1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada tiga pertemuan lempeng besar dunia yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Pasifik di bagian timur, dan Lempeng Eurasia di bagian utara (Gambar 1.1). Pulau Jawa merupakan salah satu pulau di Negara Indonesia yang berada pada daerah subduksi Lempeng Indo- Australia dan Eurasia yang menjadikannya sebagai daerah dengan seismisitas yang tinggi. Keberadaan Pulau Jawa pada bagian selatan kepulauan Indonesia merupakan daerah terdekat dengan zona subduksi sehingga daerah ini akan lebih sering merasakan getaran akibat dari gempabumi. Berdasarkan peta seismotektonik Jawa dan Bali, episenter akibat gempabumi terdistribusi sepanjang zona subduksi (Gambar 1.2) LEMPENG EURASIA LEMPENG PASIFIK LEMPENG AUSTRALIA Gambar 1.1 Peta Tektonik Indonesia (Bock, dkk., 2003) Gempabumi berkekuatan besar di Pulau Jawa dapat mencapai 8,5 SR, terutama di Jawa bagian barat, sedangkan yang berkekuatan 5 6 SR sering 1
2 terjadi di wilayah Jawa bagian selatan (Soehaimi, 2008). Pacitan merupakan salah satu daerah yang terletak di pulau Jawa bagian selatan dan berada pada lajur seismotektonik sesar aktif (Soehaimi, 2008) yang menyebabkan daerah tersebut sering mengalami gempabumi, setidaknya dalam jangka waktu tiga bulan terakhir yaitu bulan Januari hingga Maret 2014 sudah 15 kali getaran gempa terdeteksi. PACITAN Gambar 1.2 Peta Seismotektonik Jawa dan Bali (Soehaimi, 2008) Namun telah banyak kejadian gempabumi yang menunjukkan bahwa kondisi geologi dan topografi permukaan sangat mempengaruhi kerusakan yang ditimbulkan oleh gempabumi. Hal ini berkaitan dengan asumsi yang tidak sepenuhnya benar bahwa semakin dekat jarak suatu daerah dengan sumber gempa maka akan menimbulkan kerusakan yang parah karena pengaruh yang signifikan dari kondisi geologi dan topografi daerah penelitian. Di Kota Mexico pada tahun 1985 terjadi gempabumi yang mengakibatkan kerusakan parah, sekalipun kota ini berjarak sekitar 350 km dari pusat gempa. Kejadian ini menambah referensi bahwa efek tapak yang merupakan karakter fisis geologi bawah permukaan suatu daerah dalam merespon gempabumi yang melaluinya sebagai penyebab tingkat kerentanan suatu daerah terhadap bahaya gempabumi. Tipe struktur geologi yang
3 paling mungkin mengakibatkan kerusakan yang parah ialah struktur yang terdiri dari lapisan lapuk (softsoil) yang terlalu tebal diatas lapisan keras (bedrock). Terdapat beberapa bagian selatan Pulau Jawa yang memiliki struktur geologi seperti yang dikategorikan sebagai struktur yang paling mungkin memberikan kerusakan yang parah pada bangunan yang dibangun di atas daerah dengan struktur tersebut. Dengan adanya keadaan yang seperti itu maka akan menjadi peringatan bahwa tidak ada daerah di Pulau Jawa yang betul-betul aman dari ancaman gempabumi termasuk Kota Pacitan yang banyak didominasi oleh lapisan lapuk yaitu pada formasi aluvium (Gambar 1.3). KOTA PACITAN Gambar 1.3 Peta Geologi Lembar Pacitan (Samodra, dkk., 1992) Penelitian mengenai upaya mitigasi bencana gempabumi di Kota Pacitan masih belum begitu banyak. Sedangkan pada saat ini Kota Pacitan sudah menunjukkan perkembangannya setelah dilakukan berbagai aksi pembangunan. Infrastruktur merupakan salah satu syarat penting dalam perkembangan suatu wilayah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Padahal besarnya ancaman gempabumi yang mungkin akan terjadi di
