RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

dokumen-dokumen yang mirip
URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

RechtsVinding Online

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

DINAMIKA PETAHANA DAN PENCALONANNYA DALAM PILKADA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 04 Mei 2016; disetujui: 26 Mei 2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 17 Februari 2016; disetujui: 25 Februari 2016

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGKODIFIKASIAN UNDANG-UNDANG PEMILU

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 51/PUU-X/2012 Tentang Ambang Batas Perolehan Suara

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 44/PUU-XV/2017

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

POLITIK LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-X/2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

Muchamad Ali Safa at

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

BAB V KESIMPULA DA SARA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 53/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi No. 3/SKLN-X/2012 Tentang Sengketa Kewenangan Penyelenggaraan Pemilu Antara KPU dengan DPRP

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL. SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL NOMOR: 11/Kpts/KPU-Kab-012.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

KUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014

Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab *

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

CATATAN KRITIS REVISI UNDANG-UNDANG MD3 Oleh : Aji Bagus Pramukti * Naskah diterima: 7 Maret 2018; disetujui: 9 Maret 2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 111 /PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Pembagian kursi tahap kedua

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG

TINDAK LANJUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG VERIFIKASI PARTAI POLITIK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

Transkripsi:

BATAS PENCALONAN PRESIDEN DALAM UU NO. 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah Diterima: 2 Oktober 2017, Disetujui: 24 Oktober 2017 RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu yang disetujui bersama antara DPR dan Pemerintah dalam Rapat Paripurna tanggal 21 Juli 2017 yang lalu, telah diundangkan menjadi UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada tanggal 16 Agustus 2017. Kurang lebih 9 bulan lamanya pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Pemilu ini dibahas dan kemudian disetujui bersama oleh pembentuk undang-undang. Namun demikian, banyak dinamika yang terjadi selama pembahasan, puncaknya adalah pada saat menjelang pengambilan keputusan melalui mekanisme suara terbanyak (voting), terdapat 4 fraksi partai politik bersikap untuk tidak ikut ambil bagian dalam voting tersebut. Adapun alasan yang mengemuka dan menjadi landasan mengapa 4 fraksi tersebut bersikap seperti itu karena menurut mereka pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20% kursi / 25% suara sah merupakan pelanggaran konstitusi. Apakah demikian? Masih kita bahas lebih lanjut. Putusan MK No 14/PUU-XI/2013 memerintahkan bahwa Pemilu Tahun 2019 dan seterusnya dilaksanakan secara serentak. Adapun dalam pertimbangan putusannya yang mendasari Pemilu dilakukan dalam waktu yang bersamaan ada 3 dasar, 1

yakni pertama penguatan sistem pemerintahan presidensial, kedua sesuai dengan sisi original intent dan penafsiran sistematik, serta ketiga dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang lebih efisien. Adapun terkait dengan alasan yakni dalam rangka penguatan sistem presidensil maka sudah barang tentu pula presidential threshold diperlukan. Hal ini dikarenkan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang menang dalam Pemilu agar berkesesuaian pula dengan pemenang di legislatif. Maka dari itu dasar legitimasi yang kuat dari dukungan partai-partai pendukung sangat diperlukan (dan hanya dapat dilihan melalui presidential threshold. Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan: Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Telah dinyatakan secara terang dan secara jelas dalam Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 bahwa calon presiden dan calon wakil presiden dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Hal ini secara rasional pula menujukkan bahwa dibutuhkan suatu koalisi tertentu untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden tertentu. Adapun disebutkan pula disitu bahwa partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mencalonkan dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden ini adalah hasil dari sebelum ini, yaitu pada Pemilu tahun 2014. UU No. 7 Tahun 2017 yang sebelum diundangkan merupakan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Pemilu (RUU Kitab Hukum Pemilu) dimuat dalam Daftar Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang 2

