BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dari 189 negara yang menyepakati

Filosofi. Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat. UKM_Maret

BAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehamilan, persalinan, dan menyusukan anak merupakan proses alamiah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan di bidang kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurunnya AKI dari 334

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kata kunci : Kebijakan Kesehatan, Jampersal, Angka Kematian Ibu (AKI)

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat terjadinya kehamilan, yang disebabkan oleh kehamilan atau

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilihat dengan upaya meningkatkan usia harapan hidup, menurunkan. untuk berperilaku hidup sehat (Depkes RI, 2009).

BAB I LATAR BELAKANG. nifas, bayi baru lahir, dan kontrasepsi (Manuaba, 2014; h.28).

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan tantangan yang lebih sulit dicapai dibandingkan dengan target Millenium

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Program

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sinergis dan terpadu untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB di

BAB I PENDAHULUAN. minggu pertama kehidupan dan 529 ribu ibu meninggal karena penyebab yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kandungan, saat kelahiran dan masa balita (dibawah usia lima tahun).

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu upaya pelayanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Sistem Kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan, ketanggapan, dan keadilan dalam pembiayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR 741/MENKES/PER/VII/2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN/KOTA

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan bidang kesehatan merupakan bagian terpenting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi baru lahir merupakan proses fisiologis, namun dalam prosesnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kematian ibu (AKI) mengacu pada jumlah wanita yang meninggal

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dekade berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat cukup signifikan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) sangat tinggi di dunia, tercatat 800 perempuan meninggal setiap hari akibat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen

POLICY UPDATE WIKO SAPUTRA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa jumlah kematian. ibu di 172 negara di seluruh dunia sebesar 358.

HASIL ANALISIS APBD PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Millennium Development Goals (MDGs) kelima, berjalan. 200 selama dekade terakhir, meskipun telah dilakukan upaya-upaya

BAB I PENDAHULUAN. unsur penentu status kesehatan (Saifuddin, 2013). Keadaan fisiologis bisa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm. (Manuaba, 2010)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. dimulai sejak tahun Desa atau kelurahan siaga aktif adalah desa atau kelurahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyukseskan program kabinet SBY jilid 2, khususnya dalam hal ini

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

BAB I PENDAHULUAN. Tersusunnya laporan penerapan dan pencapaian SPM Tahun 2015 Bidang Kesehatan Kabupaten Klungkung.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan Amerika Latin dan Karibia 85/ KH, Amerika Utara 23/ KH

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), dalam

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Dimana MDGs adalah. Millenium Summit NewYork, September 2000 (DKK Padang, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi. berkembang yaitu sebesar 99 persen (Wiknjosastro, 2002 hlm 23).

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 36 TAHUN 2012 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN BELITUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu bersalin (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)

EVALUASI PERSIAPAN PUSKESMAS PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI DASAR (PONED) DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2012

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH DINAS KESEHATAN Jalan Jend.Sudirman No.24 Telp SUNGAI PENUH Kode Pos : 37112

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab tingginya angka kematian ibu terutama disebabkan karena faktor

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

BAB 1 PENDAHULUAN Di bawah MDGs, negara-negara berkomitmen untuk mengurangi angka

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM). Dalam Undang-Undang Nomor

! 1! BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah di atas batas normal, hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian ibu di dunia pada tahun 2000 disebabkan kehamilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat disuatu negara dapat dinilai dengan beberapa

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DANA JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2012

RENCANA AKSI KINERJA DAERAH (RAD) DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Target ,10 per 1000 KH

BAB 1 PENDAHULUAN. Konferensi Nairobi tentang Safe Motherhood tahun Indonesia ikut

BAB I PENDAHULUAN. dibeberapa negara di dunia mencerminkan ketidakadilan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah Indonesia selalu mengupayakan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencapai komitmen internasional, yang dituangkan dalam Millennium

BUPATI BARITO UTARAA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN DI KABUPATEN BARITO UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. antara delapan tujuan yang dituangkan dalam Millennium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab

BAB 1 PENDAHULUAN. penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bersalin dan nifas. Namun demikian banyak faktor yang membuat teknologi

