR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET RANGKAIAN LISTRIK. Pengaruh Frekuensi Terhadap Beban Semester I

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 3/ Juni 2014

atau pengaman pada pelanggan.

LEMBAR DISKUSI SISWA MATER : INDUKSI ELEKTROMAGNETIK IPA TERPADU KELAS 9 SEMESTER 2

PERCOBAAN POLARITAS TRANSFORMATOR 1 PHASA

OPTIMASI PENGARUH KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN TERHADAP ARUS NETRAL DAN RUGI-RUGI PADA TRANSFORMATOR DISTRIBUSI PT.PLN (PERSERO) RAYON BELAWAN

Percobaan 1 Hubungan Lampu Seri Paralel

Teknik Tenaga Listrik (FTG2J2)

PROSEDUR PENGUJIAN TAHANAN ISOLASI TRAFO

MODUL I TRANSFORMATOR SATU FASA

JOB SHEET MESIN LISTRIK 2. Percobaan Paralel Trafo

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lain, melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi

Elektrodinamometer dalam Pengukuran Daya

BAB II TRANSFORMATOR. dan mengubah tegangan dan arus bolak-balik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke

DESAIN RANGKAIAN ALAT UKUR URUTAN FASA

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

Elektronika daya. Dasar elektronika daya

BAB III METODE PENELITIAN. Pada prinsipnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti

UNIT I MOTOR ARUS SEARAH MEDAN TERPISAH. I-1. JUDUL PERCOBAAN : Pengujian Berbeban Motor Searah Medan Terpisah a. N = N (Ia) Pada U = k If = k

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, Desember Penyusun, Tim Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK

BAB II TRANSFORMATOR. maupun untuk menyalurkan energi listrik arus bolak-balik dari satu atau lebih

BAB II TRANSFORMATOR

MESIN ASINKRON. EFF1 adalah motor listrik yang paling efisien, paling sedikit memboroskan tenaga, sedangkan.


BAB II LANDASAN TEORI

MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING

MODUL 1 GENERATOR DC

Percobaan 5 Kendali 3 Motor 3 Fasa Bekerja Secara Berurutan

BAB II TRANSFORMATOR. sistem ketenagalistrikan. Transformator adalah suatu peralatan listrik. dan berbanding terbalik dengan perbandingan arusnya.

LAMPIRAN A. Perhitungan Impedansi dan Kapasitas Hubung Singkat. Berdasarkan data Tabel 4.1 dan dengan menentukan dasar daya 20MVA, dasar

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET RANGKAIAN LISTRIK. Pengukuran Daya 3 Fasa Beban Semester I

1. Menerapkan konsep kelistrikan dan kemagnetan dalam berbagai penyelesaian masalah dan produk teknologi

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET RANGKAIAN LISTRIK. Pengaruh Frekuensi Terhadap Beban Semester I

BAB III 3 METODE PENELITIAN. Peralatan yang digunakan selama penelitian sebagai berikut : 1. Generator Sinkron tiga fasa Tipe 72SA

DAYA PADA RANGKAIAN BOLAK-BALIK.

FISIKA LAPORAN PENGAMATAN INDUKSI ELEKTROMAGNETIK (LILITAN & TRANSFORMATOR) Oleh: Wisnu Pramadhitya Ramadhan/36/XII-MIPA 6

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB III LANDASAN TEORI

UNIT III MENJALANKAN MOTOR INDUKSI TIGA FASE DENGAN MAGNETIC CONTACTOR

Gambar 1 Motor Induksi. 2 Karakteristik Arus Starting pada Motor Induksi

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB III LANDASAN TEORI

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

BAB II MOTOR INDUKSI SATU PHASA. Motor induksi adalah motor listrik arus bolak-balik (ac) yang putaran

BAB II TRANSFORMATOR. Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang mampu mengubah


BAB II GENERATOR SINKRON

UNIT V MENJALANKAN MOTOR INDUKSI TIGA FASE DENGAN MAGNETIC CONTACTOR SECARA BINTANG-DELTA

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

LAPORAN PRAKTIKUM (PERCOBAAN V) TRANSFORMATOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transformator (trafo)

BAB III KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN

STUDI PENGUJIAN VEKTOR GROUP TRANSFORMATOR DISTRIBUSI TIGA PHASA

Laporan Praktikum Fisika Transformator. Disusun Oleh : 1 Bindra Jati. (02) 2 Dwi Puspita A. (07) 3 Lida Puspita N. (13) 4 Mutiara Salsabella.

