I. PENDAHULUAN. seharusnya tidak perlu dipermasalahkan, karena persatuan nasional telah terikat

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

I. PENDAHULUAN. Bentrokan massa kembali terjadi di Kabupaten Lampung Selatan antara Desa

I. PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

VI. SIMPULAN DAN SARAN. Kecamatan Way Panji yang terletak di Kabupaten Lampung Selatan maka dapat

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

I. PENDAHULUAN. bermacam-macam pula kebudayaan,adat istiadat, ciri-ciri, kehendak, kebiasaan, bahasa, dan kepercayaan di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Konflik timbul karena adanya kesenjangan fakta dan realita dalam masyarakat. Latar

FAKTOR PENYEBAB, DAMPAK DAN STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK ANTAR WARGA DI KECAMATAN WAY PANJI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN. Oleh

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. terutama pada agama dan suku. Di Indonesia mempunyai enam agama yang. buku Bunyamin Molan (2015:29) adalah sebagai berikut:

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. antara dua kelompok yang masing-masing memiliki nilai-nilai yang telah

TERKIKISNYA PERSATUAN

SURAT EDARAN Nomor: SE/ 06 / X /2015. tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BAB I PENDAHULUAN. hal budaya maupun dalam sistem kepercayaan. Hal ini dibuktikan dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data yang ada penduduk Kabupaten Lampung Selatan secara garis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

C. Partisipasi Kewarganegaraan sebagai Pencerminan Komitmen terhadap Keutuhan Nasional

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim

METODE PENELITIAN. Creswell dalam Herdiansyah, (2010 :8) menyatakan bahwa penelitian kualitatif

I. PENDAHULUAN. Anarkis merupakan sebuah sistem sosialis tanpa pemerintahan, anarkis dimulai di

I. PENDAHULUAN. Persoalaan konflik termasuk masalah yang menyangkut kepentingan publik

BAB I PENDAHULUAN. berjalan lancar jika didukung oleh adanya kondisi yang aman dan tenteraman. Salah satu hal

Oleh: DEPUTI VI/KESBANG KEMENKO POLHUKAM RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KAB/KOTA SE INDONESIA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

I. PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial dalam suatu masyarakat pada dasarnya

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk konfliktis (homo conflictus), yaitu makhluk yang

DIMANA BUMI DIPIJAK DISITU LANGIT DIJUNJUNG

B. Arti Penting Persatuan dan Kesatuan Indonesia

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB IV DAMPAK DARI KONFLIK DAYAK DAN MADURA DI SAMALANTAN. hubungan yang pada awalnya baik-baik saja akan menjadi tidak baik, hal

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Kata tawuran

BAB III SIKAP PEMERINTAH TERHADAP KONFLIK DI SAMALANTAN. melampiaskan kemarahannya, dengan sasaran utama orang Madura karena

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

: PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

INDONESIA. Disusun Oleh : Mardhiana Setyaningrum Kelas D PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sudah setengah abad lebih Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia yang merupakan bangsa yang multi

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

C. Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

Azmi Gumay-Lukas S. Ispandriarno

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam keluarga maupun di lingkungan sekitar. Tujuannya untuk memenuhi

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.

LETAK ADMINISTRATIB LAMONGAN

SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) II 2016

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Adicita itu pulalah yang merupakan dorongan para pemuda Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. budaya lain merupakan bagian kebesaran sebuah bangsa. Nilai-nilai keluhuran

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam etnis,

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

Pergaulan Mahasiswa dan Kehidupan Sosial dalam Menerapkan Sila Persatuan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah Bangsa demokrasi

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. bersumber dari wawancara dengan beberapa warga dan tokoh adat di Lampung

13MKCU. PENDIDIKAN PANCASILA Makna dan aktualisasi sila Persatuan Indonesia dalam kehidupan bernegara. Drs. Sugeng Baskoro,M.M. Modul ke: Fakultas

I. PENDAHULUAN. mempunyai cara-cara hidup atau kebudayaan ada di dalamnya. Hal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin

INDIKATOR BIDANG KEAMANAN DAN KETERTIBAN

Selamat Datang di Seminar Usul Dedi Kurniawan

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut

KEBIJAKAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN ISU KEBEBASAN BERAGAMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu instansi atau organisasi Pemerintah Kota. (Kesbangpol dan Linmas) Kota Tanjungbalai memiliki tugas melaksanakan

Untuk turut menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia diperlukan sikapsikap:

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas, masyarakatnya terdiri beranekaragam suku, agama, budaya, ras. Namun keberaneka ragaman ini seharusnya tidak perlu dipermasalahkan, karena persatuan nasional telah terikat dalam satu ikatan NKRI. Sebagaimana slogan lambang Negara Indonesia Bhineka Tunggal Ika yang artinya walaupun berbeda-beda tetaplah satu jua. Berdasarkan slogan ini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya dalam diri setiap warga negara telah mengakui keberaneka ragaman dan perbedaan ini, di samping warga negaranya pun telah mengikrarkan diri untuk menjadi satu kesatuan. Artinya dari kesadaran yang tinggi akan rasa memiliki dan mengakui bahwa, warga negara Indonesia yang beraneka ragam itu adalah satu bangsa. Sebagaimana seorang pujangga yang bernama Ernest Renan berkata Bangsa itu adalah satu jiwa bahwa suatu bangsa dapat tercipta karena adanya keinsyafan tentang kesamaan rasa senasib, satu riwayat tertentu dan adanya kebulatan kemauan yang sama untuk bersatu.

2 Sehingga seharusnya segala keberanekaman suku, agama, ras, antar golongan pun dapat lebur ketika kita telah berpedoman pada landasan dasar Negara kita tercinta ini. Keadaan sejahtera, aman, tentram dan damai adalah idaman setiap warga Negara. Harapan banyak yang digantungkan oleh masyarakat kepada aparat penegak hukum dan para pemimpin yang ada di negeri ini sangatlah dinatikan akan kebijakan yang memihak kepada rakyat, sehingga untuk menciptakan dan mewujudkan perdamaian dunia yang merupakan tujuan dari pembukaan UUD 1945 bukanlah impian belaka, namun benar-benar bisa terealisasikan, karena bagaimanapun tujuan untuk senantiasa dalam perdamaian. Akan tetapi dengan keadaan warga negara yang multikultural selalu ada masalah, seperti konflik dan kerusuhan. Dibalik kekokohan negara Indonesia dengan ketegaranya dalam menghadapi masalah, konflik dan kerusuhan itu akan tetap ada, karena tidak sedikit perbedaan akan menjadi sebuah celah timbulnya konflik laten yang bisa menyebabkan rasa kesatuan ini akan luntur sedikit demi sedikit yang kemudian akan menumpuk menjadi besar, sehingga bisa membawa kehancuran bagi bangsa ini, apabila pihak pemerintah tidak mampu bertanggung jawab dalam menciptakan ketentraman negara sebagaimana yang diharapkan. Konflik laten merupakan pertikaian antara kedua belah pihak atau lebih yang tersembunyi, sehingga sulit untuk diditeksi akan perkembangan konflik itu, akibatnya ketika konflik ini memuncak menjadi konflik manifes maka sulit untuk ditanggulanginya.

