BAB I PENDAHULUAN. Esa kepada seluruh bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan isi dalam Pasal 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air,

SKRIPSI PENYELESAIAN TERHADAP SERTIFIKAT HAK MILIK (OVERLAPPING) OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL DI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

SKRIPSI PENYELESAIAN TERHADAP SERTIFIKAT HAK MILIK (OVERLAPPING) OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL DI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULAN. penting untuk kepentingan pembangunan perekonomian di Indonesia, sebagai

BAB I PENDAHULUAN (UUPA) adalah hukum agraria penjajahan yang mempunyai sifat

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

BAB I PENDAHULUAN. penghidupan masyarakat, bukan hanya aspek hubungan sosial-ekonomis, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Kebutuhan akan tanah semakin hari semakin meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING

BAB I PENDAHULUAN. fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia

PENDAHULUAN. bangsa Indonesia dan oleh karena itu sudah semestinya pemanfaatan fungsi bumi,

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa mempunyai fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, sumber daya

PELAKSANAAN PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah

2 UUPA harus memberikan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi keperluannya m

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.

BAB I PENDAHULUAN. ayat (2) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana lainnya. ketentuan peraturan perundang-undangan. 1

BAB I PENDAHULUAN. Yang Maha Esa yang wajib kita jaga dan kelola dengan sebaik-baiknya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Secara konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa untuk mahkluk. ciptaannya, oleh karena itu tanah mempunyai arti yang sangat penting

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

PROBLEMA DALAM PELAKSANAAN HUKUM PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH DI KOTA SURAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitan ini menemukan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping)

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk. kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya pembangunan dapat diketahui suatu daerah mengalami kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap individu dalam masyarakat, karena selain mempunyai hubungan yang erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

RESUME KUTIPAN BUKU LETER C SEBAGAI ALAT BUKTI PERSIL TERHADAP SERTIFIKAT GANDA

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

BAB IV. Surat Keputusan Pemkot Surabaya tentang Ijin Pemakaian Tanah (IPT/ berwarna ijo/surat ijo) dengan cara sewa tanah negara yang dikuasai Pemkot

BAB I PENDAHULUAN. diusahakan atau digunakan untuk pemenuhan kebutuhan yang nyata. perlindungan hukum bagi rakyat banyak.

BAB I PENDAHULUAN. kepastian hukum atas kepemilikan tanah tersebut. ayat (3) menentukan bahwa, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG IZIN MEMBUKA TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

DAFTAR LAMPIRAN. 1. Surat Keputusan Bupati Magelang Nomor : 188.4/001/KEP/01/2006 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya tanah bagi manusia, menyebabkan tanah mempunyai nilai tinggi, dimana

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH SEBAGAI ALAT PEMBUKTIAN YANG SEMPURNA

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB I PENDAHULUAN. penelitian-penelitian dan tulisan oleh para pakar berbagai disiplin ilmu 2, demikian

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

I. PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, menyebabkan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. di dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) telah ditentukan bahwa bumi, air,

KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang


BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara di sisi lain luas tanah tidak bertambah. Begitu pentingnya tanah bagi

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG KEPEMILIKAN TANAH SERTA BANGUNAN DI ATASNYA OLEH ORANG ASING DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5

BAB I PENDAHULUAN. mengenai tanah yaitu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa. tanah itu dalam batas-batas menurut peraturan undang-undang.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konsep hukum tanah Indonesia, dinyatakan bahwa pada dasarnya seluruh tanah yang ada di Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan isi dalam Pasal 1 ayat (1) sampai ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disingkat UUPA) yang pada intinya mengamanatkan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah Indonesia merupakan kekayaan nasional bangsa Indonesia yang bersifat abadi. Hak bangsa Indonesia merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dalam hukum Tanah Nasional 1. Hak Bangsa Indonesia mempunyai 2 unsur, yaitu unsur kepunyaan dan unsur tugas kewenangan. Unsur kepunyaan berarti subyek atas Hak Bangsa Indonesia ada pada seluruh rakyat Indonesia dan meliputi seluruh wilayah Indonesia. Unsur tugas kewenangan berarti tugas kewenangan untuk mengatur penguasaan dan memimpin pengurusan tanah dilaksanakan oleh negara 2. 1 Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, hlm. 266. 2 Ibid., hlm. 267. 1