Pengaruh Ketidakseimbangan Beban Tiga Fasa terhadap Hasil Pengukuran

BAB II MOTOR INDUKSI 3 Ø

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA

Percobaan 8 Kendali 1 Motor 3 Fasa Bekerja 2 Arah Putar dengan Menggunakan Timer Delay Relay (TDR)

Percobaan 6 Kendali 3 Motor 3 Fasa Bekerja Secara Berurutan dengan Menggunakan Timer Delay Relay (TDR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. relatif konstan dengan bentuk gelombang yang sinusoidal bebas dari harmonisa.

BAB III PERANGKAT CATU DAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK

PENYEARAH SATU FASA TERKENDALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Tiga Bagian Utama Sistem Tenaga Listrik untuk Menuju Konsumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik yang diaplikasikan untuk

PENYEARAH SATU FASA TERKENDALI

1.KONSEP SEGITIGA DAYA

PENGARUH RUGI-RUGI DAYA TERHADAP KEMAMPUAN TRANSFORMATOR 70 kv 30 MVA DI GARDU INDUK BUKIT SIGUNTANG PT.PLN (Persero) PALEMBANG

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB II EKSPERIMEN 2 RANGKAIAN TIGA FASA SERTA HUBUNGAN (BINTANG) DAN DELTA ( ) I. Tujuan Untuk mempelajari hubungan arus dan tegangan pada hubungan dan delta pada rangkaian tiga fasa. II. Alat dan Bahan 1. 2. 3. 4. 5. Papan (mount) BR-3 Papan NO-11 (sambungan transformator tiga fasa) Multimeter digital Kabel koneksi masukkan tiga fasa Kabel koneksi III. Dasar Teori 3.1 Konstruksi Dan Prinsip Kerja Transformator Tiga Fasa Sebuah transformator 3 fasa dapat diperoleh dari 3 buah transformator satu fasa atau unit 3 fasa. Jika suplai 3 fasa yang digunakan adalah V1,V2, dan V3 dan masing-masing menghasilkan fluks (φ1,φ2, dan φ3) yang masing-masing fluks beda fasa 120º, maka berdasarkan hukum faraday pada lilitan primer dan lilitan sekunder masing-masing akan menghasilkan ggl induksi dan masing-masing fasa juga berjarak 120º. 3.2 Transformator hubungan segitiga-bintang (delta-wye) Pada hubungan segitiga-bintang (delta-wye), tegangan yang melalui setiap lilitan primer adalah sama dengan tegangan line masukan. Tegangan saluran keluaran adalah sama dengan 1,73 kali tegangan sekunder yang melalui setiap transformator. Arus line pada phasa A, B dan C adalah 1,73 kali arus pada lilitan sekunder. Arus line pada fasa 1, 2 dan 3 adalah sama dengan arus pada lilitan sekunder.

Gambar 2.2.1 Hubungan Segitiga-Bintang (-wye) Hubungan delta-bintang menghasilkan beda fasa 30 antara tegangan saluran masukan dan saluran transmisi keluaran. Maka dari itu, tegangan line keluaran E12 adalah 30 mendahului tegangan line masukan EAB, seperti dapat dilihat dari diagram phasor. Jika saluran keluaran memasuki kelompok beban terisolasi, beda fasanya tidak masalah. Tetapi jika saluran dihubungkan paralel dengan saluran masukan dengan sumber lain, beda phasa 30 mungkin akan membuat hubungan paralel tidak memungkinkan, sekalipun jika saluran tegangannya sebaliknya identik.keuntungan penting dari hubungan bintang adalah bahwa akan menghasilkan banyak isolasi/penyekatan yang dihasilkan di dalam transformator. Lilitan HV (High Voltage/tegangan tinggi) telah diisolasi/dipisahkan hanya 1/1,73 atau 58% dari tegangan saluran