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan sistem kesehatan (nasional) adalah meningkatkan dan memelihara status kesehatan penduduk, responsif

KEBIJAKAN KEMENTERIAN KESEHATAN DALAM AKSELERASI PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan proses yang normal dan alamiah pada seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. dalam Millenium Development Goals (MDG) yaitu goal ke-4 dan ke-5. Target

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) yang terintegrasi dalam upaya peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu agenda penting dalam Millenium Development Goals (MDGs) yaitu pada tujuan keempat dan kelima. Program KIA secara nasional merupakan salah satu prioritas program dalam pembangunan kesehatan di Indonesia (Kemenkes RI, 2010). Menurut Kementerian Kesehatan RI (2008), indikator pelaksanaan program KIA dilihat dari Kunjungan Ibu Hamil Kala Keempat (K4), persentase cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan atau bidan, persentase ibu hamil refsiko tinggi yang dirujuk, persentase kunjungan neonatus, persentase kunjungan bayi dan persentase kunjungan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yang ditangani. Hal ini sejalan dengan target-target yang direkomendasikan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan. Program KIA terfokus pada 3 (tiga) pesan kunci Making Pregnancy Safer (MPS) atau Gerakan Nasional Kehamilan yang Aman, antara lain (1) setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, (2) setiap komplikasi obstetri dan neonatal memperoleh pelayanan yang adekuat, dan (3) setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan

komplikasi keguguran (Kemenkes RI, 2010). Keseluruhan pesan tersebut terjabarkan dalam program KIA yang dimaksudkan untuk menurunkan AKI dan bayi baru lahir, dan meningkatkan KIA. Sampai tahun 2013, masalah KIA di Indonesia masih menjadi permasalahan kesehatan dan masih menjadi kontribusi permasalahan kesehatan dalam mencapai target MDGs. Secara terus-menerus Indonesia berkomitmen untuk mencapai tujuan MDGs tersebut di tahun 2015 melalui upaya penurunan AKI dari 359 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB dari 32 menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup, dan kematian balita dari 40 menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Hasil analisis Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan bahwa lebih dari tiga perempat dari semua kematian balita terjadi dalam tahun pertama kehidupan anak dan mayoritas kematian bayi terjadi pada periode neonatus. Menurut data World Health Organization (WHO) 2003, AKB di Indonesia sebagian besar terkait dengan faktor nutrisi yaitu sebesar 53%, beberapa penyakit yang timbul akibat malnutrisi antara lain pneumonia (20%), diare (15%), dan perinatal (23%) (Kemenkes RI, 2013). Berbagai penyebab terjadinya kematian ibu di Indonesia, antara lain penyebab langsung yaitu pendarahan, hipertensi/eklamsia dan infeksi, serta penyebab tidak langsung yaitu terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan darurat. Kematian ibu didominasi 90% pada saat persalinan dan segera setelah persalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia

(24%), infeksi (11%), komplikasi puerperium (8%), abortus (5%), trauma obstetrik (5%), emboli (5%), partus lama/macet (5%), dan lain-lain (11%) termasuk didalamnya penyebab penyakit non obstetrik (Kemenkes RI, 2011c). Kondisi objektif permasalahan kematian ibu, bayi dan balita di Indonesia berimplikasi terhadap pencapaian program KIA secara keseluruhan. Program KIA menjadi salah satu program wajib di tingkat pelayanan dasar di puskesmas serta program utama dalam pelayanan rujukan di tingkat rumah sakit. Otorisasi pelaksanaan program KIA secara umum dilakukan oleh Dinas Kesehatan sebagai organisasi pemerintah yang memiliki kewenangan di bidang kesehatan. Implementasi program KIA akan berjalan dengan baik jika pada level perencanaan benar-benar dilakukan berdasarkan analisa kebutuhan yang objektif dan terukur. Permasalahan yang lazim terjadi terhadap pencapaian program kesehatan pada umumnya adalah adanya disparitas antara perencanaan dengan penganggaran, artinya kuantitas anggaran dialokasikan tidak sesuai dengan kebutuhan anggaran yang efektif untuk implementasi program kesehatan yang telah direncanakan. Permasalahan lain, masih tingginya alokasi anggaran untuk keperluan fisik, dibandingkan pelaksanaan program-program kesehatan berbasis masyarakat seperti program pemberdayaan masyarakat dan program peningkatan KIA. Untuk itu perencanaan yang tepat memegang peranan penting. Menurut Gani (2004), perencanaan yang tepat diperlukan agar tidak terjadi alokasi anggaran yang salah sasaran. Secara umum diketahui bahwa alokasi anggaran bidang kesehatan sesuai Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan adalah 10% dari total anggaran,

dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran tersebut di luar gaji. Namun secara aktual persentase anggaran bidang kesehatan di beberapa daerah di Indonesia masih di bawah 10%. Demikian halnya dengan provinsi Sumatera Utara, sebagian besar masih berkisar antara 5-9%, apalagi alokasi anggaran untuk program-program kesehatan berbasis masyarakat juga masih sangat rendah. Hal ini tentunya berkaitan dengan perencanaan program kesehatan yang dirumuskan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Perencanaan sebagai suatu proses berkesinambungan yang mencakup pengambilan keputusan atau pilihan mengenai bagaimana memanfaatkan sumber daya yang ada semaksimal mungkin guna mencapai tujuan-tujuan tertentu atau kenyataan-kenyataan yang ada dimasa datang. Perencanaan program yang baik seharusnya berbasis bukti/data (evidence based). Pada kenyataanya, perencanaan program kesehatan banyak yang belum dijalankan dengan baik, dan bentuk kegiatan yang direncanakan hanya menyesuaikan atas program dan kegiatan pada tahun sebelumnya (Arsyad, 2002). Proses penyusunan anggaran dimulai dari analisis situasi yang mencakup review kinerja tahun lalu dan analisis situasi dan kebijakan kesehatan. Langkah selanjutnya adalah dilakukan rapat kerja perencanaan tahap pertama, musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) desa/kelurahan, unit-unit di Dinas Kesehatan menyusun perencanaan dan penganggaran terpadu, kemudian dilanjutkan dengan musrenbang kecamatan, rapat kerja perencanaan tahap kedua, dan dilakukan pemaparan dalam forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan dihadiri oleh

unsur Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), selanjutnya dilakukan musrenbang kabupaten. Langkah berikutnya adalah kebijakan umum anggaran dan asistensi anggaran serta keputusan angggaran yang melibatkan Dinas Kesehatan, Bappeda dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Anggaran yang telah disahkan berupa Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD menjadi dasar bagi eksekutif untuk melaksanakan aktivitasnya dalam pemberian pelayanan publik dan acuan bagi legislatif untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan penilaian kinerja eksekutif dalam hal pertanggungjawaban kepala daerah. Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1.1. berikut ini (Depkes RI, 2007). 6. Raker Perencanaan II 7. Forum SKPD 5. Musrenbang Kecamatan 8. Musrenbang Kabupaten 4. Puskesmas dan Unit-unit di Dinas Kesehatan menyusun PKT 3. Musrenbang Desa/Kelurahan 9. Kebijakan Umum & Anggaran 10. Asistensi Anggaran 2. Raker Perencanaan I 11. Keputusan Anggaran 1. Analisis Situasi Keterangan : PKT = Perencanaan Kerja Tahunan Raker = Rapat kerja Gambar 1.1. Siklus Perencanaan dan Penganggaran Tahunan

