BAB I PENDAHULUAN. diri (Sunarto, 2004). Hal ini disebabkan karena dunia kerja sekarang telah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Ashford dkk (1989) mengatakan bahwa job insecurity merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, sumber daya alam dan sumber-sumber ekonomi lainnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Wendy s, Jogjakarta Fried Chicken dan Kentucky Fried Chicken. Kedatangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. selalu berubah sehingga menuntut perusahaan untuk mampu beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan situasi yang kompetitif. Situasi kompetitif ini terjadi. Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Gejala globalisasi mengakibatkan semakin banyaknya

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

Beberapa tahun belakangan pelaku bisnis mengantisipasi ketatnya persaingan dengan memilih menggunakan pihak ketiga untuk menangani sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini sudah tidak asing lagi bagi seluruh lapisan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu factor yang mampu menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. organisasi karena dapat berpengaruh terhadap kinerja dan tingkat turnover

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. angka-angka, target dan estimasi akan langsung muncul dipikiran kita saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI PSYCHOLOGICAL CAPITAL PADA SISWA KELAS XII SMA DAN SEDERAJAT DI WILAYAH KECAMATAN JATINANGOR SHABRINA SYFA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karyawan bekerja untuk mendapatkan penghasilan demi penghidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pesatnya perkembangan teknologi di era globalisasi ini mengharuskan setiap

DUKUNGAN KELUARGA DAN MODAL PSIKOLOGIS MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Job insecurity adalah suatu keadaan yang tidak nyaman dan rancu yang dialami para UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam sebuah organisasi memiliki peran sentral dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah pasangan yang bekerja (dual-earner couples) dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001), bahkan dijaman sekarang ini bukan lagi perusahaan besar mengalahkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori yang mendukung penelitian ini adalah role theory (teori peran) yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan pada kondisi ekonomi suatu perusahaan. Agar dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan sistem-sistem organisasi yang menghasilkan output yang menurutkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu ciri kehidupan modern dapat dilihat dari semakin kompleknya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bisnis yang bergerak di bidang jasa adalah perbankan. Di era

Persepsi perusahaan di seluruh dunia telah memasuki era dimana melihat. sebuah organisasi tidak hanya dari pencapaian hasilnya, tetapi melihat

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BABUI METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap kemajuan suatu perusahaan dalam mencapai kesuksesan.

HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL CAPITAL DENGAN DISIPLIN KERJA KARYAWANBAGIAN PRODUKSI PT. ARGAMAS LESTARI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kritis dan secara kolektif tantangan-tantangan tersebut menuntut organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah tenaga kerja yang berlebih di Indonesia, membuat beberapa

BAB II LANDASAN TEORI. Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas perusahaan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manajemen yang efektif (Hussey, 2000; Wibowo, 2005). Perubahan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan. organisasi dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti.

BAB I PENDAHULUAN. Stres pada dasarnya menyerang setiap individual (Noi & Smith, 1994). Noi dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan pada dasarnya bertanggungjawab untuk selalu menghasilkan kinerja

untuk dapat terus mempertahankan kualitas kinerjanya. Perkembangan zaman juga menyebabkan persaingan antar perusahaan semakin ketat.

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. siap terhadap perubahan tersebut. Globalisasi ditandai dengan adanya keterbukaan

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dilandasi kesetian dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar. meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. agar tujuan individu konsisten dengan tujuan organisasi itu sendiri (Anthony

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. daya manusia pada bangsa ini tidak diimbangi dengan kualitasnya. Agar di

BAB I PENDAHULUAN. beban operasional perusahaan sehingga mengakibatkan jumlah jabatan struktural

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyediaan fasilitas untuk industri minyak yang mencakup jasa penguliran

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. informasi semakin cepat berkembang. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan

I. PENDAHULUAN. Dunia bisnis dituntut untuk melakukan pengembangan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan. perubahan pesat pada kondisi ekonomi secara keseluruhan, telah

BAB I PENDAHULUAN. efisien dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi (Rusmayanti, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. SD dan SMP, kemudian dilanjutkan ke jenjang SMA dan perguruan tinggi. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan hampir disemua sektor

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan senantiasa membutuhkan manajemen yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Persaingan dalam dunia usaha di era global saat ini sudah sangat ketat, setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia bisnis yang sangat pesat dan persaingan yang