Gambar 2.2.2 Skema Diagram Hubungan -Bintang dan Diagram Phasor 3.3 Sambungan Transformator 3 Fasa Terdapat bermacam-macam kombinasi sambungan di dalam transformator 3 fasa. Kombinasi sambungan transformator tersebut dapat digunakan untuk memindahkan daya dari daya 3 fasa ke daya 3 fasa, dari tiga fasa ke enam fasa, dan sebagainya. Terdapat kombinasi sambungan transformator 3 fasa yaitu seperti tabel berikut: Tabel 2.2.1 Tabel Kombinasi Sambungan Transformator 3 Fasa Primer Sekunder Penulisan Bintang Bintang y Bintang Segitiga d Bintang Zig-zag z Segitiga Bintang Dy Segitiga Segitiga Dd Segitiga Zig-zag Dz Dari bermacam-macam variasi kombinasi sambungan seperti tersebut diatas, yang lazim digunakan sesuai dengan normalisasi pabrik (VDE 0532) adalah : Primer : sambungan bintang () dan segitiga ( ) Sekunder : sambungan bintang () dan segitiga ( ) dan liku-liku (Z)

Gambar 2.2.3 Hubungan Segitiga Primer - Sekunder Tinjauan masing-masing sambungan baik pada sisi primer maupun sisi sekunder adalah sebagai berikut: 3.3.1 Sambungan Bintang () Pada sambungan ini diperoleh persamaan : Vfasa(Vf) = Vline / (2.2.1) Ifasa (If) = I line (IL)...(2.2.2) Daya = VL*IL*..(2.2.3a) = 3 * Vf * If* cos Ѳ.... (2.2.3b) 3.3.2 Sambungan Segitiga ( ) Pada sambungan ini diperoleh persamaan : Vfasa(Vf) = Vline (VL)..(2.2.4) Arus fasa (If) = I line(il) * Daya = VL*IL*.....(2.2.5) *cos Ѳ.......(2.2.6a) = 3 * Vf * If * cos Ѳ.... (2.2.6b) IV. Langkah Percobaan Adapun langkah percobaan ini adalah sebagai berikut : 1. Pasang papan No-11 ke papan (mount). Pastikan saklar daya di bagian kiri bawah papan dalam kondisi mati (lihat pada Gambar 2. 3. 4.1). Konfigurasikan saklar primer dan sekunder ke delta. Pastikan pemutus sirkuit utama dalam kondisi mati. Hubungkan jalur Input ke terminal Input R, S, T pada papan NO-11.

Catatan : Selalu berhati-hati dengan tegangan tinggi! Ketahuilah aturan keselamatan sebelum menyentuh papan. 4. Hidupkan saklar daya dan ukur tegangan fase sekunder dan isi tabel 4.1. Atur voltmeter ke kisaran paling sedikit 300V. Tabel 2.2.2 Pengukuran Tegangan Fase. Input/Output konfigurasi Primer Sekunder Tegangan fase 5. Matikan saklar daya. Konfigurasi ulang sekunder ke. 6. Hidupkan saklar daya. Ukur tegangan fase dan isilah Tabel 4.1. Lanjutkan eksperimen untuk sisa kombinasi konfigurasi primer dan sekunder. Selalu ingat untuk matikan saklar daya sebelum 7. 8. membuat perubahan. Bandingkan hasilnya dengan nilai yang diberikan pada tabel 4.1. Konfigurasi kedua primer dan sekunder ke dan ukur tegangan antara U, V, dan W ke N (netral). Jelaskan mengapa tegangan dari fase ke netral bukanlah satu setengah dari fase ke fase tegangan.

Gambar 2.2.4 NO-11 Papan Rangpkaian Transformasi Tiga Fasa V. Data Hasil Percobaan

Tabel 2.2.3 Koneksi 3 Fasa Transformator (Primer) Pengukuran Primary INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PRIMER SEKUNDER PHASE VOLTAGE 385,1 388,9 380,3 385,1 388,9 380,3 385,1 388,9 380,3 385,1 388,9 380,3 Tabel 2.2.4(a) Koneksi 3 Fasa Transformator (Sekunder) Pengukuran Secondary INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PRIMER SEKUNDER PHASE VOLTAGE 367.5 357.9 668 639 623 384.3 385.4 377.7 219.5 223.2 219.9 Tabel 2.2.4(b) Koneksi 3 Fasa Transformator dengan Netral (Sekunder) Pengukuran Secondary INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PRIMER SEKUNDER VI. Analisis Hasil Percobaan PHASE VOLTAGE U-N V-N W-N 219.8 223.5 219.1

