HUBUNGAN KEUANGAN NEGARA PUSAT DENGAN KEUANGAN NEGARA DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan asas desentralisasi serta otonomi fiskal maka daerah diberikan wewenang untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

S U M B E R P E N E R I M A A N N E G A R A

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan desentralisasi yang ditandai dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

Keuangan Kabupaten Karanganyar

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. (PAD). Hampir semua dana dari APBD yang digunakan untuk membiayai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 7 TAHUN 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

CAKUPAN MATERI 1. KONSEP DASAR KEBIJAKAN FISKAL 2. PERAN KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA 3. KONSEP APBN 4. GAMBARAN UMUM APBN 5. STUDI IMPLEMENTASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

Transkripsi:

HUBUNGAN KEUANGAN NEGARA PUSAT DENGAN KEUANGAN NEGARA DAERAH Oleh : KELOMPOK 2 Vokasi / Administrasi Perpajakan 2011 Dosen Bpk. Dean Yuliandra Affandi M.Sc. 1

KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-nya kepada kelompok 2 sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang berjudul HUBUNGAN KEUANGAN NEGARA PUSAT DENGAN KEUANGAN NEGARA DAERAH. Dalam penulisan makalah ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa, memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan kepada kami. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat kami harapkan. Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkompeten. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melancarkan segala usaha kita. Depok, 15 Mei 2012 Kelompok 2 2

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. 1 KATA PENGANTAR... 2 DAFTAR ISI.. 3 BAB I PENDAHULUAN.. 4 BAB II PEMBAHASAN... 6 BAB III SIMPULAN... 14 DAFTAR PUSTAKA... 15 DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK 2... 16 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu dimensi kehidupan bangsa Indonesia, keuangan negara adalah suatu kebutuhan mendasar yang didambakan kehadirannya sebagai alat pengatur pembiayaan negara, baik dalam regional pusat maupun daerah. Kebutuhan hakiki bangsa Indonesia akan ketenteraman, keadilan serta kesejahteraan yang dihadirkan oleh sistem aturan yang memenuhi ketiga syarat keberadaan keuangan negara tersebut menjadi sangat mendesak pada saat ini. Dengan motivasi itulah kelompok 2 berusaha menghadirkan perspektif keuangan negara antara wilayah pusat dan daerah yang dituangkan dalam makalah ini. 1.2 Rumusan Masalah a. Apa definisi Keuangan Negara Pusat dan Daerah? b. Apa saja sumber sumber Keuangan Negara Pusat dan Daerah? c. Apa tujuan Keuangan Negara Pusat dan Daerah? d. Bagaimana contoh kasus yang melanda Keuangan Negara Pusat dan Daerah? 1.3 Tujuan a. Untuk mengetahui definisi Keuangan Negara Pusat dan Daerah. b. Untuk mengetahui sumber sumber Keuangan Negara Pusat dan Daerah. c. Untuk mengetahui tujuan Keuangan Negara Pusat dan Daerah? d. Untuk mengetahui contoh kasus yang melanda Keuangan Negara Pusat dan Daerah. 1.4 Metode Penulisan a. Studi Pustaka Penulis menelaah sumber sumber lain yang berkaitan dengan penelitian dari buku buku, artikel, atau internet. 4

1.5 Sumber Data Untuk memperoleh data dalam suatu penelitian, diperlukan sumber data. Oleh karena itu, penulis menentukan sumber data dari artikel di internet dan buku literatur. 1.6 Sistematika Penulisan Adapun sistematika makalah ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan. Bagian Pendahuluan ini meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan, Metode Penulisan, Sumber Data, dan Sistematika Penulisan. Bab II Pembahasan meliputi pengolahan data dan analisis data Bab III Simpulan Bab IV Penutup 5

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Keuangan Negara Regional Pusat dan Daerah Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena : (a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga Negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah; (b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara. Kekayaan negara yang dipisahkan dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara fisik adalah berbentuk saham yang dipegang oleh negara, bukan harta kekayaan Badan Hukum Milik Negara (BUMN) itu. Keuangan negara dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban negara. Keuangan Negara, seperti yang telah dijelaskan bahwa menyatakan keuangan suatu negara. Pemerintahan sendiri terbagi atas dua regional, yaitu regional pusat dan daerah. Keuangan Negara Pusat berarti semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Pemerintah Pusat. Sedangkan Keuangan Negara Daerah berarti semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Pemerintah Daerah. 6