BAB I PENDAHULUAN. perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pembangunan nasional. Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, utama berjalannya sebuah organisasi atau perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara kepuasan..., Widiana Sasti Kirana, FISIP UI, Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi kunci utama dari sekian banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Dunia telah memasuki era perubahan dan transformasi yang sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh perubahan dunia kerja (Lu, Wang, Lu, Du, & Bakker, 2013). Sehingga

HUBUNGAN ANTARA HUMAN RELATIONS DENGAN MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara job..., Putriani Pradipta Utami Setiawan, FISIP Universitas UI, 2010 Indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini makin banyak organisasi menghadapi suatu lingkungan yang dinamis dan berubah yang selanjutnya menuntut agar organisasi itu menyesuaikan diri (Sunarto, 2004). Hal ini disebabkan karena dunia kerja sekarang telah memasuki era globalisasi. Era globalisasi yang mengarah kepada persaingan pasar ini akan menunjukkan bahwa hanya perusahaan yang memiliki keunggulan inovasi, sumber daya manusia, teknologi, kualitas pelayanan dan pemasaran yang akan siap memenangkan persaingan pasar. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sunarto dalam bukunya berjudul Perilaku Organisasi yaitu jika suatu organisasi harus tetap hidup, organisasi itu harus menanggapi atau menyesuaikan diri terhadap perubahan dalam lingkungan (Sunarto, 2004). Agar suatu perusahaan di Indonesia dapat terus exist dalam membawa nama Indonesia ke kancah persaingan global, maka perusahaan tersebut harus dapat terus bertahan dalam mengahadapi segala tantangan yang ada dalam persaingan global tersebut. Salah satu tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana organisasi secara responsif menanggapi perubahan eksternal yang terjadi yang semestinya juga diikuti oleh perubahan internal agar organisasi dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan menghasilkan organisasi yang memiliki performa kerja yang tinggi untuk mencapai keberhasilan organisasi. Ada banyak cara untuk dapat bertahan dalam menghadapi era globalisasi yang sarat dengan persaingan bebas ini, dan salah satunya adalah dengan

memperhatikan dan me-manajemen faktor yang sangat vital dalam suatu perusahaan yakni faktor sumber daya manusianya. Sumber daya manusia yang ada dalam suatu organisasi memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi. Adanya keanekaragaman yang cukup tinggi tersebut berarti kemampuan sebagai agen perubahan. Agen perubahan inilah yang bertanggung jawab untuk mengelola kegiatan perubahan yang terjadi (Sunarto, 2004). Usaha perubahan ini akan tercapai apabila semua karyawan masingmasing menampilkan kemampuan individualnya semaksimal mungkin sebagai agen perubahan. Namun, dalam kondisinya, karyawan yang sebagai agen perubahan juga akan menghadapi banyak tantangan dalam usaha perubahan ini. Tantangan yang dihapadi misalnya tantangan untuk dapat mempertahankan posisinya di perusahaan. Seseorang bisa saja berpikir bahwa posisinya di perusahaan sudah aman, namun ia tidak akan dapat memperkirakan tentang masa depannya. Saat ini, persaingan mencari pekerjaan amat sempit. Sudah makin banyak pencari kerja yang baru saja keluar dari sekolah yang bersedia dibayar dengan upah rendah, tapi dengan tanggung jawab besar dan memiliki kualifikasi yang tinggi (Kompas, 7 Mei 2010). Latar belakang pendidikan yang tidak begitu tinggi serta sulitnya mencari pekerjaan sekarang ini akan memicu kecemasan para pekerja. Selain itu, persaingan global yang dalam kanyataannya telah mengarah kepada adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawan menjadi keadaan yang tidak menguntungkan yang meyebabkan para pekerja semakin terjepit. Data menunjukkan bahwa pertanggal 27 Februari 2009, sudah terdapat 37.905 buruh yang di-phk (belum termasuk

