BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Keberadaaan prinsip indemnitas pada asuransi syariah sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Hal ini berdasarkan fatwa-fatwa yang terkait dengan asuransi syariah yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Takaful dan Retakaful, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Takaful, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama IndonesiaNomor 81/DSN MUI/III/2011 tentang Pengembalian Dana Tabarru Bagi Peserta Asuransi Yang Berhenti Sebelum Masa Perjanjian Berakhir dan Fatwa DSN MUI Nomor 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi menunjukan bahwa prinsip indemnitas ini tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum Islam. Secara eksplisit tidak terdapat satu pun ketentuan dalam fatwa tersebut diatas 149
150 yang melarang keberadaan prinsip indemnitas sehingga prinsip indemnitas diperbolehkan dalam praktik takaful. Kemudian mengenai Poin penting dalam praktek takaful adalah pemberian perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut terhadap risiko yang mungkin akan terjadi yang diberikan oleh pengelola kepada peserta asuransi. Dalam hal ini hak-hak peserta dalam pemberian ganti rugi harus dilaksanakan dengan baik oleh pengelola berdasarkan prinsip-prinsip yang ada dalam hukum Islam. Prinsip indemnitas mencegah adanya perbuatan memperkaya diri sendiri yang nantinya akan merugikan hak peserta maupun hak pengelola. Prinsip ini sejalan dengan beberapa prinsip dalam hukum Islam yaitu prinsip kebebasan berkontrak, prinsip keadilan dan prinsip kejujuran. Maka, selama tidak bertentangan dengan ketentuan hukum Islam pada dasarnya prinsip indemnitas diperbolehkan. Prinsip indemnitas ini sejalan dengan ketentuan syariah dikarenakan nilai-nilai prinsip ini sejalan dengan larangan terhadap perjudian, riba dan gharar. 2. Dalam praktek akad yang digunakan pada unit takaful PT. Asuransi Wahana Tata Cabang Yogyakarta terdapat unsur-unsur prinsip indemnitas. Ketentuan tersebut terdapat pada Pasal 17 dan Pasal 18 akad tersebut. Dalam hal ini pengelola akan mengembalikan kondisi keuangan peserta menjadi seperti sebelum terjadinya kerugian. Pengelola akan memberikan ganti kerugian sebatas kerugian riil yang diderita oleh peserta. Penggantian itu tidak boleh
151 melebihi kerugian riil peserta sehingga peserta diuntungkan. Kemudian adanya ketentuan mengenai risiko sendiri yang belum ada pengaturannya dalam fatwa terkait asuransi syariah. Dalam hal ini pengelola seharusnya tidak menambah klausul mengenai risiko sendiri dalam akad sebelum adanya fatwa terkait hal tersebut. Keberadaan fatwa mengenai hal ini penting sehinga Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia diharapkan segera menerbitkan fatwa terkait risiko sendiri dalam asuransi syariah. Selain itu, Adanya ketentuan yang tidak sejalan dengan fatwa mengenai wakalah bil ujrah yaitu berkaitan dengan pembagian hasil investasi pada dana tabbaru dimana seharusnya perusahaan hanya menerima ujrah dari akad wakalah bil ujrah bukan dari hasil investasi dana tabbaru. Hal ini merupakan praktek akad wakalah mudharabah, dimana di Indonesia belum ada pengaturannya. Pengelola mempunyai alternatif dalam akad yang digunakan yaitu dapat menggunakan akad mudharabah musytarakah. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia seharusnya segera menerbitkan fatwa mengenai praktek akad wakalah mudharabah. Sebelum adanya fatwa mengenai praktek akad wakalah mudharabah, maka pengelola diwajibkan mengganti klausul dalam akad wakalah bil ujrah. Pada prakteknya prinsip indemnitas terlihat pada akad wakalah bil ujrah yang diterbitkan unit takaful PT Asuransi Wahana Tata. Hal ini menunjukan prinsip ini masih diperlukan untuk mencegah adanya pengambilan keuntungan secara sepihak dan merugikan salah satu pihak. Keseimbangan antara premi dan ganti
152 kerugian yang diberikan adalah hal yang wajib untuk mencegah pengambilan keuntungan sepihak tersebut Prinsip indemnitas ini sangat penting guna menghindari adanya unsur riba dalam takaful. Terlebih lagi prinsip indemnitas tidak bertentangan dengan hukum Islam sehingga dapat diterapkan secara menyeluruh pada praktik di takaful. B. Saran Adapun saran tentang pelaksanaan prinsip indemnitas dalam unit takaful PT Asuransi Wahana Tata adalah: 1. Bagi pihak unit takaful PT Asuransi Wahana Tata, klausul dalam akad wakalah bil ujrah disesuaikan dengan ketentuan fatwa mengenai wakalah bil ujrah. Ketentuan mengenai klausul risiko sendiri sebaiknya tidak dicantumkan dalam akad terlebih dahulu sebelum adanya fatwa terkait dengan klausul risiko sendiri. Selain itu, Sebelum ada fatwa mengenai wakalah mudharabah, pengelola dapat menggunakan akad mudharabah musytarakah. 2. Bagi pemerintah Berkaitan dengan pelaksanaan klaim pada unit takaful yaitu sebaiknya dibuat fatwa yang lebih detail mengenai pelaksanaan pemberian ganti rugi kepada peserta takaful, fatwa mengenai risiko sendiri dan fatwa mengenai akad wakalah mudharabah.
153 3. Bagi masyarakat Masyarakat hendaknya lebih paham mengenai asuransi syariah supaya dalam pelaksanaannya tidak terjadi kesalahpahaman yang menyebabkan pengelola disalahkan dan untuk menghindari adanya pihak yang dirugikan.