Berdasarkan hasil pengukuran primer di dapat tegangan primer (Vp) antar fasa sebagai berikut : Tabel 2.2.5 Koneksi 3 Fasa Transformator (Primer) Pengukuran Primary INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PRIMER SEKUNDER PHASE VOLTAGE 385.1 388.9 380.3 385.1 388.9 380.3 385.1 388.9 380.3 385.1 388.9 380.3 Sedangkan berdasarkan hasil pengukuran sekunder di dapat tegangan sekunder (Vs) antar fasa sebagai berikut : Tabel 2.2.6 Koneksi 3 Fasa Transformator (Sekunder) Pengukuran Secondary INPUT/OUTPUT CONFIGURASI PRIMER SEKUNDER PHASE VOLTAGE 367.5 357.9 668 639 623 384.3 385.4 377.7 219.5 223.2 219.9 Hubungan tegangan primer dan sekunder pada transformator 3 fasa dirangkum dalam tabel di bawah ini : Tabel 2.2.7 Hubungan Vs dan Vp Trafo 3 Fasa Primer 6.1 Sekunder Sambungan Tegangan sekunder (Vs) dengan Np/Ns = 1 Vs=Vp Vs= 1,732xVp Vs = Vp Vs = Vp / 1,732

6.1.1 Perhitungan Secara Teori Sesuai dengan teori, sambungan pada bagian primer dan sekunder transformator adalah Vs = Vp, sehingga besarnya tegangan sekunder antar fasa sama dengan tegangan primernya. 6.1.2 Tabel Perhitungan Secara Teori Tabel 2.2.8 Tabel Perhitungan Secara Teori Sambungan - Hubungan - Sekunder Phase voltage Vs = Vp 371 377 6.1.3 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Tabel 2.2.9 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Sambungan - Hubungan - Phase voltage Teori Vs =Vp Pengukuran Vs 371 377 367,5 357,9 6.1.4 Perhitungan Persentase Kesalahan Pada hasil pengukuran tersebut besarnya Vs antar fasa tidak sepenuhnya sama dengan Vp sehingga persentase kesalahan yang didapat adalah : 1. Fasa

Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa yang bersesuaian. % Kesalahan = Phase voltage Pengukuran x 100 % = 371-367,5 x 100 % = 0,94 % 371 2. Fasa V- W Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa yang bersesuaian, % Kesalahan = Phase voltage Pengukuran x 100 % = - x 100 % = 0 % 3. Fasa W U Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa yang bersesuaian, % Kesalahan = Phase voltage Pengukuran x 100 % = 377-357,9 x 100 % = 5,06 % 377 6.1.5 Tabel Persentase Kesalahan Tabel 2.2.10 Tabel Persentase Kesalahan Sambungan - Hubungan - Teori Pengukuran Phase voltage Vs = Vp Vs 371 367,5 377 357,9 6.1.6 Analisa Grafik % Kesalahan 0,94% 0,00% 5,06%

Dari ketiga fasa dalam hubungan delta - delta tersebut dapat dirangkum phase voltage sekundernya dalam grafik berikut : Gambar 2.2.5 Grafik Hubungan Dari grafik diatas diketahui pada sambungan cenderung nilai Vp (Tegangan Primer) lebih besar dibandingkan nilai Vs (Tegangan Sekunder). Seharusnya pada sambungan delta delta besarnya tegangan primer sama dengan tegangan sekunder. 6.1.7 Kesimpulan Besarnya Vs (tegangan sekunder) pada sambungan - untuk berbagai fasa tegangan tidak sama dengan besarnya Vp (tegangan primer). Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa W U yaitu 5.06 %. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs tidak sama dengan Vp.