buruh yang dirumahkan) dan hal ini dikhawatirkan akan terus meningkat (Kompas, 6 Maret 2009). Seperti itulah beberapa kondisi yang mengancam para karyawan sebagai agen perubahan. Ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam situasi kerja yang mengancam ini lah oleh Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Ugboro dan Obeng, 2001) disebut dengan job insecurity. Untuk dapat mengarahkan perilaku karyawan kepada hal yang positif, banyak cara yang dilakukan oleh perusahaan, dan salah satu caranya yaitu dalam peningkatan mutu program kualitas kehidupan kerja perusahaan tersebut. Menurut Ronen (1981) kualitas kehidupan kerja dapat didefinisikan dengan beberapa prinsip kualitas kehidupan bekerja yang penting dalam meningkatkan dan mengoptimalkan kesejahteran dan martabat karyawan, dan salah satu dari prinsip tersebut adalah meliputi security yaitu bebas ketakutan dan kecemasan yang disebabkan faktor pekerjaan yang berkaitan dengan kesehatan, keamanan, pendapatan dan masa depan tenaga kerja. Dalam hal ini, program kualitas kehidupan kerja yang diterapkan perusahaan diharapkan dapat mengurangi tingkat job insecurity karyawan. Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Ugboro dan Obeng, 2001) menjelaskan bahwa perasaan job insecurity terjadi pada dua dimensi. Pertama adalah perasaan terancam pada total pekerjaan seseorang, misalnya seseorang mungkin dipindahkan ke posisi yang lebih rendah dalam organisasi, dipindahkan ke pekerjaan lain dengan level yang sama dalam organisasi atau diberhentikan sementara. Pada sisi lain, kehilangan pekerjaan mungkin dapat terjadi secara permanen atau seseorang mungkin dipecat atau dipaksa pensiun terlalu awal.

Kedua adalah perasaan terancam terhadap tampilan kerja. Misalnya, perubahan organisasional mungkin menyebabkan seseorang kesulitan untuk mengalami kemajuan dalam organisasi, mempertahankan gaji ataupun meningkatkan pendapatan. Hal ini mungkin berpengaruh terhadap posisi seseorang dalam perusahaan, kebebasan untuk mengatur pekerjaan, penampilan kerja, dan signifikansi pekerjaan. Ancaman terhadap tampilam kerja mungkin juga berperan dalam kesulitan mengakses sumber-sumber yang sebelumnya siap pakai. Job insecurity mungkin berperan dalam perasaan seseorang terhadap kurangnya kontrol atau ketidakmampuan untuk mengendalikan kejadian-kejadian di lingkungan kerjanya, yaitu perasaan tidak berdaya. Dalam hal ini, job insecurity diartikan sebagai tingkat dimana pekerja merasa pekerjaannya terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun terhadap situasi tersebut (Ashford dkk, 1989). Job insecurity dirasakan tidak hanya disebabkan oleh ancaman terhadap kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan dimensi pekerjaan (Ashford dkk, 1989), sebagai tambahan, Hartley, Jacobson, klandermans & van Vuuren (1991) menyatakan bahwa job insecurity dilihat sebagai kesenjangan antara tingkat security yang dialami seseorang dengan tingkat security yang ingin diperolehnya. Job insecurity juga mempunyai dampak terhadap menurunnya keinginan pekerja untuk bekerja di suatu perusahaan tertentu dan yang akhirnya mengarah kepada keinginan untuk berhenti bekerja (ashford dkk, 1989). Job insecurity dapat dialami oleh siapapun dengan jenis pekerjaan apa saja. Secara umum, orang berpendapat bahwa semakin tinggi jabatan yang dimiliki oleh seseorang maka ia akan semakin mudah pula mengalami job