4 masa yang akan datang, membutuhkan usaha untuk penanggulan bencana (mitigasi). Perencanaan pendirian infrastruktur bangunan dengan memperhatikan peta mikrozonasi ini diharapkan memperkecil korban dan kerugian akibat gempabumi ke depannya. Khusus di Kota Pacitan, belum ada penelitian yang meninjau karakteristik dinamis tapak lokal terhadap resiko bencana gempabumi. Sebenarnya cara yang konvensional untuk menentukan karakteristik dinamika tanah adalah dengan metode Borehole. Namun, metode ini sangat mahal, lebih banyak memakan waktu dan umumnya tidak cocok untuk mikrozonasi karena perlu titik yang banyak. Untuk itu, dalam hal mikrozonasi pengamatan mikrotremor dapat digunakan untuk menentukan karakteristik dinamis dari sebuah tapak lokal. Studi tentang mikrotremor dengan perbandingan spektrum horisontal dan vertikal (HVSR) merupakan salah satu cara untuk memahami karakteristik dinamis struktur bawah permukaan tanpa menyebabkan gangguan pada struktur tersebut. Metode HVSR merupakan metode yang digunakan sebagai indikator struktur bawah permukaan tanah yang memperlihatkan hubungan antara perbandingan spektrum dari sinyal mikrotremor komponen horisontal terhadap komponen vertikalnya (Nakamura, 1989). Metode ini murah dan berlaku bahkan di daerah dengan seismisitas rendah, maka dapat digunakan dengan sangat efektif untuk mikrozonasi. Parameter yang akan digunakan untuk menganalisa karakteristik dinamis tapak lokal yaitu frekuensi dominan, faktor amplifikasi, indeks kerentanan seismik dan ground shear strain. Dari keempat parameter tersebut menurut hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan akibat gempabumi di Kota Pacitan. Akan tetapi menurut Nakamura (2008) tingkat kerawanan akibat gempabumi juga dipengaruhi oleh dua parameter yang sangat signifikan yaitu kecepatan gelombang S (v s ) dan kedalaman batuan dasar. Untuk mengetahui kedalaman batuan dasar dan menambah kelengkapan dari analisis HVSR di Kota Pacitan terkait dengan penyusunan peta mikrozonasi, maka dalam penelitian ini juga akan dilakukan penyelidikan tapak lokal dengan menggunakan pengukuran mikrotremor array. Metode autokorelasi spasial
5 (SPAC) akan digunakan untuk analisis data mikrotremor array guna memperoleh kurva dispersi dan pemodelan struktur kecepatan gelombang S (v s ). Interpretasi model struktur kecepatan gelombang S hasil uji mikrotremor array ditujukan untuk penentuan kedalaman batuan dasar dan klasifikasi tanah. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana memahami karakteristik dinamis dari tapak lokal di Kota Pacitan berdasarkan nilai frekuensi dominan, faktor amplifikasi, indeks kerentanan seismik, dan ground shear strain dengan analisis HVSR serta kedalaman batuan dasar dan kecepatan gelombang S dengan analisis SPAC untuk kebencanaan gempabumi? 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi dengan hanya melakukan analisis frekuensi dominan, faktor amplifikasi, indeks kerentanan seismik, dan ground shear strain dengan metode HVSR serta kedalaman batuan dasar dan kecepatan gelombang S dengan metode SPAC di Kota Pacitan. Data yang digunakan merupakan data survei mikrotremor di Kota Pacitan pada tanggal 12-19 Desember 2013 yang dilakukan oleh Pusat Survey Geologi Bandung. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Menentukan parameter HVSR berupa nilai frekuensi dominan, faktor amplifikasi, indeks kerentanan seismik, dan ground shear strain serta parameter SPAC berupa kedalaman batuan dasar dan kecepatan gelombang S. 2. Mengestimasi karakteristik dinamis tapak lokal berdasarkan parameter HVSR dan parameter SPAC. 3. Memetakan hasil estimasi karakteristik dinamis tapak lokal untuk kebencanaan gempabumi.
6 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna untuk : 1. Memberikan informasi tentang struktur lapisan tanah di kota Pacitan yang dapat digunakan untuk dasar pembangunan infrastruktur serta dalam mitigasi bencana alam terutama gempabumi. 2. Masukan dalam penyusunan peta mikrozonasi gempa, dimana peta mikrozonasi gempa ini diperlukan sebagai masukan dalam proses lanjutan kajian risiko bencana gempabumi agar langkah-langkah mitigasi bencana penanggulangan gempabumi selanjutnya dapat diminimalisir kerugiannya serta diformulasikan dan diimplementasikan.