BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan tuntutan reformasi birokrasi, pemerintah berusaha mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance), terutama melalui penerapan prinsip akuntabilitas, transparansi dan partisipasi dalam penyelenggaraan kepemerintahan. Dengan akuntabilitas, semua instansi pemerintah dituntut untuk mempertanggungjawabkan seluruh sumber daya yang dipergunakan bagi kepentingan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang diamanatkan kepadanya. Hal ini tentulah tidak hanya sekedar pertanggungjawaban belanja anggaran, akan tetapi juga hasil-hasil yang telah diperoleh untuk penggunaan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dengan kata lain, setiap instansi pemerintah dituntut untuk memiliki kinerja yang tidak hanya sepadan dengan sumber daya yang dipercayakan kepadanya tetapi juga memiliki output yang menghasilkan manfaat bagi pihak lainnya. Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Kepala LAN Nomor 4 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Administrasi Negara, Inspektorat adalah unsur pengawasan internal LAN yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala LAN, yang juga berperan sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi dan efektivitas, memberikan peringatan 1 B A B I
dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, serta memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi kebendaharaan umum Negara. Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat manapun. Hakekat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas-tugas organisasi (Lembaga Administrasi Negara (1996:159). Definisi di atas menggambarkan betapa pentingnya pengawasan sebagai salah satu aspek penting dari fungsi manajerial. Sejauh ini, sudah banyak peran yang dilakukan oleh Inspektorat dalam membangun value, di antaranya melalui upaya represif maupun preventif sebagaimana diatur dalam PP Nomor 60 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Upaya represif dilakukan melalui aktivitas audit terhadap suatu program atau kegiatan yang telah berjalan, sedangkan upaya preventif lebih mengedepankan aspek pencegahan atau sebagai early warning system. Upaya yang bersifat preventif, dilakukan melalui kegiatan konsultasi terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi lembaga, monitoring dan 2 B A B I
evaluasi atas efektivitas suatu kebijakan dan program, mendorong implementasi system penendalian intern dan manajemen risiko, reviu laporan keuangan sebelum disampaikan ke BPK serta aktivitas lain berdasarkan kebutuhan lembaga. Memperhatikan hal tersebut di atas, maka untuk dapat meningkatkan kinerja Inspektorat dalam peranannya sebagai pengawas sangat diperlukan adanya kompetensi SDM, baik hard competence (penguasaan teknik audit, pemahaman system dan prosedur, pemahaman akuntansi dan keterampilan menggunakan computer) maupun soft competence (integritas, disiplin, motivasi dan tanggung jawab) dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Inspektorat yang dalam hal ini sebagai pengawas intern pada Lembaga Administrasi Negara. Hal ini juga sejalan dengan paradigm baru sebuah unit pengawas intern, di mana pengawas intern lebih berperan sebagai consultant dan quality assurance, bukan sebagai watchdog. Pengawas intern hadir untuk menjaga agar proses pembangunan nasional berjalan sebagaimana mestinya. Dengan gambaran tersebut di atas, dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, Inspektorat masih menemui beberapa permasalahan, terutama yang berhubungan dengan kompetensi auditor, yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Kemampuan seluruh komponen di Inspektorat dalam menghasilkan output individual. 3 B A B I
Untuk menghasilkan pengawasan yang efektif dan berkualitas dibutuhkan pula kemampuan SDM yang memiliki kompetensi yang kuat di bidang terkait dengan tugas pokok dan fungsi LAN (kajian, kediklatan dan kesekretariatan). SDM Inspektorat belum sepenuhnya memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk menciptakan pengawasan internal yang professional. Hal ini disebabkan pembinaan SDM yang tidak mendukung profesionalisme sebagai aparat pengawasan intern, antara lain terlihat dari kurangnya minat pelatihan dan pendidikan professional di bidang pengawasan dan berkesinambungan, karena jaminan kedudukan dan pengembangan karier auditor kurang diperhatikan. Sebagai gambaran, jumlah pegawai Inspektorat adalah 10 (sepuluh) orang yang terdiri dari 1 (satu) auditor, 1 (satu) pejabat Eselon II dan eselon IV, 3 (tiga) orang staf yang telah mengikuti berbagai diklat dalam bidang pengawasan dan 4 (empat) orang belum mengikuti diklat dalam bidang pengawasan (baru bergabung pada unit Inspektorat). Apabila dibandingkan dengan jumlah satker/auditee yang menjadi objek pengawasan dan pemeriksaan sebanyak 13 satker, masih kurang memadai. Berdasarkan data tersebut di atas maka akan tampak bahwa dari seluruh staf tersebut ada beberapa bagian yang belum sesuai antara kemampuan/kompetensi dengan tugas yang diembannya, atau dengan kata lain kuantitas dan kualitas belum terpenuhi, sehingga ada dampak yang ditimbulkan, misalnya terjadi ketimpangan dalam mencapai tujuan dan pencapaian kinerja Inspektorat. Bagaimana mungkin unit kerja 4 B A B I