2.2 Sumber Sumber Pendapatan Pusat dan Daerah 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumbersumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari ; a. Hasil pajak daerah, Pajak daerah memiliki pengeritan sebagai iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan pembangunan daerah. b. Hasil retribusi daerah, Retribusi daerah memiliki pengertian sebagai pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh pemerintahan daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan ditinjaklanjuti peraturan pelaksanaanya, yaitu PP Nomor 65 Tahun 2001 Tentang pajak Daerah dan PP Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah. Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah. Sedangkan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, antara lain hasil penjualan asset daerah dan jasa giro. 2. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Besarnya jumlah dana perimbangan ini ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN. Dana perimbangan ini terdiri dari ; a. Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam, b. Dana Alokasi Umum (DAU), 7

c. Dana Alokasi Khusus (DAK). Bagian daerah dalam bentuk bagi hasil penerimaan (revenue sharing) merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi ketimpangan vertical (vertical imbalance) antara pusat dan daerah yang terdiri dari bagi hasil pajak dan bukan pajak (sumber daya alam). Pola bagi hasil ini dilakukan dengan persentase tertentu yang didasarkan atas daerah penghasil (by origin). Bagi hasil pajak meliputi bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Bagi hasil sumber daya alam terdiri dari sector kehutanan, pertambangan umum, minyak bumi dan gas alam, dan perikanan. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Penggunaan DAU ini ditetapkan sepenuhnya oleh daerah. DAU diberikan dalam rangka untuk mengurangi ketimpangan horizontal dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara pusat dan daerah. Dengan adanya DAU ini akan memberikan kepastian bagi daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Pengalokasian DAK ditentukan dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. 3. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman daerah dilakukan untuk membiayai kebutuhan daerah berkaitan dengan penyediaan prasarana yang dapat menghasilkan (pengeluaran modal). 4. Lain-lain penerimaan yang sah, antara lain hibah, dana darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dana darurat merupakan dana bantuan yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak kepada daerah tertentu. Keperluan mendesak adalah keadaan yang sangat luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan pembiayaan dari APBN, yaitu bencana alam dan/ atau peristiwa lain yang dinyatakan Pemerintah Pusat sebagai bencana nasional. Prosedur dan tata cara penyaluran dana darurat sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. 8

2.3 Hubungan Keuangan Negara Pusat dan Daerah Keuangan Negara antara regional pusat dan daerah pastilah memiliki hubungan. Dewasa ini, bentuk hubungan tersebut tercermin pada tindakan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, dan pinjaman daerah. Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan bernegara, khususnya dalam rangka pelayanan publik yang lebih baik serta menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintah secara vertikal yang artinya dari atas ke bawah untuk melkukan pembelanjaan, pemungutan pajak, pembentukan dewan rakyat, pemilihan kepala daerah oleh DPRD, dan adanya bantuan transfer dari Pemerintah Pusat. Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di wilayah propinsi. Tujuan diadakannya dekonsentrasi ini karena adanya kegiatan kegiatan yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat yang harus dilakukan di daerah. Istilah lain dari dekonsentrasi adalah pemusatan pemerintah wilayah pusat di wilayah daerah. Pemerintah Daerah ditugasi oleh Pemerintah Pusat untuk memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian sengketa antar daerah dalam suatu wilayah kerja, menciptakan dan memelihara ketentraman dan ketertiban umum, membina penyelenggaraan tugas tugas umum Pemerintah Daerah, dan sebagainya. Walaupun faktanya hubungan dekonsentrai ini belum sepenuhnya terlaksana. Untuk tugas pembantuan relatif mirip dengan dekonsentrasi, bedanya berdasar sifat yaitu tugas pembantuan lebih condong ke penugasan bukan pelimpahan wewenang. Pinjaman daerah bertujuan untuk mendanai kebutuhan daerah berhubungan dengan penyediaan sarana dan prasarana yang dapat menghasilkan, daerah dapat melakukan pinjaman baik dari dalam negeri (Pemerintah Pusat dan Lembaga Keuangan) maupun dari luar negeri dengan persetujuan Pemerintah Pusat. Perkembangan ekonomi daerah yang sangat pesat dan signifikan telah menyebabkan adanya perubahan dalam hubungan keuangan pusat dan daerah. Hal ini ditandai setidaknya dengan perubahan peraturan perudang-undangan yang mendasari eksistensi hubungan keuangan pusat dan daerah. Hal yang sangat mendasar adalah diubahnya Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi Undang- Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Berbagai peraturan pelaksanaan terbaru dari UU tersebut juga 9

kemudian dikeluarkan, yaitu PP No. 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah, PP No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah, dan lain-lain. Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah merupakan suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proposional, demoratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralilasi. Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah bagian pengaturan yang tidak dipisahkan dari sistem keuangan Negara dan dimaksudkan untuk mengatur sistem pendanaan atas kewenangan pemerintah yang diserahkan, dilimpahkan, dan ditugasbantukan kepada daerah. Pemberian sumber keuangan Negara kepada pemerintah daerah dilakukan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang didasarkan atas penyerahan tugas oleh pemerintah kepada pemerintah daerah dengan memperhatikan stabilitas, kondisi, perekonomian nasional, dan keseimbangn fiskal antara pemerintah dan pemerintah daerah. Perimbangan keuangan dilaksanakan sejalan dengan bembagian kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah. Dengan demikian, pengaturan perimbangan keuangan tidak hanya mencakup aspek pendapatan daerah, tetapi juga mengatur aspek pengelolaan dan pertanggungjawabannya. Hubungan keuangan pusat dan daerah dalam rangka otonomi daerah dilakukan dengan memberikan kebebasan kepada daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan. Sesuai dengan Pasal 4 UU No.33 tahun2004, penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didanai APBD. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi didanai APBN. 10