3 K.J. Veeger (1993:211) dalam karyanya mengungkapkan bahwa keadaan yang dalam penampakanya satu dan tertib teratur, sebenarnya dihasilkan oleh strukturstruktur kuasa yang menutupi dan menyembunyikan keterbagian dan perpecahan yang ada dibawah permukaanya. Apa yang disangka keseimbangan sistem sosial akibat mekanisme-mekanisme fungsional mulai dilucuti kedoknya dan ditelanjangi menjadi tidak lain dari manipulasi pihak yang sedang berkuasa. Apa yang tadinya disebut kestabilan masyarakat ( keadaan mantab) ternyata mengandung mesiu yang sewaktu-waktu bisa meledak dan menggoyahkan semua. Konflik laten yang tidak segera terselesaikan secara tepat, perlahan akan mejadi konflik manifes, yang dampaknya bisa berbahaya bukan bagi pemillik konflik saja namun juga bagi subyek lain diluar subyek yang sedang berkonflik. Contoh nyatannya adalah konflik antar warga di Lampung Selatan. Antara warga Balinuraga dan Agom. Dampaknya dapat meluas hingga mengenai warga lain, dimana warga lain tersebut tidak mengetahui konflik ini pun turut menerima dampaknya. Perpecahan adalah titik awal dimana konflik itu dimulai. Konflik ini bisa timbul akibat dari konflik laten yang memuncak, sehingga keluar menjadi konflik manifes yang berbahaya. Ketika konflik itu timbul maka akan melibatkan banyak orang dan terjadilah kerusuhan. Kerusuhan itu sendiri adalah suatu keadaan yang kacau, ribut, gaduh, dan huruhara. Kerusuhan merujuk pada aksi kolektif yang spontan, tidak terorganisasi, tidak bertujuan, dan biasanya melibatkan penggunaan kekerasan atau lebih tepatnya anarkis, baik untuk menghancurkan, menjarah barang, atau menyerang orang lain. Aksi kolektif merupakan sebuah bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh segerombolan orang ( mob) dan kumpulan banyak orang ( crowd). Selo Soemardjan (1999:11) Kerusuhan sosial terutama yang bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) bukanlah hal yang baru dalam sejarah Indonesia, baik sebelum maupun sesudah proklamasi kemerdekaan kerusuhan ini sering terjadi.

4 Tindakan kerusuhan seperti aksi pembakaran sejumlah bangunan toko dan tempattempat peribadatan sebagai gerakan sosial yang melibatkan banyak massa sudah sering terjadi, hal ini dilakukan oleh masa dikarenakan banyak faktor yang diantaranya: adanya rasa ketidakpuasan akan menerima kenyataan dan keadaan yang ada pada diri dari personil tersebut, adanya rasa kecemburuan sosial yang begitu timpang, permasalahan pribadi yang dibesar besarkan, adanya luka lama yang terpendam (dendam), permasalahan harga diri, politik, ekonomi, budaya dan banyak lagi celah yang menjadi titik mula sebuah konflik itu timbul. Menurut penjelasan Robin; Walton dan Duton (dalam Wijono 2012) menjelaskan tentang sumber konflik antarpribadi/kelompok melalui kondisi-kondisi pemula (antecedent conditions) yang meliputi: a) Persaingan terhadap sumber-sumber (competition resources) b) Ketergantungan terhadap tugas (task interdependence) c) Kekaburan deskripsi tugas (jurisdictional ambiguity) d) Masalah status (status problem) e) Rintangan komunikasi (communication barriers) f) Sifat-sifat individu (individual traits) Sedangkan menurut Franz Magnis-Suseno (2003:121) yang melatarbelakangi konflik itu timbul adalah: a) Modernisasi dan globalisasi b) Akumulasi kebencian dalam masyarakat c) Budaya kekerasan d) Sistem politik Pada dasarnya tidak ada sebuah permasalahan yang tidak bisa diselesaikan dan tidak akan ada sebuah pertikaian yang melibatkan masa apabila salah satu kelompok masa tersebut tidak merasakan sebuah tekanan yang begitu berat.