Aspek tugas kewenangan untuk mengatur inilah yang pelaksanaannya didelegasikan kepada Negara (Pemerintah) berupa hak menguasai negara. Hal tersebut diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang isinya menyatakan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat 3. Berkenaan dengan tanah, negara sebagai pemegang hak menguasai negara (unsur publik) mengatur pemilikan, peruntukan, peralihan, dan pendaftaran hak atas tanah. Hak menguasai negara yang dimiliki oleh Pemerintah ini memberikan wewenang untuk membagi peruntukan tanah kepada masyarakat dengan berbagai macam jenis hak atas tanah. Hal tersebut sesuai dengan isi dari Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (1) UUPA yang pada intinya berdasarkan hak menguasai negara maka ditentukan adanya macammacam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum 4. Macam-macam hak atas tanah yang dimaksudkan dalam UUPA tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 16 UUPA yang di antaranya adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, dan hak memungut 3 Lihat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4 Lihat Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria. (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1960,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043). 2

hasil hutan 5. Orang yang mempunyai hak atas tanah mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut sesuai dengan jenis hak atas tanah yang diperolehnya. Untuk jenis hak atas tanah yang paling kuat sendiri adalah hak milik, karena di dalam pengaturannya yaitu Pasal 20 ayat (1) UUPA mengamanatkan bahwa hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah 6. Hak milik dikatakan merupakan hak yang turun temurun dimaksudkan jangka waktunya tidak terbatas atau tidak dibatasi. Hak milik sebagai hak yang terkuat karena begitu kuatnya hak milik sehingga hak milik dapat menjadi induk dari hak atas tanah lainnya, seperti hak guna bangunan yang dapat terjadi di atas tanah hak milik dan hak pakai yang bisa diberikan di atas tanah hak milik. Terpenuh berarti hak milik memberikan kewenangan untuk berbagai jenis usaha yang paling luas dibandingkan dengan hak-hak yang lain. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Boedi Harsono yang mengatakan bahwa hak milik adalah sebagai hak yang terkuat dan terpenuh diantara hak-hak atas tanah yang lain, boleh digunakan untuk segala keperluan yang terbuka bila dibandingkan dengan hak-hak atas tanah yang lain, tanpa batas waktu tertentu. Lain halnya dengan hak guna bangunan, 5 Lihat Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria. (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1960,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043). 6 Lihat Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria. (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1960,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043). 3

hanya terbuka penggunaan tanahnya untuk keperluan membangun dan memiliki bangunan, dengan jangka waktu yang terbatas 7. Terkait dengan hal tersebut maka setiap orang yang mempunyai hak milik harus mempunyai bukti yang kuat untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum agar tidak terjadi perselisihan mengenai pemilik hak milik yang sah. Untuk itu Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA mengatur bahwa pendaftaran tanah diakhiri dengan pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat 8. Surat-surat tanda bukti hak ini kemudian oleh Pasal 4 ayat (1) juncto Pasal 3 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disingkat PP 24 Tahun 1997) diterjemahkan bahwa untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan, kepada yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah 9. Begitu juga dengan hak milik, untuk dapat menjamin kepastian dan perlindungan hukumnya maka dibutuhkan sertifikat hak milik. Dengan adanya sertifikat hak milik maka terdapat alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang datanya sesuai dalam surat ukur 7 Boedi Harsono, Op.Cit., hlm 225. 8 Lihat Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 1960,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043). 9 Lihat Pasal 4 ayat (1) juncto Pasal 3 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3696). 4

dan buku tanah di Kantor Pertanahan mengenai bidang tanah yang dimaksud. Dalam bukunya Boedi Harsono menjelaskan kekuatan pembuktian sertifikat yang didasarkan pada bagian penjelasan Pasal 32 PP 24 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa sertifikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam melakukan perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam berperkara di pengadilan. Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam sertifikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut 10. Penyebutan luasan tanah pada sertifikat hak milik yang seharusnya menjadi bukti paling sempurna, tetapi pada kenyataannya ada beberapa kasus terkait dengan luasan bidang tanah tersebut. Salah satu kasus yang terjadi adalah terjadinya tumpang tindih (overlapping). Tumpang tindih jika diartikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya bersusunsusun tindih-menindih, bertimbun-timbun banyak sekali, berjejal-jejal, bertumpuk-tumpuk 11. Dalam bukunya Bachtiar Effendie juga menuliskan bahwa dalam praktek sekarang ini tidak jarang telah terjadi terbit 2 (dua) atau lebih sertifikat tanah di atas sebidang tanah yang sama, lazim dikenal dengan tumpang tindih (overlapping) sertifikat dan membawa akibat ketidakpastian hukum bagi 10 Boedi Harsono, Op.Cit., hlm. 478. 11 http://kbbi.web.id/tumpang-tindih, diakses pada tanggal 8 Januari 2017 Pukul 20.00 WIB. 5