2. 4 Tujuan Keuangan Negara Pusat dan Daerah 1. Akuntabilitas (Accountability) Pemda harus mempertanggungjawabkan tugas keuangan kepada lembaga atau orang yang berkepentingan dan sah. Lembaga atau orang yang dimaksud antara lain, adalah Pemerintah Pusat, DPRD, Kepala Daerah, masyarakat dan kelompok kepentingan lainnya (LSM); 2. Memenuhi kewajiban Keuangan Keuangan daerah harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan, baik jangka pendek maupun jangka panjang; 3. Kejujuran Urusan keuangan harus diserahkanpada pegawai professional dan jujur, sehingga mengurangi kesempatan untuk berbuat curang. 4. Hasil guna (effectiveness) dan gaya guna (efficiency) kegiatan daerah. Tata cara pengurusan keuangan daerah harus sedemikian rupa memungkinkan setiap program direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan dengan biaya serendah-rendahnya dengan hasil yang maksimal. 5. Pengendalian Manajer Keuangan Daerah, DPRD dan aparat fungsional pemeriksaan harus melakukan pengendalian agar semua tujuan dapat tercapai. Harus selalu memantau melalui akses informasi 11

2.5 Contoh Kasus Keuangan Negara Pusat Serta Daerah Akhir-akhir ini kita mendengar bahwak pemerintah menyatakan bahwa warung tegal atau warteg akan dikenakan pajak hal ini banyak menuai kontra dari masyarakat secara umumnya, karena hal ini tidak sesuai dengan apa fasilitas yang diberikan warteg terhadap pelanggan. DPRD DKI Jakarta menyetujui, agar Warung Tegal atau warteg dikenakan pajak. Pemberlakuan pajak restoran dan rumah makan terhadap warteg dikarenakan jenis usaha ini sudah masuk dalam prasyarat objek pajak yang diatur dalam Undang-Undang No.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Usulan warteg kena pajak ini, akan diatur dalam peraturan daerah (Perda) yang saat ini sudah masuk di Badan Legislatif Daerah (Balegda) DKI Jakarta dan sedang menunggu penomoran atas Perda tersebut. Sama seperti restoran dan rumah makan lainnya, setiap struk pembelian bakal dikenakan pajak sebesar 10 persen. Objek pajak yang masuk dalam wajib pajak adalah usaha penyedia makanan dan minuman yang memiliki penghasilan Rp 60 juta pertahun. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menegaskan wacana pemberlakuan pajak bagi Warung Tegal (Warteg) diperbincangkan bukanlah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Pajak Warteg tersebut nantinya merupakan jenis pajak daerah (bagian dari pajak restoran) yang dikelola Pemerintah Daerah. Berdasarkan keterangan Ditjen Pajak tentang pengertian jenis-jenis pajak, Pajak Pusat didefinisikan sebagai jenis pajak yang dikelola Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) dan Bea Materai. Seluruh penerimaan jenis pajak pusat masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan pajak daerah adalah jenis pajak yang dikelola pemerintah daerah, di antaranya Pajak Restoran, Pajak Hotel, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Penerangan. Adapun 12

keseluruhan penerimaan jenis pajak daerah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Jadi, dalam kasus ini dapat kita lihat bahwa, pajak yang akan dikenakan umtuk warter ini belum jelas apakah termasuk pajak pusat atau daerah karena belum memiliki dasar hukum yang jelas. 13

BAB III SIMPULAN 3.1 Simpulan Hubungan antara Keuangan Negara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak dapat dipisahkan. Keduanya memiliki fungsi yang sebagian besar bersimbiosis mutualisme artinya saling menguntungkan antar pihak. Diperlukan suatu pengaturan secara adil dan selaras mengenai hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antar pemerintah daerah. Sumber pendapatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah pun didapat akibat kerjasama dari keduabelah pihak. Tujuannya pun untuk membangun kesejahteraan masyarakat. Walaupun faktanya banyak program program baik program Pemerintah Pusat maupun Daerah yang tidak terlaksana akibat masalah keuangan. 14

DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 http://pekikdaerah.wordpress.com/2010/08/22/fungsi-manajemen-keuangan-daerah/ http://pomphy.blogspot.com/2008/11/format-hubungan-keuangan-pusat-daerah.html PENGERTIAN KEUANGAN NEGARA.pdf www.rakyatmerdekaonline.com www.google.com 15

Anggota Kelompok 2 : 1. Kevin Yoga Permana 1106102586 2. Sigit Prasetyo 1106102661 3. Fadhil Ikhwan 1106102693 4. Muthia Evaliana 1106102775 5. Ranti 1106102642 16