6.2 Sambungan 6.2.1 Perhitungan Secara Teori Hubungan Vs dan Vp pada sambungan dirumuskan sebagai berikut : Vs = 1,732 x Vp Sehingga di dapat besar Vs pengukuran dan Vs teori serta persentase kesalahannya sebagai berikut : 1. Fasa U V Vs (teori) = 1,732 x 372 = 644,304 2. Fasa V - W Vs (teori) = 1,732 x = 656,428 3. Fasa W - U Vs (teori) = 1,732 x 377 = 652,964 6.2.2 Tabel Perhitungan Secara Teori Tabel 2.2.11 Tabel Perhitungan Secara Teori Sambungan - Hubungan - Phase voltage Teori Vs = 1,732xVp 644,304 656,428 652,964

6.2.3 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Tabel 2.2.12 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Sambungan - Hubungan - Teori Pengukuran Phase voltage Vs = Vs 1,732xVp 668 644,304 639 656,428 623 652,964 6.2.4 Perhitungan Persentase Kesalahan 1. Fasa U V % Kesalahan = Phase voltage Pengukuran x 100% = 644,304-668 x 100 % = 0,82 % 644,304 2. Fasa V - W % Kesalahan = Phase voltage Pengukuran x 100% = 656,428-639 x 100 % = 2,65 % 656,428 3.Fasa W - U % Kesalahan = Phase voltage Pengukuran x 100% = 652,964-623 x 100 % = 4,58 % 652,964

6.2.5 Tabel Persentase Kesalahan Tabel 2.2.13 Tabel Persentase Kesalahan Sambungan - Hubungan - Phase voltage Teori Vs = 1,732xVp 6.2.6 644,304 656,428 652,964 Pengukuran Vs 668 639 623 % Kesalahan 0,82% 2,65% 4,58% Analisa Grafik Dari ketiga fasa dalam hubungan delta - tersebut dapat dirangkum phase voltage sekundernya dalam grafik berikut : Gambar 2.2.6 Grafik Hubungan Pada sambungan nilai Vp (Tegangan Primer) hampir 1.5 kali lebih kecil dibandingkan nilai Vs (Tegangan Sekunder). Pada sambungan delta besarnya tegangan sekunder sama dengan 1.732 kali tegangan sekunder. Dari

grafik diatas dapat dilihat hasil secare teori yang di dapat lebih besar dibandingkan dengan hasil secara pengukuran. 6.2.7 Kesimpulan Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa W U yaitu 4.58 %. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs tidak sama dengan 1.732 kali Vp. 6.3 Sambungan 6.3.1 Perhitungan Secara Teori Pada sambungan pada bagian primer dan sekunder transformator adalah Vs = Vp, sehingga besarnya tegangan sekunder antar fasa sama dengan tegangan primernya. 6.3.2 Tabel Perhitungan Secara Teori Tabel 2.2.14 Tabel Perhitngan Secara Teori Sambungan - Hubungan - Sekunder Phase voltage Vs = Vp 372 377 6.3.3 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Tabel 2.2.15 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Sambungan - Hubungan - Teori Phase Pengukuran Vs = voltage Vs Vp 384,3 372 385,4 377,7 377

6.3.4 Perhitungan Persentase Kesalahan Pada hasil pengukuran tersebut besarnya Vs antar fasa tidak sepenuhnya sama dengan Vp sehingga persentase kesalahan yang didapat adalah : 1. Fasa Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa yang bersesuaian. % Kesalahan = Phase voltage Pengukuran x 100% = 372-384,3 x 100 % = 3,30 % 372 2. Fasa V - W Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa yang bersesuaian. % Kesalahan = Phase voltage Pengukuran x 100% = - 385,4 x 100 % = 1,68% 3. Fasa W - U Secara teori Vs = Vp maka Vs teori adalah Vp pengukuran dengan fasa yang bersesuaian. % Kesalahan = Phase voltage Pengukuran x 100% = 377-377,7 x 100 % = 0,18 % 377

6.3.5 Tabel Persentase Kesalahan Tabel 2.2.16 Tabel Persentase Kesalahan Sambungan - Hubungan - Teori Pengukuran Phase voltage Vs = Vp Vs 366 372 371 370 377 6.3.6 % Kesalahan 3,30% 1,68% 0,18% Analisa Grafik Dari ketiga fasa dalam hubungan - tersebut dapat dirangkum phase voltage sekundernya dalam grafik berikut : Gambar 2.2.7 Grafik Hubungan Pada sambungan, secara teoritis nilai Vp (Tegangan Primer) sama dengan tegangan sekundernya. Namun dari gambar grafik di atas diketahui bahwa besarnya Vs secara teori lebih besar dibandingkan dengan Vs saat pengukuran.