pemegang hak atas tanah dan akan menimbulkan persengketaan antara para pemegang hak, karena dapat merugikan orang yang benar-benar memiliki hak atas tanah tersebut, yang sangat tidak diharapkan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia 12. Dalam permasalahan hukum ini yang dimaksud dengan tumpang tindih (overlapping) adalah terdapatnya dua atau lebih sertifikat hak milik yang data yuridisnya berbeda namun data fisiknya menunjukkan letak, luas, dan batas suatu bidang tanah yang sama secara menyeluruh atau sebagian sehingga saling bertumpuk. Tumpang tindih (overlapping) ini kemudian menyebabkan setifikat hak milik tidak dapat menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum. Pada hasil pra-penelitian yang telah dilakukan oleh Penulis di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat satu kasus adanya tumpang tindih (overlapping) tersebut. Kasus posisinya adalah sebagai berikut, seseorang bernama Agus Darmawan Adi yang merupakan dosen Fakultas Teknik di Universitas Gadjah Mada mempunyai sebidang tanah pekarangan dengan sertifikat hak milik nomor 7450/Wedomartani, NIB. 13.04.11.04.04957, Surat Ukur tanggal 28 April 2004 Nomor 04166/2004 dengan luas tanah pekarangan 1792 m 2 (seribu tujuh ratus sembilan puluh dua meter persegi) yang terletak di Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. 12 Bachtiar Effendie, 1993, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Cet. I, Alumni, Bandung, hlm. 73. 6

Dalam kasus ini yang bersangkutan bermaksud akan menghibahkan kepemilikan atas bidang tanah tersebut kepada ketiga anaknya. Langkah pertama untuk proses penghibahan tersebut yang bersangkutan mengajukan pemecahan bidang tanah dari 1 (satu) bidang tanah dijadikan 3 (tiga) bidang tanah dengan luasan rata-rata sama, yang untuk nantinya hasil pemecahan tersebut selanjutnya akan diproses hibah untuk ketiga anaknya tersebut. Pengajuan pemecahan telah dimasukkan pada tanggal 26 Oktober 2011 ke Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman. Beberapa waktu setelahnya Petugas Ukur dari Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman melakukan pengukuran di lokasi bidang tanah dalam rangka pengajuan pemecahan menjadi 3 (tiga) bidang tanah sebagai permohonan dari yang bersangkutan. Ternyata dari hasil pengukuran tersebut terdapat atau ditemukan adanya tumpang tindih (overlapping) selebar 1 meter sepanjang luas tanah tersebut, dengan demikian kira-kira terjadi penumpukan seluas 50 m (lima puluh meter) dengan pemilik tanah yang berbatasan sebelah utara. Dengan adanya kenyataan fisik pada bidang tanah tersebut maka proses pemecahan tidak dapat dilanjutkan, dengan catatan akan dilanjutkan penyelesaian pemecahan tersebut apabila adanya penumpukan tanah ini dapat diselesaikan terlebih dahulu oleh yang bersangkutan. Saran yang diperoleh dari Petugas Ukur penyelesaiannya agar yang bersangkutan dengan melibatkan perangkat desa setempat berembug dengan pemilik tanah yang berbatasan tersebut yang mestinya juga menumpuk, sementara pemilik bidang tanah di sampingnya yang menumpuk menurut 7

keterangan perangkat desa setempat juga telah mempunyai sertifikat hak milik yang sah. Dengan demikian masing-masing akan bersikukuh tentang kebenaran luasan bidang tanah yang tertera pada sertifikat hak milik masingmasing. Beberapa kali yang bersangkutan telah menemui perangkat desa dan menurut data di perangkat desa, pemilik tanah disampingnya yang menumpuk tersebut berdomisili tetap di Jakarta, sehingga untuk mempertemukan masing-masing pemilik tanah yang menumpuk tersebut dengan difasilitasi oleh Perangkat Desa setempat menjadi berlarut-larut tidak dapat dilaksanakan. Pembicaraan melalui telepon-pun, pemilik tanah yang di sampingnya yang menumpuk tersebut tetap bersikukuh atas kebenaran luasan bidang tanah yang dimilikinya. Kemudian karena yang bersangkutan dan perangkat desa setempat tidak berhasil mempertemukan dengan pemilik sebelahnya maka Agus Darmawan Adi mengajukan surat permohonan resmi tertanggal 1 Maret 2015 kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman untuk penyelesaian atas terdapatnya tumpang tindih (overlapping) pada sertifikat hak milik nomor 7450 / Wedomartani dengan bidang tanah sebelahnya. Atas surat permohonan penyelesaian tersebut kemudian Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman menjawab yang intinya permasalahan mengenai tumpang tindih (overlapping) tersebut untuk penyelesaiannya dapat dilakukan melalui musyawarah untuk mufakat dengan menghadirkan pihakpihak yang bersengketa. Jika untuk menghadirkan pemilik tanah yang 8