insecurity karena beban tanggung jawab yang harus ditanggungnya juga semakin besar dibanding pemegang jabatan yang lebih rendah. Anggapan semacam ini sebenarnya kurang tepat karena orang yang bekerja di bawahnya juga dapat mengalami tekanan dalam pekerjaan. Jadi tidak hanya pimpinan saja yang dapat mengalami job insecurity tetapi karyawan biasapun bisa mengalaminya. Dalam batas-batas job insecurity tekanan masih dapat ditoleransi, tetapi bila melampaui batas daya tahan seseorang akan mengakibatkan kerusakan penyimpangan-penyimpangan fisiologis, psikologis serta menyebabkan hubungan yang tidak harmonis perilaku pada orang-orang yang terlibat dalam organisasi (Farida, 2003). Karyawan yang memiliki persepsi negatif terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menimbulkan pengaruh secara psikologis, misalnya kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan, hal ini karena karyawan tersebut berpikir bahwa ada kemungkinan PHK terjadi pada dirinya juga. Adanya kecemasan tersebut menyebabkan konsentrasi karyawan dalam bekerja kurang optimal, orientasi untuk mengembangkan karir dan kemajuan juga terhambat, akibatnya karyawan mengalami job insecurity. Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Ashford dkk, 1989) telah mengkategorikan penyebab job insecurity ke dalam tiga kelompok yaitu kondisi lingkungan dan organisasi, karakteistik individual dan jabatan pekerja, dan karakteristik personal pekerja. Karakteristik personal pekerja yang dapat mempengaruhi job insecurity misalnya: locus of control, self esteem, dan perasaan optimis atau pesimis pada karyawan. Karakteristik personal pekerja ini mengarah kepada kapasitas ataupun kemampuan yang dimiliki oleh karyawan.

Kapasitas dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu ini disebut dengan human capital. Schultz (dalam Fitz-enz, 2009) menggambarkan konsep human capital ini sebagai pertimbangan untuk semua kemampuan individu apakah kemampuan tersebut merupakan bawaan lahir ataukah diperoleh dari hasil belajar. Setiap individu terlahir dengan sekumpulan gen, dimana gen tersebut sebagai penentu kemampuan yang mereka punya sejak lahir. Atributatribut yang diperoleh atas kualitas yang dimiliki oleh tiap individu, yang berguna dan dapat dikembangkan dengan investasi atau pendekatan yang tepat ini, disebut sebagai human capital. Berdasarkan konsep Fitz-enz tentang human capital (lihat gambar 1) yang dikombinasikan dengan konsep Luthans dan Youssef (2004), Peterson dan Spiker (2005) percaya bahwa human capital merupakan konstruk inti yang terdiri atas: Psychological Capital, Intellectual Capital, Emotional Capital, dan Social Capital, atau PIES human capital, yang memberikan kontribusi positif pada organisasi. Setiap individu ini memiliki karakteristik-karakteristik tertentu yang akan mempengaruhi perilaku mereka di tempat kerja (Sunarto, 2004). Dan salah satu karakteristik yang juga sangat mempengaruhi perilaku mereka tersebut adalah ciri pribadi mereka atau ciri psikologis yang bersifat positif yang dapat membantu individu tersebut untuk dapat berkembang yang disebut dengan psychological capital (Luthans et al, 2007).

Gambar 1 Konstruk Human Capital Petersen Dan Spiker (2005) yang Memberikan Kontribusi Nilai Positif Organisasi dan individu penting untuk mempersiapkan diri untuk persaingan global yang ada dan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk tiap individu adalah dengan cara meningkatkan psychological capital mereka yang merupakan aset atau modal yang telah ada pada tiap diri individu tersebut. Modal psikologis inilah yang akan menyempurnakan potensial sumber daya manusia tersebut (Luthans, et al 2007). Penelitian mengenai psychological capital di suatu perusahaan di Indonesia masih sangatlah minim. Pada konteks akademis, Tjakraatmadja dan Febriansyah (2006 dan 2007) telah meneliti hubungan antara psychological capital, lingkungan belajar sebagai faktor eksternal (variabel moderator) dan nilai IPK mahasiswa (sebagai indikator kinerja). Tjakraatmadja dan Febriansyah meneliti pengaruh nilai SPMB dan psikotest terhadap indeks prestasi (IPK) mahasiswa yang dipengaruhi oleh psychological capital dan lingkungan belajar mahasiswa ITB pada tahun 2006 dan pada mahasiswa SBM-ITB pada tahun 2007, serta melakukan perbandingan hasil untuk masing-masing penelitian pada tahun