Menurut WHO (2009), ada variasi alokasi anggaran untuk peningkatan KIA. Alokasi anggaran untuk KIA di negara-negara di Asia Selatan seperti Bangladesh, India, Nepal dan Pakistan rata-rata sebesar US$1,21-2,97 per kapita pertahun. Alokasi anggaran program KIA untuk wilayah Asia Tenggara seperti China, India, Myanmar, Papua Nugini dan Timor Leste rata-rata berkisar antara US$0,61-0,83 per kapita pertahun. Artinya bahwa investasi anggaran untuk program KIA seperti di Indonesia cenderung sangat sedikit untuk menanggulangi permasalahanpermasalahan KIA. Penelitian Vincente, et all., (2013) menjelaskan bahwa keberhasilan program KIA di Philipina sangat didukung oleh proporsi anggaran yang disediakan dengan program kesehatan lainnya. Pendekatan perencanaan berbasis bukti dan alokasi anggaran secara proporsional dapat menurunkan permasalahan KIA di Philipina. Pendekatan analisa perencanaan berbasis bukti adalah dengan mengidentifikasi data dan informasi yang objektif tentang keadaan kesehatan ibu dan anak di semua wilayah seperti data proporsi jumlah fasilitas kesehatan dengan jumlah penduduk, dan jumlah kemampuan ekonomi daerah. Komitmen pemerintah di bidang kesehatan, khususnya KIA, dapat dinilai dengan melihat kecenderungan alokasi anggaran untuk kesehatan secara umum. Selama periode 2006-2013, kecenderungan keseluruhan alokasi anggaran pemerintah Indonesia untuk sektor kesehatan mengalami peningkatan secara nominal. Namun, meskipun kecenderungan peningkatan nilai nominal, nilai faktual sebenarnya mengalami penurunan. Artinya ada kesenjangan antara alokasi anggaran yang real

dibutuhkan untuk menjalankan program-program kesehatan dibandingkan dengan besaran alokasi anggaran yang telah ditetapkan, dan tidak disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dengan kata lain bahwa pemerintah Indonesia berada pada posisi di luar komitmen dalam upayanya untuk memenuhi komitmen kesehatan ibu sebagaimana terindikasi bahwa pemerintah gagal mempertahankan kecenderungan peningkatan nilai riil alokasi anggaran kesehatan (Dwicaksono dan Donny, 2013). Penelitian Faulia, dkk., (2009) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menemukan bahwa porsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk program KIA selama kurun waktu 2007-2008 cenderung menurun dari 0,7% menjadi 0,6%, dan di tahun 2009 menurun menjadi 0,4% dari alokasi belanja langsung, dan dari sejumlah anggaran tersebut salah satu alokasi anggaran terendah justru pada kegiatan dan upaya penurunan kasus kematian ibu dan anak. Hal ini disebabkan karena alokasi anggaran untuk program KIA cenderung lebih didukung oleh sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seperti dana dekonsentrasi dan dana bersumber dari bantuan lembaga donor seperti United Nation International Children s Emergency Fund (UNICEF) dan United States Agency for International Development (USAID). Penelitian Iswarno, dkk., (2013), menunjukkan bahwa komitmen pemerintah di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu terhadap program KIA masih rendah. Hal ini terbukti dengan minimnya alokasi anggaran program KIA pada tahun 2008 yang hanya 2 % dari total anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Kepahiang.

Penelitian Erpan, dkk., (2012) di Kabupaten Lombok Tengah, mendeskripsikan bahwa alokasi anggaran program KIA tahun 2010 sebesar 4,2% dari belanja langsung Dinas Kesehatan, dan dari sejumlah anggaran KIA tersebut 81,9% diperuntukkan untuk jaminan persalinan gratis, namun pada tahun 2011 menurun drastis menjadi 0,8% dari belanja langsung Dinas Kesehatan. Hal ini disebabkan adanya sharing dana dari APBN berupa program Jampersal. Kondisi disparitas proporsi anggaran KIA juga terjadi di Kabupaten Sabu Raijua Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian Dodo, dkk., (2012), bahwa alokasi anggaran KIA tahun 2010 hanya 0,8% dari belanja langsung yang bersumber APBD Dinas Kesehatan, sedangkan alokasi anggaran KIA dari APBD Propinsi NTT sebesar 11,9%, dan bersumber dari pemerintah pusat berupa dana BOK, dan Jampersal sebesar 45,93%. Permasalahan yang dihadapi dalam perencanaan program KIA adalah adanya porsi anggaran yang lebih besar dari pemerintah pusat, sehingga alokasi anggaran diarahkan kepada pemenuhan sarana dan prasarana. Fenomena perencanaan kesehatan di Provinsi Sumatera Utara juga masih menjadi permasalahan awal terhadap pencapaian seluruh indikator program-program kesehatan, termasuk program KIA. Data profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 menunjukkan bahwa capaian K4 secara umum sudah mencapai 85,92%, namun masih dibawah 95%, cakupan kunjungan neonatus 89,97% dan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan masih mencapai 88,78%, masingmasing mendekati target sebesar 90%. Hal ini karena semakin membaiknya kondisi distribusi tenaga bidan diseluruh daerah di Provinsi Sumatera Utara dengan adanya