berbatasan mengalami kesulitan dan kiranya pemilik tanah Sertifikat Hak Milik nomor 7450 / Wedomartani tidak mempermasalahkan lagi luas hasil ukur sesuai kondisi saat ini apa adanya, maka untuk penyelesaian pemecahan agar dilengkapi dengan Surat Pernyataan Menerima Luas Bidang Tanah bermaterai cukup. Hal ini dirasakan oleh pemohon sangat aneh sekali dan sulit untuk dilaksanakan, karena sebagaimana uraian di atas pemohon bersama-sama dengan perangkat desa setempat telah berupaya maksimal untuk mempertemukan dan menyelesaikan dengan pemilik tanah sebelahnya tersebut, namun upaya tersebut sudah cukup lama tidak dapat diwujudkan. Oleh karena itu pemohon mengajukan surat resmi ke Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman untuk dapat menyelesaikannya, akan tetapi jawabannya ternyata sungguh tidak memuaskan bagi pemohon, sehingga kasus ini sampai detik ini pun belum/tidak dapat diselesaikan. Dengan adanya kasus tersebut maka permasalahan yang dapat ditarik adalah kenapa dapat terjadi tumpang tindih (overlapping) sehingga berpotensi timbulnya sengketa luasan atas bidang tanah yang tercantum di sertifikat hak milik dan bagaimana solusi terkait dengan permasalahan hukum tersebut. Dari permasalahan hukum di atas menarik minat Penulis untuk menelitinya sebagai tema dalam penulisan hukum dengan judul Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Kasus Tumpang Tindih (Overlapping) Bidang Tanah Yang Telah Bersertifikat Hak Milik Dan Penyelesaiannya Di Kabupaten Sleman. 9

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan diteliti yakni sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping) pada suatu bidang tanah yang telah bersertifikat hak milik? 2. Bagaimana solusi penyelesaian terhadap kasus tumpang tindih (overlapping) pada suatu bidang tanah yang telah bersertifikat hak milik di Kabupaten Sleman? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping) pada suatu bidang tanah yang telah bersertifikat hak milik. 2. Mengetahui solusi dan dapat memberikan saran serta masukan dalam penyelesaian terhadap kasus tumpang tindih (overlapping) pada suatu bidang tanah yang telah bersertifikat hak milik di Kabupaten Sleman. D. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini, yang di antaranya meliputi : 1. Manfaat Teoritis Mengetahui bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping) pada suatu bidang tanah yang telah 10

bersertifikat hak milik di Kabupaten Sleman dan bagaimana solusi penyelesaiannya dari perspektif Hukum Agraria sehingga dapat memberikan suatu pencerahan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Agraria pada umumnya, dan di bidang pendaftaran tanah pada khususnya. 2. Manfaat Praktis Memberikan masukan bagi pejabat yang berwenang untuk melakukan pendaftaran tanah sampai dengan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah, dalam hal ini Kantor Pertanahan khususnya di Kabupaten Sleman, agar dalam hal penerbitan sertifikat hak milik sebagai alat bukti yang kuat agar lebih teliti dan cermat, khususnya dalam melakukan pendataan untuk data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam setifikat hak milik maupun surat ukur dan buku tanah agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sehingga dalam melakukan pendaftaran tanah sesuai dengan prinsip-prinsip UUPA dan PP 24 Tahun 1997 agar dapat mencapai asas kepastian hukum yang diinginkan bagi seluruh rakyat Indonesia. E. Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kasus Tumpang Tindih (Overlapping) Bidang Tanah Yang Telah Bersertifikat Hak Milik Dan Penyelesaiannya Di Kabupaten Sleman ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan gambaran mengenai bagaimana faktor-faktor 11