2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa psychological capital memiliki hubungan pengaruh positif yang signifikan terhadap indeks prestasi mahasiswa. Beberapa faktor lingkungan belajar memiliki hubungan pengaruh positif yang signifikan terhadap IPK mahasiswa namun berada antara mahasiswa engeenering dan SBM ITB. Selain itu, Luthans, Avolio, Avey, dan Norman (2006) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif diantara keempat dimensi dalam psychological capital dengan performa kerja dan kepuasan kerja karyawan. Sedangkan Avey, Patera dan West menyimpulkan melalui penelitian yang dilakukannya tahun 2006 bahwa psychological capital berpengaruh terhadap absenteism (ketidakhadiran), yaitu ketika nilai psychological capital seseorang semakin tinggi, maka tingkat absenteeism semakin rendah. Selanjutnya, Luthans, Vogelgesang dan Lester (2006) menguraikan bahwa psychological capital merupakan modal untuk investasi dan pengembangan, sehingga dapat menghasilkan peningkatan kinerja dan daya saing. Luthan dan para koleganya juga pernah melakukan penelitian dengan hipotesis yaitu psychological capital sebagai mediasi hubungan antara iklim pendukung dengan performa kerja karyawan. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa psychological capital benar mempengaruhi atau sebagai mediasi hubungan antara iklim pendukung dengan performa kerja karyawan. Konsep psychological capital ini telah dieksplorasi oleh Luthan dan kawan-kawannya (Luthans et al., 2004; Luthans and Youssef, 2004). Psychological capital didefinisikan oleh Luthan dan kawan-kawan sebagai hal positif psikologis perorangan yang ditandai oleh: (1) percaya diri (self-

efficacy/confidence) untuk menyelesaikan pekerjaan, (2) memiliki pengharapan positif (optimism) tentang keberhasilan saat ini dan di masa yang akan datang; (3) tekun dalam berharap (hope) untuk berhasil; dan (4) tabah dalam menghadapi berbagai permasalahan (resiliency) hingga mencapai sukses (Luthans, Youssef & Avolio, 2007). Psychological capital, sebagaimana diuraikan di atas, memiliki karakteristik seperti motif dan konsep diri, dan bahkan dapat digunakan untuk menjelaskan gambaran dari watak seseorang. Seligman (2004) mendefinisikan psychological capital sebagai sumber daya psikologis yang berhasil dikembangkan seseorang untuk meraih penghargaan saat ini dan masa yang akan datang. Menurut Luthans dan para koleganya dalam bukunya yang berjudul Psychological Capital: Developing the Human Competitive Edge bahwa psychological capital merupakan suatu kapasitas psikologis yang dapat diukur, dapat meningkatkan performa kerja dan juga dapat dikembangkan. Dikatakan pula bahwa kapasitas psychological capital ini dapat menurun ataupun sebaliknya meningkat sesuai dengan situasi atau kondisi yang ada. Dari uraian-uraian di atas dapatlah diketahui bahwa salah satu faktor yang dapat menyebabkan job insecurity pada karyawan adalah karakteristik personal pekerja. Dalam penelitian ini, karakteristik personal pekerja dipilih peneliti untuk dapat dijelaskan dengan mengacu kepada kapasitas yang dimiliki oleh setiap individu tersebut yaitu psychological capital. Sehingga dalam hal ini peneliti ingin mengetahui apakah psychological capital merupakan prediktor positif bagi job insecurity.

B. PERUMUSAN MASALAH Untuk memudahkan penelitian, maka perlu dirumuskan masalah apa yang menjadi fokus penelitian. Dalam hal ini peneliti mencoba merumuskan masalah dalam penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu apakah benar bahwa psychological capital merupakan prediktor positif bagi job insecurity? C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar sumbangan variabel psychological capital dalam memprediksi tingkat job insecurity karyawan. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengembangan ilmu pengetahuan di bidang psikologi, khususnya dalam psikologi industri dan organisasi dengan memberikan bukti empiris mengenai hubungan diantara psychological capital dengan job insecurity. Sehingga dapat dijadikan sumber informasi untuk penelitian-penelitian berikutnya yang sama atau berhubungan dengan psychological capital dan job insecurity. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan. a. Dapat memberikan informasi tentang seberapa besar modal psikologis (psychological capital) yang dimiliki para karyawan di perusahaan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan kepada

perusahaan untuk dapat melihat modal psikologis para karyawannya tersebut untuk dapat dikembangkan. b. Dapat memberikan informasi tentang seberapa besar tingkat job insecurity yang dirasakan karyawan di perusahaan. E. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan BAB II Landasan Teori Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. BAB III Metodologi Penelitian Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item dan reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengelola hasil data penelitian.