program bidan Pegawai Tidak Tetap (PTT). Namun kondisi objektif tersebut jika dilihat secara parsial masih ada beberapa daerah yang memiliki permasalahan KIA baik dilihat dari AKI, AKB, AKABA dan masalah KIA lainnya seperti balita dengan gizi buruk. Salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang masih memiliki permasalahan KIA adalah Kabupaten Deli Serdang. Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang (2012) menunjukkan bahwa kematian ibu, bayi dan balita mengalami penurunan sepanjang tahun 2008 sampai 2012. Namun masih adanya kasus kematian menunjukkan permasalahan KIA masih menjadi masalah program kesehatan, dan perlu ada peningkatan upaya strategis guna mencapai indikator program KIA sebagaimana diharapkan. Adapun jumlah kematian ibu, bayi dan balita di Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat di tabel 1.1. Tabel 1.1. Jumlah Kematian Ibu, Bayi dan Balita di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008-2012 No. Indikator Jumlah Kematian 2008 2009 2010 2011 2012 1. Ibu 32 21 20 20 15 2. Bayi 126 134 98 97 74 3. Balita 151 171 135 133 96 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, 2014 Pencapaian SPM untuk program KIA di Kabupaten Deli Serdang selama kurun waktu 2009-2013 cenderung bervariatif setiap tahunnya. Secara aktual, persentase secara keseluruhan pencapaian program KIA sudah memenuhi target yang diharapkan. Namun dilihat secara komprehensif, dampak dari pencapaian program KIA tersebut masih belum mampu mereduksi masalah KIA seperti kematian ibu,

bayi, balita, balita dengan status gizi buruk, dan masih ada ibu melahirkan dengan komplikasi. Hal ini disebabkan karena masih ada sebagian ibu melahirkan yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan secara terus-menerus sampai empat kali. Data tahun 2013 menunjukkan terdapat 42.423 sasaran ibu hamil, namun yang melakukan kunjungan K4 sebanyak 40.969 ibu hamil, artinya masih terdapat 1.454 ibu hamil tidak mendapatkan pemeriksaan kehamilan sampai dengan selesai, sehingga dapat menyebabkan tidak dapat dimonitoring perkembangan dan keadaan kehamilan ibu menjelang waktu melahirkan, dan keadaan ini dapat juga menyebabkan kematian bayi saat dilahirkan. Adapun hasil pencapaian program KIA dapat dilihat pada tabel 1.2. berikut ini: Tabel 1.2. Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Program KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009-2013 No. Kegiatan Pencapaian SPM (%) Target 2009 2010 2011 2012 2013 (%) 1. Cakupan kunjungan ibu hamil (K4) 93,13 96,01 96,06 95,91 96,2 95 2. Cakupan komplikasi kebidanan yang Ditangani 100 100 100 100 100 80 3. Cakupan pertolongan persalinan oleh nakes yang memiliki 99,72 99,54 95,29 98,41 96,65 90 kompetensi kebidanan 4. Cakupan pelayanan nifas 97,5 99,7 93,45 95,38 93,43 90 5. Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 100 100 95,35 100 90,1 80 6. Cakupan kunjungan bayi 98,18 94,64 94,76 94,39 90,83 90 7. Cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 89,85 96,95 82,99 96,45 96,7 100 8. Cakupan pelayanan anak 89,95 96,95 82,99 96,45 85,59 90 9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI anak usia 6-24 bulan 85,02 76,56 84,76 84,96 100 100 10. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100 100 100 100 100 100 Sumber: Dinas Kesehatan Deli Serdang, 2014