Prioritas Tahun 2016, yaitu pada nomor 26 dengan judul RUU Kitab Hukum Pemilu (dalam Prolegnas Tahun 2015-2019 tertulis RUU tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum). Dalam kolom keterangan, draft dan RUU Kitab Hukum Pemilu disiapkan oleh Pemerintah. RUU Kitab Hukum Pemilu adalah satu gagasan untuk mengkodifikasi/mengompilasikan berbagai UU yang terkait dengan Pemilu ke dalam satu naskah. Penyatuan UU Pemilu kedalam satu naskah bersama ini pun didasari atas Putusan MK No 14/PUU-XI/2013 yang memerintahkan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu DPR, DPD, dan DPRD padat tahun 2019 dilaksanakan secara serentak (Pemilu serentak tahun 2019). Hal inilah yang kemudian mendasari dorongan bahwa jika waktu disederhanakan menjadi dua peristiwa pemilu, maka undangundangnya juga harus disederhanakan (dikodifikasikan). Dalam rangka mengkodifikasikan sejumlah undang-undang yang terkait dengan kepemiluan tersebut, maka pembentuk undang-undang diberikan kebebasan untuk membentuk suatu norma sesuai dengan kebutuhan hukum yang ada. Adapun salah satu norma yang saat ini berlaku di UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ini adalah mengenai ambang batas presiden sebesar 20% kursi atau 25% suara sah. Norma ini pula yang saat ini sedang ramai diuji oleh sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi karena dianggap merupakan pelangaran konstitusi. Lebih kurang pada saat ini (sampai tercatat pada tanggal 11 bulan 9 tahun 2017) telah penyelenggaraan pemilu terkumpul kurang lenbih 9 (sembilan) 3

gugatan mengenai UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Untuk menjawab hal tersebut, maka perlu kiranya para pihak yang menguji keabsahan norma tersebut memahami Pendapat Mahkamah pada point [3.17] Putusan MK No 51-52-59/PUU-VI/2008 yang menyatakan sebagai berikut: Menimbang bahwa Mahkamah dalam fungsinya sebagai pengawal konstitusi tidak mungkin untuk membatalkan Undang-Undang atau sebagian isinya, jikalau norma tersebut merupakan delegasi kewenangan terbuka yang dapat ditentukan sebagai legal policy oleh pembentuk Undang-Undang. Meskipun seandainya isi suatu Undang-Undang dinilai buruk, seperti halnya ketentuan presidential threshold dan pemisahan jadwal Pemilu dalam perkara a quo, buruk tidak selalu berarti inkonstitusional, kecuali kalau produk legal policy tersebut jelas-jelas melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang intolerable. Pandangan hukum yang demikian sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 010/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 yang menyatakan sepanjang pilihan kebijakan tidak merupakan hal yang melampaui kewenangan pembentuk Undang-Undang, tidak merupakan penyalahgunaan kewenangan, serta tidak nyata-nyata bertentangan dengan UUD 1945, maka pilihan kebijakan demikian tidak dapat dibatalkan oleh Mahkamah. Dengan demikian, sebenarnya adalah terang dan jelas, apalagi ekplisit disebutkan langsung dalam putusan Mahkamah tetap tidak dapat tersebut yakni presidential threshold membatalkannya, sebab yang dinilai atau ambang batas presiden murni 4

merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy). Adapun jikalau para pihak menilai hal ini adalah buruk dan lain sebagainya maka para pihak juga bisa melihat bahwa yang dikatakan buruk tersebut tidak selalu berarti melanggar konstitusi, keduali jika norma tersebut jelas-jelas melanggar moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan yang intolerable. Mudahmudahan hal ini mencerahkan berbagai pihak yang saat ini berpolemik mengenai hal ini, karena berdebatan ini diikuti oleh penulis selaku legislative drafter yang ditugaskan badan keahlian DPR RI untuk mengawal pembahasan RUU tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum ini dan hampir disetiap kali rapatnya selalu saja hal ini merupakan hal yang tak luput selalu alot untuk dibahas. * Penulis adalah seorang Tenaga Fungsional Perancang Undang-Undang di Pusat Perancangan Undang- Undang DPR RI Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia 5