Inspektorat dapat bekerja secara optimal di tengah keterbatasan dukungan SDM yang memadai. 2. Struktur organisasi Inspektorat tidak didukung dengan struktur eselon di bawahnya (eselon III), tetapi langsung eselon IV dan staf serta jabatan fungsional auditor. Posisi kelembagaan Inspektorat yang merupakan bagian dari organisasi lembaga yang menjadi obyek pengawasannya masih belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Kenyataan bahwa Inspektorat belum dapat melaksanakan pengawasan secara maksimal dalam mengevaluasi obyek pengawasannya. Sebagai gambaran struktur organisasi yang ada terdiri dari : Tabel 1.1 Struktur Organisasi No. Jabatan Kualifikasi Pendidikan Jumlah 1. Inspektur S2 1 2. Kasubag Tata Usaha S.mhk 1 3. Auditor S1 1 4. Staf SLTA dan S1 7 Sumber : Data kepegawaian Ket 3 orang telah mengikuti diklat pengawasan yang diselenggarakan oleh BPKP 3. Kualitas hasil pengawasan belum maksimal menghasilkan rekomendasi yang baik dan memadai untuk perbaikan pelaksanaan program/kegiatan, sehingga pada masa yang akan datang tidak terulang kembali dan untuk ditindaklanjuti sebagai upaya perbaikan manajemen. Dalam memberikan rekomendasi perbaikan, Inspektorat harus melihat perubahan lingkungan 5 B A B I
organisasi dan kemungkinan imbasnya, sehingga rekomendasi yang diberikan akan memberikan nilai tambah bagi lembaga. Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi pada unit Inspektorat adalah masih kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Dengan jumlah pegawai yang hanya 10 orang, termasuk pejabat eselon II dan IV, auditor hanya 1 orang, dan staf lain yang difungsikan sebagai auditor (non funsional auditor) dan sudah mengikuti diklat Jabatan Fungsional Auditor (JFA) adalah 3 orang, pegawai yang masih relative baru ditempatkan di unit ini, serta jumlah auditee (satker yang diaudit) berjumlah 13 satker (6 satker di daerah dan 7 satker di pusat), jumlah ini masih kurang memadai. Kurangnya minat pegawai untuk menjadi tenaga fungsional auditor disebabkan sulitnya angka kredit yang dikumpulkan untuk kenaikan jabatan/pangkat dan sedikitnya tunjangan yang diterima, sedangkan mempunyai beban dan tanggung jawab yang sangat besar. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh auditor yang merupakan penilaian prestasi kerja sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan, kenaikan jabatan dan/atau pangkat. Kesulitan pencapaian angka kredit disebabkan objek pemeriksaan (auditee/satker) yang sedikit, dibandingkan dengan Kementerian Keuangan dan BPKP yang mempunyai lingkup pemeriksaan yang cukup luas. 6 B A B I
Untuk mengatasi masalah ini, Pimpinan lembaga telah mengajukan permohonan bantuan tenaga auditor dari pihak eksternal yaitu BPKP sebanyak 5 orang untuk mendukung tugas dan fungsi Inspektorat dalam melaksanakan pengawasan intern, namun sampai saat ini belum terlihat realisasinya, karena perbedaan jumlah penghasilan (gaji) yang diterima pegawai BPKP dengan LAN. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk mengkaji penelitian tentang pengaruh kompetensi auditor terhadap kualitas audit internal pada Lembaga Administrasi Negara. Tugas pokok dan fungsi unit Inspektorat yang cukup berat, yaitu memberikan pengawasan dan pemeriksaan serta pembinaan terhadap 13 satker yang ada, karena tidak seimbang dengan jumlah pegawai yang berada di unitnya. Penulis ingin melihat apakah dengan jumlah pegawai yang hanya berjumlah 10 orang ini dan dengan kompetensi di bidang audit yang masih relatif kurang, dapat menghasilkan kualitas audit yang maksimal dan apakah kompetensi yang diproksikan ke dalam pengetahuan, pengalaman dan kompleksitas tugas yang dimiliki dapat mempengaruhi kualitas audit yang dihasilkan. B. Perumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 7 B A B I
1. Apakah pengetahuan auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit internal? 2. Apakah pengalaman auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit internal? 3. Apakah kompleksitas auditor berpengaruh positif terhadap audit internal? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh kompetensi auditor terhadap kualitas audit internal. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk dapat digunakan sebagai masukan bagi pimpinan Lembaga Administrasi Negara pada khususnya dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas kerjanya. 2. Sebagai bahan evaluasi bagi para auditor sehingga dapat meningkatkan kualitas auditnya. 3. Untuk dapat dijadikan motivasi bagi peneliti dalam memilih jabatan fungsional Auditor di lingkungan tempat kerjanya, dan 4. Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi Ilmu Pengetahuan untuk dapat meningkatkan tunjangan profesi auditor dan memudahkan proses kenaikan pangkat bagi fungsional auditor sehingga akan semakin bertambah pegawai yang ingin menjadi auditor internal khususnya bagi instansi yang hanya memiliki satuan kerja (satker) yang sangat kecil. 8 B A B I