6.3.7 Kesimpulan Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa V W yaitu 3,30 %. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vp tidak sama dengan Vs. 6.4 Sambungan 6.4.1 Perhitungan Secara Teori Hubungan Vs dan Vp pada sambungan dirumuskan sebagai berikut : Vs = Vp / 1,732 Sehingga di dapat besar Vs pengukuran dan Vs teori serta persentase kesalahannya sebagai berikut : 1. Fasa U - V Vs (teori) = Vp / 1,732 = 371 / 1,732 = 214,203233 2. Fasa V - W Vs (teori) = Vp / 1,732 = / 1,732 = 218,822171 3. Fasa W - U Vs (teori) = Vp / 1,732 = 377 / 1,732 = 217,667436

6.4.2 Tabel Perhitungan Secara Teori Tabel 2.2.17 Tabel Perhitungan Secara Teori Sambungan - Hubungan - Sekunder Phase voltage 6.4.3 Vs = Vp/1,732 214,203233 218,822171 217,667436 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Tabel 2.2.18 Tabel Perbandingan Secara Teori dan Pengukuran Sambungan - Hubungan - Phase Teori Pengukuran voltage Vs = Vp/1,732 Vs 219,5 214,203233 223,2 218,822171 219,9 217,667436 6.4.4 Perhitungan Persentase Kesalahan 1.Fasa U - V % Kesalahan = Phase voltage Pengukuran x 100 % = 214,203233-219,5 x 100 % = 2,47 % 214,203233 2. Fasa V - W % Kesalahan = Phase voltage Pengukuran x 100 % = 218,822171-223,2 x 100 % = 2,00 % 218,822171

3. Fasa W - U % Kesalahan = Phase voltage Pengukuran x 100 % = 217,667436-219,9 x 100 % = 1,02 % 217,6674362 6.4.5 Tabel Persentase Kesalahan Tabel 2.2.19 Tabel Persentase Kesalahan Hubungan - Phase voltage 6.4.6 Hubungan - Teori Pengukuran Vs Vs = Vp/1.732 210 214,203233 211 218,822171 213 217,667436 % Kesalahan 2,47 % 2,00 % 1,02 % Analisa Grafik Dari ketiga fasa dalam hubungan - tersebut dapat dirangkum phase voltage sekundernya dalam grafik berikut : Gambar 2.2.8 Grafik Hubungan Pada sambungan, secara teoritis nilai Vs (Tegangan sekunder) sama dengan tegangan primernya dibagi dengan 1.732. Dari grafik diatas

diketahui bahwa besarnya Vs secara teori lebih besar dibandingkan Vs secara pengukuran. 6.4.7 Kesimpulan Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa V W yaitu 2.47 %. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs tidak sama dengan Vs dibagi 1.732.

VII. Kesimpulan Dari hasil analisa tersebut didapat kesimpulan sebagai berikut : 1. Besarnya Vs (tegangan sekunder) pada sambungan - untuk berbagai fasa tegangan tidak sama dengan besarnya Vp (tegangan primer). Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa W U yaitu 6.631%. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs tidak sama dengan Vp. Dapat juga disebabkan ketidakakuratan alat ukur dalam menunjukkan hasil pengukuran. 2. Pada sambungan, besarnya Vs hampir 1.732 kali Vp. Namun pada hasil pengukuran besarnya Vs kurang lebih hanya 1.5 kali Vp. Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa W U yaitu 5.66 %. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vs tidak sama dengan 1.732 kali Vp. Dapat juga disebabkan ketidakakuratan alat ukur dalam menunjukkan hasil pengukuran. 3. Pada sambungan, besarnya Vs sama dengan besarnya Vp. Namun berdasarkan hasil pengukuran, besarnya Vs tidak sama dengan Vp. Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa V W yaitu 2.11 %. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju sekunder, terdapat tegangan yang hilang sehingga tegangan yang terukur pada Vp tidak sama dengan Vs. Dapat juga disebabkan ketidak akuratan alat ukur dalam menunjukkan hasil pengukuran. 4. Pada sambungan, besarnya Vs adalah Vp/1.732. Persentase kesalahan terbesar yaitu terjadi pada fasa V W yaitu 3.57 %. Hal ini bisa saja disebabkan saat proses menginduksikan arus dari primer menuju sekunder, terdapat tegangan yang hilang

sehingga tegangan yang terukur pada Vs tidak sama dengan Vs dibagi 1.732.