yang menyebabkan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping) pada suatu bidang tanah yang telah bersertifikat hak milik di Kabupaten Sleman dan bagaimana solusi penyelesaiannya. Sebelumnya, memang sudah ada beberapa penelitian yang juga membahas mengenai permasalahan hukum tumpang tindih (overlapping) yaitu: 1. Penulisan Hukum Denny Yandri Hotmauli Penyelesaian Sengketa Akibat Kepemilikan Sertifikat Hak Atas Tanah Yang Tumpang Tindih (Overlapping) (Studi Kasus Putusan No.158/G.TUN/2005/PTUN.JKT) 13 Penelitian tersebut membahas mengenai sebab dan penyelesaian sengketa terhadap kepemilikan sertifikat hak atas tanah yang tumpang tindih (overlapping). Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis karena penelitian tersebut membahas sertifikat hak atas tanah secara umum, sedangkan penulis melakukan penelitian hanya spesifik terhadap sertifikat hak milik. Selain itu juga objek penelitan berbeda karena penelitian tersebut mendasarkan pada studi kasus putusan No. 158/G.TUN/2005/PTUN.JKT yang lokasi penelitiannya berada di Provinsi DKI Jakarta, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis dilakukan studi kasus terhadap kasus tumpang tindih (overlapping) antara pemilik hak atas tanah yang bernama Agus 13 Lihat Denny Yandri Hotmauli, 2008, Penyelesaian Sengketa Akibat Kepemilikan Sertifikat Hak Atas Tanah Yang Tumpang Tindih (Overlapping) (Studi Kasus Putusan No.158/G.TUN/2005/PTUN.JKT), Penulisan Hukum, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul 12

Darmawan Adi dengan pemilik hak atas tanah yang berbatasan terkait dengan sengketa batas suatu bidang tanah yang lokasinya ada di Kabupaten Sleman dan sampai sekarang belum terdapat solusi penyelesaian atas kasus tersebut. Hal tersebut sangatlah berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini. 2. Penulisan Hukum Dewi Zulkharnain Bentuk Penyelesaian Terhadap Sertifikat Ganda (Overlapping) Antara Sertifikat Hak Guna Bangunan Dengan Sertifikat Hak Milik Oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Surabaya II 14 Penelitian tersebut membahas mengenai faktor-faktor yang menyebabkan adanya sertifikast ganda (overlapping) antara Sertifikat Hak Guna Bangunan dengan Sertifikat Hak Milik. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, karena penelitian tersebut membahas faktor-faktor dan akibat hukum terhadap adanya sertifikat ganda (overlapping) antara Sertifikat Hak Guna Bangunan dengan Sertifikat Hak Milik, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis yaitu membahas mengenai sebab dan penyelesaian terhadap kasus tumpang tindih (overlapping) yang titik fokusnya terhadap bidang tanah yang memiliki sertifikat hak milik. Selain itu juga objek penelitian sangat berbeda karena penelitian lapangan yang dilakukan oleh Penulis 14 Lihat Lilis Dewi Zulkharnain, 2013, Bentuk Penyelesaian Terhadap Sertifikat Ganda (Overlapping) Antara Sertifikat Hak Guna Bangunan Dengan Sertifikat Hak Milik Oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Surabaya II, Penulisan Hukum, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. 13

yaitu berada di Kabupaten Sleman, sedangkan penelitian tersebut lokasi penelitiannya terletak di kota Surabaya, Jawa Timur. 3. Penulisan Hukum Junia Sari Wartati Penyelesaian Terhadap Sertifikat Hak Milik Ganda (Overlapping) oleh Badan Pertanahan Nasional di Kota Padang 15 Penelitian tersebut membahas mengenai adanya sertifikat hak milik ganda terhadap satu bidang tanah yang sama. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis karena dalam penelitan tersebut hanya dibahas mengenai faktor yang menyebabkan timbulnya sertifikat ganda serta penyelesaian terhadap adanya sertifikat ganda pada suatu bidang tanah. Sementara penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah meneliti mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kasus tumpang tindih (overlapping) pada dua bidang tanah yang berbatasan dan masing-masing telah bersertifikat hak milik dimana sebagian ditemukan adanya penumpukan mengenai luas tanah. Selain itu juga objek penelitian sangat berbeda karena penelitian lapangan yang dilakukan oleh Penulis yaitu berada di Kabupaten Sleman, sedangkan penelitian tersebut lokasi penelitiannya terletak di kota Padang, Sumatera Barat. Hal tersebut sangatlah berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini. 15 Lihat Junia Sari Wartati, 2011, Penyelesaian Terhadap Sertifikat Hak Milik Ganda (Overlapping) oleh Badan Pertanahan Nasional di Kota Padang, Penulisan Hukum, Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas. 14