5 Dimana mereka memandang kelompok lain sebagai kelompok beruntung yang kemudian menurut kelompok tersebut adalah sebagai musuh, akibatnya untuk meluapkan tekanan itu adalah pemberontakan berupa kekerasan yang dilakukan secara masa. Sebagaimana yang diungkapkan Suseno di atas, adanya faktor akumulasi kebencian yang menyebabkan adanya pemberontakan dalam pribadi/kelompok tersebut, karena rasa tertindas dan selalu direndahkan oleh pribadi/kelompok lain dan kemudian adanya rasa benci serta ingin membuktikan akan kekuatan yang ada dalam diri tersebut maka terjadilah pemberontakan yang diungkapkan melalui kerusuhan itu. Sebuah kejadian yang tentunya masih jelas tergambar didalam ingatan sebagian besar warga adalah, tragedi kerusuhan antar warga di Sidomulyo Lampung Selatan diawal tahun 2012 yang lalu. Dalam kasus kerusuhan ini pemicunya hanyalah permasalahan parkir yang sebenarnya hal tersebut tidak perlu dibesarkan dan cukup diselesaikan dengan musyawarah ataupun perdamaian ditempat. Namun fakta yang ada adalah, dari permasalahan tersebut dapat memicu kerusuhan yang sangat besar dan hebat, sehingga dampaknya sangatlah berpengaruh terhadap ketentraman dalam berkehidupan bagi warga yang memiliki kesamaan etnis ditempat lain yang juga hidup secara berdampingan. Dari contoh kasus di atas, sebuah fenomena menarik untuk di teliti dan pahami, karena hanya dipicu dengan masalah yang ringan saja bisa menyebabkan sebuah kerusuhan yang begitu besar.

6 Dengan adanya kasus ini sungguh dipertanyakan akan keberadaan aparat penegak hokum, tokoh-tokoh adat dan peran pemerintah dalam menanggulangi konflik kerusuhan yang dilakuykan secara masa ini. Seperti yang dikutip dalam mediamasa Rakyat Merdeka Online (http://www.rmol.co), Aboebakar mengingatkan bahwa seharusnya konflik seperti ini bisa diantisipasi dan diatasi dengan UU No 17/2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Sehingga insiden Lampung tidak perlu terjadi atau bahkan berulang. Sayang memang, sampai saat ini pemerintah belum mengeluarkan PP dari UU tersebut, padahal itu sangat dibutuhkan. Penyusunan PP tersebut, seharusnya diprioritaskan, karena banyak konflik yang terjadi di berbagai daerah. Dengan adanya PP berarti UU tersebut dapat dilaksanakan, pemerintah pusat ataupun daerah dapat mengeksekusinya dengan baik. Termasuk mekanisme komunikasi dan koordinasi dengan polri akan bisa terselenggara dengan baik. Dari kutipan di atas menggambarkan betapa santainya dan kurangnya kesensitifan pemerintah dalam menanggapi masalah rakyatnya, sehingga permasalahan kecil yang terjadi dikalangan masyarakat bawah ini bisa berubah menjadi besar. Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo dalam http://www.bisnis.com/articles juga mengungkapkan bentrok antarwarga di Lampung Selatan bermula dari masalah sepele, yaitu adanya gangguan terhadap remaja putri. Kasus ini kemudian meluas menjadi bentrokan antarwarga. Sejumlah korban tewas, dan luka serta beberapa rumah dibakar. Timur mengatakan kasus kerusuhan yang bermula dari masalah sepele ini sudah berulang kali terjadi di daerah lain. Menurutnya, upaya pencegahan lebih utama. Kapolri meminta tokoh-tokoh masyarakat Lampung, ulama setempat, dan pemerintah daerah, bisa ikut meredam bentrok antarwarga seperti itu. "Ini sudah terjadi berkali-kali. Artinya kita harus lebih keras lagi, terutama dalam membina dan mengelola wilayah itu. Peran masyarakat, tokoh, ulama, dan pemda harus bersinergi lagi." Berdasarkan ungkapan Kapolri di atas, telah disadari bahwa kerusuhan yang bermula dari masalah sepele ini sudah berulang kali terjadi di Negara kita tercinta ini, artinya semakin kesini semakin sensitif warga Indonesia ini terhadap permasalahan yang ada.

