135 BAB V KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan dan analisis bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan membangun kehidupan baru di Lampung merupakan hasil dari kemampuan adaptasi orang Bali terhadap lingkungan baru. Proses adaptasi yang dilalui oleh orang Bali di Lampung ditandai oleh dua hal, yaitu ekonomi dan budaya. Ekonomi orang Bali di Lampung dirintis melalui usaha dalam bidang pertanian. Pertanian menjadi usaha utama yang dilakukan oleh orang Bali karena sebagian besar mereka yang datang ke Lampung adalah orang Bali dari pedesaan yang menyandarkan kehidupannya dari aktivitas pertanian. Pada periode ini, kondisi lingkungan baru sangat berpengaruh pada kehidupan awal orang Bali. Jenis tanah di tempat baru yang tidak sesuai untuk diolah menjadi lahan pertanian akan berakibat pada kegagalan adaptasi. Contohnya seperti orang Bali rombongan pertama dibawah pimpinan I Wayan Djigeh di Musi Rawas. Sedangkan ketika mereka dipindahkan ke Seputih Rahman, Lampung Tengah dengan lahan yang mudah diolah menjadi lahan pertanian, mereka dapat bertahan memulai kehidupan baru.
136 Selain faktor kondisi tanah, keberhasilan orang Bali membangun kehidupan baru di Lampung juga dipengaruhi oleh faktor karakter orang Bali yang cermat dalam mengelola hasil panen. Contohnya adalah lumbung padi yang dimiliki oleh setiap keluarga Bali di Lampung. Simpanan hasil panen membuat mereka mempunyai modal yang dapat diinvestasikan untuk mengembangkan lahan pertanian atau membuka usaha baru. Teknik pertanian ganda atau mixfarming dengan memelihara ternak sapi dan babi yang muncul sejak tahun 1960-an juga turut membantu perkembangan ekonomi orang Bali. Orang Bali juga selalu mengikuti perkembangan tekonologi dalam pertanian. Saat irigasi masuk ke Seputih Rahman pada tahun 1975, orang Bali beralih dari menanam padi gogo ke sistem pertanian dengan irigasi teknis. Kombinasi antara cara bertani yang mengikuti perkembangan zaman dengan kemampuan mengelola hasil panen membuat ekonomi orang Bali terlihat lebih menonjol sejak 1970- an dibandingkan pendatang lain. Pilihan bertani sejak kedatangan di Lampung selain dipengaruhi oleh faktor kecakapan orang Bali yang hanya memiliki kemampuan mengolah lahan, juga dipengaruhi oleh kondisi psikologis seperti yang umum dialami oleh masyarakat pendatang. Periode transisi memunculkan suatu bayangan yang membuat orang Bali membandingkan antara tempat asal dengan
137 tempat baru. Muncul keinginan untuk menghadirkan suasana dari tempat asal di tempat baru, dan bertani menjadi salah satu bentuk upaya tersebut. Selain pada bentuk aktivitas pertanian, keinginan membawa suasana dari tempat asal ke tempat baru juga berbentuk pada berbagai tradisi dan adat budaya Bali. Tujuannya agar orang Bali tidak kehilangan keterikatan dengan tempat asal. Namun kondisi ekonomi yang masih sulit membuat tradisi dan adat budaya tidak berkembang di periode awal kedatangan. Perayaan hari raya seperti Nyepi pun terkadang hanya dirayakan seadanya. Begitu pula tempat persembahyangan seperti pemrajan atau pura yang hanya dibangun dengan kayu hasil tebangan hutan. Temuan penting dari kajian ini adalah bahwa praktikpraktik kebudayaan Bali hanya dimungkinkan jika ekonomi orang Bali telah mengalami tahap kemajuan. Kesederhanaan dalam pelaksanaan tradisi di periode awal kedatangan disebabkan oleh besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan upacara. Kendala tersebut baru dapat diatasi sejak ekonomi orang Bali mengalami kemajuan sejak akhir tahun 1970-an. Contohnya seperti upacara Ngaben yang baru dilaksanakan oleh orang Bali di Lampung sejak awal tahun 1980-an. Selain berpengaruh pada cara pelaksanaan tradisi maupun adat budaya, kemajuan ekonomi orang Bali juga berpengaruh pada pembuatan tempat ibadah.
138 Teknik cetak beton menggantikan bangunan-bangunan tempat ibadah sebelumnya yang masih terbuat dari kayu dan bambu. Temuan lain dari kajian ini bahwa dalam usaha menghadirkan tradisi dan adat budaya, budaya lokal Lampung turut mempengaruhi perkembangan budaya Bali. Ini disebabkan oleh faktor pemahaman orang Bali pada lingkungan baru (understanding new culture) yang menghasilkan suatu bentuk budaya hasil pencocokan (adjusment) antara budaya dari tanah asal dengan budaya di tempat baru. Seperti beberapa hasil seni ukir seraton yang merupakan perpaduan antara cerita rakyat Bali dan Lampung, seni tari Gemai Jurai Mas yang merupakan perpaduan antara tari sembah Bali dan tari sembah Lampung, serta simbol siger khas Lampung yang menghiasi ornamenornamen rumah maupun tempat ibadah orang Bali. Munculnya budaya baru tersebut menunjukan bawah orang Bali membentuk suatu identitas baru yaitu Bali khas Lampung. Budaya baru ini tidak benar-benar bentuk baru, melainkan suatu bentuk hasil penyesuaian antara budaya yang dibawa dari tanah asal di Pulau Bali dengan budaya lokal Lampung. Dengan demikian, hasil penelitian ini juga semakin melengkapi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Gloria Davis dan Muriel Charras yang menyimpulkan bahwa orang Bali yang berada jauh dari tanah asal tetap berusaha menghidupkan
139 lagi tradisi maupun adat budaya meskipun dengan beberapa modifikasi maupun campuran dengan nilai budaya di tempat baru.