BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo, yang luas wilayahnya 64,79 KM atau sekitar 0,53% dari luas Provinsi Gorontalo, curah hujan diwilayah ini tercatat sekitar 11 mm s/d 266 mm pertahun. Secara umum, suhu udara di Gorontalo rata-rata pada siang hari 32 0 C, sedangkan suhu udara ratarata pada malam hari 23 0 C. Kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata 79,9%. Secara geografis wilayah Kota Gorontalo terletak antara 00 0 28 17 00 0 35 56 Lintang Utara (LU) dan 1220 59 44 1230 05 59 Bujur Timur (BT) dengan batas-batas sebagai berikut: 1. Batas Utara : Kecamatan Bolango Utara Kabupaten Bone Bolango 2. Batas Timur : Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango 3. Batas Selatan : Teluk Tomini 4. Batas Barat : Kecamatan Telaga dan Batuda a Kabupaten Gorontalo Kini Kota Gorontalo terdiri dari 9 Kecamatan dengan 50 Kelurahan yaitu: 1. Kecamatan Kota Barat : 7 Kelurahan 2. Kecamatan Dungingi : 5 Kelurahan 3. Kecamatan Kota Selatan : 5 Kelurahan 4. Kecamatan Kota Tengah : 6 Kelurahan 42
43 5. Kecamatan Kota Timur : 6 Kelurahan 6. Kecamatan Kota Utara : 6 Kelurahan 7. Kecamatan Sipatana : 5 Kelurahan 8. Kecamatan Dumbo Raya : 5 Kelurahan 9. Kecamatan Hulondalangi : 5 Kelurahan 4.1.2 Hasil Analisis Univariat Penelitian mengenai cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung ini dilakukan selama 10 hari yaitu dari tanggal 6 November sampai 15 November 2013. Dengan pengujian laboratorium, di laboratorium Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo. Menggunakan metode cawan hitung (Plate Count) untuk mengetahui keberadaan bakteri Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung. Pengambilan sampel secara purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 18 sampel yang dibagi menjadi 6 sampel dari Rumah Makan, 6 sampel dari Warung Makan, dan 6 Sampel dari Gerobak Pinggir Jalan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, bahwa hasil laboratorium untuk pengujian cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung yang berasal dari rumah makan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
44 Tabel 4.1 Hasil Pengujian Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung di Rumah Makan di Kota Gorontalo Tahun 2013 No Lokasi Total Bakteri Interpretasi (Koloni/gram) 1 Rumah Makan 1 8,0x10 Memenuhi Syarat 2 Rumah Makan 2 8,0x10 Memenuhi Syarat 3 Rumah Makan 3 2,0x10 Memenuhi Syarat 4 Rumah Makan 4 1,0x10 Memenuhi Syarat 5 Rumah Makan 5 7,0x10 Memenuhi Syarat 6 Rumah Makan 6 7,0x10 Memenuhi Syarat Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 4.1 diatas, hasil pemeriksaan melalui uji mikrobiologi untuk jumlah Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung yang diambil di rumah makan yaitu sebanyak 6 sampel yang tersebar di wilayah Kota Gorontalo diperoleh hasil bahwa, semua sampel positif mengandung bakteri Staphylococcus aureus, Tetapi tidak melebihi ambang batas atau masih memenuhi syarat sesuai dengan SNI 7388-2009 (Badan Standar Nasional 2009) tentang batas maksimum cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam olahan yaitu 1x10 2 Koloni/gram. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung dari 6 sampel yang berasal dari rumah makan diperoleh bahwa total bakteri tertinggi yaitu berada pada sampel rumah makan 1 dan rumah makan 2 di mana total bakterinya yaitu masing masing 8x10 Koloni/gram sedangkan yang terendah yaitu sampel yang berada pada rumah makan 4 dengan total bakteri 1,0x10 Koloni/gram. Lebih jelasnya untuk mengetahui jumlah total bakteri Staphylococcus aureus pada sampel rumah makan yang ada di kota Gorontalo dapat dilihat pada grafik berikut ini:
45 Total Bakteri Koloni/gr Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung di Rumah Makan Berdasarkan Total Koloni/gr 80 80 80 70 70 60 40 20 Sumber: Data Primerr 0 RM1 Ket: Memenuhi Syarat RM2 RM3 RM4 RM5 RM6 RM: Rumah Makan 20 10 Gambar 4.1 Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung di Rumah Makan Berdasarkan total koloni/gr Dari grafik diatasas terlihat jelas bahwa total koloni bakteri Staphylococcus aureus pada masing-masing sampel daging ayam goreng tepung yang berasal dari rumah 2 makan semuanya masih memenuhi syarat di bawah 1,0x10 Koloni/gram atau sebayak 100 Koloni/gram (SNI 7388-2009). total koloni bakteri tertinggi berada pada rumah makan 1 dan rumah makan 2 dengan masing-masing total koloni bakteri sebanyak 80 koloni bakteri atau 8,0x10 Koloni/gram, sedangkan yang terendah berada pada rumah makan 4 dengan total koloni bakteri sebanyak 10 koloni bakteri atau 1,0x10 Koloni/gram. Selanjutnya untuk sampel daging ayam goreng tepung pada warung makan dapat di lihat pada tabel di bawah ini:
46 Tabel 4.2 Hasil Pengujian Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung di Warung Makan di Kota Gorontalo Tahun 2013 No Lokasi Total Bakteri (Koloni/gram) Interpretasi 1 Warung Makan 1 1,9x10 2 Tidak Memenuhi Syarat 2 Warung Makan 2 6,0x10 Memenuhi Syarat 3 Warung Makan 3 3,9x10 2 Tidak Memenuhi Syarat 4 Warung Makan 4 4,0x10 Memenuhi Syarat 5 Warung Makan 5 6,0x10 2 Tidak Memenuhi Syarat 6 WarungMakan 6 3,0x10 Memenuhi Syarat Sumber : Data Primer Tabel 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan melalui uji mikrobiologi untuk jumlah Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung yang diambil dari warung makan yaitu sebanyak 6 sampel yang tersebar di wilayah Kota Gorontalo diperoleh hasil bahwa, semua sampel positif mengandung bakteri Staphylococcus aureus. Tetapi dalam 6 sampel ini ada 3 sampel yang sudah melebihi ambang batas yang telah ditentukan sesuai dengan SNI 7388-2009 (Badan Standar Nasional 2009) tentang batas maksimum cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam olahan yaitu 1x10 2 Koloni/gram. Hasil pengujian yang telah dilakukan, cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung dari 6 sampel yang berasal dari warung makan diperoleh bahwa dari 3 sampel yang tidak memenuhi syarat, dapat dilihat total bakteri dari masing-masing sampel dari yang terendah sampai yang tertinggi berada pada sampel warung makan 1 dengan total bakteri 1,9x10 2 Koloni/gram. Warung makan 3 dengan total bakterinya 3,9x10 2, dan sampel pada warung makan 6 dengan total bakteri
47 6,0x10 2 Koloni/gram. Untuk lebih jelasnya mengetahui total koloni bakteri Staphylococcus aureus pada sampel warung makan yang ada di Kota Gorontalo dapat di lihat pada grafik berikut ini: Total Bakteri Koloni/gr Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung di warung Makan Berdasarkan Total Koloni/gr 600 600 500 390 400 300 190 200 100 60 40 30 0 WM1 WM2 WM3 WM4 WM5 WM6 Ket: Memenuhi syarat Tidak Memenuhi Syarat WM: Warung Makan Sumber: Data Primerr Gambar 4.2 Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus GorengTepung Berdasarkan Total Koloni/gr Pada Daging Ayam Dari grafik diatas terlihat jelas bahwa dari ke enam sampel daging ayam goreng tepung yang berasal dari warung makan, terdapat 3 sampel yang tidak memenuhi syarat (SNI 7388-2009) yaitu 1,0x10 2 Koloni/gram. Sampel yang tidak memenuhi syarat dengan jumlah koloni tertinggi berada pada warung makan 5 dengan total koloni bakteri sebanyak 600 koloni bakteri atau 6,0x10 2 Koloni/gram, dan yang terendah berada padaa sampel yang berasal dari warung makan 1 dengan total koloni bakteri sebanyak 190 koloni bakteri atau 1,9x10 2 Koloni/gram. Selanjutnya untuk