7 Sebagaimana yang diungkapkan Suseno (2003:121) ada empat hal yang melatarbellakangi konflik itu timbul diantaranya: Modernisasi dan globalisasi, akumulasi kebencian dalam masyarakat, budaya kekerasan, dan sistem politik. Dari pernyataan yang diungkapkan Suseno tersebut, maka kita dapat diketahui bahwa keempat faktor itulah yang kemudian menjadikan kesensitifan warga semakin tipis, modernisasi dan globalisasi, akumulasi kebencian dalam masyarakat, budaya kekerasan, dan sistem politik merupakan celah kecil yang bisa menyebabkan sebuah konflik sosial berupa kerusuhan itu terjadi. Bukan hanya faktor dari masyarakat saja yang bisa memicu konflik, namun faktor dari aparatpun turut menyumbang betapa semakin sempitnya gesekan itu terjadi. Menurut penjelasan Robin (dalam Wijono 2012) menjelaskan tentang suber konflik yang meliputi: a) Persaingan terhadap sumber-sumber (competition resources) b) Ketergantungan terhadap tugas (task interdependence) c) Kekaburan deskripsi tugas (jurisdictional ambiguity) d) Masalah status (status problem) e) Rintangan komunikasi (communication barriers) f) Sifat-sifat individu (individual traits) Dalam penjelasan di atas disebutkan ketergantungan terhadap tugas, kekaburan deskripsi tugas, masalah status, rintangan komunikasi, sifat-sifat individu yang melekat pada aparat pemerintah maupun penegak hukum, juga menjadikan celah bagi masyarakat untuk berkonflik. Tindakan aparat yang hanya bertugas sesuai perintah, atau kekaburan deskripsi tugas yang diterima juga rintangan komunikasi yang menyebabkan salah dalam menerima informasi (miscomunication).

8 Sifat-sifat individu para aparat penegak hukum dan pemerintah yang terlalu mementingkan individunya, mengakibatkan tugas utama untuk mencitakan ketentaman, kesejahteraan dan keamanan menjadi terkesampingkan. Seharusnya konflik antar warga di Lampung Selatan tidak akan terjadi, apabila aparat yang ada cepat dan tanggap dalam menanggapi permasalahan warganya, baik itu masalah kecil ataupun bahkan masalah besar, sehingga dampak konflik secara masa ini tidak terjadi dan permasalahan bisa diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat tentunya dengan bantuan aparat dan pemerintah sebagai mediasinya. Namun tindakan aparat yang sedikit terlambat dalam menangulangi konflik ini yang kemudian disusul oleh pembuatan perjanjian damai yang terlalu dini dideklarasikan, sehingga perjanjian yang dilakukan oleh para tokoh dari masingmasing belah pihak dan difasilitasi oleh pemerintah itu hanyalah semu. Karena faktanya perjanjian itu tidaklah menyentuh kepada masyarakat lapisan bawah, dimana merekalah yang mamahami atas permasalahan yang terjadi dibelakang konflik tersebut, sehingga perjanjian damai itu hanyalah sebuah formalitas sebagai kedok bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menutupi konflik yang pernah ada. Akibatnya konflik antar warga di Lampung Selatan tidak berakir begitu saja, namun pada bulan Oktober ditahun yang sama terulang kembali kerusuhan yang juga melibatkan banyak masa antar warga dengan sumber masalah yang juga sangatlah ringan.

9 Diduga adanya perhatian yang berlebihan terhadap sekelompok warga yang ada di Lampung Selatan dan di samping kemungkinan adanya kepentingan politik pemerintah daerah, yang menyebabkan adanya konflik susulan ini dan mendorong timbulnya konflik laten lanjutan di daerah ini. Kerusuhan yang terjadi di Lampung Selatan pada bulan Oktober 2012 lalu ternyata lebih anarkis dan parah dibandingkan akan kerusuhan yang terjadi pada awal tahun 2012. Pada kerusuhan yang kedua ini lebih banyak meniimbulkan korban, bukan hanya korban berupa kerusakan akan fasilitas umum dan perumahan saja, namun juga timbul korban jiwa. Seperti diungkapkan oleh media masa, dalam kasus ini pertikaian hanya disebabkan oleh permasalahan antar pemuda dan pemudi dari desa Agom yang terjatuh dari kendaraan bermotor pada Sabtu sore (27/10), tetapi tidak mendapatkan pertolongan yang baik dari pemuda Bali nuraga, namun yang terjadi adalah prilaku pelecehan. Ada upaya damai dari pelaku kepada korban dan juga keluarga korban, namun karena keadaan kampung yang pada umumnya memiliki rasa tenggang rasa antar warga sangat kuat, sehingga bayak warga yang masih tidak terima akan perminta maafan pelaku, sehingga secara bersama-sama warga dari desa Agom mendatangi kampung Bali Nuraga pada Minggu dini hari (28/10) untuk menuntut pertanggung jawaban dari pelaku tersebut. Ternyata ketika warga Agom mendatangi kampung Bali Nuraga, mereka sudah siap dengan sejumlah tombak yang langsung dihujamkan ke arah kelompok warga Agom tersebut, akibatnya ayunan tombak ini menewaskan tiga warga dari Desa Agom dan satu orang sekarat.