Data tahun 2013 menunjukkan di Kabupaten Deli Serdang terdapat 8.486 ibu hamil komplikasi yang ditangani tenaga terlatih (bidan), dan masih ada 7 (tujuh) balita dengan gizi buruk, demikian juga dengan kuantitas neonatus yang komplikasi ada sebanyak 5.786 kasus. Hal ini menunjukkan peran puskesmas dalam upaya menurunkan kematian ibu, bayi dan balita belum maksimal yang diindikasikan dari rendahnya jumlah puskesmas yang melakukan PONED yaitu 21 puskesmas dari 34 puskesmas yang ada, dan dari 21 puskesmas yang dinyatakan PONED hanya 16 puskesmas saja (76,2%) efektif melaksanakannya. Berbagai upaya telah dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dalam menurunkan kematian ibu dan anak yaitu melalui penguatan program KIA seperti pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) bagi bidan desa, distribusi tenaga bidan keseluruhan wilayah di Kabupaten Deli Serdang, pembangunan poskesdes, dan peningkatan jumlah puskesmas rawatan, serta penetapan Puskesmas Penanganan Obstetri Neonatal Emergency Dasar (PONED). Hal ini berkontribusi terhadap pencapaian program yang dapat dilihat dalam SPM. Berdasarkan alokasi anggaran APBD Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang diketahui bahwa proporsi anggaran bidang kesehatan (Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, dan Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) berfluktuasi selama tahun 2012-2014. Tahun 2012 dan 2013 proporsi anggaran kesehatan di Kabupaten Deli Serdang belum memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah. Tahun 2012 masih sebesar 7,66 % dan tahun 2013 menurun menjadi 6,05%. Namun tahun 2014 sudah memenuhi ketentuan dengan proporsi

sebesar 14,67%. Deskripsi alokasi anggaran di Kabupaten Deli Serdang secara umum dapat dilihat pada tabel 1.3. Tabel 1.3. Distribusi Alokasi Anggaran Bersumber Dana APBD Bidang Kesehatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012-2014 Alokasi Anggaran APBD Kabupaten Belanja Tidak Langsung Tahun Anggaran 2012 2013 2014 Rp dan % Rp dan % Rp dan % 996.070.906.671 (49,33%) 1.112.719.894.437 (49,73%) 1.408.323.516.820 (49,97%) Belanja Langsung 1.023.034.033.947 (50,67%) 1.124.731.745.137 (50,27%) 1.409.948.532.807 (50,03%) Total 2.019.104.940.618 2.237.451.639.574 2.818.272.049.627 APBD Bidang Kesehatan Belanja Tidak Langsung 124.370.331.227 (61,23%) 132.211.031.253 (66,03%) 138.973.196.057 (40,19%) Belanja Langsung 78.733.359.400 (38,77%) 68.030.565.300 (33,97%) 206.811.401.750 (59,81%) Total 203.103.690.627 200.241.596.553 345.784.597.807 Persentase anggaran* 7,66% 6,05% 14,67% *) Persentase belanja langsung APBD bidang kesehatan dibandingkan dengan belanja langsung APBD kabupaten Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang,2014 Alokasi anggaran untuk Dinas Kesehatan tahun 2012-2014 menunjukkan lebih dominan untuk belanja tidak langsung, dan dari sejumlah belanja langsung hanya 9,73% di tahun 2012 berkontribusi terhadap peningkatan program KIA. Tahun 2013 menurun menjadi 3,72 % dan 3,73 % di tahun 2014. Anggaran untuk program KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang selain bersumber dari APBD Pemerintah Kabupaten Deli Serdang juga bersumber dari dana APBN berupa