48 sampel daging ayam goreng tepung yang berasal dari gerobak pinggir jalan dapat di lihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.3 Hasil Pengujian Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung di Gerobak Pinggir Jalan di Kota Gorontalo Tahun 2013 No Lokasi Total Bakteri Interpretasi (Koloni/gram) 1 Gerobak pinggir jalan 1 3,7x10 2 Tidak Memenuhi Syarat 2 Gerobak pinggir jalan 2 4,0x10 Memenuhi Syarat 3 Gerobak pinggir jalan 3 3,0x10 Memenuhi Syarat 4 Gerobak pinggir jalan 4 1,3x10 2 Tidak Memenuhi Syarat 5 Gerobak pinggir jalan 5 7,8x10 2 Tidak Memenuhi Syarat 6 Gerobak pinggir jalan 6 4,0x10 Memenuhi Syarat Sumber : Data Primer Tabel 4.3 menunjukkan hasil pemeriksaan melalui uji mikrobiologi untuk jumlah Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung yang diambil dari gerobak pinggir jalan yaitu sebanyak 6 sampel yang tersebar di wilayah Kota Gorontalo diperoleh hasil bahwa, semua sampel positif mengandung bakteri Staphylococcus aureus. Tetapi dalam 6 sampel ini ada 3 sampel yang sudah melebihi ambang batas yang telah ditentukan sesuai dengan SNI 7388-2009 (Badan Standar Nasional 2009) tentang batas maksimum cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam olahan yaitu 1x10 2 Koloni/gram. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung dari 6 sampel yang berasal dari gerobak pinggir jalan diperoleh bahwa dari 3 sampel yang tidak memenuhi syarat (SNI 7388-2009), dapat dilihat total bakteri dari masing-masing sampel mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi berada pada sampel gerobak pinggir jalan 4 dengan total bakteri 1,3x10 2
49 Koloni/gram, gerobak pinggir jalan 1 dengan total bakterinya 3,7x10 2, dan sampel pada gerobak pinggir jalan 5 dengan total bakteri 7,8x10 2 Koloni/gram. Untuk lebih mengetahui total koloni bakteri pada sampel gerobak pinggir jalan dapat dilihat pada grafik distribusi cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung berdasarkan total Koloni/gram berikut ini: Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung di Gerobak Pinggir jalan Berdasarkan Total Koloni/gr 780 800 Total Bakteri Koloni/gr 600 400 200 370 40 30 130 40 0 GPJ1 GPJ2 GPJ3 GPJ4 GPJ5 GPJ6 Ket: Memenuhi syarat Tidak Memenuhi Syarat GPJ: Gerobak Pinggir Jalan Sumber: Data Primerr Gambar 4.3 Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung Pada Gerobak Pinggir Jalan Berdasarkan Jumlah Koloni/gr Berdasarkan grafik di atas hasil pemeriksaan cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung yang berasal dari gerobak pinggir jalan dapat terlihat jelas bahwa ada 3 sampel daging ayam goreng tepung yang tidak memenuhi syarat (SNI 7388-2009), dengan total koloni bakteri tertinggi berasal dari sampel