10 Posisi berbalik ketika warga Agom mempersiapkan penyerangan balik di hari berikutnya (Senin:29/10). Tindakan balas dendam ini dilakukan untuk membalas kematian saudara mereka yang meninggal pada penyerangan pertama. Keadaan yang semakin kacau dan tidak terkendali, yang menyebabkan prilaku anarkis warga semakin menjadi-jadi. Kerusakan fasilitas umum, pembakaran rumah hingga pembunuhan secara brutal sehingga menimbulkan korban nyawa. Menurut info dari media masa yang ada, korban berjatuhan pada penyerangan ini adalah dari dari kampung Balinuraga berjumlah 9 orang. Untuk mengurangi korban berjatuhan berikutnya dan menanggulangin konflik yang berkepanjangan, maka digelarlah perjanjian perdamaian yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Lampung yang dilaksanakan di Balai Keratun Bandar Lampung. Dalam perjanjian ini pihak-pihak yang terlibat adalah dari tokoh adat Bali dan dari tokoh adat Lampung. Adapun isi perjanjian damai antara kedua belah pihak yang dilaksanakan pada Minggu malam (4/11) adalah sebagai berikut: 1. Kedua belah pihak sepakat menjaga keamanan, ketertiban, kerukunan, keharmonisan, kebersamaan, dan perdamaian antarsuku di Lampung Selatan; 2. Sepakat tidak mengulangi tindakan-tindakan anarkisme yang mengatasnamakan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA); 3. Perselisihan atau pertikaian dan perkelahian yang disebabkan permasasalah pribadi, kelompok, atau golongan agar diselesaikan secara langsung oleh orang tua, ketua kelompok, atau pimpinan golongan; 4. Apabila proses itu tidak berjalan semestinya, akan diselesaikan secara musyawarah, mufakat, dan kekeluargaan oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, serta aparat pemerintahan desa setempat; 5. Jika langkah itu tidak selesai, diserahkan ke pihak berwajib untuk diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

11 6. Kedua belah pihak bersedia melakukan pembinaan apabila ditemukan warga yang melakukan tindakan yang berpotensi menimbulkan permusuhan dan kerusuhan, dengan ancaman sanksi dikeluarkan dari wilayah Kabupaten Lampung Selatan; 7. Sanksi pengusiran juga berlaku bagi suku Lampung dan seluruh suku di wilayah Kabupaten Lampung Selatan; 8. Kedua belah pihak berjanji tidak akan menuntut dan melakukan tindakan hukum atas akibat bentrokan 27-29 Oktober 2012. Aparat kepolisian menghentikan seluruh proses hukum terkait dengan bentrokan itu; 9. Warga suku Bali, khususnya yang berada di Desa Balinuraga, Kecamatan Way Panji, harus mampu hidup bersosialisasi dan hidup berdampingan dengan seluruh suku yang ada di Kabupaten Lampung Selatan, terutama dengan masyarakat yang ada di perbatasan dengan Desa Balinuraga; 10. Kedua belah pihak berkewajiban mensosialisasikan isi perjanjian perdamaian ke lingkungan masing-masing. (sumber : http://lampung.tribunnews.com/2012/11/04/inilah-10- kesepakatan-perdamaian-konflik-lamsel). Dalam perjanjian di atas diduga pihak yg terlibat dalam perjanjian tersebut dianggap tidak mewakili warga masyarakat Lampung Selatan, hal ini dikarenakan adanya kejanggalan-kejanggalan dari deklarasi perjanjian damai tersebut, diantaranya: pertama, perjanjian damai ini dilaksanakan di Bandar Lampung, padahal tempat dan pihak yang berkonflik adalah warga Lampung Selatan; kedua, pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian perdamaian ini bukan tokoh-tokoh masyarakat yang mewakili daerah Lampung Selatan yang sedang berkonflik, ketiga, waktu perjanjian damai yang terbilang terlalu dini diduga adanya kepentingan politik yang terselip dari perjanjian ini. Perjanjian semacam itu akan sulit untuk dapat menyelesaikan masalah, karena sarat dengan muatan politik, sepihak, dan tidak didasarkan pada hasil kesepakatan musyawarah adat Lampung Selatan. Akibatnya meskipun telah ada perjanjian damai di Bandar Lampung tetapi sesungguhnya masih terjadi konflik di Lampung Selatan.karena perdamaian yang dibuat belum menyentuh akar permasalahnya.