Jampersal, BOK dan JKN. Adapun distribusi alokasi anggaran untuk program KIA dapat dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.4. Distribusi Alokasi Anggaran Program KIA Bersumber APBD di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012-2014 Tahun Anggaran Alokasi Anggaran 2012 2013 2014 Rp dan % Rp dan % Rp dan % APBD Dinas Kesehatan Belanja Tidak Langsung 97.098.701.290 (71,38%) 103.039.036.954 (76,46%) 108.395.886.308 (51,15%) Belanja Langsung 38.930.050.000 (28,62%) 31.727.214.000 (23,54%) 103.536.121.550 (48,85%) Total 136.028.751.290 134.766.250.954 211.932.007.858 Program KIA* 3.789.662.000 (9,73%) 1.180.704.500 (3,72%) 3.858.345.500 (3,73%) APBN Program KIA Jampersal 6.835.340.000 2.490.268.000 0 BOK 2.871.920.000 2.905.000.000 3.193.150.000 JKN 0 0 22.500.000.000 Total 9.707.260.000 5.395.268.000 25.693.150.000 *) Persentase program KIA dibandingkan dengan belanja langsung APBD Dinas Kesehatan Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, 2014 Tabel 1.4 juga menunjukkan bahwa secara kuantitatif total anggaran Jampersal, BOK dan JKN tahun 2012-2014 lebih besar (2-7 kali) dibandingkan program KIA bersumber dana APBD Kabupaten Deli Serdang. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah pusat memiliki keseriusan dan perhatian yang lebih dalam program KIA dibandingkan pemerintah daerah. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa daerah memiliki komitmen yang kurang terhadap program KIA. Hasil penelitian Trisnantoro, dkk., (2012) di 4 (empat) kabupaten/kota (Merauke, Sikka, Tasikmalaya, dan Pontianak), menjelaskan bahwa dalam 5 (lima)

tahun terakhir ini, ada indikasi bahwa pendanaan program KIA mengalami penurunan, yang disebabkan oleh adanya realokasi dana bagi penjaminan kesehatan masyarakat miskin melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Hasil analisa bahwa kontribusi pembiayaan KIA yang terbesar di tingkat daerah, masih bersumber dari pembiayaan pemerintah pusat seperti Dana Kementrian Kesehatan (DKK), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Dekonsentrasi (Dekon). Secara rata-rata, untuk sumber pembiayaan, APBN pusat mempunyai kontribusi sebesar 57%, ditambahkan dana pusat yang didaerahkan (DAK dan dekonsentrasi) sebesar 13%. Kontribusi lokal melalui APBD sebagai dana pendamping hanya 7%, dan alokasi APBD untuk program inisiatif KIA di daerah sebesar 14%, selain itu juga ada beberapa daerah yang menerima donor dari luar untuk kegiatan program 9%. Apabila dibandingkan dengan pembiayaan kesehatan lokal (total APBD kesehatan), proporsi untuk kegiatan KIA hanya sekitar 2% dari APBD kesehatan atau sekitar 18% jika termasuk gaji dan pembiayaan rutin terkait dengan program KIA. Kondisi ini diasumsikan karena proses perencanaan anggaran program KIA maupun program kesehatan lainnya belum didasarkan pada kebutuhan yang objektif dan belum didasarkan pada data yang real, dan masih pada pemenuhan pagu anggaran saja. Perencanaan juga diasumsikan belum optimal dalam melibatkan sektor pelayanan dasar seperti puskesmas dan stakeholder bidang kesehatan lainnya, sehingga berimplikasi terhadap implementasi program KIA guna mencapai indikator program KIA.

Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan Kepala Bidang Kesehatan Keluarga pada tanggal 04 Januari 2014 menjelaskan bahwa anggaran untuk KIA sangat kecil dibandingkan dengan bidang lain, karena program KIA masih dianggap belum prioritas dibandingkan dengan upaya percepatan pembangunan fisik, selain itu juga karena adanya pembatasan anggaran, sehingga sulit memilah prioritas program yang bisa diajukan dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti proses perencanaan dan penganggaran program KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang tahun 2014. 1.2. Permasalahan Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses perencanaan dan penganggaran program KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang tahun 2014. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis proses perencanaan dan penganggaran program KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang tahun 2014.

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dalam merumuskan rencana kegiatan dan anggaran dalam rangka peningkatan pelayanan KIA di wilayah kerjanya. 2. Menjadi masukan bagi Puskesmas di seluruh Kabupaten Deli Serdang dalam merumuskan jenis kegiatan yang terintegrasi dalam program KIA berdasarkan analisa kebutuhan yang sesuai. 3. Menjadi masukan untuk pengembangan pengetahuan dan rujukan penelitian berikutnya.