50 yang berasal dari gerobak pinggir jalan 5 yaitu sebanyak 780 koloni bakteri atau 7,8x10 2 koloni/gram, sampel ini merupakan sampel yang memiliki total bakteri tertinggi dari semua sampel (Rumah makan, warung makan, dan gerobak pinggir jalan). Kemudian sampel yang terendah yang tidak memenuhi sampel yang berasal dari gerobak pinggir jalan 4 dengan total syarat berada pada koloni bakteri 130 koloni bakteri, atau 1,3x10 2 koloni/gram. Di bawah ini terdapat grafik distribusi cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung berdasarkan interpretasi memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat pada masing-masing lokasi penelitian berdasarkan SNI 7388-2009: Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung Berdasarkan Interpretasi Memenuhi Syarat dan Tidak Memenuhi Syarat 100 Persentasi 50 100 50 50 50 50 0 0 MS TMS MS TMS MS TMS RM WM GPJ Ket: Lokasi Penelitian MS : Memenuhi Syarat TMS : Tidak Memenuhi Syarat RM : Rumah Makan WM : Warung Makan GPJ : Gerobak Pinggir Jalan Gambar 4.3 Grafik Distribusi Cemaran Staphylococcus aureus Pada Daging Ayam Goreng Tepung Berdasarkan Interpretasi Memenuhi Syarat dan Tidak Memenuhi Syarat
51 4.2 Pembahasan Kota Gorontalo sebagai Ibu Kota Provinsi Gorontalo yang menjadi pusat penyediaan pelayanan berbagai jasa perdagangan, pusat perekonomian, dan perindustrian. Tidak heran kalau banyak masyarakat yang mempunyai lapangan usaha di Kota Gorontalo, yang menyediakan berbagai macam kebutuhan sehari-hari. Salah satu usaha yang paling maju adalah usaha kuliner, dimana berbagai macam tempat usaha kuliner yang ada di Kota Gorontalo. Mulai dari usaha yang besar sampai usaha kecil-kecilan, seperti supermarket, rumah makan, warung makan, bahkan sampai kedai-kedai kecil sekalipun sudah dapat ditemukan di Kota Gorontalo, dengan berbagai macam menu makanan yang disediakan. Pada saat ini makanan yang paling digemari oleh masyarakat adalah makanan yang berasal dari daging ayam olahan, salah satunya adalah ayam goreng tepung, hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya masyarakat yang menjual daging ayam goreng tepung yang dapat ditemukan hampir disemua tempat makan. Bahkan dipinggiran jalan sekalipun olahan daging ayam ini bisa dengan mudah ditemukan. Apalagi dengan harga yang relatif murah dan mudah dijangkau oleh konsumen. Berdasarkan data deskriptif pengujian bakteri Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung menunjukkan bahwa dari keseluruhan sampel yang diuji semuanya positif mengandung Staphylococcus aureus dengan jumlah koloni yang berbeda-beda pada masing-masing sampel. Pada sampel yang diambil dari rumah makan, yaitu sebanyak 6 sampel, semuanya masih memenuhi syarat kesehatan atau
52 tidak melebihi ambang batas yang telah ditentukan sesuai dengan SNI 7388-2009 Badan Standar Nasional (2009) tentang batas maksimum cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam olahan yaitu 1x10 2 Koloni/gram. Hal ini menunjukkan bahwa rumah makan yang ada di Kota Gorontalo terutama yang menjadi lokasi penelitian ini sudah memenuhi persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran berdasarkan Kepmenkes RI No.1098/MENKES/SK/VII/2003. Akan tetapi dengan masih ditemukannya bakteri Staphylococcus aureus pada salah satu makanan yang dijual di rumah makan, yaitu daging ayam goreng tepung, menunjukkan bahwa rumah makan harus lebih meningkatkan tingkat hygiene sanitasinya. Sampel yang diambil dari warung makan dan gerobak pinggir jalan ditemukan masing-masing ada 3 sampel yang tidak memenuhi syarat berdasarkan SNI 7388-2009 (Badan Standar Nasional 2009) dengan rentangan jumlah koloni bakteri antara 1,3x10 2 s/d 7,8x10 2 Koloni/gram. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Chotiah, 2009), yang menemukan ada 3 sampel produk olahan ayam goreng yang tercemar dengan Staphylococcus aureus dengan rentangan total koloni bakteri 2x10 2 s/d 2x10 3 Koloni/gram. Yang menjadi salah satu penyebab adanya kontaminasi cemaran mikroba pada makanan disebabkan oleh higiene dan sanitasi makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan yang menyangkut banyak faktor, mulai dari asal/sumber bahan makanan, proses hingga menjadi makanan, penyajian kepada konsumen dan faktor lingkungan lainnya yang terkait. Aspek higiene dan sanitasi makanan yang mempengaruhi keamanan makanan diantaranya yaitu kontaminasi, keracunan, dan
53 pembusukan. Menurut Meikawati, dan Astuti, (2010) terdapat 4 faktor dalam prinsip higiene dan sanitasi makanan yaitu faktor tempat atau bangunan, peralatan, orang/penjamah makanan, dan bahan makanan. Tomkins dalam Isnawati, (2012) menyatakan bahwa, lingkungan yang terkontaminasi dan sanitasi buruk yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan menyebabkan bakteri atau kuman mudah masuk dan menyebabkan infeksi. Adanya kontaminasi bakteri pada makanan dapat terjadi mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Dalam hal menangani makanan, penjamah makanan sangat berperan penting terutama dalam penanganan makanan, yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian, agar dapat terhindar dari timbulnya penyakit atau gangguan kesehatan. Hasil olahan yang tidak bersih selain merugikan produsen juga berbahaya bagi konsumen (Vitalaya, 1995). Sebagaimana teori yang dikemukakan oleh Purnawijayanti (2001), seorang penjamah makanan dianjurkan untuk melakukan perilaku sehat yang berhubungan dengan penanganan makanan, hal ini dimaksudkan karena tangan dapat menjadi media perantara bagi penularan penyakit infeksi dan kulit, dan juga merupakan tempat yang subur untuk perkembangbiakan bakteri. Pada saat peneliti melakukan pengambilan sampel terutama pada warung makan yang menjual daging ayam goreng tepung, terlihat bahwa penjamah makanan kurang
54 memperhatikan kebersihan tempat jualannya, dimana daging ayam yang akan digoreng dibiarkan ditempat yang terbuka, dan tidak ditutup, sehingga banyak disinggahi lalat, dan faktor pencemar lainnya mudah mengkontaminasi bahan makanan tersebut, apalagi penjamah makanannya pada saat melakukan pengolahan makanan sedang melakukan aktifitas lain (merokok). Menurut Depkes RI (2001) kebiasaan merokok dilingkungan pengolahan makanan mengandung banyak risiko antara lain bakteri atau kuman dari mulut dan bibir dapat dipindahkan ketangan sehingga tangan menjadi kotor dan akan mengotori makanan, abu rokok dapat jatuh kedalam makanan serta dapat menimbulkan bau asap rokok yang dapat mengotori udara. Selain itu penanganan makanan dengan tangan yang tidak menggunakan peralatan memadai merupakan cara penyebaran yang paling umum, terutama jika orang yang menangani makanan mengalami infeksi atau luka pada tangannya. Menurut Purnawijayanti, (2001) tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri atau virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke makanan, oleh karena itu pencucian tangan merupakan hal yang pokok harus dilakukan oleh penjamah yang terlibat dalam penanganan makanan. Batuk dan bersin dekat dengan makanan dapat menyebabkan kontaminasi, rambut yang jatuh pada makanan atau menggantung (terurai) dekat dengan makanan juga dapat menimbulkan bahaya.
