BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya kelaut melalui outlet berupa sungai utama (Asdak, 2004). DAS dapat dikatakan sebagai suatu kesatuan ekosistem wilayah yang terbentuk secara alamiah, dimana air hujan meresap dan/atau mengalir melalui sungai dan daerah-daerah sungai yang bersangkutan untuk kemudian bermuara di danau atau di laut serta merupakan tempat dimana manusia dan aktivitasnya termasuk sumberdaya alam berupa flora, fauna, tanah, dan air saling berinteraksi secara lestari (Sodariyono, 1984). Keberadaan dan kondisi ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu isu nasional yang patut dipertimbangkan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dikarenakan salah satu variabel terjadinya banjir adalah kondisi DAS yang kritis akibat penyimpangan tata guna lahan. Fenomena tersebut merupakan indikasi rusaknya keseimbangan tata air (water balance) akibat berkurangnya kemampuan beberapa proses daur hidrologi seperti kapasitas infiltrasi dan daya tampung sehingga nilai aliran pada DAS menjadi lebih besar melebihi kapasitas tampung sungai. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk identifikasi kesehatan DAS adalah debit puncak. Selain itu, informasi debit puncak dapat digunakan untuk perencanaan, pengelolaan, monitoring dan evaluasi kinerja DAS. Debit 1
puncak dapat diperoleh dari pembacaan tinggi muka air pada waktu tertentu. Namun demikian, tidak semua DAS memiliki pencatatan hidrologi sehingga data debit puncak ini belum tersedia. Diperlukan suatu pemodelan hidrologi yang dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya debit puncak pada suatu DAS. Metode rasional adalah model hidrologi sederhana dan banyak digunakan untuk memperkirakan debit puncak suatu DAS. Konsep dari metode rasional cukup canggih dan mensyaratkan pengetahuan teknik yang sangat dalam khususnya untuk memilih karakteristik hidrologi yang dianggap mewakili seperti waktu konsentrasi dan koefisien limpasan (Hayes dan Young, 2005). Koefisien limpasan (C) menjadi salah satu faktor yang patut diperhitungkan dalam penentuan debit puncak metode rasional. Nilai C merupakan bilangan yang menunjukkan nisbah (perbandingan) antara besarnya aliran permukaan terhadap besarnya curah hujan penyebabnya (Asdak, 2004). Banyak metode yang tersedia untuk menentukan nilai koefisien limpasan permukaan, antara lain metode United States Forest Service, metode Hassing, dan metode Cook. Masing-masing metode menggunakan parameter yang berbedabeda dalam menentukan nilai koefisien limpasan. Namun demikian, beberapa metode tersebut diterapkan pada suatu DAS dengan kondisi biofisik yang sama dan data hidrologi yang lengkap. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, kiranya menarik untuk dilakukan studi mengenai koefisien limpasan pemukaan dan estimasi debit puncak. Guna mengetahui keberlakuan beberapa metode penentuan koefisien limpasan permukaan, dilakukan pengujian menggunakan data yang tersedia di 2
Sub DAS Kedung Gong yang merupakan bagian dari DAS Progo Hilir. Pemilihan Sub DAS Kedung Gong didasarkan pada pertimbangan bahwa data hidrologi DAS tersebut relatif tersedia. Distribusi spasial koefisien limpasan permukaan dapat diketahui melalui analisa beberapa data spasial seperti peta penggunaan lahan, peta kemiringan lereng, dan peta tanah untuk kemudian diklasifikasikan berdasarkan kriteria yang digunakan masing-masing metode. Sedangkan untuk mengetahui kondisi debit yang dihasilkan, perlu adanya analisis hidrologi berdasarkan data hidrologi dan data parameter DAS yang diperoleh. Sebagai bantuan dalam analisis spasial (ruang) digunakan Sistem Informasi Geografis (GIS). Sistem ini berbasis pada sistem koordinat dan berorientasi pada data spasial yang dapat dikerjakan secara manual atau melalui aplikasi software GIS seperti Arcinfo, Arcview, dan Arcmap (Raharjo, 2009). 1.2. Perumusan Masalah Fakta yang menunjukkan bahwa tidak semua DAS memiliki stasiun pengukuran hidrologi mengakibatkan data tinggi muka air (TMA) dan debit belum tersedia. Diperlukan pemodelan hidrologi untuk estimasi debit pucak dalam rangka monitoring dan evaluasi kinerja DAS. Banyak metode yang tersedia untuk estimasi puncak banjir, akan tetapi tidak ada metode tunggal yang dapat diterapkan untuk seluruh DAS. Metode rasional adalah salah satu metode untuk memperkirakan debit puncak suatu DAS. Metode ini merupakan metode penaksiran debit puncak yang paling tua dan populer karena kesederhanaannya. 3
Namun, jika persyaratannya tidak dipenuhi maka hasil estimasi debit puncak tersebut dapat menyimpang. Salah satu syarat yang ditekankan dalam penggunaan metode rasional adalah penentuan nilai koefisien limpasan (C). Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menentukan nilai C. Metode United States Forest Service, metode Hassing, dan metode Cook merupakan beberapa metode yang sering digunakan untuk menentukan besarnya koefisien limpasan. Metode U. S. Forest service yang didasarkan pada tingkat kepadatan penggunaan lahan pada suatu DAS dengan sedikit mempertimbangkan kondisi topografi, vegetasi, dan tanah. Metode Hassing yang didasarkan pada penggabungan parameter topografi, tanah, dan vegetasi. Sedangkan metode Cook menggunakan parameter topografi, infiltrasi tanah, vegetasi, dan simpanan permukaan. Beberapa metode tersebut perlu diujicobakan pada suatu DAS yang sama dan memiliki pencatatan debit dan curah hujan yang lengkap untuk mengkalibrasi estimasi debit puncak banjir yang diperoleh. Berdasarkan uraian di atas, masalah yang dapat diteliti untuk dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana nilai koefisien limpasan permukaan (C) DAS Kedung Gong yang dihasilkan menggunakan metode U. S. Forest Service, metode Hassing dan metode Cook? 2. Bagaimana nilai estimasi debit puncak sub DAS Kedung Gong yang dihasilkan berdasarkan nilai koefisien limpasan metode U. S. Forest Service, metode Hasing, dan metode Cook? 4
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tentang estimasi debit puncak berdasarkan beberapa metode penentuan koefisien limpasan adalah sebagai berikut : 1. Menghitung besar koefisien limpasan permukaan Sub DAS Kedung Gong menggunakan metode United States Forest Service, metode Hassing, dan metode Cook. 2. Menghitung debit puncak Sub DAS Kedung Gong dengan metode Rasional berdasarkan nilai koefisien limpasan yang diperoleh dari metode United States Forest Service, metode Hassing, dan metode Cook. 3. Menganalisis perbedaan estimasi debit puncak yang diperoleh berdasarkan nilai koefisien limpasan metode United States Forest Service, metode Hassing, dan metode Cook. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi semua pihak terkait metode penentuan koefisien limpasan permukaan dalam menduga debit puncak banjir pada suatu DAS. Beberapa manfaat penelitian ini antara lain : Manfaat Teoritis Menambah pengetahuan, pengalaman, dan wawasan serta dapat dijadikan bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya mengenai koefisien limpasan permukaan. 5
Manfaat Praktis Dapat dijadikan bahan untuk meningkatkan kualitas Daerah Aliran Sungai (DAS) melalui hasil pendugaan debit yang akurat sesuai dengan karakteristik fisiknya. Manfaat Akademis Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan estimasi debit puncak metode rasional terutama menekankan pada penentuan nilai koefisian aliran permukaan. 6