12 Menurut beberapa media masa yang ada, pada rabu (21/11) telah digelar deklarasi damai antar kedua belah pihak, tindakan ini dianggap tidak signifikan, terlalu dini dan memaksakan kehendak, seakan-akan konflik yang ada dianggap selesai yang pada kenyataanya hingga saat ini (26/11) belum ada kejelasan akan perdamaian konflik ini. Di samping itu, pada kenyataanya deklarasi ini banyak menuai kritik dan penolakan dari masyarakat serta respon negatif tokoh-tokoh adat yang berada di tempat konflik, karena deklarasil ini disamakan dengan sosialisasi, karena masyarakat dan tokoh-tokoh adat yang lain merasa tidak terlibat dalam musyawarah pembentukan perjanjian damai ini. Jika pemerintah yang ada beserta jajaranya menganggap konflik Lampung Selatan ini telah selesai dan telah mencapai puncak damai, namun dipihak masyarakat yang berkonflik tetap menganggap belum terjadi perdamaian, karena perjanjian damai tersebut sesungguhnya dilakukan secara sepihak dan belum menyentuh akar permasalahanya. Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk meneliti kasus konflik antar warga di kecamatan Way Panji kabupaten Lampung Selatan dengan judul skripsi Faktor Penyebab dan Dampak Konflik Antar Warga di Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan.

13 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana kronologis terjadinya konflik antar warga di Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan? 2. Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya konflik antar warga di Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan? 3. Apa sajakah dampak yang timbul dari konflik antar warga di Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan? 4. Strategi apakah yang tepat untuk menyelesaikian konflik antar warga di Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kronologis terjadinya konflik antar warga di Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan. 2. Mengetahui Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik antar warga di Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan. 3. Mengetahui dampak yang diakibatkan dari konflik antar warga yang terjadi di Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan. 4. Menemukan strategi yang tepat untuk menyelesaikan konflik antar warga di Kecamatan Way Panji, Lampung Selatan.

14 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah: a. Sebagai bahan referensi bagi masyarakat umum, khususnya masyarakat Lampung, dalam mengetahui sejarah Indonesia kontemporer terutama ketika Indonesia memasuki babak baru dalam transisi kekuasaan. b. Untuk mengungkap bagaimana sebuah gerakan aksi yang murni untuk menggulingkan sebuah rezim, harus ternodai oleh aksi anarkisme massa yang sengaja dimanfaatkan untuk memperburuk kondisi dalam negeri. c. Sebagai pengetahuan bagi akademisi khususnya dan disiplin ilmu sosial lainnya dalam mengetahui kerusuhan yang terjadi. 1.4.2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai cerminan bagi aparatur negara dalam rangka menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan isi pembukaan UUD 1945 yakni bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Manfaat bagi masyarakat adalah sebagai acuan untuk menciptakan sebuah kehidupan bersama yang selaras, seimbang, aman, tentram dan damai.