55 Selain personal hygiene penjamah yang harus memenuhi syarat, kondisi tempat yang higienis (jauh dari sumber-sumber pencemar) juga diperlukan, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan lokasi warung makan dan gerobak pinggir jalan yang menjadi lokasi penelitian berada dekat dengan sumber pencemaran, yaitu jalan raya yang memiliki kepadatan lalu lintas cukup tinggi, asap kendaraan bermotor dan debu jalanan yang berpotensi mencemari makanan. Menurut Depkes RI, (1994) lokasi berjualan harus cukup jauh dari sumber pencemaran seperti pembuangan sampah terbuka, tempat pembuangan ataupun pengolahan limbah, jalanan yang ramai dengan kecepatan kendaraan yang tinggi sehingga dapat menjamin tidak terjadi pencemaran pada makanan. Hal inilah yang merupakan salah satu faktor penyebab adanya kontaminasi cemaran bakteri pada makanan terutama bakteri Staphylococcus aureus. Menurut Supardi dan Sukamto, (1999) apabila Staphylococcus aureus terkontaminasi kedalam makanan yang mengandung nutrisi yang menunjang bagi pertumbuhannya, jumlah Staphylococcus aureus akan bertambah dengan laju pertumbuhan yang cepat. Bahan makanan yang menyediakan nutrisi yang menunjang pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah bahan makanan dengan kadar protein yang tinggi seperti daging dan produk olahannya, unggas dan produk olahannya, telur dan produk olahannya. Staphylococcus aureus dapat mencemari makanan dalam penyimpanan bersuhu 4 0 C sampai 60 0 C dalam jangka waktu yang lama, proses pasteurisasi, pemanasan ultra tinggi dan pemasakan normal tidak mampu merusak
56 toksin Staphylococcus aureus, dikarenakan relatif stabil dengan panas dan mampu bertahan pada pemanasan suhu air mendidih 100 0 C selama 10 menit. Menurut Ash, (2000) toksin yang dihasilkan disebut enterotoksin yaitu racun yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus yang dapat menyebabkan keracunan pada makanan (food poisoning). Keracunan makanan akibat Staphylococcus aureus disebabkan oleh tertelannya Staphylococcus enterotoksin (SE) bersama makanan yang terkontaminasi. Bila tertelan, SE akan masuk ke saluran pencernaan dan mencapai usus halus. Selanjutnya toksin tersebut akan merusak dinding usus halus dan menimbulkan sekresi jaringan usus dengan cepat. Gejala yang ditimbulkan pada keracunan pangan akibat Staphylococcus aureus biasanya muncul dalam waktu tiga jam setelah konsumsi makanan yang mengandung enterotoksin atau paling cepat satu jam dan paling lama enam jam. Masa inkubasi tidak hanya bergantung pada jumlah toksin yang tertelan namun juga kerentanan individu. Gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah perasaan letih, mual, muntah-muntah, kram perut, diare, kejang-kejang hingga pingsan, bahkan inflamasi usus. Dalam beberapa kasus, darah dan lendir tampak pada feses dan muntahan. Namun pada kasus yang ringan, penderita mengalami mual dan muntah tanpa disertai diare atau kram perut atau diare tanpa muntah-muntah (Ash, 2000). Pada kasus yang parah, penderita mengalami sakit kepala berlebih dengan terus mengeluarkan keringat sehingga merasakan demam dan tekanan darah menjadi rendah. Penderita akan mengeluarkan cairan dari seluruh jaringan sehingga dapat kehilangan 7-9 kg berat
57 badannya (Winarno, 2004). Sebagaimana yang di kemukakan oleh Ash, (2000) pemulihan biasanya terjadi antara satu hingga tiga hari dan umunya tidak ada perawatan yang diberikan. Walaupun sebagian menganggap keracunan pangan akibat Staphylococcus tidak tergolong fatal, beberapa kasus keracunan yang sangat fatal dilaporkan terjadi pada bayi, anak-anak dan orang lanjut usia. Salah satu organisme penting yang secara sigifikan berkaitan dengan kesehatan masyarakat dalam produk daging matang adalah Staphylococcus aureus. Hal ini terjadi karena praktek yang jorok, prosedur pendinginan yang buruk dimana produk dibiarkan dingin secara lambat dalam suhu hangat, serta kontaminasi dalam penanganan produk.